Anda di halaman 1dari 12

STUDI PENINGKATAN KUALITAS MINYAK JELANTAH DENGAN

MENGGUNAKAN ADSORBEN BERTINGKAT (Sabut Kelapa, Arang Aktif, dan


Tepung Beras)

ABSTRAK
Peningkatan kualitas minyak jelantah sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
prinsip adsorpsi berbagai jenis adsorben. Namun, setiap adsorben memiliki kelemahan
masing-masing dalam penggunaannya. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan
untuk meningkatkan kualitas minyak jelantah dengan penggunaan adsorben bertingkat yang
lebih efektif dalam menurunkan asam lemak bebas, bahan yang mudah diperoleh, dan ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas minyak jelantah dengan
menggunakan adsorben bertingkat, berupa sabut kelapa, arang aktif, dan tepung beras, (2)
menguji tingkat densitas, viskositas dan indeks bias hasil minyak jelantah yang telah
diregenerasi.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan metode kuantitatif dalam menentukan
kualitas adsorben pada minyak jelantah. Penelitian ini dilakukan dengan 4 tahapan, yakni :
(1) Perumusan kerangka/struktur hirarki penelitian, (2) Penentuan komposisi adsorben
sebagai bahan penelitian, (3) Pelaksanaan metode penelitian, dan (4) Analisis hasil penelitian
dan kesimpulan.
Kata kunci : Minyak Jelantah, Adsorpsi bertingkat, Sabut Kelapa, Arang Aktif, Tepung
Beras

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, di sekitar daerah universitas atau yang biasa dikenal dengan daerah kampus,
muncul berbagai rumah makan atau kedai makanan di sana. Hal ini tentu dipicu dengan daya
beli mahasiswa terhadap panganan yang dijual. Dan faktanya mayoritas panganan yang
dijajakan, melalui proses penggorengan yang menggunakan minyak atau yang bisa disebut
dengan panganan gorengan. Namun di sisi lain menimbulkan suatu permasalahan. Para
pedagang yang tak bertanggung jawab yang lebih memilih mengejar keuntungan dengan
menggunakan minyak goreng berulang kali dalam prosesnya. Akibatnya penggunaan minyak
goreng yang berulang ulang, maka dalam panganan gorengan tersebut timbul senyawa
karsinogenik yang menjadi pemicu terjadinya kanker. Seperti yang dilaporkan oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO), makanan yang kaya karbohidrat atau tepung yang mengalami
penggorengan atau proses pemasakan dengan suhu yang tinggi dapat merangsang
pembentukan senyawa karsinogenik yang menjadi pemicu kanker, yaitu akrilamida. Dalam
dosis tertentu akrilamida juga beracun bagi sistem saraf manusia. (Anonim, 2011).
Tidak hanya faktor proses pemasakan saja gorengan menjadi tidak sehat. Namun, ini juga
dapat disebabkan oleh faktor minyak goreng yang dipakai lebih dari satu kali pemakaian.
Minyak goreng yang dipakai berulang kali akan berubah menjadi minyak jelantah. Minyak
jelantah merupakan minyak yang telah rusak dengan frekuensi penggorengan 8 sampai 12.
Indikator paling mudah untuk mengetahui minyak jelantah adalah warnanya coklat tua
sampai hitam. Minyak jelantah ini memiliki nilai peroksida yang tinggi (Trubus, 2005).
Selain menjadi pemicu terjadinya kanker, mengkonsumsi minyak jelantah yang berlebihan
juga dapat menyebabkan nekrosis sel hati. Seperti yang dilansir oleh media Trubus (2005),
minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti salah satunya adalah
nekrosis sel hati yang ditandai dengan rusaknya pada sel. Nekrosis merupakan kematian sel

