TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Patient Safety
2.1.1
Definisi
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian
pelayanan
kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakanatautidakmengambiltindakan yang seharusnya diambil. Sistemtersebutmeliputi:
Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan Risiko (Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak
Lanjut dan Implementasi Solusi).
2.1.2
4. Terlaksananya program-programpencegahansehinggatidakterjadipengulangankejadiantidakdiharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung Santosa Bandung International
Hospital
6. Mempertahankanreputasi Santosa Bandung International Hospital
7. Memberikanpelayanan yang efektif danefisien .
2.1.3
2.1.4
keselamatan
pasien
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1.
Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b.
c.
d.
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
b.
c.
Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d.
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e.
f)
g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i)
RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b.
Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2)
3)
b.
Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
1)
2)
2.2
2.2.1
Definisi
Menurut Institute for Patient-Family Centered Care (2012), pelayanan yang berpusat
pada pasien dan keluarga adalah suatu pendekatan dalam perencanaan, pemberian dan evaluasi
pelayanan kesehatan yang berbasis pada kemitraan yang saling memberikan manfaat antara
penyedia pelayanan, pasien, dan keluarga.
Menurut Institute of Medicine Patient centered Care adalah asuhan yang menghormati
dan responsive terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan
bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis (Lumenta, 2012).
Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health care (ACSQHC) patient
centered care adalah suatu pendekatan inovatif terhadap perencanaan, pemberian, dan evaluasi
atas pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara
pemberi layanan kesehatan, pasien dan keluarga. Patient centered care diterapkan kepada pasien
dari segala kelompok usia, dan bisa dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan
(Lumenta, 2012).
2.2.2
radiografer
perawat
apoteker
Pasien
Dokter
Analis
Lainnya
Ahli gizi
Dokter
Fisioterapi
Analis
apoteker
Pasien
Lainnya
Ahli Gizi
budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan menentukan outcome
pelayanan kesehatan kepada pasien. Kultur ( kebudayaan ) adalah determinan paling
fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang anak memeperoleh
serangkaian nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarganya ( Thamrin,2012).
Aspek nmartabat dan respek dalam konsep patient centered care adalah perilaku seorang
perawat yang mencerminkan sikap caring saat melaksanakan pelayanan kesehatan.
Perilaku caring mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung
jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Dwidyanti,2009). Perilaku caring memiliki inti
yang sama yaitu sikap peduli, menghargai dan menghormati orang lain,member
perhatian, dan mempelajari kesukaan seseorang serta cara berpikir dan bertindak
b. Berbagi Informasi
Komunikasi dalam menginformasikan sesuatu kepada konsumen layaknya
dilakukan dengan efektif. Tanpa komunikasi yang efektif di berbagai pihak, pola
hubungan yang kita sebut organisasi tidak akan melayani kebutuhan seorang konsumen
dengan baik ( Nugroho J. Setiadi, 2013 ). Dalam hal ini, mengkomunikasikan dan
menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal- hal yang berkaitan
dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang akan diberikan kepada
pasien. Memberikan Informasi secara lengkap dapat membantu dalam perawatan pasien,
meningkatkan pengetahuan pasien dan pembuatan keputusan.( PFCC, 2007)
c. Partisipasi
Pasien dan keluarga dilibatkan dan di-support untuk ikut serta dalam perawatan
dan pembuatan keputusan ( PFCC,2007). Partsipasi adalah hal yang dapat mendorong
peran
serta
pasien
dalam
penyelenggaraan
pelayanan
keperawatan dengan
2.2.4
7. Kolaborasi
8. Pemberdayaan
Alasan dilakukan patient centered care:
a. Membangun system kolaborasi daripada control
b. Berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber keluarga daripada kelemahan keluarga
c. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat pasien seperti sebagaimana professional
d. Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan
e. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien, keluarga, dan pemberi
pelayanan daripada informasi hanya diketahui oleh profesional.
f. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku (Kusumaningrum,2009).
Sistem kesehatan di semua bagian dunia ada dibawah tekanan dan tidak dapat
mengatasinya bila mereka terus memusatkan perhatian pada penyakit dan bukan pada
pasien.
2.
Merek membutuhkan keterlibatan dari pasien secara individual yang melekat terhadap
pengobatan mereka, membuat perubahan perilaku dan kelola diri.
3.
Layanan kesehatan yang patient centered bisa jadi merupakan cara yang paling efektif
biaya untuk meningkatkan hasil kesehatan bagi pasien.
4.
Prioritas pasien, keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan berbeda dalam setiap Negara
dan dalam setiap negara dan dalam setiap area penyakit, tetapi dari keberagaman ini kita
mempunyai kesamaan prioritas ( Lumenta,2012).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna
Selain definisi mutu di atas, Al-Assaf (2009) juga menyampaikan definisi mutu menurut para
ahli:
1.
Mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi
pada saat berikutnya
2.
Mutu adalah suatu tahap saat pelayanan outcome pasien yang optimal
3.
Mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta konsumen, baik konsumen internal
maupun kesternal, dalam hal layanan dan produk yang bebas cacat
4.
Mutu merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, baik internal
maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap
dan terus-menerus
b.
Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami
secara rohaniah.
2.
Heterogen (variability)
Jasa sangat bervariasi kaarena hasil tidak berstandar, artinya banyak variasi bentuk,
kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
Para pembeli sangat peduli dengan variability ini dan sering mereka meminta pendapat
orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. Jasa yang diberikan pada klien yang satu
bisa berbeda dengan klien yang lain meskipun diagnostik penyakitnya sama.
3.
keterbatasan orang yang dilayani. Pasien sakit setelah diperiksa dan diberi obat tidak
langsung sembuh, perlu waktu untuk itu.
4.
seperti organisasi yang padat modal dan padat karya, umumnya pasien tidak banyak tahu akan
jasa yang akan dibeli (customer ignorance), dan kompetisi tidak diperkenankan.
Faktor yang digunakan konsumen untuk mengukur kualitas jasa adalah outcome, process
dan image jasa tersebut. Menurut Gronroos sebagaimana dikutip Muninjaya (2011), ketiga
kriteria tersebut dijabarkan menjadi enam unsur:
1.
pasien.
Pelanggan
menyadari bahwa
jasa
pelayanan
kesehatan dihasilkan oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan profesional yang berbeda. Institusi penyedia pelayanan kesehatan harus
menjamin reputasi dokter dan petugas lainnya yang bekerja pada institusi pelayanan
kesehatan tersebut.
2.
berhubungan
dengan
proses
pelayanan.
Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau dokter dan paramedis
rumah sakit sudah melayani mereka dengan baik sesuai standar prosedur operasional
pelayanan. Situasi ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku positif staf yang akan
membantu para pengguna pelayanan kesehatan mengatasi keluhan sakitnya.
3.
4.
Dapat dipercaya
Kriteria ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa pelayanan bukan
tidak memahami risiko yang mereka hadapi jika memilih jasa pelayanan yang ditawarkan
oleh dokter. Pasien dan keluarganya sudah mempercayai sepenuhnya dokter yang akan
melakukan tindakan karena pengalaman dan reputasinya.
5.
Perbaikan
Kriteria penilaian ini juga berhubungn dengan proses pelayanan. Pelanggan memang
menyadari kalau ada kesalahan atau risiko akibat tindakan medis yang diambil, tetapi
para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia jasa pelayanan
sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan yang ditawarkan kepada
publik untuk mengurangi risiko medis yang akan diterima pasien.
6.
meyakini
benar
bahwa
institusi penyedia jasa pelayanan memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan
punya nilai (rating) tinggi di bidang pelayanan kesehatan. Kepercayaan ini sudah terbukti
dari reputasi pelayanan yang sudah ditunjukkan selama ini oleh institusi penyedia jasa
pelayanan kesehatan ini.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi dengan menggunakan tiga
komponen ( Muninjaya, 2011):
1.
Input (struktur) yaitu segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,
informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam
perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2.
3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), lingkungan manajemen termasuk kepuasan dari konsumen
tersebut.