Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS MELENA

A. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna
bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung
campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,
2007).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang
termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000 : 634)
Hematemesis didefinisikan sebagai mutah darah dan melena sebagai berak berwarna
hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah berubah bentuk (acid hematin). (I Made
Bakta, 1999:53)
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang
berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah
dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi
atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996)
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hematemesis melena, antara lain :
1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan
lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian
atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran
makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai
di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas.

Kelainan di esophagus :
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium.Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif.Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus

sering

memberikan

keluhan

melena

daripada

hematemesis.Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya


sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan.misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus menerus.
4) Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis.Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
Kelainan di lambung :
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung.Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis.
Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.
C. PATOFISIOLOGI

Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan kepada factorfaktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada
tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor trobosit (thrombopathy) seperti pada ITP,
factor kekurangan zat-zat pembentuk darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis
hati dan lain-lain. Malahan pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya
varises esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer akibat
hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel hati. Khusus pada
pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu pecahnya pembuluh darah
karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi dan kasar), atau minum OAINS
(NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula
dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan,
mengangkat barang berat, dan lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer, seperti pada :
hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain. Dapat pula secara
sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan iatrigenic seperti penderita dengan
terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-induce thrombocytopenia, pemberian transfuse
darah yang massif, dan lain-lain. (I Made Bakta, 1999 :55)
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga riwayat
muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan
mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntahmuntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi
alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (3040%), atau kadang-kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke
keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter
meningkatkan kemungkinan varises.
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan
fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian
atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus
dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang
dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak).
D. PATHWAYS

Nyeri

Gangguan
kebutuhan nutrisi
Gangguan
keseimbangan
cairan dan
eletrolit

Gangguan
perfusi jaringan

(Sumber : Marlyn E. Doenges, 2000)

E. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan yang lebih banyak dan cepat akan menyebabkan penurunan venous return ke
jantung, penurunan cardiac out put dan meningkatkan tahanan perifer yang merangsang
reflex vasokonstriksi. Terjadinya hipotensi ortostatik lebih dari 10 mmHg (Till Test),

menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai
antara lain adalah : sincop, kepala terasa ringan, mual, berkeringat dan haus. Bila darah yang
keluar sekitar 40% akan terjadi renjatan (syok) dengan segala manifestasinya. (I Made Bakta,
1999 : 57)
Manifestasi Klinis yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah syok
(frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati
purpura serta memar, demam ringan antara 38C-39C, nyeri pada lambung, hiperperistaltik,
penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada
2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat
pemecahan protein darah oleh bakteri usus.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik
(suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan
intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok
hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah
menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran
napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari).
G. GEJALA KLINIS
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan
yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)

Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.
Demam, berat badan turun, lekas lelah.
Ascites, hidratonaks dan oedema.
Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila secara
klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh
sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan

kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.


6) Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa,
wasir dan varises esofagus.
7) Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.
Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
Spider nevi dan eritema
Hiperpigmentasi
8) Jari tabuh E.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium

a. Darah : Hb menurun / rendah


b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan.
c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan
sel hati yang kurang.
d. Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan sel
hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
f. Peninggian kadar gula darah.
g. Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB,
HBeAg, dll
2) Radiologi
a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan splenomegali,
acites
b. Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus.
c. Angiografi untuk pengukuran vena portal.
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang
teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran
makan bagian atas meliputi :
1) Pengawasan dan pengobatan umum :
1. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
3. Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
4. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu dipasang CVP monitor.
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
6. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
7. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
8. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan

produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan


ensefalopati hepatik.
2) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan
terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan
berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak
100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat
diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan
aspirasi lambung sudah jernih.
3) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
4) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang
dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian
alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul
pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik
dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan
bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang
berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan
varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

6) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hari membaik.

KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN HEMATEMESIS MELENA


A. Pengkajian
1) Identitas pasien, meliputi : Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua),
Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis.
2) Keluhan utama biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah
yang datang secara tiba-tiba.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba .
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian
atas, riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup /
kebiasaan makan).
c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan


makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain
4) Pola-pola fungsi kesehatan.
a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
b. Pola nutrisi dan metabolism
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna.
c. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien
berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari
termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja.
d. Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB
terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti
petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan
konsistensi pekat.
e. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus,
perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak
kehitaman.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
g. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan
libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan
pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stress
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka
kx dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.

B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak
seimbangan nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak
dapat mencerna, mual, muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
hipoksia, ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin
gelap pekat, diare / konstipasi.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx 1 : Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan abnormal
Tujuan: Pasien menunjukkan status hidrasi yang baik selama perawatan
Kriteria Hasil:
1. Tanda vital yang stabil
2. Hidrasi adekuat seperti yang ditunjukkan dengan turgor kulit yang normal dan
membran mukosa lembab.
3. Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi
1. Kaji status hidrasi.
R : Mengetahui status cairan yang dibutuhkan pasien.
2. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit dan vitamin
R : Memenuhi kebutuhan cairan selama cairan oral tidak memungkinkan
3. Ukur masukan dan haluaran setiap 8 jam
R : Memantau keseimbangan masukan dan pengeluaran cairan
4. Pantau elektrolit
R : Elektrolit seperti natrium dan kalium banyak hilang saat diare

5. Timbang klien setiap hari karena pada waktu yang sama dengan pakaian dan alat
penimbang sama
R : Penimbangan berat badan tiap hari dapat mendeteksi kehilangan cairan
Evaluasi:
1. Pasien menunjukkan status hidrasi yang baik selama perawatan
2. Tanda vital yang stabil
3. Hidrasi adekuat seperti yang ditunjukkan dengan turgor kulit yang normal dan
membran mukosa lembab.
4. Masukan dan haluaran seimbang
Dx 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
absorpsi
Tujuan : Nutrisi terpenuhi selama perawatan sesuai dengan kebutuhan.
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat mempertahankan berat badan sesuai umur
2. Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi dan kaji klien dengan mengidentifikasikan makanan yang
mengiritasi
R : makanan yang mengandung sarbitol dapat menyebabkan atau memperberat
diare,dan mengkonsumsi gula akan menyebarkan gelembung udara untuk mengurangi
distensi lambung.
2. Berikan diet tinggi kalori, protein, dan mineral; rendah zat sisa, lemak dan serat
R : Makanana tinggi serat dan tinggi lemak akan menyebabkan iritasi saluran usus.
3. Berikan dorongan klien untuk mengikuti waktu makan yang telah direncanakan
R : Jadwal makan tepat waktu akan membantu proses pengosongan usus
4. Pertahankan catatan masukan dan hindari makanan yang telah di rencanakan
R : Muntah dan diare dapat dengan cepat menyebabkan dehidrasi.
5. Berikan dorongan pada klien untuk makan dengan perlahan, menyunyah dengan baik,
dan menggigit dalam jumlah sedikit
R : Makan terlalu cepat dapat meningkatkan resiko iritasi lambung
6. Sajikan makanan dengan menarik di ruangan yang berventilasi baik
R : Menambah nafsu makan
Evaluasi:
1. Nutrisi terpenuhi selama perawatan sesuai dengan kebutuhan.
2. Pasien dapat mempertahankan berat badan sesuai umur
3. Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal
Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan iritasi

