JAKARTA - Seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk maka tentunya
volume sampah yang diproduksi akan semakin meningkat, sementara daya
tampung dan usia pakai tempat pembuangan akhir (TPA) yang ada semakin terbatas karena hanya mengandalkan sistem open dumping. Pemanfaatan sampah menjadi sumber energi saat ini masih sangat minim sehingga yang terjadi saat ini sampah hanya menjadi sumber masalah bukan anugerah. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi, Rida Mulyana usai meluncurkan Buku Panduan Percepatan Pengembangan Sampah Menjadi Energi, kemarin (3/5) menyatakan, pemanfaatan sampah menjadi energi masih sangat minim capaian pembangkit listrik berbasis sampah kota di Indonesia baru mencapai 17,6 MW sementara potensi yang dimiliki sekitar 2.066 MW sehingga masih banyaknya potensi sampah yang belum termanfaatkan. Minimnya pemanfaatan tersebut menurut Rida merupakan peluang bagi investor untuk mengembangkan potensi sampah yang ada untuk menjadi energi listrik. Banyaknya sampah yang tidak termanfaatkan juga akan menimbulkan permasalahan lingkungan yang menghasilkan emisi gas methane (CH4) dan karbondioksida (CO2). Pada sisi lain sampah mempunyai potensi energi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi lain, salah satunya menjadi energi listrik, ujar Rida. Rida menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung target kebijakan energi nasional, dimana target pengembangan listrik yang bersumber dari Bioenergi sebesar 41,8 GW yang salah satunya yaitu pengembangan sampah kota menjadi listrik. Pemerintah akan terus berupaya untuk mengoptimalkan pengembangan sumbersumber energi alternatif. Untuk sampah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Feed In Tariff untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota sebagai perubahan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2013. Dengan adanya peraturan yang baru tersebut, terdapat perubahan besaran harga jual tenaga listrik (Feed In Tariff) yang lebih kompetitif serta menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sehingga dapat mengantisipasi fluktuasi perekonomian dan menciptakan kondisi iklim investasi yang lebih stabil. Selain itu, dilakukan pula penyederhanaan alur perizinan sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat calon investor untuk berpartisipasi dalam mengembangkan sampah menjadi listrik di Indonesia, ujar Rida. (NB)
Sampah Sebagai Sumber Energi
KAMIS, 22 MEI 2014 08:47 WIB
JOGYAKARTA Membayangkan tumpukan sampah yang menggunung dengan ribuan lalat
dan bau yang khas tentu membuat kita bersegera untuk menyingkir atau menghilangkannya begitu saja. Namun tidak demikian saat ini untuk beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Batam dan Jogyakarta. Mereka akan mengumpulkan sampah untuk merubahnya menjadi sumber energi bukan sebagai sumber bau. Pemanfaatan limbah/sampah menjadi energi (waste to energy) dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Potensi sampah kota yang dimiliki daerah dengan penduduk padat sangat besar. sebagai contoh, sebanyak 6.000 ton/hari sampah kota yang berasal dari jakarta dan sekitarnya dibuang dan ditampung di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) bantar gebang. saat ini, dengan teknologi landfill gas, sampah kota di TPST bantar gebang telah berhasil dikonversi menjadi pembangkit listrik dengan kapasitas 12,5 MW. Kementerian ESDM saat ini, telah mengidentifikasi 11 (sebelas) pengembangan sampah kota yang akan diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia dengan total kapasitas sebesar 200 MW dan perkiraan investasi sebesar 7,2 triliun rupiah. beberapa dari proyek tersebut sedang dalam tahap penetapan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Koneservasi Energi (Ditjen EBTKE). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendorong pengembangan waste to energy adalah dengan menetapkan harga jual listrik (feed-in-tariff) untuk tenaga listrik berbasis sampah kota Melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 19 tahun 2013. Upaya yang dilakukan pemerintah ini merupakan langkah untuk mensinergikan kepentingan pengelolaan sampah untuk kepentingan energi dan kebersihan kota, dengan membalik paradigma mengelola sampah dengan menghabiskan energi menjadi mengelola sampah untuk dijadikan energi.(SF)