secara patologik yang disebabkan oleh tidak adanya pasokan energi atau efek bahan-bahan
berbahaya yang mengganggu fungsi sel (Wilson, 1993). Ciri-ciri dari nekrosis sel hati yaitu
inti sel menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap dengan zat warna (Price, 1995).
Pada penelitian Yustisia (2012), dibuktikan bahwa konsentrasi logam pada minyak goreng
baru didapatkan untuk logam Pb 0,163 ppm, logam Cu 0,179 ppm dan untuk logam Hg
0,004 ppm. Jika dibandingkan dengan logam pada minyak bekas penggorengan ayam (4 kali
penggorengan) sangat jauh berbeda nilainya, yaitu untuk logam Pb kandungannya 0,533 ppm,
Cu 0,891 ppm dan Hg 0,007 ppm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kandungan logam
beratnya sudah melebihi SNI 01-3741-2002, yaitu kandungan logam untuk Pb 0,1 ppm, Cu
0,1 ppm dan Hg 0,05 ppm.
Merkuri (Hg) dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Keracunan Merkuri yang akut dapat
menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut
maupun shock (Anonim, 2012).
Karena hal demikian, maka sangat diperlukan minyak goreng yang sehat dan tidak
berbahaya bagi tubuh. Penelitian Istianah tentang studi minyak goreng membuktikan bahwa
kualitas minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng dengan efek perubahan sudut
polarisasi yang paling kecil dibanding yang lain. Penelitian ini dilakukan dengan parameter
perubahan sudut polarisasi terhadap berkas sinar yang ditransmisikan.

Sehingga dapat

dibuktikan kualitas minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng dengan nilai
viskositas dan indeks bias yang besar.(Sutiah K., dkk, 2008)
Kualitas minyak goreng dapat dibentuk dengan berbagai metode, salah satunya adalah
adsorpsi. Adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa akibat dari fasa gerak (fluida
pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik
menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben
(Wijayanti, 2009).
Mekanisme peristiwa adsorpsi berlangsung sebagai berikut: molekul adsorbat berdifusi
melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian ada yang
teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben
(difusi internal). Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi
dan terikat di permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan
adsorbat, dapat terjadi dua hal. Pertama, Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di

atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer. Kedua,
Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi
berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Wijayanti, 2009).
Adsorben minyak yang biasa digunakan dalam proses peremajaan minyak bekas adalah
arang aktif dari ampas tebu, zeolit, dan tanah diatomit. Pada penelitian Wijayanti (2009),
arang aktif dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah, yaitu sebesar
18,1% untuk arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 C dan waktu aktivasi (120 menit) dan
sebesar 49,7% untuk arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800
C, dan waktu aktivasi 120 menit) (Wijayanti, 2009).
Arang aktif, zeolit, dan tanah diatomit tergolong adsorben berkualitas dan mempunyai
penyerapan minyak yang baik.

Namun, berdasarkan penelitian Wijayanti (2009), Hasil

pemurnian minyak goreng bekas oleh arang aktif menunjukkan bahwa arang aktif yang
dihasilkan kurang efektif untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng
bekas. Penurunan kadar asam lemak bebasnya sebesar 18,1% untuk arang aktif terbaik
dengan perlakuan tanpa aktivasikimia dan 49,7% untuk arang aktif terbaik dengan perlakuan
aktivasi kimia.
Tanah diatome, tanah ini termasuk sedimen silika yang secara geologi terbentuk dari
akumulasi dan pengendapan kulit atau kerangka diatomea(fosil tumbuhan air atau binatang
kersik atau ganggangbersel tunggal). Sedangkan untuk mendapatkan tanah tersebut tidaklah
mudah. Membutuhkan waktu yang lama dan mencarinya pun sulit (Anonim, 2012).
Zeolit, penggunaan zeolit membutuhkan waktu yang lebih lama dan tambahan biaya
sebesar Rp 88,- untuk menghasilkan 8800 mL minyak kelapa. Zeolit masih kurang dalam uji
FFA. Presentase asam lemak bebas (FFA) tidak baik. Berdasarkan penelitian, zeolit pada
waktu penyerapan 4 jam hanya memberikan hasil (i) kadar air 0,111%, (ii) FFA0,2055%, (iii)
turbiditas 0,500 NTU dan (iv) viskositas 33,1990 cp. Sedangkan pada ketetapan SNI 37411995 (standar mutu minyak goreng) yaitu untuk kadar FFA = max 0,3%, IV = 45-51 meq,
kadar air = 0,3%. (Anonim, 2012)
Oleh karena itu, dengan berpijak pada hasil penelitian sebelumnya, peneliti memandang
bahwa penelitian ini harus dilakukan agar dapat benar-benar meningkatkan kualitas minyak
jelantah menggunakan adsorben yang efektif menurunkan kadar asam lemak bebas, mudah
mencari bahannya, hasil minyak sesuai dengan SNI, serta ramah lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Jelantah
Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenisjenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya.

Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga

umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner. Akan tetapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.
Ahli gizi Iga Ayu Dastini, B.Sc. memaparkan, karena pemakaian yang berulang-ulang,
minyak jelantah mengalami perubahan struktur kimiawinya. Minyak jelantah mengandung
asam lemak jenuh tinggi yang berbahaya bagi tubuh. Kandungan kolesterol baik (HDL) di
dalam minyak semakin berkurang akibat pemanasan berulang ulang, sementara kolesterol
buruk (LDL)-nya semakin meningkat. Hal ini dapat memicu berbagai penyakit seperti
hipertensi, penyumbatan peredaran darah, penyakit jantung, dan stroke. Bahkan lebih dari itu,
minyak jelantah dapat menyebabkan kanker colon pada usus besar (www.balipost.co.id).
B. Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah
kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara ratarata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar
1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan (Anonim, 2012)
Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan
lapisan dalam (endocarpium). Ada tiga macam serat dari sabut kelapa yaitu :
a. Serat halus (mat/yarn fibre).
b. Serat kasar (bristle fibre).
c. Matras (mattress) serat yang pendek berupa butiran, tersedia sebagai coco peat.
Sabut kelapa (cocopeat) juga bersifat hydrophilic yaitu menyerap air di sekitarnya. Oleh
karena itu, perkembangan mutakhir cocopeat dimanfaatkan sebagai filter air biologi dan

tumpahan minyak. Sebagai contoh untuk masyarakat yang air minumnya bergantung pada air
sumur dapat memanfaatkan matras sabut kelapa yang telah dicelup pada zat pewarna wantex
untuk menyerap logam berat Mangan (Mn) dengan hasil 1 gr matras-wantex dapat menyerap
4,69 mg Mn.
Dari penelitian lain yang pernah dilakukan di Universitas Lampung menyebutkan bahwa
arang tempurung kelapa juga mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat Pb, Fe,
dan Cu. Berikut perbandingannya:
Adsorben

Pb

Fe

Cu

1 Kg Arang Tempurung Kelapa

35,8 mg

15,5 mg

13,8 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi)

56,3 mg

43,8 mg

39,9 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi + ZnCl2)

72,3 mg

36,1 mg

52,7 mg

(Sumber: Hardoko IQ; 2006)

C. Arang Aktif
Arang aktif atau karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang aktif merupakan suatu bentuk arang
yang telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air, atau bahan bahan kimia
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi
terhadap zat warna dan bau. Arang aktif mengandung 5-15% air, 2-3% abu, dan sisanya
adalah karbon (Wijayanti, 2009)
Hasil penelitian Sembiring dan Sinaga (2003), menyatakan bahwa arang aktif merupakan
senyawa karbon berbentuk amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
karbon ataudari arang yang diperlakukan dengan carakhusus untuk mendapatkan permukaan
yanglebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan hal ini
berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif bersifat sebagai
adsorben.
D. Tepung Beras
Sebagian masyarakat sudah terbiasa menggunakan tepung untuk mengendapkan kotoran
yang terdapat pada minyak goreng. Tepung yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah
menggunakan tepung beras. Tepung (flour) harus dibedakan dengan pati (Starch). Tepung
adalah hasil penghancuran, pencacahan atau pengecilan ukuran diameter dari suatu bahan

