Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN STATUS PEMBENGKAKAN

PHLEGMON

Disusun Oleh :
SYIPA PAUJIAH (2015-16-169)
YUSTINNEVANIA RAZALI (2016-16-027)

DOSEN PEMBIMBING :
AKBP drg. Henry Setiawan, M.Kes, Sp. BM

RS BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOETOPO(BERAGAMA)
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan

ini, yang merupakan tugas dari Kepaniteraan Klinik di RS.

Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto. Saya ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis secara materi maupun
moril sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya, serta tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah.
Oleh karena makalah ini dibuat masih dalam tahap pembelajaran, penulis
sangat menyadari banyaknya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, maka
mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat pada makalah
ini. Besar harapan penulis atas kritik dan saran pembaca untuk pembuatan
makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta,

Januari 2017

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi odontogenik merupakan penyakit yang umum terjadi, dengan prevalensi
lebih dari 40% pada anak usia 6 tahun pada gigi susu dan lebih dari 85% pada usia
diatas 17 tahun pada gigi permanen. Infeksi odontogenik kebanyakan ringan
namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi serius.11
Infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebar melalui
jaringan ikat (percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh
limfe (lymphogenous).6 Penyebaran langsung melalui jaringan ikat dapat
menimbulkan abses sublingual, abses submandibula, abses submental yang dapat
berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas yang biasa disebut dengan
phlegmon atau angina ludwig.5
Angka kaejadian penyakit phlegmon ini sendiri sekitar 13% dari seluruh
infeksi leher dalam. Walaupun jarang terjadi namun penyakit ini dapat
mengancam jiwa.11 Phlegmon dasar mulut secara epidemiologi 90% kasus
disebabkan dari infeksi akut gigi molar rahang bawah yang menyebar (infeksi
odontogenik).14
Faktor-faktor

yang

mempengauhi

penyebaran

infeksi

adalah

mikroorganisme (jenis, jumlah, dan virulensi mikroorganisme), host (umur, status


kesehatan) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem imun)6, sedangkan
faktor yang memperberat penyebaran infeksi diantaranya diabetes melitus,
neutopenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis, dan
sistemik lupus eritematosus. Penyakit diabetes melitus dapat memperberat
penyakit infeksi melalui mekanisme meningkatkan virulensi kuman dan
menghambat proses penyembuhan.10
Prognosis angina ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotik dilakukan. 9
Dahulu sebelum berkembangnya antibiotik, penyakit ini sering menyebabkan
kematian pada lebih dari 50% kasus. Dengan berkembangnya teknik bedah dan

terapi antibiotik saat ini terbukti menurunkan angka kematian dari peyakit ini
yakni sekitar 8% dari total kasus.14

BAB II
PHLEGMON
2.1

DEFINISI
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi

bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan
yang bertujuan mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. Sedangkan
abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di
ruang submandibula atau salah satu komponen lainnya dan sebagai lanjutan dari
infeksi leher.(1)

2.2

ETIOLOGI
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara

lain :(2)
1. Bakteri masuk akibat luka dari tusukan jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Lebih lanjut menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat
jika :(3)
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan.

Abses mandibula sering disebabkan dari infeksi didaerah rongga mulut


atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah
submandibula yang saat perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya
fluktuasi. Sering mendorong lidah ke atas dan ke belakang dapat menyebabkan
trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda
sumbatan jalan napas maka harus segera dilakukan trakeostomi yang dilanjutkan
dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan untuk mengeluarkan nanah.
Bila tidak ada tanda-tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan
eksplorasi. Bila tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva
(Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis
tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.(1)

2.3

PEMBAGIAN ABSES MANDIBULA

2.3.1

SUBLINGUAL
Terdapat dua ruangan pada sublingual yaitu diatas otot mylohyoid pada

kiri dan kanan midline. Abses dibentuk dalam ruangan tersebut yang dikenal
dengan sublingual abses.
Etiologinya : gigi yang paling sering memyebabkan terjadinya abses
sublingual yaitu gigi anterior rahang bawah, premolar dan molar rahang bawah.
Ditemukan melekat diatas otot mylohyoid. Infeksi ini juga dapat menyebar ke
daerah submandibula, submentale dan parafaringeal.

Gambar 1. Mylohyoid (7)

Gejala klinis : abses sublingual dapat digambarkan dengan adanya


pembengkakan pada dasar mulut dan menghasilkan elevasi dari lidah ke arah
palatum dan lateral.

Gambar 2. Abses sublingual (7)

Gambar 3. Gambaran Klinis Abses Sublingual (7)

2.3.2

SUBMENTALE
Etiologi : infeksi pada daerah submentale biasanya disebabkan oleh gigi

anterior rahang bawah.


Gambaran klinis : pembengkakan disertai rasa sakit, permukaan keras,
mukosa menjadi kemerahan dan mengkilat. Pembengkakan terjadi pada daerah
dagu.

Gambar 4. Penderita Abses Submentale (6)

2.3.3 SUBMANDIBULA
Etiologi: abses submandibula disebabkan oleh gigi molar rahang bawah.
Biasanya ditemukan pada perlekatan otot mylohyoid. Abses submandibula juga
dapat berasal dari penyebaran infeksi sublingual dan submentale.
Gambaran klinis : infeksinya menunjukkan pembengkakan disekitar
submandibula yang menyebar menghasilkan oedem yang lebih besar, berwarna
kemerahan, biasanya muncul pada daerah angulus mandibula, sakit saat palpasi,
trismus, dan melibatkan otot pterygoid media.

Gambar 5. Penderita Abses Submandibula (7)

PATOGENESIS
Jika bakteri patogen masuk ke dalam jaringan yang sehat dan merusak
jaringan, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga
tersebut, dan setelah menelan bakteri sel darah putih akan mati, sel darah putih
yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekelilingnya dan menjadi dinding pembatas,
inilah yang disebut abses. Abses merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses.

2.4

PENATALAKSANAAN

2.4.1

Bedah Mulut
Penatalaksanaan abses mandibula adalah dengan evakuasi abses baik

dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi umum. Antibiotik dosis
tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal
yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas dan drainase abses yang baik.
Penatalaksanaan abses meliputi insisi dan drainase abses, identifikasi
kuman penyebab dan pemberian antibiotik. Hal ini akan mengurangi komplikasi
dan mempercepat penyembuhan.

Gambar 6. Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat
tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek.
Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit.(4)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah


efektifitas obat terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman
minimal, toksisitas obat rendah, stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama (6).
Pemberian antibiotik berdasarkan kultur kuman dan tes kepekaan antibiotik
terhadap kuman penyebab infeksi. Biakan kuman membutuhkan waktu yang lama

untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan.


Sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotik kuman
aerob dan anaerob secara empiris. Pemberian antibiotik kombinasi pada abses
mandibula, yaitu; Kombinasi penesilin G, klindamisin dan gentamisin, kombinasi
ceftriaxone dan klindamisin, kombinasi ceftriaxone dan metronidazole, kombinasi
cefuroxime dan klindamisin, kombinasi pinisilin dan metronidazole, masingmasing didapatkan angka perlindungan (keberhasilan) 67,4%, 76,4%, 70,8%,
61,9%.(5)
Penesilin G merupakan obat terpilih untuk infeksi kuman streptokokus dan
stafilokokus

yang

tidak

menghasilkan

enzim

penecilinase.

Gentamisin

menunjukkan efek sinergis dengan pinisilin. Klindamisin efektif terhadap


streptokokus, pneumokokus dan stafilokokus yang resisten terhadap penisilin.
Lebih khusus pemakaian klindamisin pada infeksi polimicrobial termasuk
Bacteroides sp maupun kuman anaerob lainnya pada daerah oral.
Metronidazole juga efektif sebagai amubisid. Aminoglikosida, quinolone
atau cefalosforin generasi ke III dapat ditambahkan jika terdapat kuman enterik
gram negatif. Cefalosporin generasi III mempunyai efektifitas yang lebih baik
terhadap gram negatif enterik. Dibanding dengan cefalosporin generasi I, generasi
III kurang efektif terhadap kokus gram positif, tapi sangat efektif terhadap
Haemofillus infeluenza, Neisseria sp

dan Pneumokokus. Ceftriaxone dan

cefotaxime mempunyai efektifitas terhadap streptokokus. Ceftriaxone sangat


efektif terhadap gram negatif dan Haemofillus sp, kebanyakan Streptococcus
pneumonia dan Neisseriae sp yang resisiten terhadap penesilin(5).
Setelah keluar hasil uji kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab
diberikan antibiotik yang sesuai. Pada pemberian kombinasi antibiotik secara
empiris jika terdapat perbaikan, antibiotik dapat diteruskan, jika tidak maka
antibiotik diganti sesuai uji kepekaan.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkose umum bila letak abses
dalam dan luas.