Tujuan : Nyeri dapat diturunkan sampai skala yang dapat ditolerir pasien antara skala nyeri
1-2
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileks
2. Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Intervensi:
1. Kaji karakter, intensitas, dan letak nyeri
R : Mengetahui derajat nyeri dan membantu dalam perencanaan intervensi
2. Kaji ketidakefektifan/efek samping sedatif, analgesik, dan supositoria rektal dan salep
R : Sedatif dan analgetik dapat menurunkan nyeri
3. Ubah posisi pasien secara teratur dan gosok punggung untuk mengurangi rasa tidak
nyaman
R : Posisi yang sama dalam waktu lama dapat menambah nyeri pada area yang
menonjol
4. Berikan aktivitas yang bersifat hiburan dan istirahat yang teratur pada klien
R : Membantu mengalihkan perhatian terhadap keluhan nyeri
5. Ambulasikan klien dengan bantuan sesuai toleransi Berikan dorongan dan dan ajarkan
metode alternatif penatalaksanaan nyeri
R : Pasien dapat menentukan sendiri teknik alternatif bila nyeri dirasakan berat
Evaluasi:
1. Nyeri dapat diturunkan sampai skala yang dapat ditolerir pasien antara skala nyeri 1-2
2. Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileks
3. Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Dx 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kebutuhan
perawatan di rumah.
Tujuan: Pasien dan keluarga dapat mengerti tentang pencegahan dan perawatan lanjutan di
rumah.
Kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga mengatakan mengerti tentang proses penyakit, dan aturan diet
2. Pasien dapat menggunakan kemampuan koping positif secara sederhana
3. Pasien dan keluarga dapat merubah gaya hidup dengan makan-makan bergizi tinggi
serat
Intervensi
1. Berikan instruksi dalam penatalaksanaan diet, penekanan makanan untuk dihindari;
buah-buahan dan sayuran mentah, alkohol, cokelat, dan makanan yang menghasilkan
gas
R : Makanan yang tinggi serat, mengandung gas, dan alkohol dapat merangsang dan
mengiritasi saluran usus

2. Diskusikan pentingnya mencoba satu jenis makanan baru setiap kali makan
R : Memodifikasi makanan dapat meningkatkan nafsu makan
3. Diskusikan pentingnya mengindari stres selama waktu makan dan mengunyah
makanan dengan baik dan perlahan
R : Kondisi stress saat makan akan menyebabkan produksi asam lambung meningkat
sehingga timbul perasaan mual dan nyeri perut
4. Jelaskan hubungan penyebab stres pada proses penyakit dan gejala kekambuhan atau
kemajuan penyakit untuk dilaporkan pada dokter.
5. Berikan informasi tentang obat-obatan; termasuk nama, dosis, tujuan waktu
pemberian, efek samping, dan interaksi, jelaskan pentingnya untuk menghindari
pemakaian obat yang dijual bebas kecuali bila telah dibicarakan sebelumnya dengan
dokter
6. Berikan dorongan untuk melakukan perjanjian kunjungan tindak lanjut.
Evaluasi:
1. Nyeri dapat diturunkan sampai skala yang dapat ditolerir pasien antara skala nyeri 1-2
2. Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileks
3. Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Dx 5 : Hipertermi berhubungan dengan respon imun terhadap peradangan pada saluran cerna
Tujuan : Individu dapat mempertahankan suhu tubuh
Kriteria hasil :
1. Suhu dalam batas normal antara 36-37 C.
2. Kulit hangat
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital tiap 4 jam
2. Pantau asupan dan haluaran
3. Anjurkan pentingnya peningkatan asupan cairan selama cuaca hangat dan latihan
R : Penggunaan aktivitas berlebih saat cuaca hangat dan saat latihan dapat
meningkatkan water loss yang tidak disadari
4. Jelaskan perlunya penggunaan pakaian kendur dan penggunaan topi atau payung
5. Beri kompres hangat.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat antipiretik
Evaluasi:
1. Individu dapat mempertahankan suhu tubuh
2. Suhu dalam batas normal antara 36-37 C.
3. Kulit hangat.

DAFTAR PUSTAKA
H. M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk., Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, 1996.
Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. 2000.
Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.
Mansjoer Arief.(2000). Kapita selekta kedokteran.Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;Jakarta
Inayah.(2004).Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan.
SelembaMedika;Jakarta.
Carpenito Linda Juall. (1999).Rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai