Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang
dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens
mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang
masyarakat luas. Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk
negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang
memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi
pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua
tempat. Mikosis superfisialis diklasifikasikan menjadi dermatofitosis dan
nondermatofitosis.1,2,3,4,5,6,7
Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap,
herpes sirsinata, teigne adalah penyakit pada jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku,
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur
dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin, yang dibagi dalam 3
genus yaitu; Microsporum, Trichophyton dan Epidermphyton. 1,2,4,5
Pembagian dermatofitosis yang banyak dianut adalah
berdasarkan lokasi, yaitu tinea kapitis (dermatofitosis pada kulit dan
rambut kepala), tinea barbe (dermatofitosis pada dagu dan jenggot), tinea
kruris (dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
kadang sampai perut bagian bawah), tenia pedis et manum (dermatofitosis
pada kaki dan tangan), tinea unguium (dermatofitosis pada kuku jari dan
kaki), dan tinea korporis (dermatofitosis pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk dari 5 tinea yang telah disebutkan).1,2,5
Tinea Korporis atau juga dikenal dengan tinea sirsinata, tinea
glabrosa, Scherende Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique,
merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah,
badan, lengan dan tungkai.1,2,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tinea korporis adalah Infeksi jamur pada kulit halus (glabrous skin)
di daerah wajah, leher, badan, lengan, tungkai dan pantat (glutea) yang
disebabkan jamur dermatofita spesies Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton. 1,3
sifat
mencernakan
keratin.
Dematofita
yang
dapat
bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat dapat
pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi
kulit yang menjadi satu. Khas dari infeksi ini ada central healing (dibagian
tepi meradang dan bagian tengah tenang).1,3
H. Diagnosis banding
1. Psoriasis
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi
dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi
pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang
dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi: lentikuler, nummular atau plakat, dapat berkonfluensi.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dulu
dianggap khas.
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya
menjadi putih pada goresan seperti lilin digores, disebabkan oleh
berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau
darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Trauma
pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan
kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena
kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu
berbentuk oval dan anular. Ruam terdiri atas eritema dan skuama
halus di pinggir..
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, member
gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil,
susunannya sejajar dengan kosta, sehingga menyerupai pohon cemara
terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam beberapa hari.1
berkeringat.
Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi.
Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya
secara rutin.
BAB 11I
9
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
: Nn. AS
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 26 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Putri 7 blok 2 no 10
Status Pernikahan
: Belum menikah
Suku Bangsa
: Batak
10
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 120/80
: 80x/ menit
: 16 x/ menit
: 36,8 0
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
Status Dermatologiskus
Lokalisasi
Regio Abdominalis lateralis sinistra serta femoralis sinistra
11
12
G. Diagnosa Banding
1. Tinea Versikolor
2. Psoriasis Vulgaris
3. Pitiriasis Rosea
H. Diagnosa Kerja
Tinea Korporis
I . Penatalaksanaan
Umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada
pasien, seperti:
- menjelaskan
-
kepada
pasien
tentang
penyakit
dan
penatalaksanaannya.
menganjurkan untuk menjaga daerah lesi tetap kering.
menganjurkan untuk menjaga kebersihan badan.
menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat,
menggunakan pakaian yang menyerap keringat seperti katun, tidak
menyebabkan infeksi.
Khusus
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:
- Sistemik:
Ketokonazol tablet dosis 1 x 200 mg, diminum pagi hari sesudah
makan selama 14 hari
Cetrizine tablet dosis 1 x 10 mg.
-
Topikal
Krim Mikonazol Nitrat 2%, 2 kali sehari selama 2 minggu,
dioleskan tipis tipis pada lesi.
J . Prognosis
Quo Ad vitam
: Bonam
Quo Ad functionam
: Bonam
Quo Ad sanationam
: Bonam
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini Nn AS didiagnosis yaitu mengalami Tinea Korporis
adapun mengenai analisis kasusnya sebagai berikut:
Tinea Korporis
Ditegakkan atas dasar:
14
kemerahan yang terasa gatal pada paha sebelah kiri, gatal semakin bertambah
apabila pasien berkeringat. Apabila terasa gatal, pasien juga sering menggaruk
dan bercak tersebut semakin melebar dan bertambah banyak.