2.5

KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat

dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes
mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat
dapat menyebabkan kematian.
Infeksi dapat menjalar ke bagian rongga mulut lain hingga ke daerah leher,
dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna
dan nervus ke-X.(3) Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat
menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis
interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis
mandibula dan vertebrae. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas,
mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.
Infeksi odontogenik yang disertai dengan keadaan gawat darurat perlu
ditangani secepatnya. Adapun dasar-dasar perawatannya sebagai berikut (1):
1. Penanganan gawat darurat.
Kondisi penderita yang cukup buruk perlu dirawat inap rumah
sakit dan perlu diinfus untuk mengatasi dehidrasi. Jangan lupa awasi
tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, kultur pus.
2. Penanganan infeksi.
Mengingat uji kultur dan uji kepekaan belum diketahui maka
digunakan terapi empiris yaitu Penisilin yang efektif terhadap bakteri
aerob dan anaerob. Bila infeksi mereda sampai 2-3 hari berarti antibiotika

secara empiris yang digunakan telah memadai. Bila tidak maka digunakan
antibiotika hasil uji kepekaan.

3. Perawatan jaringan infeksi.


Bila fluktuasi positif maka segera lakukan insisi untuk drainase
abses. Tujuan utama tindakan pembedahan adalah menghilangkan sumber
infeksi (pulpa nekrosis/saku periodontal yang dalam), memberikan
drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik dan mengurangi
ketegangan jaringan sehingga meningkatkan aliran darah dan zat-zat yang
berguna untuk pertahanan tubuh pada lokasi infeksi.
4. Perawatan gigi sumber infeksi.
Setelah tanda-tanda inflamasi mereda, gigi yang merupakan infeksi
primer, segera lakukan ekstraksi, bila perlu kuretase sampai jaringan
nekrosis pada soket bekas ekstraksi bersih.

BAB III
LAPORAN KASUS
No RM

: 845889

Nama pasien

: Tn. Eri Dwi Suwariyanto

Tanggal lahir

: 18Desember 1991

Usia

: 25 tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Ruang

: Cendana 2

Alamat

: Jl. Kerjabakti Rt 07/04 No.40 Kelurahan Makassar

Dokter Operator

I.

Anamnesa

Pasien datang ke Poli Gilut RS Bhayangkara TK.1 R.Said Sukanto pada hari Jumat
tanggal 30 Desember 2016 dengan keluhan nyeri pada mulut bawah, sulit buka mulut, sulit
menelan, mual (+), muntah (-) sejak hari senin. Bengkak pada pipi bawah sebelah kanan.
Sudah ke dokter dan diberi obat antibiotik namun tidak ada perubahan
II.

Tanda-tanda vital (TTV)

III.

T : 110/70 mmHg
N : 104x/menit
S : 35 C
RR : 28x/ menit
Pemeriksaan Laboratorium

a. Hematologi
Hemoglobin : 15,9
Hematokrit : 47
Trombosit
: 254.000
Leukosit
: 25.100*
Masa pendarahan
: 2` 30``
Masa pembekuan
: 11`

b. Kimia Klinik
Ureum
: 46 mg/dl
Creatinine
: 1,0 mg/dl
GDS
: 108 mg/dl
SGOT/AST : 23,3 u/l
SGPT/ALT : 19,0 u/l
Elektrolit
o Natrium
: 132* mmol/l
o Kalium
: 3.7 mmol/l
o Chlorida
: 96* mmol/l

IV.
Diagnosis : Phlegmon
DD
: Abses submandibula
V.
Rencana Terapi:
1. Insisi
2. Pemasangan drainage
VI.

VII.

Laporan Pre-Operasi (Rawat Inap)


Pasien datang ke Poli Gigi dan Mulut tanggal 30 Desember 2016
Pasien masuk ke ruang rawat inap Cendana 2 pada tanggal 30 Desember 2016
Pasien menjalani rawat inap sampai tanggal 6 Januari 2017
Tahapan Perawatan Pre-Operasi
1. IVFD RL: D5% : 1-2
2. Medikasi:

3.
4.
5.
6.

Inj. Ceftriaxone 1gr 3x1


Inj. Dexametason 2x1
Inj. P.O Paracetamol 3x1

Ro Thorak
C/ Lab lengkap
Pasien dipasang infus, lalu pasien dilakukan skin test Ceftriaxone
SOAP
S: Pasien datang ke Poli Gilut RS Bhayangkara TK.1 R.Said Sukanto dengan
keluhan nyeri pada mulut bawah, sulit buka mulut, sulit menelan. Bengkak pada
pipi bawah sebelah kanan. Sudah ke dokter dan diberi obat antibiotik namun tidak
ada perubahan.
O:
KU: Baik

Kesadaran: CM
T : 110/70 mmHg
N : 100x/menit
S : 36 C
RR : 20x/ menit

Pemeriksaan ekstra oral: pembengkakan pada pipi bawah sebelah kanan

A: Masalah belum teratasi


P: Rawat inap, Premedikasi, Rencana Operasi

VIII.

Laporan Pre-Operasi
1. Pasien sudah mendapatkan acc konsultasi dari dokter spesialis jantung, penyakit
dalam dan anestesi
2. Pasien dijadwalkan untuk melakukan operasi pada tanggal 30 Desember 2016
S : Nyeri pada mulut bawah, sulit buka mulut, sulit menelan, bengkak pada pipi
bawah sebelah kanan
O : KU: Baik
Kesadaran : CM

T : 110/70 mmHg
N : 100x/menit
S : 36 C
RR : 20x/ menit

A : pre op phlegmon
P : Pasien sudah puasa dari jam 10.00
IX.

Tahapan Operasi
1.

Persiapan alat dan bahan operasi.

2. Pasien di baringkan di atas tempat tidur.

3. Dokter anestesi melakukan anestesi umum melalui inhalasi nasal dan


melakukan asepsis pada daerah operasi menggunakan betadine.

4. Anastesi infiltrasi ekstra oral pada daerah pembengkakkan.

5.
6.
7.
8.

Asepsis daerah kerja dengan menggunakan povidon iodine


Cari fluktuasinya, dan buat garis kurang lebih 1 cm.
Insisi sampai subkutan
Insisi dekompresi dengan anestesi lokal atau kalau terpaksa (penderita tidak
kooperatif) dengan narkose. Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu
mencegah terjadinya perluasan abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa
sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki
vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan
biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada
dan pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut
akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan
dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau

dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al, 1994).


9. Irisan 1 jari dibawah mandibula sepanjang 1 cm. Arteri dan vena fasialis
diligasi di dua tempat dan dipotong diantaranya. Insisi dibuat sejajar dengan
garis langerhans. Glandula submandibula diretraksi kearah kaudal sehingga
nampak muskulus milihioid. Otot ini kemudian dipotong. Dengan klem
bengkok jaringan sublingual dibuka secara tumpul sehingga nanah yang
terkumpul disitu dapat mengalir keluar melalui luka insisi.
10. Pus dikeluarkan, dipijat sampai darah segar keluar.
11. Pus diambil untuk dilakukan kultur dan sensitifitas kuman penyebabnya.
12. Dipasang rubber atau penrose drain.

13. Bersihkan daerah asepsis dengan Nacl


14. Lakukan penjahitan pada daerah insisi dan drainase
15. Penutupan luka dengan menggunakan sofratule dan kasa
16. Melepas alat anastesi
17. Pasien dibangunkan
18. Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
19. Terapi obat:

Drip Metronidazole
Inj Ranitidine 3x1
Inj Cefotaxime x1
Inj Dexametasone 2x1
Paracetamol per oral 3x1
Inj merofenem x1

20. Instruksi post op :

X.

Awasi TTV
Infus RL Aminofluid
Lakukan pemeriksaan H2TL per/24 jam
Diet cair
Rawat ICU Post-Operasi

Laporan Post-op
Tanggal 31 Deember 2016
S

: Pasien mengatakan nyeri post op berkurang

: KU : Baik
Kesadaran : CM
TD

: 110/70 mmHg

: 65x/menit

RR

: 20x/menit

Sh

: 34C

BU (+), FL(+), DU(+)


A

: Post op phlegmon

: intervensi dilanjutkan

XI.

Kontrol pertama tanggal 11 Januari 2017


S : Pasien sudah tidak merasa nyeri
O:

KU: Baik
Kesadaran : CM
TD

: 110/70 mmHg

: 65x/menit

RR

: 20x/menit

Sh

: 34C

A : post op abses
P : Instruksi post-op dilanjutkan

DAFTAR PUSTAKA
1)

Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and


Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher. Philadelphia.
P :1224, 1233-34.

2)

Harrison. Prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa inggris: Kurt J.
Lessebacher. Et al. editor bahasa Indonesia: Ahmad H. Asdie. Edisi 13. Jakarta :EGC.
1999.

3)

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC, 2004.

4)

Steyer, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment. accessed:


http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html.

5)

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah


Bruner

and

Suddarth. Ali

Bahasa Agung Waluyo.(

et,al)

Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta :EGC,2001


6)

http://imamrfa.blogspot.com/2013/06/askep-abses-mandibula.html

7)

www.medicastre.com.2004

Editor

bahasa

Anda mungkin juga menyukai