Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

EPIDURAL HEMATOMA
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners
Departemen Surgical

Oleh:
Maretta Sekar Dewi
NIM. 150070300011001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

EPIDURAL HEMATOMA
A. DEFINISI
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh
hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.
Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara
duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita
traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama.
Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi
fraktur.
Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah
temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat
robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH
berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai
volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9%
penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama.

B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.
60% penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka
kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari
55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 4:1.
Tipe- tipe :

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri


2. Subacute hematoma ( 31 % )
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena
C. ANATOMI OTAK
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan

malapetaka

besar

bagi

seseorang.

Sebagian

masalah

merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan
di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian
yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan
fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap
kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak
dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila
robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit
kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa
pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak.
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial
yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan
akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater.
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh


periosteum yang membungkus dalam calvaria

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa


yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura
mater spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang


laba-laba
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.
D. PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak
dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan
oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan
pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan
bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan
ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada
lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,


dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam
waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di
sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang
ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera
primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar.
Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.


diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah


saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada
sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah
herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma
kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif
memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

Arteri meningea media


E. ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.
Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan
fraktur tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri
atau vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat
robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan
antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang
berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan
hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.
Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari
darah pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang
cepat, herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.
F. GEJALA KLINIS
Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan
kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan
adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan
sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai,
dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural
hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus
dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori
pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang

terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai
prognosis yang lebih buruk.
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil
ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi
negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir
kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga
akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan
reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktir kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan
5. Pupil isokor

G. DIAGNOSIS
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur
yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral
dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.
Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran
hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah
temporal dan tampak bikonveks.

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya
vena jembatan. Gejala klinisnya adalah :
-

sakit kepala

kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan)


diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan
tampak seperti bulan sabit.7
2. Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
-

kaku kuduk

nyeri kepala

bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang


subarakhnoid.
I.

PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial
dan meningkakan drainase vena.
Pengobatan yang lazim

diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),


mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat

masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan


penurunan klinis yang progresif.
Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara

trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan


perdarahan.
J. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada :

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi.


Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya

baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian
berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat
buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan
epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma
hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari
pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma
diperkirakan sekitar 2%.

DAFTAR PUSTAKA
Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.
Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003.
[cited
20
Mei
2008].
Didapat
dari
:
http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.
html
Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta:
EGC, 1994. p. 329-30
Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p. 35965, 382-87
Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company,
1996. p. 144-5
Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5
Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008].
Didapat
dari
:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar
%20japardi61.pdf
PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003.
p. 818-9
Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books, 2000. p.
183-5

Anda mungkin juga menyukai