pangan yang sebelumnya telah dikeringkan terlebih dahulu. Sedangkan pati merupakan sari
yang diambil dari suatu bahan pangan. Untuk mendapatkan pati, bahan pangan diparut
terlebih dahulu, kemudian diperas. Eluen yang dihasilkan, kemudian diendapkan untuk
memisahkan pati dari air. Airnya didekantasi/dituangkan, kemudian endapannya diambil dan
dikeringkan. Inilah yang disebut pati. Yang digunakan untuk mengendapkan kotoran yang
terdapat dalam minyak goreng adalah tepung beras (Anonim, 2012).
Tepung beras merupakan produk pengolahan beras yang paling mudah pembuatannya.
Beras digiling dengan penggiling hammer mill sehingga menjadi tepung. Beras diayak atau
ditampi untuk menghilangkan kotoran seperti kerikil, sekam, dan gabah. Beras yang sudah
bersih, kemudian digiling sampai halus dengan menggunakan penggiling hammer mill yang
berpenyaring 80 mesh. Beras dapat dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam
di dalam air yang mengandung natrium bisulfit, 1 ppm (1 g natrium bisulfit di dalam 1 m3 air
) selama 6 jam. Setelah itu beras ditiriskan dan dikeringkan sehingga dihasilkan beras
lembab. Selanjutnya beras lembab ini digiling sampai halus. Beras lembab ini lebih mudah
dihaluskan sehingga penggilingannya lebih cepat dan hemat energi. Setelah digiling, tepung
beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai kadar air di bawah 14% (Anonim, 2012).
penelitian ini memberikan hal-hal baru yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu
berupa : (1) Penggabungan bahan adsorben sabut kelapa, arang aktif, dan tepung beras yang
belum diteliti sebelumnya, (2) Tujuan penelitian berupa peningkatan kualitas adsorben dalam
menurunkan kadar asam lemak bebas, mudah dicari bahannya, murah, hasil minyak sesuai
SNI, dan ramah lingkungan, dan (3) Parameter kualitas minyak jelantah hasil regenerasi tidak
hanya dilihat berdasarkan warna, tetapi juga densitas, indeks bias dan viskositas.

BAB III
Metode Pelaksanaan

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif, yakni menggunakan penelitian
berbasis laboratorium dengan indikator-indikator yang terukur.

B. Bahan dan Alat


1. Bahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak jelantah, arang aktif, sabut
kelapa dan tepung beras.
2. Alat. Alat-alat yang diperlukan terdiri dari botol air mineral bekas 3 buah, kapas
secukupnya, statif dan ring 4 buah, gelas kimia 3 buah, gelas ukur 1 buah, oven 1 set,
pisau 1 buah, palu 1 buah, statif, viscometer, refraktometer.

C. Prosedur Penelitian
a. Optimalisasi komposisi adsorben bertoingkat
1. Belah dan potong-potong sabut kelapa dengan menggunakan pisau hingga
berukuran sedang.
2. Potonglah arang dengan menggunakan palu hingga berukuran sedang.
3. Panaskan arang di dalam oven selama beberapa menit untuk membuat arang
aktif.
4. Belah bagian bawah dari ketiga botol bekas. Lubangi tutup botol bekas agar
larutan dapat mengalir. Kemudian tambahkan kapas kira-kira 7 cm dari bagian
tutup botol bekas. Lakukan pada ketiga botol bekas.
5. Tambahkan sabut kelapa, arang aktif, dan tepung beras ke dalam botol bekas
tersebut (1 botol bekas dimasukkan 3 adsorben).
6. Setiap botol bekas memiliki adsorben dengan takaran yang berbeda-beda.
Contoh : sabut kelapa 2 cm, arang aktif 3 cm, dan tepung beras 2 cm.

7. Pasang statif dan ring untuk mengadsorpsi larutan minyak jelantah.


8. Tuangkan larutan minyak jelantah ke dalam semua botol bekas yang telah
dirangkai dengan statif dan ring 7.
9. Amati hasil adsorpsi dari tiap masing-masing adsorben pada botol bekas.
10. Minyak hasil regenerasi ditampung di wadah yang berbeda untuk pengujian
selanjutnya

