Anda di halaman 1dari 19

III.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer &
Suzanne C, 2002).
Broncopneumonia adalah inflamasi pada parenkin paru yang terjadi pada ujung
akhir bronciolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada di dekatnya. (Wong.DL.2004 ).

Menurut Kemenkes RI tahun 2012, klasifikasi dibagi atas kelompok usia yaitu,
usia < 2 bulan dan 2 bulan-5 tahun. Pada usia < 2 bulan terbagi atas :
a. Batuk Bukan Bronkopneumonia
Batuk bukan bronkopneumonia ditandai dengan tidak adanya tarikan
dinding dada kuat dan tidak ada nafas cepat (<60 x/m)
b. Bronkopneumonia Berat
Bronkoneumonia berat ditandai dengan tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam yang kuat (TTDK) atau adanya nafas cepat (>60 x/m)

18

Pada rentang usia 2 bulan-5 tahun terbagi atas :


a. Bukan Bronkopneumonia
Bukan bronkopneumonia ditandai dengan tidak ada TTDK dan tidak ada
nafas cepat (2 bulan-12 bulan <50 x/m dan 12 bulan-5 tahun <40 x/m).
b. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia ditandai dengan nafas cepat (2 bulan-12 bulan >50 x/m
dan 12 bulan-5 tahun >40 x/m) dan tidak ada TTDK
c. Bronkopneumonia Berat
Bronkoneumonia berat ditandai dengan TTDK, kejang, letargis

Menurut WHO bronkopneumonia terdiri dari :

a. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia ditandai dengan batuk, sulit nafas, takipneu dan tanpa
tanda bronkopneumonia berat.

b. Bronkopneumonia berat
Bronkopneumonia berat ditandai dengan tanda bronkopneumonia dan
minimal 1 tanda .perkembangan dinding dada rendah, nafas cuping
hidung, atau dengkur saat ekspirasi.

19

c. Bronkopneumonia sangat berat


Bronkopneumonia sangat berat ditandai tanda bronkopneumonia berat dan
minimal 1 tanda tak nafsu makan, sianosis, respiratory distress syndrome,
atau gangguan kesadaran.

2.2. Etiologi

Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus, Streptococus),


virus pneumony hypostatik, syndroma loffller, jamur dan benda asing (Ngastiyah,
2000). Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus
sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial
pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical
virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma
capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides
immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia,
penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp
dan Pseudomonas aeruginosa.Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar
organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis
dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan
bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya.
(Sandra M. Nettiria, 2001).

20

2.3. Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun.

2.4. Patofisiologi

Umumnya bakteri penyebab terhisap keparu perifer melalui saluran nafas. Mulamula terjadi edema karena reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan
udema dan ditemukannya kuman di alveoli.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa
edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

21

mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama


dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

22

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

23

4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula

Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu bila


dibandingkan dengan bakteri lain. Demikian pula bakteri tertentu lebih sering
ditemukan pada kelompok umur tertentu. Misalnya Streptococus Pnemoniae
biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh
lapangan paru, namun pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada
satu lobus (pneumonia lobaris).

Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus aureus


pada neonatus atau bayi kecil karena streptokokus aureus menghasilkan berbagai
toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan koagulase.
Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi, koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman stafilokokus
yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius.
Pneumatokel dapat menetap sampai ber bulan-bulan tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut. Mikrobakterium Pneumoniae menimbulkan
peradangan dengan gambaran baragam pada paru dan lebih sering mengenai anak
usia sekolah atau remaja. Mikrobakterium pneumoniae cenderung berkembang

24

biak pada permukaan sel mukosa saluran nafas. Akibat terbentuknya H2O2 pada
metabolismenya maka yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan
mukosa, udema dinding bronkus dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran
nafas dan alveoli. Kerusakan ini timbul dalam waktu relatif singkat antara 24 28
jam dan dapat terjadi pada bagian paru yang cukup luas (Noenoeng, 2000)

25

2.5. Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39 0-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan


mulut, retraksi sela iga.

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras)


disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah


yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

26

2.6. Diagnosis

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada
anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala
non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen
disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

27

Pemeriksaan

Bakteri

Virus

Mikoplasma

Umur

Berapapun, bayi

Berapapun

Usia sekolah

Awitan

Mendadak

Perlahan

Tidak nyata

Sakit serumah

Tidak

Ya, bersamaan

Ya, berselang

Batuk

Produktif

nonproduktif

kering

Gejala penyerta

Toksik

Mialgia, ruam,

Nyeri kepala, otot,

Anamnesis

organ bermukosa

tenggorok

Fisik
Keadaan umum

Klinis > temuan

Klinis temuan

Klinis < temuan

Demam

Umumnya 39C

Umumnya < 39C

Umumnya < 39C

Auskultasi

Ronkhi , suara

Ronkhi bilateral,

Ronkhi

Napas melemah

Difus, mengi

mengi. 14

unilateral,

28

Takipneu berdasarkan WHO:


a. Usia < 2 bulan

: 60 x/menit

b. Usia 2-12 bulan

: 50 x/menit

c. Usia 1-5 tahun

: 40 x/menit

d. Usia 6-12 tahun

: 28 x/menit

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada
hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke
pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia
bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan
darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15%
kasus terutama pada anak- anak kecil.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling
sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika
difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia

29

Gambar. Foto toraks PA pada bronkopneumonia


b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh
sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor
(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi

bakteri

atipik.

mengkonfirmasi diagnosis.

Peningkatan

IgM

dan

IgG

dapat

30

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah

berdasarkan etiologi,

pemeriksaan

spesimen

mikrobiologi

usap

yaitu dengan

tenggorok,

sekresi

nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya


pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis
maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993
adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil
yang predominan)

2.7. Tatalaksana
Penatalaksaan umum
-

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

31

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

Penatalaksanaan khusus
-

mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan


pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung

pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan


manifestasi klinis
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi
80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan
epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

32

Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (2472 jam pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
-

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


-

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)


-

amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)


Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and

error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal


tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan
yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu

33

diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

2.8 Diagnosis Banding


1. Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)
2. Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
3. Aspirasi pneumonia
4. Edema paru
5. Atelektasis
6. Perdarahan paru
7. Kelainan kongenital parenkim paru
8. Tuberkulosis
9. Gagal jantung kongestif
10. Neoplasma
11. Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).

2.9 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa
kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan
ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi.

34

2.10 Kriteria pulang:

Gejala dan tanda pneumonia menghilang

Asupan peroral adekuat

Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana


kontrol

Kondisi rumah memungkinkanuntuk perawatan lanjutan dirumah

Adapun kriteria rawat inap adalah :


Pada bayi

Saturasi oksigen 92 %, sianosis

Frekuensi napas > 60 x/menit

Distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

Tidak mau minum / menetek

Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Pada anak

Saturasi oksigen 92 %, sianosis

Frekuensi napas 50 x/menit

Distress pernapasan

Grunting

Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat dirumah

35

2.11 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (sepert i efusi pleura, empiema dan perikardit is)
atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps


paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk
hilang.

Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga


pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.

Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

Otitis media akut terjadi bila tidak diobati maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustaci sehingga menghalangi masuknya udara
ketelinga tengah dan mengakibatkan hampa udara kemudian gendang
telinga akan tertarik ke dalam timfus efusi.

Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

Anda mungkin juga menyukai

  • Konsensus Skizofrenia
    Konsensus Skizofrenia
    Dokumen94 halaman
    Konsensus Skizofrenia
    Fika Amalia
    67% (3)
  • Referat Transfusi Darah
    Referat Transfusi Darah
    Dokumen32 halaman
    Referat Transfusi Darah
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Stroke
    Daftar Pustaka Stroke
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Stroke
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • CASE REPORT Thalasemia Naya
    CASE REPORT Thalasemia Naya
    Dokumen14 halaman
    CASE REPORT Thalasemia Naya
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Via
    Jurnal Via
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Via
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • BAB I Stroke
    BAB I Stroke
    Dokumen2 halaman
    BAB I Stroke
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Epilpsi
    Epilpsi
    Dokumen17 halaman
    Epilpsi
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka 2
    Tinjauan Pustaka 2
    Dokumen17 halaman
    Tinjauan Pustaka 2
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • EPILEPSI
    EPILEPSI
    Dokumen18 halaman
    EPILEPSI
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Repor1
    Case Repor1
    Dokumen8 halaman
    Case Repor1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Itp Fix
    Itp Fix
    Dokumen28 halaman
    Itp Fix
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen50 halaman
    Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii KDS
    Bab Iii KDS
    Dokumen15 halaman
    Bab Iii KDS
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tugas 1
    Tugas 1
    Dokumen1 halaman
    Tugas 1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Referat Morbili
    Referat Morbili
    Dokumen12 halaman
    Referat Morbili
    Dwi Listyowati
    Belum ada peringkat
  • TB Paru Anak
    TB Paru Anak
    Dokumen20 halaman
    TB Paru Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Report CKD 3
    Case Report CKD 3
    Dokumen1 halaman
    Case Report CKD 3
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Morbili 2
    Morbili 2
    Dokumen24 halaman
    Morbili 2
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Dokumen25 halaman
    Bab III-tinjauan Pustaka - DBD Anak
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Bab III Diare
    Bab III Diare
    Dokumen20 halaman
    Bab III Diare
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Case Report - CKD 1
    Case Report - CKD 1
    Dokumen8 halaman
    Case Report - CKD 1
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Follow Up Pasien Dokter Muda
    Follow Up Pasien Dokter Muda
    Dokumen3 halaman
    Follow Up Pasien Dokter Muda
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Campak Vaksinasi
    Campak Vaksinasi
    Dokumen28 halaman
    Campak Vaksinasi
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Campakkk
    Campakkk
    Dokumen12 halaman
    Campakkk
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Makalah Referat Fraktur Terbuka
    Makalah Referat Fraktur Terbuka
    Dokumen28 halaman
    Makalah Referat Fraktur Terbuka
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Camp Akk
    Camp Akk
    Dokumen15 halaman
    Camp Akk
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Referat Struma Fix
    Referat Struma Fix
    Dokumen36 halaman
    Referat Struma Fix
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ikterus Obstruktif
    Tugas Ikterus Obstruktif
    Dokumen21 halaman
    Tugas Ikterus Obstruktif
    Hanarisha Putri Azkia
    Belum ada peringkat