Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Emergency

Oleh:
Maretta Sekar Dewi
NIM. 150070300011001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

DIABETES MELLITUS
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein (Askandar, 2000).
Menurut

American Diabetes Association

(ADA) tahun

2009,

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya.
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh
kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Suyono, 2003)
Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan
insulin dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita
membutuhkan suntikan insulin. Relatif apabila sel beta pankreas masih
mampu memproduksi insulin yang dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan
tersebut tidak dapat bekerja secara optimal.
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (2009), klasifikasi Diabetes
Melitus terbagi menjadi empat kelompok:
1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi
proses autoimun yang menyerang insulinnya. DM tipe 1 muncul
ketika

pankreas sebagai

penghasil

insulin tidak

dapat

atau

memproduksi insulin dalam jumlah yang sedikit. Akibatnya, insulin


tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi
menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. DM tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa. DM tipe 1 juga disebut Insulin-Dependent Diabetes Mellitus

(IDDM) karena pasien sangat bergantung terhadap insulin dan hanya


dapat diobati dengan menggunakan insulin. Penderita memerlukan
suntikan setiap hari untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh
(Karam, 2002).
b. DM Tipe II (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor
lingkungan.

Seseorang

mempunyai

risiko

yang

besar

untuk

menderita NIDDM jika orang tuanya adalah penderita DM dan


menganut gaya hidup yang salah. Diabetes Melitus tipe 2 paling
umum terjadi sekitar 85 persen dari seluruh kasus Diabetes Melitus,
Keadaan ini ditndai oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relative. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya
buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan glukosa dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah
meningkat. Pasien tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam
pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk
memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula darah
(Corwin, 2001).
c. DM Gestasional
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada
kehamilan (WHO, 2008).

Wanita

hamil

yang

belum

pernah

mengalami DM sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi


ketika hamil dikatakan menderita DM gestational. DM gestational
biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trimester II
atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya
hilang

dengan

sendirinya

setelah

melahirkan.

Diabetes

gestational terjadi pada 35% wanita hamil.


Mekanisme DM gestational kemungkinan besar terjadi

akibat

hambatan kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga terjadi


resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras
untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal.. Faktor
risikonya adalah kegemukan atau obesitas. Jika perubahan pola
makan dan gaya hidup tidak dijalankan setelah kehamilan, maka
sebagian besar (75%) wanita dengan

diabetes gestasional akan

mendrita diabetes mellitus tipe 2 di masa depan (Greenstein dan


Wood, 2007).
d. Pra-Diabetes
Pradiabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang
menjadi DM tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD
melebihi normal tetapi belum cukup tinggi untuk dikatakan DM.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan
fisik.

Puasa
Tidak Puasa

KADAR GULA DARAH (mg/dl)


Normal
Pra DM
DM
< 110
110-125
126
< 110
110-199
200

3. Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.

Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta


sampai kegagalan sel beta melepas insulin.

2.

Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara


lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.

3.

Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh


autoimunitas

yang

disertai

pembentukan

sel-sel

antibodi

antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi


insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.

Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan


kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin
yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan diabetes


mellitus dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Faftor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


1. Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua DM tipe 2
lebih terkait dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1.
Anak dengan ayah penderita Dm tipe 1 memiliki kemungkinan terkena
diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka
kemungkinan menderita DM 1:4-10. Pada Dm tipe 2, kemungkinan
1:7 bila salah satu orang tua kena DM pada usia <50 tahun dan 1:13
bila > 50 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2
kemungkinan anaknya menderita DM 1:2.
2. Umur
Risiko untuk prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya
usia. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40
tahun, sedangkan Dm tipe 2 biasanya terjadi pada usia >40 tahun.
3. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional
Mendapat diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari
4,5 kg dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2.
4. Riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari
2500 gram.
5. Ras/ latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli
amerika, dan asia.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1. Berat badan lebih/ obesitas (BB> 120% BB idaman/ IMT> 23 kg/m2)
dan ratio lingkar pinggang pinggul laki-laki 0,9 dan perempuas 0,8
lingkar pinggang pria = wanita 90cm, HDL dibawah 35 mg/dl dan /
tingkat trigliserida >250 mg/dl dapat meningkatkan risiko DM tipe 2.
Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
2. Kurang aktivitas fisik
Glukosa darah dibakar menjadi energy dan sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan risiko
Dm tipe 2 turun 50%.
3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko Dm tipe 2

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular


Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat (Depkes, 2008)
4. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan
kadar serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang
sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi
makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak
berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada
pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut
dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat
menyebabkan diabetes mellitus.
6. Riwayat
-

Diabetes dalam keluarga

Diabetes gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan >4kg

Kista ovarium (Polycystic Ovary Sindrome)

IFC atau IGT

7. Obesitas >120% berat badan ideal


Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel
target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia
kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
8. Umur : 20-59 th (8,7%) dan >65 th (18%)
9. Etnik/ras : ras kulit hitam risiko naik
10. Hipertensi >140/90mmHg
11. Hiperlipidemia : kadar HDL rendah <35mg/dl, kadar lipid darah tinggi
>250mg/dl
12. Faktor-faktor lain :
-

kurang olahraga dan pola makan rendah serat, tinggi lemak,


rendah karbohidrat

pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian


normal kembali

riwayat terkena penyakit infeksi virus, misalnya virus rubella,


morbili

riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan


golongan kortikosteroid

Diabetes Mellitus tipe 1 atau IDDM disebabkan karena kurangnya


kemampuan atau hilangnya kemampuan sel pankreas yang menyebabkan
defisiensi insulin. kombinasi faktor genetik, imunologi dan kemungkinan
faktor lingkungan (infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
(Smletzer & Bare, 2002).
4. Patofisiologis
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya

pemakaian

glukosa

oleh

sel

sel

tubuh

yang

mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200


mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml), akan
timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,


penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
5. Manifestasi Klinis
a

Gejala akut penyakit DM


a

Pada permulaam gejala yang ditunjukkan meliputi:

Polidipsi (meningkatnya rasa haus)


Rasa haus terjadi seiring dikeluarkannya glukosa dari dalam tubuh,
diperlukan banyak air untuk mempermudah pengalirannya kaluar
dari tubuh dan meningkatnya air di dalam urin meningkatkan pola
frekuensi BAK yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya
rasa haus. Pada keadaan dehidrasi (hiperosmolaritas) biasanya
turgor kulit buruk, takikardia dan hipotensi.

Polifagia (meningkatnya rasa lapar)


Terjadi karena insulin yang tiidak melekat pada reseptor, sel-sel
tubuh tidak memperoleh energy apapun.

Poliuria (meningkatnya frekuensi BAK)


Terjadi karena darah terlalu banyak mengandung glukosa dan tidak
bias diserap lagi oleh ginjal yang kemudian glukosa dikeluarkan
melelui urin.

Bila tidak segera diobati keadaan tersebut akan menimbulkan gejala:

Banyak minum

Banyak kencing

Nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10kg dalam waktu 2-4 minggu).

Mudah lelah

Bila tidak lekas diobati akan menimbulkan rasa mual, bahkan


penderita akan jautuh koma yang disebut koma diabetic.

Gejala kronis penyakit DM


a

Kesemutan

Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum

Rasa tebal di kulit, sehingga kalu berjalan seperti bantal

Kram

Capek

Mudah mengantuk

Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata

Gatal disekitar kemaluan terutama wanita

Gigi mudah goyah dan mudah lepas

Kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi

Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematia janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat badan lebih dari 4kg.

c. Gejala lain: penurunan BB dan rasa lemah yang hebat akibat glukosa
dalam darah yang tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel
kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga untuk kelangsungan
hidup. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak
dan otot. Akibatnya, penderita kehilangan jaringan lemak dan otot,
sehingga menjadi kurus .
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Reduksi urin

Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine


rutin yang selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan
adanya glukosuria.

Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining,


bukan untuk menegakkan diagnosis

Nilai (+) sampai (++++)

Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal
glukosuria, obat-obatan, dan lainnya

Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg%

)Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg%

)Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg%

Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan

Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman.

2. Diagnosis menurut ADA, 2007


1) Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar
glukosa darah.

2) Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang


dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena.
3) Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan
untuk pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah kapiler.
4) Kriteria diagnosis DM menurut ADA tahun 2007 dapat dilihat

5) Kriteria penegakan diagnosa (Depkes RI, 2005)


Diagnosis ditegakkan
1. Gejala klasik + GDS > 200 mg/dl
2. Gejala klasik + GDP > 126 mg/dl
3. Tanpa gejala klasik namun GDPP (Glukosa darah 2 jam setelah
puasa)> 200 mg/dl.
1) Ada keluhan khas:
hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai
patokan diagnosis DM.
2) Tanpa keluhan khas:
kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja
tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan

konfirmasi

atau

pemastian

lebih

lanjut

dengan

mendapatkan paling tidak satu kali lagi :


-

kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL)


pada hari lain.

kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL),


atau

hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah


paska pembebanan >200 mg/dL.

3. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan


HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
4. Trombosit darah : hematrokrit meningkat menunjukkan dehidrasi,
leukositosis, hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau
infeksi.
5. Amilase darah : meningkat menunjukkan pankreatitis akut sebagai
penyebab dari ketoasidosis diabetik.
6. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
7. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
8. Osmolaritas serum : meningkat, tapi biasanya <330 mosm/dl
9. Elektrolit :
-

Natrium : meningkat/menurun

Kalium :normal/meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya


menurun

Fosfor : lebih sering menurun

10. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun


pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan metabolis alkalosis respiratorik
11. Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi
ginjal)
12. Urin : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
13. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan,
infeksi luka
14. Hb glikosilat : kadarnya meningkat 2-4kali lipat
15. Insulin darah : menurun atau bahkan tidak ada (pada DM tipe I) atau
normal sampai tinggi (pada DM tipe II)

16. Hemoglobin terglikosilasi (HbAIc)


Merupakan ukuran persentase molekul hemoglobin yang memiliki molekul
glukosa terikat pada strukturnya. Persentase ini mencerminkan rerata
kadar gula darah selama rentang usia sel darah merah. Oleh karena itu
hemoglobin terglikosilasi merupakan suatu indikasi pengontrolan glikemia
keseluruhan dalam periode 2 sampai 3 bulan sebelumnya. Umumnya
hemoglobin terglikosilasi diatas 7% dianggap rerata gula darah tidak
normal yang sesuai dengan diagnisis diabetes
17. C-peptida
Merupakan

fragmen

tidak

aktif

yang

menghasilkan molekul insulin aktif.

terlepas

Pengukuran

dari

proinsulin,

C-peptida

dapat

membantu menegakkan kemampuan pembuatan insulin pada sel beta.


Jadi, merupakan uji yang dapat membedakan diabetes tipe1 dan tipe2.
Individu dengan DM tipe2 umumnya memiliki C-peptida normal atau
meningkat
18. Tes benedict
Pada tes ini, digunakan reagen benedict, dan urin sebagai specimen.
Cara kerja :
1) Masukkan 1-2 ml urine spesimen ke dalam tabung reaksi
2) Masukkan 1 ml reagen benedict ke dalam urine tersebut, kocok.
3) Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
4) Perhatikan apabila adala perubahan warba

Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dari kondisi ginjal, karena
pada arah DM, kadar glukosa sangat tinggi, sehingga dapat
merusak kapiler dan glomerulus ginjal sehingga pada akhirnya,
ginjal mengalami kebocoran dan apat terjadi gagal ginjal.
Interpretasi :
0 : berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM
+1 : berwarnahijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM
+2 : berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaam kadar gula
darah mendukung, maka termasuk DM
+3 : berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM
+4 : berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik

19. Pemeriksaan toleransi glukosa oral


Untuk mendiagnosis diabetes awal. Secara pasti, namun tidak dibutuhkan
untuk pernapasan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
manifestasi klinis DM dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaan :
a) 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b) Kegiatan jasmani cukup
c) Pasien puasa selama 10-12 jam
d) Periksa kadar glukosa darah puasa
e) Berikan glukosa 75 gram, yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu
minum dalam waktu 5 menit
f)

Periksa kadar glukosa darah saat , 1, 2 jam setelahnya

g) Saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok


Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa yang dirawat
jalan dengan toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah
pemberian glukosa, kadar glukosa meningkat, namun akan kembali
ke keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang
<200 mg/dl setelah , 1, 1 jam setelah pemberian glukosa, dan
<140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan
sebagai nilai T T60 normal
Kriteria Pengendalian DM
Baik
80-109
110-159
<200
<130

Sedang
110-139
160-199
200-239
130-159

Buruk
140
200
>240
>160

<100
>45
<200

100-129
35-45
200-149

>130
<35
>250

<150
18,5-22,9

150-199
23-25

>200
>25/<18,5

Pria

20-24,9

>27/<20

Tekanan Darah (mmHg)

<140/90

25-27
140-160/

GD Puasa (mg/dL)
GD 2 jam PP (mg/dL)
Koleseterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK
Dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK
Dengan PJK
BMI: Wanita

90-95

7. Komplikasi
Komplikasi pada penderita DM dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi Akut Diabetes

>160/95

Hipoglikemia
Adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun dibawah 50-60
mg/dl (2,7- 3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa
hal seperti pemberian insulin atau preparat oral berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalui sedikit atau aktivitas fisik yang berat.
Hipogilemia dapat terjadi setiap saat, bisa pada siang atau malam
hari. Gejala yang dapat ditimbulkan dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu gejala androgenik dan gejala sistem syaraf pusat.
Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan
keparahannya yaitu:
-

Hipoglikemia ringan
Terjadi ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis
akan

terangsang.

menyebabkan

Pelimpahan

gejala

seperti:

adrenalin
perspirasi,

kedalam
tremor,

darah

takikardi,

palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.


-

Hipoglikemia sedang
Penurunan kadar glukosa menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar (energi) dengan baik, sehingga
dapat

menyebabkan

gejala

seperti

ketidakmampuan

berkonsentrasi, penurunan daya ingat, pati rasa daerah bibir dan


lidah,

bicara pelo,

gerakan tidak

terkoordinasi perubahan

emosional, perilaku tidak rasional, perasaan ingin pingsan.


-

Hipoglikemia berat
Gejala yang ditimbulkan mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau
bahkan kehilangan kesadaran.
Penangan yang harus segera dilakukan jika terjadi hipoglikemia
adalah pemeberian 10-15 mg gula yang bekerja secara cepet
peroral:
1. 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli diapotik
2. 4-6 ons saribuah/ teh manis
3. 6-10 butir permen khusus atau peremen pemanis
lainnya
4. 2-3 sendok teh sirup atau madu (Smletzer & Bare,
2002).

Diabtes ketoasidosis (DKA)


-

Terjadi karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah


insulin yang nyata. Penyebab utamanya adalah insulin tidak
diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi, keadaan
sakit

atau

infeksi,

manifestasi

pada

diabetes

yang

tidak

terdiagnosis atau tidak terobati. Hal ini menyebabkan gangguan


metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
-

Ketosis dan asidosis merupakan tanda khas diabtes ketoasidosis


yang dapat menimbulkan gejala pada gastointestinal seperti
anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Napas pasien
berbau aseton (bau manis seperti buah) akibat meningkatnya
badan keton. Selain itu kan timbul juga gejala hiperventilasi
(disertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/ sulit)
dapat terjadi. Pernafasan kussmaul menggambarkan upaya tubuh
untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan
badan keton.

Perubahan mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara


pasien yang satu dengan lainnya. pasien dapat terlihat sadar,
mengantuk (latergi) atau koma, hal biasanya tergabtung pada
osmolalitas.

Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga


permasalahan tiga permasalahan utama : dehidrasi, kehilangan
elekrolit dan asidosis.
1. Dehidrasi

Rehidrasi merupakan tindakan tindakan yang penting untuk


mempertahankan

perfusi

jaringan.

Disamping

itu,

penggantian cairan akan menggalakkan sekresi glukosa


yang

berlebihan

melalui

ginjal.

Pasien

mungkin

membutuhkan 6-10 liter cairan infus untuk menggantikan


cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare,
dan muntah.

Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan


kecepatan yang sangat tinggi-biasanya 0,5- 1L/ jam selama
2 -3 jam. Larutan saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan
pada

pasien-pasien

yang

menderita

hipertensi

atau

hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung


kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal
salin 45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi
rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar
natriumnya tidak terlalu rendah. Infus dengan kecepatan
sedang

hingga

tinggi

(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam


berikutnya.
2.

Kehilangan elektrolit

Masalah elektrolit utama yang terjadi pada diabetes adalah


kalium. Meskipun kontresi kalium plasma pada awalnya
rendah, normal atau tinggi, namun simpanan kalium tubuh
dapat berkurang secara signifikan. Selanjutnya kadar kalium
akan menurun selama proses penanganan DKA sehingga
perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi DKA yang


menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:
a. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatatan volume
plasma dan penurunan konsentrasi kalium serum.
b. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi
kalium kedalam urine.
c. Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan
perpindahan kalium dari cairan ekstrasel ke dalam sel.

Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun


tepat waktu merupakan tindakan yang penting untuk
menghindari gangguan irama jantung berat yang dapat
terjadi pada hipoglikemia. Karena kadar kalium akan
menurun selama terapi DKA, pemberian kalium lewat infus
harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma
tetap normal. Setelah DKA teratasi maka pemberian kalium
dapat dikurangi. Untuk pemberian infus kalium yang aman
maka perawat harus memperhatikan bahwa:
a. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia (berupa gelombang
T

yang

tinggi,

pemeriksaan EKG.

lancip

atau

(tertakik)

pada

hasil

b. Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan


hasil yang normal atau rendah.
c. Pasien dapat berkemih atau tidak mengalami gangguan
fungsi ginjal.
1.

Asidosis
Akumulasi

badan

keton

(asam)

merupakan

akibat

pemecahan lemak. Asidosis yang terjadi pada DKA dapat


diatasi melalui pemberian insulin. insulin menghambat
pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan
senyawa-senyawa yang bersifat asam.
Isulin biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan

lambat tapi kontinu ( misalnya, 5 unit per jam). Kadar


glukosa

darah

tipa

jam

harus

dikukur.

Dekstrosa

ditambahkan kedalam cairan infus (misalnya, D5 NS atau


D545NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 30 mg/dl
(13,8- 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar
glukosa darah yang terlalu cepat.

Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK).


-

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaris


dan

hiperglikemia

dan

disertai

perubahan

tingkat

kesadaran (sense of awareaness). Pada saat yang sama


tidak atau terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia
pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif.
Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan deuresis
omosis sehingga menyebabkan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit. Untuk mempertahankan keadaan osmotok,
cairan akan berpindah dari ruang intra sel ke ruang ekstra
sel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan
dijumpai

keadan

hipernatremia

dan

peningkatan

osmolaritas. Salah satu perbedaan antara HHNK dengan


DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
sindrom HHNK.
-

Gambaran klinis pada sindrom HHNK adalah adanya


hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering,
trugor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neurologis

yang

bervariasi

(perubahan

sensori,

kejang-kejang,

hemiperesis).
-

Penatalaksanaan pada sindrom HHNK serupa dengan


terapi DKA, yaitu : cairan, elektrolit dan insulin. Karena
peningkatan usia yang khas pada penderita sindrom
HHNK, maka pemantauan yang ketat terhadap status
volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal
jantung keongestif serta disritmia jantung.

b. Komplikasi Jangka Panjang


Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua organ dalam
tubuh. Kategori komplikasi kronis DM yang lazim digunakan adalah
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.
Komplikasi jangka panjang tampak pada DM tipe 1 atau 2 dan biasanya
tidak terjadi dalam 5-10 tahun pertama setelah diagnosis DM ditegakkan.
Penyakit (mikrovaskuler) renal lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1
sementara komplikasi (makrovaskuler) kardiovaskuler lebih sering
dijumpai pada paien DM tipe 2 yang berusia lebih tua.

Komplikasi makrovaskuler
a. Penyakit arteri koroner perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan terjadinya
IMA.
b. Penyakit serebrovaskuler perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah serebral atau pembentukan embulus ditempat
lain di pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah
hingga

terjepit

dalam

pembuluh

darah

serebral

dapat

menyebabkan iskemia sepintas (TIA) atau serangan stroke.


c. Penyakit vaskuler perifer perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan
penyebab meningkatnya insiden penyakit oklusif arteri perifer
pada

penderita

DM.

Tanda-tanda

dan

gejala

mencakup

berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri


pada pantat atau betis ketika berjalan). Bentuk penyakit oklusif
arteri yang paling parah adalah terjadinya gangren (Smletzer &
Bare, 2002).

Komplikasi mikrovaskuler

Dapat menyerang pembuluh darah kecil yang ada pada mata (retina)
menimbulkan
kerusakan

terjadinya retinopati pada penderita DM. Selain

pembuluh darah kecil pada mata juga dapat timbul

kerusakan pada pembuluh darah kecil yang ada di ginjal nefropati.


c. Neuropati
mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom maupun spinal.
Polineuropatik sensorik (neuropati perifer) mengenai bagian distal

serabut syaraf khususnya ekstremitas bawah. Gejala permulaannya


adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, peningkatan
kepekaa) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari) dan
berlanjut kaki terasa baal.
Neuropati otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang

mengenai hampir seluruh organ tubuh.


