Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISASI BEBERAPA STRAIN GURAMI

Osphronemus
Ikan gurami merupakan ikan konsumsi yang sangat populer bagi
masyarakat

Indonesia,

khususnya

di Jawa dan Sumatera. Menurut

Iwan (2006), ikan budidaya air tawar tersebut memiliki nilai ekonomi
tinggi dengan harga yang stabil. Dalam upaya peningkatan produksi
ikan gurami, Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menyatakan
perlunya dilakukan penelitian tentang gurami, terutama yang terkait
dengan aspek kualitas genetiknya.
Sitanggang

dan

Sarwono

(2007)

menyatakan bahwa petani

gurami di Bogor membedakan enam strain


daya

produksi

gurami

berdasarkan

telur, kecepatan tumbuh, dan ukuran atau bobot

maksimal gurami dewasa. Keenam strain tersebut adalah soang,


jepang,

blue

penelitian

saphire,

ini

hanya

paris,

bastar,

digunakan

dan

porselin. Namun, pada

tiga strain ikan gurami sebagai

bahan penelitian, yaitu soang, jepang, dan blue saphire.


Menurut Kottelat et al. (1993), klasifikasi ikan gurami adalah
sebagai berikut.
Filum

Chordata

Klasis

Pisces

Ordo

Perciformes

Subordo

Anabantoidei

Familia

Osphronemidae

Genus

Osphronemus

Spesies

Osphronemus gouramy Lac.

Beranekaragamnya
dilakukan

penelitian

strain

ikan

mengenai

gurami

mendorong

perlunya

hubungan kekerabatan di antara

strain-strain tersebut. Hal ini karena

informasi

tentang

hubungan

kekerabatan antar strain dapat memberikan landasan bagi strategi


penyilangan yang akan dilakukan. Allard (1960) menyatakan bahwa
persilangan antarindividu yang berkerabat dekat dapat mengakibatkan

penurunan kualitas genetik berupa vigor individu hasil persilangan


yang

lemah

dengan

ukuran

yang

lebih kecil daripada tetuanya,

kurang subur, dan bahkan mengalami cacat genetik.


Studi

hubungan

kekerabatan

genetik

dapat dilakukan

menggunakan marka (penanda) molekuler, antara lain berupa RAPD


(Random Amplified Polymorphic DNA). Jain et al. (1994) menjelaskan
bahwa

marka

RAPD

dapat

digunakan

untuk merekonstruksi

hubungan kekerabatan genetik pada populasi dengan cepat dan akurat


sehingga dapat membantu pemilihan tetua dalam persilangan.
Teknik RAPD merupakan teknik molekuler yang berbasis PCR.
RAPD dapat digunakan untuk mendeteksi polimorfisme ruas nukleotida
pada DNA dengan memanfaatkan primer tunggal yang memiliki urutan
nukleotida acak. Primer tersebut akan menempel secara acak pada DNA
genom. Segmen DNA genom yang mengalami penempelan primer akan
diamplifikasi menggunakan siklus termal melalui teknik PCR sehingga
dihasilkan

sejumlah

fragmen DNA tertentu yang merupakan marka

RAPD (Welsh dan McClleland, 1990; Williams et al., 1990). William et


al. (1996) juga menyebutkan bahwa inisiasi amplifikasi DNA oleh enzim
DNA polimerase memerlukan primer oligonukleotida, yang biasanya
berukuran 9 hingga 20 basa. Berdasarkan uraian tersebut di atas,
penelitian ini bertujuan untuk menentukan
yang

primer

oligonukleotida

dapat menghasilkan marka RAPD yang konsisten dan polimorfik

pada beberapa strain ikan gurami, menentukan marka RAPD spesifik


untuk

beberapa

strain

ikan

gurami,

dan

mengetahui

hubungan

kekerabatan genetik di antara beberapa strain ikan gurami.


Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa DNA dari tiap individu
sampel berhasil diisolasi walaupun beberapa di antaranya smear.
Namun demikian, DNA hasil isolasi tersebut masih dapat digunakan
untuk proses berikutnya, yaitu amplifikasi marka RAPD menggunakan
teknik PCR. Hal ini karena amplifikasi marka RAPD akan berlangsung
secara acak, tidak harus terjadi pada daerah tertentu saja.

EVALUASI VARIASI GENETIK RAS-RAS IKAN GURAME DENGAN


MENGGUNAKAN MARKER DNA

Beberapa strain ikan gurame yang ada di Indonesia adalah Soang,


Jepang, Paris, Bastard dan Porselen telah banyak digunakan dalam
kegiatan budidaya (Suseno et al., 1983; Sudarto, 1989). Identifikasi
strain gurame menggunakan analisis morfometrik dan biokimia telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu (Soewardi et al., 1995;
Soewardi, 1995; Kusmini et al., 2000; Suseno et al., 2000). Analisis tiga
strain ikan gurame dengan truss morfometrik baru dilakukan oleh
Setijaningsih et al. (2007).
Menurut Nugroho et al. (1993) terdapat perbedaan morfologi dan
potensi

pertumbuhan

beberapa

strain

ikan

gurame.

Selanjutnya

Nugroho & Kusmini (2007) mengemukakan bahwa pada pengujian


variasi genetik strain Bastar, Bule dan Bluesafr yang dikoleksi dari
daerah Parung, Jawa Barat dengan isozyme menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata diantara ketiga strain tersebut.
Analisa variasi genetik dengan menggunakan marker DNA
yang

mempunyai

sensitiftas

lebih besar dibanding isozyme

diperlukan untuk mengetahui potensi-potensi genetik yang mungkin


dapat dimanfaatkan dalam pembuatan jenis ras

unggul ikan

gurame. Penelahaan data dasar genetik ini dapat digunakan untuk


mengevaluasi fitness individu jangka pendek dan sintasan suatu
populasi untuk jangka panjang (Ferguson et al., 1995). Dengan
diketahuinya variasi genetik masing- masing ras ikan gurame akan
membantu untuk menentukan program pemuliaan yang tepat dalam
tahapan berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
secara genetis tiga ras ikan gurame Bastar, Paris dan Bluesafir dengan
menggunakan marker RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA).
Tujuh dari 20 primer mempunyai hasil amplifkasi. Empat primer
berupa monomorf sedangkan tiga primer mempunyai polimorf. Tiga
primer yang mempunyai hasil ampifikasi yang cukup baik yaitu OPA 4,
6 dan 7. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Lia, 2006). Namun
demikian hanya dua primer yaitu OPA 4 dan 7 mempunyai fragmen
yang dapat digunakan sebagai penganalisa antar tiga ras ikan gurame,

sedangkan satu primer lainnya (OPA 6) tidak mendapatkan hasil produk


yang konsisten. Jumlah total pita yang diamati dari dau Tingkat variasi
heterozygositas dipengaruhi oleh jenis ras ikan gurame. Secara umum
ras ikan gurame yang diteliti mempunyai tingkat keragaman yang
tinggi dengan nilai heterozigositas rata-rata 0,2747, dengan nilai
tertinggi terdapat pada ras Bluesafir (0,3050) kemudian diikuti oleh ras
Paris (0,2832) dan Bastar (0,2360) (Tabel 1). Nilai ini setara dengan
hasil dari Lia (2006) yang mendapatkan keragaman rata-rata ikan
gurame ras Bluesafr sebesar 0,31. Heterosigositas ikan gurame yang
diuji jauh lebih tinggi dibandingkan pada ikan air tawar lainnya.
Umumnya, variasi genetik pada ikan air tawar tergolong cukup rendah
sebagai akibat keterbatasan migrasi secara alami, seperti misalnya
pada

ikan

kancra

(Nugroho

et

al.,

2006).

Fenomena

ini

dimungkinkan karena komoditas gurame masih bersifat lokal dalam


taraf pembudidayaannya (belum banyak dikembangkan secara luas)
sehingga menurunnya tingkat keragaman genetik akibat inbreeding
depression yang umumnya terjadi pada ikan air tawar masih relatif
lebih

rendah

dibandingkan

dengan

komoditas

yang

sudah

berkembang secara luas dan lama, dimana peluang untuk genetic


introgression menjadi lebih besar. Relatif tingginya variasi genetik ini
juga menunjukkan bahwa komoditas ini masih potensial dimanfaatkan
sebagai ikan budidaya.
Lebih jauh, rendahnya tingkat keragaman ras Bastar dibandingkan
dua ras gurame lainnya dapat dipahami, hal ini sebagai akibat dari
preferensi masyarakat yang lebih tinggi dalam penggunaan ras Bastar
sebagai komoditas budidaya. Kemungkinan terjadinya silang dalam
(umumnya terjadi di tingkat petani) adalah lebih besar dibandingkan
dua

ras

lainnya

Berdasarkan

yang

pengamatan

jarang

digunakan

dilapangan,

hampir

didalam
seluruh

budidaya.
kegiatan

budidaya ikan gurame menggunakan ras Bastar ini, walaupun dengan


penamaan yang berbeda di setiap daerahnya.

JUMLAH TOTAL BAKTERI DALAM SALURAN PENCERNAAN IKAN


GURAMI (Osphronemus gouramy) DENGAN PEMBERIAN
BEBERAPA PAKAN KOMERSIAL YANG BERBEDA

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu ikan


yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, namun proses produksi dari
hasil budidaya ikan gurami sampai saat ini belum berjalan dengan baik,
hal ini disebabkan pertumbuhan ikan gurami lebih lambat jika
dibandingkan

dengan

jenis

ikan

air

tawar lainnya (Ardiwinata

1981).
Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi
dan energi untuk pertumbuhan adalah

protein,

karbohidrat,

dan

lemak. Kemampuan ikan menggunakan nutrient pakan bergantung


pada berbagai faktor seperti sintesis enzim yang tepat, produksi enzim
dalam jumlah yang cukup, dan distribusi enzim dalam saluran
pencernaan (Tengjaroenkul et al. 2000).
Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pula pada
aktivitas enzim pencernaan. Kuzmina (1996) mengungkapkan bahwa
tersedianya substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan
aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Stickney dan Shumway (1974)
menyatakan bahwa enzim selulase diproduksi oleh mikroflora usus,
yang dihubungkan dengan aktivitas selulase dalam usus dengan
jumlah selulase/bakteri selulitik.
Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecernaan pakan antara lain

komposisi pakan dan

jumlah pakan yang diberikan.Pakan gurami terdiri dari pakan alami dan
pakan buatan (pellet). Pakan tersebut dibutuhkan untuk menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurami. Jika pakan yang
diberikan sesuai dengan kebiasaan makan gurami dan mengandung
gizi yang tinggi maka pertumbuhan ikan gurami dapat terpacu lebih
cepat.
Beberapa jenis bakteri yang terdapat dalam
hewan

memiliki

peran

penting

dalam

saluran
rangka

pencernaan

meningkatkan

pemanfaatan pakan, kesehatan ikan, dan perbaikan mutu lingkungan


dan mikroorganisme (Watson

et

al.

2008).

Selain itu, beberapa

bakteri flora pada saluran pencernaan memainkan peran yang cukup

penting dan menghasilkan beberapa jenis enzim dalam saluran


pencernaan yang kemungkinan turut berperan dalam metabolisme
inang.
Bairagi et al. (2000) berhasil mengisolasi dua mikroba dari strain
Bacillus yaitu

Bacillus subtilus dan

Bacillus circulans dari saluran

pencernaan ikan mas dan ikan nila. Kedua

jenis

mikroba

ini

memproduksi enzim amilase, selulase, protease dan lipase.


Menurut

Lembaga

Penelitian Perikanan 1974, penentuan Total

Plate Count (TPC) memiliki prinsip yaitu menentukan besarnya populasi


bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan ikan, karena bakteri
merupakan

faktor

utama

penyebab

pembusukan

yang

sedang

berlangsung. Prosedur kerjanya terdiri dari empat tahap yang saling


berhubungan

yaitu

tahap

persiapan,

inokulasi,

inkubasi

dan

penghitungan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Total bakteri dalam
saluran

pencernaan

ikan

gurami

(Osphronemus

gouramy)

yang

diberikan pakan berbeda.


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bakteri dalam

saluran

pencernaan

gouramy) sebagai bakteri pengurai

gurami (Osphronemus

kandungan

pakan

dalam

budidaya gurami (Osphronemus gouramy). Selain itu penelitian ini


diharapkan akan bermanfaat terutama yang berkaitan dalam nutrisi.
Hasil
tertinggi

penelitian
pada

menunjukkan

bahwajumlah

total

bakteri

lambung pada tiap jenis pakan. Namun jika diambil

nilai rata-rata dan

dibandingkan antar pakan yaitu P1, P2 dan P3

didapatkan rata-rata jumlah total bakteri tertinggi pada pakan P1, yang
juga memiliki kandungan nutrient serat kasar tertinggi dalam bentuk
prosentase pada uji proksimat yaitu 8.03% yaitu 71,8 x 107 dengan
adanya jumlah bakteri terbanyak pada saluran pencernaan ikan yang
diberi pakan pertama (P1), maka penyerapan nutrient yang terjadi
pada saluran pencernaan ikan gurami tersebut akan lebih baik atau
lebih cepat.

Didapatkan pula pada hasil proksimat bahwa pakan kedua (P2)


memiliki nilai prosentase serat kasar dengan prosentase 6.13%, lemak
kasar yang terkandung

merupakan nilai tertinggi yaitu 8,11% serta

prosentase protein kasar tertinggi yaitu 27,61% dari ketiga jenis pakan
lainnya. Sedangkan pada pakan ketiga (P3) uji proksimat pakan yang
menunjukkan hasil prosentase pada urutan kedua pada tiap- tiap
nutrient yang ada yaitu prosentase protein kasar 27,23%, prosentase
lemak kasar 7,40%, dan prosentase serat kasar 6,63%.
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu ketersediaan nutrisi, air, suhu, pH, oksigen, potensial
oksidasi,

jumlah

awal populasi, adanya

zat

reduksi-

penghambat dan

adanya jasad renik lainnya (Fardiaz, 1992).


Penghitungan yang diperoleh usus halus memiliki jumlah lebih
rendah bila dibandingkan dengan lambung baik pada pakan P1, P2
atau P3 yaitu : 95 x 108 ; 100 x 107 ; 50 x 107 hal ini dikarenakan
pada

organ

menghasilkan

pencernaan
asam

pada

klorida

bagian

(HCl)

akhir
yang

lambung,
dapat

lambung

menghambat

pertumbuhan bakteri, seperti yang telah dikatakan oleh Sulmartiwi


dkk (2010) yaitu lambung memiliki kelenjar gastrik, sel gastrik terletak
pada bagian bawah lapisan epithelium

untuk

sekresi

pepsin

dan

asam klorida (HCl), HCl salah satu fungsinya untuk mengubah


osmolaritik gastrik dan mencegah pertumbuhan bakteri.
Pakan pertama (P1) juga diketahui merupakan pakan dengan total
jumlah bakteri terbanyak dari ketiga jenis pakan yang ada,
Menurut Yandes et al (2003), selulosa merupakan bahan yang sulit
dicerna,

kandungan

menyebabkan

selulosa

terjadinya

yang

respon

tinggi

berupa

dalam

adaptasi

pakan

telah

biologis

atau

penyesuaian alat pencernaan yaitu usus dan lambung, respon atau


adaptasi tersebut dengan cara memperpanjang usus dan peningkatan
bobot lambung. Peningkatan panjang usus tersebut menyebabkan
bobot usus juga meningkat, termasuk pertumbuhan bakteri yang
meningkat.

Pada pakan kedua (P2) terdapat pula jumlah total bakteri atau
TPC

dengan

urutan kedua yaitu 64,5 x 107, ikan gurami dengan

pemberian pakan P2 pertumbuhan akan lebih cepat karena dengan


prosentase protein yang tinggi dapat membantu ikan gurami pada
proses pertumbuhan. Berbeda dengan ikan gurami
yang

diberikan pakan

P1

yang

membutuhkan kerja bakteri lebih

banyak untuk proses perombakan nutrient, terlebih untuk proses


kecernaan serat kasar yang sukar untuk dicerna.
Pada pakan ketiga (P3) menunjukkan bahwa pakan tersebut memiliki
jumlah total bakteri atau nilai TPC terendah dari ketiga jenis pakan
yang ada, yaitu 2,9 x 107 diketahui pula pada uji proksimat pakan,
bahwa P3 mendapatkan hasil prosentase pada urutan kedua pada
tiap-tiap nutrient yang ada yaitu prosentase protein kasar 27,23%,
prosentase lemak kasar 7,40%, dan prosentase serat kasar 6,63%,
dari hasil yang telah di dapat menunjukkan bahwa P3 merupakan jenis
pakan yang tetap dapat membantu pencernaan ikan gurami karena
jumlah bakteri serta hasil proksimat
kebutuhan pakan gurami.

sesuai

dengan

standar

Anda mungkin juga menyukai