Dari keluhan yang disampaikan oleh pasien, merupakan gejala klinis dari
dermatofitosis yaitu gejala subjektif berupa rasa gatal terutama jika berkeringat
dan gejala objektif yaitu makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif.
Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas terutama pada daerah yang
lembab. Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi lesi yang timbul, pada
pasien ini yaitu di perut kiri bawah digolongkan sebagai tinea korporis, karena
tempat predileksi tinea ini menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah,
badan, lengan dan tungkai.
Pasien sudah ke puskesmas dan diberi obat salep tetapi bercak
kemerahan bertambah lebar. Hal ini bisa disebabkan karena pasien tidak
teratur menggunakan obatnya, dimana pasien hanya memakainya jika terasa
gatal.
Pasien mengatakan sering berkeringat banyak tetapi tidak segera
mengganti pakaiannya, merupakan salah satu faktor predisposisi karena
penyakit ini tergantung pada faktor lingkungan seperti iklim yang panas,
kebersihan perseorangan, jamur lebih cepat berkembang pada daerah yang
lembab.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara umum
dan pemeriksaan dermatologis. Pada pasien ini, secara umum tidak ada
keluhan.
Pada status dermatologis, tampak macula / plak yang merah /
hiperpigmentasi dengan tepi aktif efloresensi terdapat pada Hal ini sesuai
dengan efloresensi yang terdapat pada tinea korporis yaitu lesi dapat berbentuk
makula/ plak merah/ hiperpigmentasi, bulat atau lonjong, berbatas tegas dengan
tepi aktif dan penyembuhan sentral. Timbulnya kelainan pada kulit ini
disebabkan oleh dermatofit melepaskan enzim keratolitik yang berdifusi ke
15
Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis Versikolor adalah penyakit jamur superfisialis yang
kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak
berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam yang meliputi
badan dan kadang sampai menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai
atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Penyakit ini disebabkan
oleh Malassezia furtur Robin, faktor predisposisi endogen: defisiensi imun
dan eksogen: karena faktor suhu, kelembapan udara dan keringat. Kelainan
kulit meliputi bercak bercak berwarna warni, bentuk tidak teratur
sampai teratur, batas jelas sampai difus, kadang penderita merasa gatal
ringan. Pada pemeriksaan lampu sinar Wood, flouresensi lesi kulit
berwarna kuning keemasan dan pada pemeriksaan sediaan langsung
kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat hifa pendek dan spora
spora bulat yang dapat berkelompok.1,2,6,9,10,11
16
Psoriasis Vulgaris
Psoriaris adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis lapis dan transparan
disertai femomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Sebagian penderita
mengeluh gatal ringan. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores.
Fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis. Tempat predileksi meliputi skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral.1,2,3,6
Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut, morfologi
khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang
sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Penyebab
penyakit ini masih belum diketahui, dapat menyerang semua umur dan
lebih sering pada cuaca dingin. Keluhan biasanya berupa timbul bercak
seluruh tubuh terutama daerah yang tertutup pakaian berbentuk bulat
panjang, mengikuti lipatan kulit. Diawali dengan bercak besar disekitarnya
terdapat bercak kecil. Ukuran bercak dari seujung jarum pentul sampai
sebesar uang logam. Dapat didahului gejala prodormal ringan seperti
badan lemah. sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Tempat predileksi yaitu
tersebar diseluruh tubuh terutama tempat yang tertutup oleh pakaian.
Efloresensi meliputi makula eritematosa anular dan solitar, bentuk lonjong
dengan tepi hampir tidak nyata dan bagian sentral bersisik, agak
berkeringat. Penyakit ini sering disangka jamur karena gambaran klinisnya
mirip tinea korporis yaitu terdapat eritema dan skuama dipinggir dan
bentuknya anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu
berat, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk membedakan dengan tinea korporis
adalah pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%, yang pada tinea akan
18
penyerapan ketokonazol. Obat ini diberikan sebanyak 200 mg per hari selama
10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan. 1,2,6,12
Pemberian obat topikal yaitu anti jamur golongan imidazol yang
mempunyai spekturm luas. Obat topikal yang dipilih untuk pasien ini adalah
mikonazol. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintentik yang relatif
stabil, mempunyai spekturm antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit.
Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida dan Mallassezia furfur. Mekanisme kerja obat ini
belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk kedalam sel jamur dan
menyebabkan kerusakan dinding sel jamur, dengan cara menghambat sintesa
ergosterol, penimbunan peroksida dalam sel jamur dan mengganggu sintesis
asam nukleat. Obat ini diberikan dalam bentuk krim mikonazol 2% yang
dipakai 2 kali sehari selama 2 minggu. Pada pasien juga diberikan, cetrizine
dihydrochloride merupakan antihistamin H1 untuk mengatasi rasa gatal,
mekanisme kerjanya yaitu inhibisi selektif dari reseptor H perifer. Obat ini
efek mengantuknya minimal, dosis yang diberikan adah 1x10 mg sehari. 1,2,6,12
Prognosis pada kasus tinea korporis ini baik dengan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis Tinea korporis pada pasien atas
nama Nn. AS usia 26 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dimana dari anamnesis didapatkan Sejak 3 bulan yang lalu,
awalnya timbul bercak kemerahan yang terasa gatal pada paha sebelah kiri, gatal
semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Pasien tidak pernah mengalami
keluhan yang serupa sebelumnya. Dikeluarga juga tidak ada yang mengalami
keluhan yang serupa. Riwayat alergi baik makanan maupun obat obatan
disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak sering minum obat atau dalam
pengobatan apapun.
Dari hasil pemeriksaan status dermatologikus lesi berbentuk macula / plak
yang merah / hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Pada
19
tepi lesi di jumpai papul papaul eritematosa. Pada perjalanan penyakit di jumpai
likenifikasi gambaran lesi dapat polisiklis, anular atau geografis
Pengobatan yang diberikan antara lain oral (Sistemik ) Ketokonazol tablet
dosis 1 x 200 mg, diminum pagi hari sesudah makan selama 14 hari ,Cetrizine
tablet dosis 1 x 10 mg. Sedangkan topikal diberikan Krim Mikonazol Nitrat 2%, 2
kali sehari selama 2 minggu, dioleskan tipis tipis pada lesi. Pada pasien juga di
berikan edukasi mengenai penyakitnya. Prognosis dari kasus ini secara vitam,
functionam, dan sanationam adalah bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Editor: Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
FKUI; 2013.
2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Cutaneus Fungal Infection.
Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. The
McGraw Hill Company; 2007; (10 layar).
3. Braun CA. Anderson CM. Phatophysiology Functional Alterations in
Human Health. United Stated: Lipincott Wiliams and Wilkins: 2007.p.114119.
4. Lesher JL. Tinea Corporis. 2012 Jan 24 (diakses 10 Oktober 2013): (4
layar). Diunduh dari: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#showall.
5. Hidayati AN, Suyoso S, Hinda PD, Sandra E. Mikosis Superfisialis di
Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Tahun 20032005. 2009 Apr 1; 21.1-8.
20
6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3: Jakarta:
EGC; 2004.
7. Gomes FS, Oliveira EF, Nepomuceno LB, Pimentel RF, Marques SH,
Mesquita M. Dermatophytosis diagnosed at the Evandro Chagas Institute,
Para, Brazil. Brazilian Journal of Microbiology. 2012 Jun 06. 44(2): 443446.
8. Kurniati CR. Etiopatogenesis Dermatofitosis. FK UNAIR/RSU Dr.
Soetomo. 2008 Des 03; 20.1-8
9. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi Revisi: Yogyakarta: Amara Books; 2008.hal.204.
10. Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit. Edisi ke-2: Jakarta: EGC; 2004.hal.113.
11. Sacher A. Mcpherson RA. Prinsip prinsip Mikrobiologi Klinis dalam
Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-11: EGC:
Jakarta; 2004.hal.394.
12. Setiabudy R, Bahry B. Obat Jamur. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5:
FKUI: Jakarta; 2007.hal.571-584.
21