-

Kardiovaskuler : frekuensi jantung meningkat (takikardi) tetap


menetap, hipotensi ortoststik dan infak miokard tanpa nyeri
silent.

Gastrointestinal : cepat kenyang, kembung,mual, muntah.

Urinarius : retensi urin dan penurunan kemampuan untuk


merasakan kandung kemih yang penuh.

Kelenjar

adrenal

tidak

adanya

atau

kurangnya

gejala

hipoglikemia.
-

Neuropati sudomotorik

: tidak

adanya

atau

berkurangnya

pengeluaran keringat (anhidrosis) pada bagian ekstremitas


disertai peningkatan komponensatorik perspirasi bagian tubuh
lain. Kekeringan pada kaki membawa resiko timbulnya ulkus kaki.
-

Disfungsi seksual : khususnya impotensi pada laki-laki

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan


morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk
mencapai 2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi


diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter

yang

dapat

digunakan

untuk

menilai

keberhasilan

penatalaksanaan diabetes.
Target Penatalaksanaan Diabetes

Parameter

Kadar Ideal Yang

Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa
80120mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa
90130mg/dl
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime blood 100140mg/dl
glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur

(Bedtime plasma 110150mg/dl

glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1c
Kadar Kolesterol

<7 %
<7mg/dl
HDL >45mg/dl (pria)
HDL

Kadar Trigliserida
Tekanan Darah

(wanita)
<200mg/dl
<130/80mmHg

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes,


yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah
pendekatan dengan obat.
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut:
a. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai.
Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 24,9 kg/m2

>55mg/dl

c. Memenuhi kebutuhan energy


d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Standar yang dianjukan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut :
Karbohidrat

: 60-70 %

Protein

: 10-15 %

Lemak

: 20-25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan dapat mengurangi
resistensi insulin dan memperbaiki sel-sel terhadap stimulasi
glukosa. Penurunan 5% berat badan dapat menurunkan kadar HbA1c
sebanyak 0,6% dan setiap (kg) berat badan dihubungkan dengan 3-4
bulan tambahan waktu harapan hidup.
2. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang
bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi
maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita.
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
-

5 10 pemanasan

20 30 latihan aerobic (75 80% denyut jantung maksimal)

15 20 pendinginan

Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal


sebagai berikut
-

Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL

Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya


makan camilan dahulu

Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan


dengan kondisinya

Latihan dilakukan 2 jam setelah makan

Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk


melakukan latihan fisik yang terlalu berat

3. Farmakologi
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan
olah raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita,
maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi
obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau
kombinasi keduanya.
a. Insulin
Insulin eksogen mengganti defek sel beta dengan menurunkan kadar
glukosa, menelan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
ambilan glukosa. Penanganan insulin dimulai bila pengontrolan
metabolik tidak memadai meskipun sudah diberikan obat hipoglikemik
oral dosis maksimal : dosis besar (200 sampai 300 unit perhari).
Insulin

manusia

bersifat

bioengineered,

beberapa

dengan

memodifikasi insulin keluarga babi, tetapi sebagian besar dihasilkan


dengan teknologi DNA kombinan.

Tipe insulin :
a. Insulin yang bekerja singkat
Insulin yang dapat larut dan berwarna jerniah serta memiliki
durasi yang singkat, insulin ini diserap 20-30 menit setelah
injeksi. Durasi insulin tipe ini adalah sekitar 6-8 jam setelah
injeksi.
b. Analog insulin (perancang)
Perubahan struktur kemungkinan penyerapan segera setelah
injeksi. Hal ini memungkinkan individu memiliki regimen yang
fleksibel karena individu mampu menginjeksikan insulin sesaat
sebelum makan atau bahkan 15 menit setelah makan. Puncak
penyerapannya adlah 0,5-2 jam setelah injeksi dan durasinya
adalah sekitar 5 jam.
c. Insulin tingkat menengah

Insulin isofan adlah suspensi yang tidak dapat larut dan


dikombinasikan

dengan

protamin,

yang

memperlambat

peningkatan penyerapan insulin.


d. Insulin yang bekerja lama
Insulin ultralente bekerja dalam waktu yang sangat lama. Obat
ini mulai diserap 2-4 jam setelah injeksi, puncaknya adalah
antara 4-24 jam dan berlangsung sampai 28 jam setelah
injeksi
e. Insulin bifasik (campuran) Merupakan suatu kombinasi dari
insulin isofan dan insulin yang dapat larut dengan beragam
profesi
PRINSIP TERAPI INSULIN
Indikasi :
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen
karena produksi insulin endogen oleh sel-sel kelenjar
pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan
terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miokard akut atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan
terapi insulin,apabila diet saja tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetic
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma
hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang
memerlukan
kebutuhan

suplemen
energi

yang

tinggi

kalori

meningkat,

untuk
secara

memenuhi
bertahap

memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar


glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

b. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang
tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung
pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis
obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan
regimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan
tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi
yang ada.
1. Golongan sulfonylurea
Obat golongan ini bekarja dengan menstimulasi sel beta pancreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan ini tidak
dipakai pada IDDM karena obat ini bekerja menurunkan glukosa
darah. Minum glipzide kira-kira 30 menit sebelum makan untuk
meningkatkan efektifitas. Hindari alcohol.
2. Meglitinida

Gejala hipoglikemia dan penanganannya

Minum segera hingga 30 menit sebelum setiap kali makan

Lewatkan satu dosis bila tidak makan

Tambahkan satu dosis setiap kali makan tambahan

3. Golongan biguanid
Saat ini golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya

terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor


insulin, serta efeknya menurunkan glukosa hati.

Minum bersama makanan untuk menghindari gastrointestinal


upset

Mungkin mengalami diare ringan dan kembung

Jika

diminum

bersama

sulfonilureal/insulin

kemungkinan

terjadi hipoglikemia

Jelaskan bahwa gangguan ginjal mengarah pada asidosis


laktat, maka harus dilakukan pemantauan ginjal dan hati
secara teratur.

Gejala asidosis laktat seperti kejang atau nyeri otot,


kelemahan

Hindari alcohol

Laporkan masalah medis yang bersamaan dan prosedur


diagnostic mendatang.

4. Alfa glukosidase inhibitor


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian
dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Menghambat aksi mempengaruhi enzim di dalam usus yang


memecah glukosa kompleks

Tidak menyebabkan hipoglikemia

Efek samping :intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak


tercerna oleh bacteria colon.

Minum bersama sendok pertama setiap makan

Lewati satu dosis bila tidak makan

Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan


terjadi hipoglikemia

Kemingkinan terjadinya diare, nyeri perut

Laporkan gejala gangguan pencernaan yang terus menerus

5. Tiazolidinedion

Minum dengan makanan

Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan


terjadi hipoglikemia

Tanda-tanda toksisitas hati (mual, muntaj, nyeri perut,


anoreksia).

6. Penghambat DPP IV

Sitagliptin (januvia) Dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada


gangguan fungsi ginjal perlu penyesuaian dosis. Dosis standar
adalah 100 mg/hari dan bila ada gangguan fungsi ginjal (GFR
30-50 /menit) diturunkan menjadi 50 mg/hari

Vildagliptin

10. Terapi Pembedahan


Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi
pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi
tranplantasi pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes
mellitus

seperti

gagal

ginjal,

makrovaskular. Transplantasi

komplikasi

pankreas-ginjal

mikrovaskular
lebih

atau

menguntungkan

karena pembedahan ini bertujuan untuk menurunkan pembatasan diet

dan mampu mengkontrol normoglikemia tanpa injeksi insulin lagi oleh


karena dengan tranplantasi ini dapat mempertahankan sekresi insulin
lebih lama dan efektif. Transplantasi islet merupakan prosedur yang
minimal invasive, hanya membutuhkan waktu satu jam operasi, insisi
abdomen sepanjang tiga inchi, dan perawatan satu hari di rumah sakit.
Sel islet diproleh dari donor pancreas dengan menggunakan proses
isolasi

dan

purifikasi

yang

kompleks

menghancurkan jaringan di sekitar sel islet

sehingga

enzim

keluar

PATOFISIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus.


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
mencapai 21,3 juta orang. http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-jutaorang.html. Diakses tanggal 17 Oktober 2015.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
EGC.
Fahmi, Ismail. 2013. Askep Klien dengan Diabetes Mellitus.
Mahendra, dkk. 2008. Care Your Self : Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Plus.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wijayakusuma, Hembing. 2004. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta :
Puspa Swara.

Anda mungkin juga menyukai