b. Pengukuran Densitas/Kerapatan Minyak Hasil Regenerasi

Pengukuran kerapatan minyak goreng hasil regenerasi dilakukan dengan


mengukur massa dari minyak goreng dibagi dengan volume minyak goreng.
Massa minyak goreng dihitung dengan menggunakan timbangan, sedangkan
volume minyak goreng dihitung dengan menggunakan gelas ukur.
Densitas () = massa/volume
c. Pengukuran Viskositas Minyak Hasil Regenerasi
Pengukuran viskositas yaitu dengan menggunakan viskosimeter Ostwald.
Penetapannya dilakukan dengan jalan mengukur waktu yang diperlukan untuk
mengalirnya minyak goreng dalam pipa kapiler dari a ke b.
Minyak goreng dimasukkan ke dalam viskosimeter yang diletakkan pada
termostat. Minyak kemudian dihisap dengan pompa sampai di atas tanda a. Cairan
dibiarkan mengalir ke bawah dan waktu yang diperlukan dari a ke b dicatat
menggunakan stopwatch. Viskositas dari minyak goreng dihitung sesuai
persamaan Poiseuille.
d. Pengukuran Indeks Bias Minyak Hasil Regenerasi
Lensa refraktometer dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan kapas yang telah
dibasahi. Alirkan air melalui refraktometer agar alat berada pada suhu pembacaan.
Kemudian dicoba mengukur indeks bias air suling terlebih dahulu.
Minyak yang akan ditetapkan indeks biasnya diteteskan pada lensa
prisma dengan pipet tetes.
Setelah terlihat adanya perbedaan terang dan gelap, kemudian bacalah besarnya
indeks bias pada angka yang ditunjukan oleh skala. Setelah terlihat

jelas adanya perbedaan terang dan gelap pembacaan dilakukan


beberapa kali dan setiap pembacaan hanya boleh dilakukan apabila suhu dalam
keadaan stabil. Angka rata-rata dari pembacaan adalah Indeks bias bahan.
BAB IV
ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN
1.1 Anggaran
No
1
2
3
4
5
6

Anggaran
Botol
Sabut kelapa
Arang
Uji Viskositas
Uji Indeks bias
Peminjaman alat

Satuan
7
10 kg
5 kg
6
6
1 set

Harga per satuan


10.000
5000
5000
50.000
200.000
500.000

Total

Jumlah
70.000
50.000
25.000
300.000
1.200.000
500.000

Ket

2.245.000

1.2 Jadwal Kegiatan


No

Kegiatan
Persiapan alat dan bahan

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5


Minggu

Uji Regenerasi Minyak

1-2
Minggu

Uji Densitas

3
Minggu

Uji Viskositas

3
Minggu

Uji Refrakometer

4
Minggu
4

Pengolahan Data Penelitian

Minggu

Studi Pustaka

1
Minggu
2-3

Pembahasan

Minggu
1-3

Draft Laporan Lengkap 1

Minggu
2

Draft Laporan Lengkap 2

Minggu

Finalisasi Laporan

2
Minggu
3-4

Pengiriman Laporan Resmi

Minggu
1-2

PENUTUP
Sebagaimana telah dinyatakan dalam bab-bab sebelumnya, peneliti ingin menekankan
betapa pentingnya penelitian ini untuk dilakukan. Bukan saja menyangkut pencapaian hasil
penelitian ilmiah seperti yang tertera dalam tujuan, tetapi juga akan membawa manfaat yang
besar berupa peningkatan kualitas minyak jelantah sehingga mampu memperbaiki derajat
kesehatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Hati-hati Bagi yang Hobby Makan Gorengan. Fk.unair.ac.id.


Anonim. 2012. Modul I : Daur Ulang Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah)
Anonim. 2012. Percobaan Kimia Anorganik 1 : Adsorpsi dengan Menggunakan Zeolit, Batu
bata, dan Arang.
Anonim. 2012. Geologi dan Potensi Bahan Galian Industri.
Anonim. 2012. Industri Serat Sabut Kelapa.
Anonim. 2012. Bahaya Pencemaran Logam Berat pada Air.
Hartini, Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari
Sabut Kelapa. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah :
Jakarta
Munarso, S. Joni, dkk. 2004. Perubahan Sifat Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras
Akibat Proses Modifikasi Ikat-Silang. Fakultas Teknologi Pertanian IPB : Bogor
Putra, Sinly Evan. 2008. Kelapa sebagai Bioindusri Potensial Indonesia.
Rosita, Alinda Fitriani dan Wenti Arum Widasari. 2009. Peningkatan Kualitas Minyak
Goreng Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif.
Sutiah, K, dkk. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter Viskositas dan Indeks
Bias. Jurusan Fisika FMIPA UNDIP : Semarang
Wijayanti, R. 2009. Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak
Goreng Bekas. Departemen Kimia Fakultas MIPA IPB : Bogor
Winarni, dkk. 2012. Penetralan dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas menjadi Minyak Goreng
Layak Konsumsi. Jurusan Kimia FMIPA UNNES:
Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari
Sabut Kelapa. Universitas Muhammadiyah: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai