Chapter II 2
Chapter II 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke
2.1.1. Defenisi Stroke
Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak
atau tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa
oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah, sel otak akan rusak
atau mati dalam beberapa menit.
14
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak
(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas), utama pada
kelompok usia diatas 45 tahun.
15
16,17
16
3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater. (dapat dilihat
pada gambar 2.2.1).
Duramater
Arakhnoid
Piamater
18
Arteri Karotis
Anterior
Arteri Karotis
Posterior
Arteri Karotis
Media
Arteri Karotis
Interna
Arteri Vertebralis
pembuluh nadi leher mengalami kegagalan. (dapat dilihat pada gambar 2.2.3)
sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.
Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA)
6
18
Subaraknoid
(PSA)
adalah
keadaan
akut
dimana
seperti di selaput otak atau bagian bawah otak. PSA menduduki 7-15% dari
seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). PSA paling banyak
disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).
18
(batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna).
18
tahun. Hasil penelitian Aliah A. dan Widjaja D. di empat Rumah Sakit di Makasar
(2000) dengan desain Case Series diperoleh bahwa proporsi penderita stroke pada
kelompok umur < 40 tahun sebesar 3%, kelompok umur 40-49 tahun sebesar 20%,
kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok umur 60-69 tahun sebesar 41%
dan kelompok umur 70 tahun sebesar 10%. Jumlah penderita stroke laki-laki
21
22
b. Menurut Tempat
Dari data penelitian tahun 1994 pada populasi masyarakat didapatkan angka
prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi
23
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa
diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun
24
orang.
Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia
55-64 tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di Soderham, Swedia, insiden stroke
pada kelompok usia yang sama 3,2 per 100.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas
85 tahun dijumpai insiden stoke dari 18,4 per 100.000 di Rochester, Minnesota, dan
39,7 per 100.000 penduduk di Soderham, Swedia.
26
b. Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih
rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul
setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian menyatakan bahwa
hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita sampai mereka
melewati masa-masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki
risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%
dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan
30
Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000, ternyata
bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan kaum wanita. Risiko
15
relatif stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
c. Ras / Suku Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih
27
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan terjadinya
serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terjadi
stroke kembali sebanyak 35-42%.
f. Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes
13,23
Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).
2.4. Gejala Stroke Hemoragik
2.4.1. Perdarahan Sub Dural
18
a. Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, 90% tanpa
keluhan sakit kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium sampai
koma.
c. Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam setelah
perdarahan.
d. Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam karena
rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi.
e. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hamtemesis dan melena
(stress ulcer), dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria
dan albuminuria.
2.4.3. Perdarahan Intra Serebral
Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah. Pada permulaan serangan
sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara -2 jam,
dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).
2.5. Letak Perdarahan Stroke Hemoragik
28
18
Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup
dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi pendarahan
maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan medis yang
dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi :
2.6.1. Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di
daerah superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal. Penentuan
waktu untuk operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data mortalitas pasca
operasi, disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-9 pasca perdarahan.
Tindakan operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan tindakan berbahaya
karena terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu
tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan komplikasi iskemi otak.
2.6.2. Tindakan Konservatif
a. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.
Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut adalah
pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan
meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena
apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan neuron.
Obat yang di anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta bloker atau
obat yang mempunyai aksi beta dan alfa bloking (misalnya labetolol), diberikan
secara intravena di kombinasikan dengan deuretika.
Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar sehingga pemberian anti
konpulsan secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia tidak diajurkan untuk
diberi difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan kejang tidak
terkontrol. Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah difenilhidantoin
(bolus intravena) dan diazepam.
b. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.
Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi,
diuretika, dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan
hipertensi intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai
tingkat hipokapnia antara 25-30 mmHg.
Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai manitol (0,25-1,0
gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan bersama-sama
dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.
2.7. Diagnosis Stroke
Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999 mengemukakan
bahwa diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
2,3,7
perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktorfaktor risiko yang menyertai stroke.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu
pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung),
pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler.
2.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan
antara stroke hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph
scanning (CT Scan), Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan
lainnya.
2.8. Letak Kelumpuhan
2.8.1. Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparese Sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang
menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri
sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori
visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada
28
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang
menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai
kekurangan dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya
sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat
diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih
28
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada
dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain. Timbul
gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegi
dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit
untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.
2.9. Pencegahan Stroke
2.9.1. Pencegahan Premordial
12,17,29
a.
b.
c.
Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium,
ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C,
E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan
sayur-sayuran.
d.
e.
g. Polisitemia
h. Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit
pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang
tidak tahan
asetosal.
i.