Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah


Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan
beberapa elemen lainnya, termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja
berkisar antara 0.2% hingga 1.5% berat sesuai grade-nya. Elemen berikut ini
selalu ada dalam baja: karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil
oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan
untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan,
nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium. Dengan
memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis
kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice)
atom besi. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan
kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain
membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
Perlakuan permukaan untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanis baja
karbon rendah sering dilakukan baik pada industry kecil maupun besar. Salah satu
metode perlakuan permukaan terhadap baja karbon rendah adalah proses
karburizing. Penelitian ini bertujuan mengungkap pengaruh fraksi berat pada
proses karburizing dengan tempurung arang kelapa , yaitu proses penambahan
karbon pada permukaan baja karbon rendah yang diikuti dengan proses
pengerasan permukaan.kemudian dilakukan pengujian komposisi dan foto micro.

Karburising adalah sebuah proses penambahan unsur Karbon pada


permukaan logam dengan cara difusi untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Pada umumnya proses karburisasi diikuti dengan perlakuan Pendinginan
Cepat (quenching) untuk meningkatkan kekerasannya sehingga permukaan logam
menjadi lebih tahan aus. Metode proses ini dibedakan menurut media
karburasinya yaitu gas, cair dan padat. Proses karburisasi telah dikembangkan
sedemikian rupa menggunakan teknologi canggih, misalnya metode karburisasi
cair sistem vakum untuk pembuatan roda gigi helix. Namun demikian, karburisasi
padat yang merupakan metode yang paling sederhana masih digunakan pada
industri-industri kecil di Indonesia. Misalnya untuk penyepuhan pisau yang
memanfaatkan arang tempurung kelapa.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah baja S45C dengan kadar karbon 0,45% yang
merupakan baja karbon sedang. Bahan berbentuk silinder pejal dengan diameter
25 mm dan panjang 200 mm. Proses karburizing menggunakan variasi komposisi
0, 7, 9, dan 14% berat dilanjutkan dengan proses pendinginan menggunakan air.
Kemudian dilakukan foto mikro serta pengujian kekerasan Rockwell.
B. Batasan Masalah
Mengingat sangat kompleknya permasalahan dalam proses pengelasan,
maka disini kami perlu membatasi permasalahan agar pembahasan lebih terfokus.
Batasan batasan itu antara lain adalah :
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja S 45C standar JIS Z
2201 : 1998 Panjang = 200mm, Diameter = 20mm.

2. Menggunakan arang tempurung kelapa sebagai media penambah unsur


karbon dengan komposisi 0, 7, 9, dan 14% berat.
3. Variasi suhu Heat Treatment 1000oC di pertahankan selama 2 jam dalam
tungku oven.
4. Pengujian yang dilakukan yaitu : Pengujian Tarik, Pengujian Matrik,
Pengujian Komposisi Kimia dan Pengujian foto mikro.

C. Rumusan Masalah.
Didalam perumusan masalah ini yang menjadikan perhatian adalah :
1. Adakah perubahan komposisi material pada baja S45C akibat penambahan
karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa?
2. Adakah perbedaan nilai kekuatan pada baja S45C akibat penambahan karbon
(carburizing) dengan arang tempurung kelapa?
3. Adakah perbedaan struktur mikro baja S45C akibat penambahan karbon
(carburizing) dengan arang tempurung kelapa ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perubahan komposisi material pada baja S45C akibat
penambahan karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa.
2. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekuatan pada baja S45C akibat
penambahan karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa.
3. Untuk mengetahui perbedaan struktur mikro baja S45C akibat penambahan

karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa.


E. Manfaat Penelitian
Dengan melalui pengujian laboratorium diharapkan adanya manfaat yang
diambil dari penelitian ini yaitu :
1. Pengembangan Akademis.
Penyusun dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari dan dapat
memberikan kontribusi dalam perkembangan pengetahuan tentang las, dan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat memberi manfaat kepada
kalangan akademis sebagai referensi pengembangan penelitian selanjutnya.
2. Pengembangan Industri.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian atau
informasi bagi dunia perindustrian khususnya pengetahuan bahan, perlakuan
panas dan pengujian bahan yang menggunakan bahan utamanya baja S45C.

F. Sistematika Penelitian
Penulisan laporan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
BAB I

: PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian dan Sistematika penulisan.

BAB II

: LANDASAN TORI DAN TINJAUAN PUSTAKA


Berisi teori - teori yang diperoleh dari kajian teori,
kerangka

berpikir

yang merupakan

jembatan

penghubung antara teori ysng dikemukakan dengan


hipotesis yang diajukan, dan hipotesis yang merupakan
jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian.
BAB III

: METODOLOGI PENELITIAN
Berisi

tentang

metode

penelitian

percobaan, metode pengumpulan

atau

rancangan

data, instrumen

penelitian,waktu penelitian dan teknik analisa data yang


dipergunakan dalam penelitian.
BAB IV

: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berisi tentang hasil penelitian yang berupa data, deskripsi
data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan serta
analisanya, dan pembahasan.

BAB V

: PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan hasil analisa dari penelitian
yang berkaitan dengan tujuan penelitian tersebut dan
disertai saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Karakteristik Baja karbon
a. Struktur Besi Murni
Struktur logam terdiri atas butir kristal yang saling mengikat kuat satu
sama lain dalam bentuk dan ukuran yang berlainan. Kristal-kristal tersebut
terdiri dari bagian-bagian terkecil suatu unsur atom. Atom besi tersusun di
dalam

sebuah kisi ruang, dimana terdiri atas jaringan berbentuk kubus.

Peletakan atom dalam kubus dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1). Besi alfa (besi )
Delapan atom berada pada pojok kubus dan sebuah atom ke sembilan
ditengahnya (di pusat ruang). Susunan atom ini disebut juga kubik
pemusatan ruang (body centered cubic). Sampai temperatur ruangan 708
C, besi bersifat magnetis. Mulai 768 C sampai 911 C, body centered
cubic (bcc) menjadi tidak magnetis lagi (Alois Schonmetz dkk, 1985).
2). Besi gamma (besi )
Pada temperatur 911 C ikatan kubik pemusatan ruang berubah
menjadi

besi kubik pemusatan sisi (face centered cubic). Pada

setiap sudut kubus terdapat satu atom dan enam atom lainnya berada di
tengah ke enam bidang sisi kubus. Jadi sebuah kubus terdapat empat belas
atom.

3). Besi delta (besi )


Temperatur 1392 C besi yang berpusat sisi (fcc) berubah kembali
menjadi kubik pemusatan ruang (bcc) yang disebut besi . Namun besi
terakhir ini mempunyai jarak atom yang lebih besar.
b. Baja Karbon
Baja merupakan paduan dari unsur besi ( Fe ), karbon ( C ), di samping
itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon
(Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi.Baja dapat dibentuk
melalui pengecoran, pencanaian atau penemperan. Karbon merupakan salah satu
unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja
merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam teknik, dalam bentuk
plat,pipa,batang,profil

dan

sebagainya.

Secara

garis

besar

baja

dapat

dikelompokan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan.. Sifat baja pada
umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro.
Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan
komposisi baja.
Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang
dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu panas. Perbedaan
prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara
mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi
tiga macam, ( Samsul arifin , 1982) yaitu:
1). Baja karbon rendah

Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran
baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena
kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,30 %C. Baja karbon rendah
tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk
membentuk struktur martensit
2). Baja karbon sedang ( medium ).
Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C - 0,6%C (medium carbon
steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk
dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai.
Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan
baja karbon rendah
3). Baja karbon tinggi ( H.C.S )
Baja karbon tinggi mengandung 0,7%C - 1,5%C dan memiliki kekerasan
tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak
tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan
regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan
perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang
optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja
menjadi getas.
Sifat mekanik baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon
dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 2 bentuk utama kristal saat
karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu :

1). Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik
bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak,
ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja
yang menahan beban karena kekuatannya kecil.
2). Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan
karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari
serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip
lamel.
Diagram besi carbon adalah diagram keseimbangan antara besi dengan
zat arang yang dapat bersenyawa menjadi Fe3C ( karbid besi ), sehingga karena
itu diagram besi carbon disebut juga diagram keseimbangan besi carbide besi
atau diagram Fe-Fe3C ( lihat gambar 1 ) .
Persenyawaan besi dengan zat arang yang menjadi Fe 3C, pada waktu masih cair
disebut karbid besi tetapi sesudah menjadi padat disebut sementit dan
persenyawaan ini mengandung zat arang ( C ) sekitar 6.67 %.

Gambar 1 Diagram Fase Fe-Fe3C

10

Pada diagram besi carbon terdapat beberapa fase yang terjadi pada
campuran besi carbon pada waktu terjadi pendinginan atau pembekuan. Adapun
fase-fase yang terjadi pada campuran besi carbon adalah sebagai berikut :
1) Besi delta (

) : Besi Delta merupakan larutan carbon pada besi dengan sel

satuan kubus berpusat badan. Fase ini terjadi antara temperature 1400 0C
sampai 15350C ( temperature cair ), yang mengandung zat arang 0.1%C ( titik
B ) dan sepanjang garis BD besi delta mengandung zat arang 0.5 % C.

2) Austenite : Austenite disebut juga besi gama (

) yaitu larutan padat dari

carbon pada besi dengan sel satuan kubus berpusat sisi/muka. Fase ini terjadi
diatas temperature 7230C tetapi dengan adanya unsur-unsur Mn dan Mi pada
baja campur, maka austenite dapat terjadi pada temperature kamar . Sifat-sifat
dari baja austenite adalah lunak, tidak magnetis dan dapat ditempa.
3) Ferrite : Ferrite disebut juga besi alpha (

) yang merupakan larutan carbon

pada besi murni dengan sel-sel satuan kubus berpusat badan ( cc ). Fase ini
terjadi dibawah temperatur 9100C dan pada temperatur 7230C

adalah

merupakan larutan carbon maksimum pada ferrite dengan mengandung


0.0250C . Sifat-sifat dari baja austenite adalah lunak, liat ,magnetis dan sangat
baik untuk ditempa.
4) Cementite : Cementite disebut juga karbid besi atau Fe 3C yang mengandung
3.67% . Sifat-sifat dari besi ini adalah keras, rapuh dan magnetis sampai
pemanasan 2100C tetapi diatas temperatur 2100Cbesi ini tidak magnetis lagi.

11

5) Pearlite : Pearlite adalah merupakan campuran eutektoid dari ferrite dan


cementite yang mengandung 0.83%C . Fase ini terjadi di bawah temperature
7230C . Sifat-sifat dari besi ini adalah lebih keras dan lebih kuat dari pada
ferrite tetapi kurang liat dan tidak megnetis.
6) Ledeburite : Ledeburite adalah campuran eutectoid dengan cementite yang
mengandung 4.3%C. Fase ini terjadi dibawah temperature 723 0C. Sifat-sifat
besi ini adalah rapuh dan keras.
2. Perlakuan Panas ( Heat Treatment )
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam. Baja dapat
dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat, atau baja
dapat dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut. Melalui perlakuan
panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihasilkan, besar butir diperbesar atau
diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan
yang keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas
yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi
kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan sifat-sifat fisis
Perlakuan panas menurut B.J.M Beumer (1980: 20) adalah proses
memanaskan bahan sampai suhu tertentu dan kemudian didinginkan menurut
cara tertentu. Tujuan dari pengerjaan panas itu adalah untuk memberi sifat yang
lebih sempurna kepada bahan. Langkah pertama dalam setiap proses laku panas
memanaskan sampai suhu tertentu, lalu menahan beberapa saat pada temperatur
itu, kemudian didinginkan dengan laju pendinginan terntentu. Selama proses

12

pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa perubahan struktur mikro,
fase, bentuk atau ukuran butir kristalnya, dan perubahan tadi akan menyebabkan
terjadinya perubahan sifat dari logam tersebut. Jadi untuk dapat mempelajari
proses laku panas maka perlu dihayati beberapa hal mengenai struktur mikro dan
sifat-sifatnya, terutama yang berkaitan dengan transformasi yang dialami selama
proses pemanasan dan pendinginan. Pada logam atom-atomnya tersusun teratur
menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal. Pada umunya kristal logam
mempunyai susunan atom tertentu, yaitu kristal yang tersusun dari multiplikasi
bentuk sel satuan Body Centered Cubic (BCC), Face Centered Cubic (FCC),
Hexagonal Closed Pack (HCC), dan bentuk susunan kristal yang lain.
Besi (Fe) memiliki struktur yang berbeda pada suhu yang berlainan, sifat ini
disebut alotropi (B.H Amstead, 1979: 19). Pada temperatur kamar atom atom besi
tersusun menurut pola Body Centered Cubic (BCC) atau dinamakan besi alpha,
bila dipanaskan pada temperature 9110 C bertransformasi menjadi pola Face
Centered Cubic (FCC) atau besi delta dan selanjutnya akan mencair pada 1536 o
C. pada pendinginan kembali akan terjadi proses yang sebaliknya, dari besi cair
membeku menjadi besi delta pada 15360 C, lalu pada suhu 13920 C berubah
menjadi besi gamma yang akhirnya menjadi besi alpha pada temperatur 911 0 C.

13

Gambar 2 Struktur Kisi ruang Atom Besi, Body Centered Cubic


Face Centered Cubic, Hexagonal Closed Pack
Proses perlakuan panas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu proses laku
panas yang menghasilkan struktur yang seimbang (ekuilibrium) dan proses
perlakuan panas yang menghasilkan kondisi yang tidak seimbang (nonekuilibrium).
Pada proses perlakuan panas yang ekuilibrium, baja dipanaskan pada suhu
tinggi maka akan berubah dari susunan besi alpha menjadi susunan besi gamma.
Dan seluruh unsur karbon yang terkandung di dalam baja akan menyebar ke
seluruh strukturnya untuk membentuk larutan padat austenit. Ketika baja
didinginkan secara lambat maka akan berubah kembali menjadi susunan besi
alpha. Baja tersebut hanya mengandung sedikit unsure karbon dalam larutan
padat yang berbentuk ferit sewaktu baja dalam kondisi seimbang.
Pada proses perlakuan panas yang non-ekuilibrium, baja yang dipanaskan
pada suhu tinggi sehingga susunannya akan berubah dari besi alpha menjadi besi
gamma. Pada kondisi besi gamma, besi mempunyai struktur austenit, sehingga
ketika besi didinginkan secara cepat dari struktur ini, karbon dalam besi akan
mengendap dalam lapisan untuk membentuk larutan padat yang mengandung
banyak karbon dalam besi alpha yang disebut martensit. Martensit mempunyai
struktur yang sangat halus seperti jarum. Disamping itu mempuyai sifat yang
sangat kuat dan keras, tetapi sangat rapuh.
Pengerjaan panas yang paling umum digunakan adalah:

14

a. Annealing : adalah proses pelunakan, sehingga baja yang keras dapat


dikerjakan melalui pemesinan atau pengerjaan dingin. Hal ini dilakukan
dengan memanaskan baja di atas suhu kritis, dibiarkan sampai suhu merata
dan diikuti dengan pendinginan secara perlahan sambil dijaga agar suhu di
bagian luar dan dalam kira-kira sama.
b. Normalizing : adalah proses pemanasan suatu baja yang bertujuan untuk
menghilangkan tegangan dalam dari suatu baja, disamping itu juga bertujuan
untuk mendapatkan susunan baja yang homogen dengan temperature kritis
maksimum 850 o C dan kemudian didinginkan secara perlahan di udara.
c. Hardening : adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas
daerah kritis diikuti dengan pendinginan yang cepat untuk memperoleh
struktur martensit.
d. Karburising : adalah proses pemanasan baja pada temperatur 825 950 o C
dalm lingkungan yang menyerahkan karbon lalu dibiarkan beberapa lamanya
pada suhu ini, dan kemudian didinginkan. Tujuan dari karburising adalah
untuk memperoleh lapisan keras dipermukaan benda kerja, sedangkan intinya
tetap ulet.
e. Tempering : adalah proses perlakuan panas terhadap baja yang bertujuan
untuk mendapatkn struktur yang stabil dan lebih ulet dengan jalan
memanaskan bahan yang telah dikeraskan pada temperatur dan waktu yang
cocok. Temperatur dan waktu yang dibutuhkan berbeda tergantung dari sifat

15

dan ukuran bahan, sehingga kalau dilakukan proses yang tidak cocok untuk
suatu bahan, maka tujuan dari perlakuan panas ini tidak akan tercapai.
f. Nitriding : adalah proses pengerasan permukaan, dimana baja dipanaskan
sampai sekitar 510 o C di lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu.
Nitrogen yang diserap baja akan membentuk nitrida yang keras dan tersebar
merata pada permukaan baja.
g. Flame hardening : dasar dari proses pelakuan panas ini adalah pemanasan
yang cepat dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Tebal lapisan yang
mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama
proses pengerjaan tidak ada penambahan unsur-unsur lainnya. Pemanasan
dilakukan dengan nyala oksi asitilen yang dibiarkan memanasi permukaan
logam sampai mencapai suhu kritis
h. Induction hardening : adalah pemanasan baja dengan arus bolak-balik
berfrekuensi tinggi 500.000 Hz yang dilakuan dengan cepat, kemudian
dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Kekerasan yang diperoleh
melalui pengerasan induksi sama dengan pemanasan dan tergantung dari
kadar karbon
Namun dalam penelitian yang akan kami lakukan hanya membatasi pada
karburizing.
3. Penambahan Karbon (Carburizing)

16

Karburasi adalah sebuah proses penambahan unsur Karbon pada


permukaan logam dengan cara difusi untuk meningkatkan sifat fisis dan
mekanisnya. Proses karburasi ini biasanya dilakukan pada baja karbon
rendah yang mempunyai sifat lunak dan keuletan tinggi. Mengeraskan
permukaan dengan menggunakan cara karburasi adalah cara pengerasan
yang paling tua dan ekonomisKarena pada proses pengerasan ini hanya
merubah komposisi kimia dari baja karbon tersebut.
Penambahan karbon pada baja dilakukan menggunakan tiga cara
yaitu: proses solid atau pack carburizing, proses liquid carburizing dan proses
gas carburizing.
a. PACK CARBURIZING
Pack carburizing adalah proses di mana karbon monoksida yang berasal dari
senyawa padat terurai pada permukaan logam menjadi karbon baru lahir dan
karbon dioksida. Karbon baru lahir diserap ke dalam logam, dan karbon
dioksida segera bereaksi dengan bahan karbon hadir di kompleks karburasi
solid untuk menghasilkan karbon monoksida segar. Pembentukan karbon
monoksida ditingkatkan oleh energizer atau katalis, seperti barium karbonat
(BaCO3), kalsium karbonat (CaCO3), kalium karbonat (K2CO3), dan
natrium karbonat (Na2CO3), yang hadir di kompleks karburasi.
Ini energizer memfasilitasi pengurangan karbon dioksida dengan karbon
untuk membentuk karbon monoksida. Dengan demikian, dalam sistem
tertutup, jumlah energizer tidak berubah. Karburasi terus asalkan cukup
karbon hadir untuk bereaksi dengan karbon dioksida berlebih.
Pack karburasi tidak lagi menjadi proses komersial utama. Ini telah terutama
karena digantikan dengan gas lebih terkendali dan kurang padat karya dan

17

proses karburasi cair. Namun, setiap biaya gas keunggulan tenaga kerja
karburasi atau karburasi cair mungkin memiliki lebih karburasi paket dapat
dinegasikan harus benda kerja memerlukan langkah-langkah tambahan seperti
pembersihan dan penerapan lapisan pelindung di karburasi operasi stopoff.
Masalah lingkungan juga menyebabkan pengurangan penggunaan karburasi
pak.
Komponen yang akan dikarburisasi ditempatkan dalam kotak yang berisi
media penambah unsur karbon atau mediaKarburasi. Dipanaskan pada suhu
austenisasi (842953 0C). Akibat pemanasan ini, media karburasi akan
teroksidasi

menghasilkan

gas

CO2

dan

CO.

Gas CO akan bereaksi dengan permukaan baja membentuk atom Karbon


yang kemudian berdifusi ke dalam baja..

Gambar 3 Proses Pack carburizing


b. Medium cair atau Liquid carburizing
Liquid carburizing (karburasi cair), baja dipanaskan di atas temperatur Ac1
dalam dapur garam cyanida sehingga karbon dan sedikit nitrogen dapat
berdifusi kedalam lapisan luar. Proses ini mirip dengan cyanida, hanya

18

disini

kulit

luar mempunyai kandungan karbon yang lebih tinggi dan

nitrogennya lebih rendah.

Gambar 4 Proses Liquid carburizing


c. Medium gas atau Gas carburizing
Gas carburizing (karburasi gas), adalah penambahan karbon dengan
menggunakan media gas seperti gas alam atau hidro-karbon dan propan
(gas karbit). Metode ini digunakan untuk penambahan karbon untuk
komponen mesin yang berukuran kecil yang dapat didinginkan langsung
setelah pemanasan dalam dapur.

Gambar 5 Proses gas carburizing

19

4. Pengerasan ( Hardening )
Menurut (B.H.Amstead 1995:144) Pengerasan adalah proses pemanasan
baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan
yang cepat. Pengerasan baja termasuk heat treatment baja yang disebut juga
penyepuhan ( quenching ) dari pada baja. Pengerasan terbagi atas 3 macam
yaitu : pengerasan regangan ( strain hardening ), pengerasan presifitasi
( precipitation-hardening ) dan pengerasan kulit ( case hardening ) . Untuk
mempermudah pengertian tentang pengerasan baja, maka dalam tulisan

ini

seluruhnya dinamakan pengerasan/mengeraskan.


Untuk menjelaskan tentang pengerasan baja , maka diadakan peninjauan
pada diagram besi carbon ( Fe-C ), dimana garis-garis kritis yang terjadi pada
baja adalah seperti terlukis pada diagram ( lihat gambar 1 )
Pengerasan baja dilakukan dengan jalan memanaskan baja pada
temperature 300C 500C diatas garis A1 atau sampai menjadi austenite yang
homogen. Setelah baja dipanaskan sampai pada temperature diatas, kemudian
dicelupkan/dimasukan ke dalam air, minyak atau bahan pendingin lain yang
penggunaannya tergantung pada kekerasan baja yang diinginkan.
Pada pengerasan baja, pencelupan yang dilakukan ke dalam air dan
sebagainya adalah bermaksud untuk mendinginkan baja dengan cepat atau
austenite didinginkan secara cepat, sehingga tidak ada waktu yang cukup bagi
atom-atom carbon yang telah larut pada pada austenite untuk mengadakan difusi
membentuk cementite dan ferrite. Pendinginan yang dilakukan secara cepat akan

20

membuat austenite berobah dalam structur yang sangat keras yang disebut
martensite.

Gambar 6 Diagram besi-Karbida besi parsial ( Amstead,1995:136 )

Pada diagram baja hypo dan eutectoid terdapat beberapa daerah yang
terdapat pada diagram sebagai berikut : A daerah austenite A+F daerah daerah
austenite dan ferrite, A+F+P daerah austenite, ferrite dan pearlite, F+P daerah
ferrite dan perrite dan parlite dan M adalah daerah martensisite. Garis-garis Ms
dan Mf adalah garis yang membatasi terjadinya martensite dan berakhir
pembentukan martensite ( lihat gambar 2). Diagram T-T-T dipengaruhi olah kadar
karbon yang etrdapat didalam baja, dimana pengaruh kadar karbon ini akan
menggeser letak diagram ke sebelah kanan, sehingga makin banyak % C diagram
makin bergeser kesebelah kanan dan demikian juga campuran unsur-unsur yang
lain seperti : Ni,Cr,Mn dan sebagainya.

21

Gambar 7 Diagram T-T-T S-Curve ( Syamsul Arifin 1982:100)


Tranformasi isothermal di atas titik B akan menghasilkan pearlite dan
makin tinggi diatas titik B tersebut pearlite yang dihasilkan makin kasar,
sedangkan trasnformasi dibawah titik B akan menghasilkan struktur lain yaitu
bainite disamping pearlite. Bainite adalah campuran antara ferrite dan cementite
dan bedanya banite dengan pearlite adalah bentuk baja yang dihasilkan, dimana
bainite bentuknya lebih halus dan pearlite lebih kasar. Tranformasi pembentukan
bainite ini dimulai dengan terbentuknya ferrite dan kemudian cementite.
Apabila

beberapa

potongan-potongan

baja

dipanaskan

sampai

membentuk structur austenitik, kemudin didinginkan dengan bermacam-macam

22

cara, maka pendinginan yang dilakukan tidak isothermal tetapi pendinginan terus
menerus ( lihat gambar 8 ). Pada gambar ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 8 Pendinginan Kontinu ( Syamsul Arifin 1982:103)

1. Pada

kurfa

menyatakan

pendinginan

dilakukan

didalam

dapur

( furnace ), dimana hasil pendinginan ini akan terbentuk struktur ferrite dan
pearlite yang disebabkan karena transformasi terjadi melalui daerah ferrite
dan pearlite.
2. Pada kurva 2 menyatakan pendinginan dilakukan dengan udara . dimana
hasilnya juga merupakan ferrite dan pearlite.
3. Pada kurva 3 menyatakan pendinginan dilakukan dengan minyak, dimana
hasil pendinginan juga merupakan ferrite dan pearlite . Perbedaan dari ketiga
kurva tersebut adalah pada halus kasar pearlite yang dihasilkan, dimana
seperti yang telah diterangkan dia atas bahwa pendinginan yang lambat

23

menghasilkan pearlite kasar dan pendinginan yang cepat akan membuat


pearliet lebih halus.
4. Pada kurva 4 menyatakan pendinginan dilakukan dengan air, dimana
pendinginan terjadi melalui daerah A + F dan A+F+P, dan hasil tranformasi
ialah martensite, ferrite dan pearlite. Pada pendinginan ini austenite tidak
seluruhnya berubah dan waktu melalui garis Ms masih berbentuk austenite,
hanya setelah melalui garis Mf structur akan berubah menjadi martensite.
5. Pada kuva 5 menyatakan pendinginan dilakukan dengan larutan NaOH dan
karena pendinginan yang terjadi tidak melalui daerah lain kecuali melalui
daerah austenite, maka hasil pendinginan seluruhnya adalah martensite.
Tiap-tiap pendingianan yang dilakukan pada setiap kurva-kurva yang
diatas mempunyai kecepatan pendinginan yang diukur dalam derajat/menit atau
derajat/detik. Pada kecepatan pendinginan yang minimal masih dapat
memberikan structur martensite seluruhnya yang disebut kecepatan pendinginan
kritis. Kurva pendinginan yang terjadi adalah menyinggung diagram S dan tidak
memotong diagram S.
Transformasi martensit terjadi karena atom-atom carbon tidak sempat
difusi ( terpencar ) untuk membentuk fase-fase yang stabil pada temperature
rendah yaitu fase ferrite dan cementite. Paduan-paduan baja yang mempunyai
kelarutan unsure yang tinggi pada temperature yang tinggi dan sangat rendah
pada tempertaur yang rendah dapat membuat trasformasi martensite, sehingga
tranformasi martensite adalah umum terjadi dan bukan terjadi pada baja saja.
Oleh karena martensite merupakan larutan padat yang lebih dari jenuh, maka

24

terjadi tegangan tegangan dalam yang

besar pada sel sel unitnya yang

disebabkan atom atom karbon, sehingga karena itu martensite ini sangat keras
yang dapat mencapai kekerasan maksimum Rc = 67 yang hamper menyamai
kekerasan cementite, kekerasan martensite ini selalu diikuti dengan kegetasan,
dimana makin keras martensite making etas. Kekerasan yang terjadi martensite
tergantung pada campuran unsure-unsur karbonnya , dimana makin tinggi
kandungan carbonnya, maka martensite makin keras ( Lihat gambar 9 )
Martensite sangat labil apabila dipanaskan sampai temperature 1000C,
dimana martensite akan berubah warnanya dari putih menjadi hitam karena mulai
terbentuk dan pertumbuhan ferrite dan cementite dalam bentuk yang halus sekali
dan makin tinggi temperaturnya makin besar butir-butir ferrite dan cementite
berbentuk butir-butir kecil bulat.

Gambar 9 Kekerasan Martensite( Syamsul Arifin 1982:105)

Pada setiap tranformasi martensite aka ada selalu austeniti yang tidak sempat
mengadakan tranformasi menjadi martensite yang disebut austenite sisa ( retain

25

austenite ). Austenite sisa ini mempunyai sifat yang lunak, sehingga untuk
memperlunak structur baja dan hal ini dapat dikurangi dengan melakukan heat
treatment tertentu.
5. Media Pendingin
Media pendingin yang lazim digunakan untuk mendinginkan spesimen
pada proses pengerasan baja karbon rendah dan karbon sedang yaitu air, dengan
alasan media pendingin tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk
memperoleh

hasil

yang

diharapkan.

Penggunaan

air

sebagai

media

pendingin cukup cepat sehingga terbentuk martensit .


Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacammacam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas
antara lain :
a. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai
usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan
bahan menjadi keras.
b. Minyak
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas
adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) benda
kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan
pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakar
atau solar.

26

c. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke
dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara
sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk kristal - kristal dan kemungkinan mengikat unsur - unsur lain dari
udara.
d. Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendingin

disebabkan

memiliki

sifat

mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan
garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada
permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.
e.

Kapur
Kapur adalah kapur non hidrolik dengan kadar Kalsiummonoxida yang tinggi
jika berupa kapur tohor ( belum berhubungan dengan air ) atau mengandung
banyak kalsium hydroxide jika telah disiram ( direndam dengan air )
Pada penelitian ini proses pendinginan hanya di batasi pada proses
pendinginan udara.
Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa
berbeda- beda, perbedaan kemapuan media pendingin di sebabkan oleh
temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin.

27

6. Komposisi Kimia Baja


Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C )
sampai dengan 1.5% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.5%,
maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).
Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal- hal
sbb:

Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik,

Keliatan / elongasi baja berkurang,

Semakin sukar dilas.


Oleh karena itu adalah penting agar kita dapat menekan kandungan

karbon pada kadar serendah mungkin untuk dapat mengantisipasi berkurangnya


keliatan dan sifat sulit dilas diatas, tetapi sifat kuat leleh dan kuat tariknya tetap
tinggi.
Penambahan unsur unsur ini dikombinasikan dengan proses heat
treatment akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi keuletan dan
keliatan, dan kemampuan khusus lainnya tetap baik. Unsur unsur tersebut
antara lain: Mangaan (Mn), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni) dan
tembaga (Cu). Tetapi proporsional pertambahan kekuatannya tidak sebesar
karbon. Pertambahan kekuatannya semata mata karena unsur tersebut
memperbaiki struktur mikro baja.
Pada pengujian komposisi kimia terdapat 3 spektometer, yaitu
-

Spektrometer Emisi

Spektrometer Metal Scan

28

Spektrometer WAS (Portabel Spektrometer)


Untuk memahami pengaruh komposisi kimia dan heat treat terhadap sifat

akhir baja, maka kita perlu menganal factor factor sbb:

Struktur mikro,

Ukuran butiran,

Kandungan nonlogam.

Endapan dipermukaan antar butiran.

Keberadaan gas gas yang terserap atau terlarut

a.

Struktur Mikro
Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola
tiga dimensi yang dinamakan dengan kristal. Kristal kristal yang berorientasi
(arah pengulangan / susunan ) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan
butir satu dengan yang lain pada suatu fasa tertentu dinamakan struktur

b.

mikro, contoh struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.
Ukuran Butir
Penghalusan butir baja akan menghasilkan:

Peningkatan kuat leleh (yield strength),

Perbaikan sifat keuletan (toughness) dan keliatan (ductility),


Penghalusan butiran dapat dilakukan dengan penambahan unsur niobium,

vanadium dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat
treatment.
c.

Kandungan Unsur-unsur Non Logam


Unsur unsur non-logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam
produk baja adalah Sulfur (S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur
tersebut bisa menurunkan keliatan (ductility) baja dan meningkatkan

29

kemungkinan retak pada sambungan las. Pada baja khusus mampu las,
kandungan kedua unsur diatas dibatasi kurang dari 0.05%.
d. Endapan Di Permukaan Antara Butiran
Unsur unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar
lain: timah (Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat
getas ini ditimbulkan oleh pengendapan atau berkumpulnya unsur unsur
diatas dibidang batas antar butir baja pada suhu 500 600o .
e. Keberadaan gas gas yang terserap atau terlarut
Baja yang mengandung gas gas terlarut dalam kadar yang tinggi
terutama: Oksigen (O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas.
Untuk mengurangi kadar gas tersebut biasa digunakan unsur - unsur yang
dapat mengikat kedua unsur gas diatas menjadi senyawa yang cukup ringan
sehinggan senyawa tersebut akan mengapung ke permukaan baja yang masih
panas dan cair. Unsur - unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan
unsur silicon (Si) dan atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai
Deoxidant.
7. Pengujian Struktur Mikro
Sifat-sifat fisis dan mekanik dari material tergantung dari struktur mikro
material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukan dengan
besar, bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana
mereka tersusun atau terdistribusi. Struktur mikro dari paduan tergantung
dari beberapa faktor seperti, elemen paduan, konsentrasi dan perlakuan panas
yang diberikan. Pengujian struktur mikro atau mikrografi dilakukan dengan
bantuan mikroskop dengan koefisien pembesaran dan metode kerja yang
bervariasi.

30

Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan


pengujian struktur mikro adalah:
a. Sectioning (Pemotongan)
Pemotongan ini dipilih sesuai dengan bagian yang akan diamati struktur
mikronya. Spesimen uji dipotong dengan ukuran seperlunya.
b. Grinding (Pengamplasan kasar)
Tahap ini untuk menghaluskan dan merataka permukaan spesimen uji yang
ditujukan untuk menghilangkan retak dan goresan.

Grinding dilakukan

secara bertahap dari ukuran yang paling kecil hingga besar.


c. Polishing (Pemolesan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang
mengkilap, tidak boleh ada goresan. Pada tahap ini dilakukan dengan
menggunakan kain yang telah diolesi autosol.
Hasil yang baik dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Pemolesan
Pemolesan sebaiknya dilakukan dengan satu arah agar tidak terjadi goresan.
2) Penekanan
Pengamplasan pada mesin amplas jangan terlalu ditekan. Apabila terlalu
ditekan maka arah dan posisi pemolesan dapat berubah dan kemungkinan
terjadi goresan-goresan yang tidak teratur.
d. Etching (Pengetsaan)

31

Hasil dari proses pemolesan akan berupa permukaan yang mengkilap


seperti cermin. Agar struktur terlihat jelas maka permukaan tersebut dietsa.
Dalam pengetsaan jangan terlalu kuat karena akan terjadi kegosongan pada
benda uji.
e. Pemotretan
Pemotretan digunakan untuk mendapatkan gambar dari struktur mikro
dari spesimen uji setelah difokuskan dengan mikroskop. Pada gambar B
terlihat contoh A melalui mikroskop.

Gambar 10. Pemeriksaan Benda Uji dengan Mikroskop Metalurgi


Keterangan: A contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop
metalurgi, B penampilan contoh melalui mikroskop.
Suatu logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada
komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.
Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro
yang berbeda, dan sifat mekaniknyapun akan berbeda. Ini tergantung pada
proses pengerjaan dan proses laku-panas yang diterima selama proses
pengerjaan. Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan mikroskop, dengan
prinsip seperti ditunjukkan Gambar

32

Gambar 11. (a) Prinsip dan komponen mikroskop metalurgi dan


pencahayaan dari sistem optik , obyek dan penampakannya, (b) Penampakan
butir yang telah dipolis dan dietsa menggunakan mikroskop optic.
Baja (steel) merupakan paduan Fe dan C dengan kandungan karbon kurang
dari 2,1 %. Besi murni sering disebut ferit (Gambar 5.2(a). Baja itu sendiri
menurut kandungan karbonnya terbagi menjadi yaitu baja hipotektoid dan baja
eutektoid
Hipereutektoid (Gambar, (b), (c), dan (d)). Pada suhu ruang,baja
hipotektoid

(kandungan karbon kurang dari 0,77%) terdiri dari butir-butir

kristal ferrit clan perlit. baja hipereutektoid berupa jaringan sementit dan perlit,
sedangkan untuk baja eutektoid terdiri dari perlit eutektoid.

33

Gambar 12. Strukturmikro baja (a) ferit, C= 0 % pembesarn 95 X , (b)


Hipotektoid,C=0,38 % pembesaran 635 x, (c) Perlit pembesaran500 X, dan
(d) Hipereutektoid C=1,0 % pembesaran 1000 X.
Dalam suatu proses laku panas, transformasi austenit pada pendinginan
memegang peranan penting terhadap sifat baja.yang dikenai suatu proses laku
panas. Austenit dari baja hypoeutektoid bila didinginkan dengan lambat maka
pada temperatur kamar akan berstruktur mikro ferit (proeutektoid) dan struktur
yang berlapis-lapis (lamellar) terdiri dari ferrit dan sementit, yang disebut perlit
(pearlite). Semakin tinggi kadar karbon dari baja ini makin banyak jumlah
perlitnya dibandingkan dengan jumlah ferritnya, clan struktur akan terdiri dari
perlit seluruhnya pada baja dengan komposisi eutektoid (baja eutektoid, 0,77 %
C).

34

Transformasi dari austenit menjadi perlit terjadi karena perpindahan atomatom secara diffusi, karenanya akan memerlukan waktu lama. Dengan
pendinginan lambat akan tersedia cukup waktu berlangsungnya diffusi sehingga
dapat terbentuk perlit yang lamellar. Bila pendinginan agak cepat maka tidak
lagi cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh transformasi pada temperatur
eutektoid A1. Transformasiakan berlangsung pada temperatur yang lebih rendah,
dan pada temperatur yang lebih rendah ini gerakan atom-atom (diffusi) menjadi
lebih terbatas, sehingga lebar lamel menjadi lebih kecil dan butiran-butiran
kristal yang terjadi akan lebih kecil/halus. Bahkan bila pendinginan berlangsung
lebih cepat lagi akan dapat terbentuk struktur mikro yang berbeda dari apa yang
terbentuk pada pendinginan lambat yaitu menjadi fasa martensit yang bersifat
mekanis sangat keras tetapi getas (Gambar)

Gambar 13. Struktur Martensit, 200X


Dalam diagram Fe-Fe3C di atas paduan Fe dan C dimana kandungan karbon
lebih besar dari 2,1 % sampai dengan 6,57 % , maka disebut besi cor . Besi cor

35

bermacam-macam jenisnya tergantung dari proses dan sifat mekanisnya. Seperti


ditunjukkan oleh Gambar

Gambar 14. (a) Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih, matriks
perlit, 500 x,b) Besi cor nodular, 200 x, (c) besi cor putih, 400 x, (d) besi cor
malleabele, 150 x

8. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian
tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan
pada bagian ini diukurkan panjang uji (gauge length), yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Pada bagian inilah yang selalu
diukur panjangnya dalam proses pengujian.

36

Dasar yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material
adalah kurva tegangan dan regangan. Donan (1952) menyatakan, The parameters
Which are used to describe the stress - strain curve of metals are the tensile
strength, yield strength, percent elongation and reduction of area. Dari
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa komponen-komponen utama dari
kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength), tegangan luluh dari
material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang.
Untuk melaksanakan percobaan tarik kita membutuhkan batang tarik.
Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari bahan
yang akan diperiksa untuk melaksanakan pengujian tersebut sebagai acuan adalah
standart JIS Z2201 : 1998 .Batang percobaan ini diikat antara dua kepala
pengikat bangku tarik . Dengan memberikan gaya tarik yang makin membesar,
batang akan bertambah panjang dan bertambah mengecil dan akhirnya putus .
Sekarang ada kemungkinan untuk mengukur pada tiap saat dari percobaan, gaya
dan perpanjangan bersangkutan. Agar hasil berbagai percobaan dapat
dibandingkan, kita harus menentukan bukan gaya akan tetapi tagangan dan bukan
perpanjangan akan tetapi tegangan. Dengan tegangan kita artikan gaya tiap
satuan luas . Untuk menghitung regangan kita harus membagi gaya dengan luas
penampang batang.

Luas
Tegangan =

gaya
penampang

semula
atau

F
Ao

( 2.3 )

Agar diperhatikan, bahwa untuk luas penampang kita selelu mengambil luas
penampang semula. Tegangan yang dihitung kita sebut tegangan nominal .

37

Dengan regangan kita artikan perpanjangan pada tiap satuan panjang, yang
diucapkan atau tidak dalam persen. Untuk menghitung regangan, perpanjangan
harus dibagi dengan ukuran panjang batang yang semula dan angka ini diakalikan
atau tidak dengan 100%.
perpanjangan
panjang semula

Regangan =

x 100% atau

L
Lo

x 100%

( 2.4 )

Pada waktu percobaan hubungan antara tegangan dan regangan dapat


digambarkan dalam diagram tegangan regangan . Dari diagram penting seperti itu
dapat dibaca berbagai sifat dari bahan bersangkutan, sebagai berikut :
a. Modulus-kenyal
Bagian pertama dari diagram tegangan-regangan adalah bergaris lurus. Ini
berarti bahwa tegangan meningkat berbanding lurus dengan regangan.
( Hukum Hook ). Bagian lurus ini dalam diagram kita sebut garis modulus.
Sudut yang dibuat garis-modulus dengan garis harisontal, adalah tidak sama
untuk tiap bahan. Pada tegangan yang sama regangan bersangkutan akan
selalu berbeda untuk tiap bahan.
Besarnya sudut adalah ukuran untuk kekenyalan.Kekenyalan ini di
nyatakan dalam modulus kenyal , yang sama dengan tg
tegangan
regangan
Modulus kenyal
Dalam hal ini

= tg =

atau E = tg =

( 2.5 )

adalah perpanjangan tiap satuan panjang, tidak dinyatakan

dalam persen. Tegangan tertinggi, dimana masih ada perbandingan lurus

38

antara tegangan dan regangan, kita sebut batas perbandingan atau batas
proportionalitas.

b. Batas regangan
Jikalau percobaan tarik dalam bagian pertama dari diagram dihentikan,
batang akan mendapat kembali panjang semulanya. Bahan dalam bagian ini
adalah kenyal sempurna. Batang memegas kembali seluruhnya.

Gambar 15. Diagram Regangan


Regangan bersangkutan ini kita sebut regangan kenyal atau regangan

memegas

el. Tegangan tertinggi dimana masih ada regangan kenyal, kita

sebut batas kenyal E. Besar yang tepat dari batas kenyal sukar untuk
ditentukan . Apabila percobaan tarik dihentikan setelah melampoi batas
kenyal, maka batang akan mendapat suatu perpanjangan tetap. Regangan

seperti ini kita sebut regangan plastis atau regangan tetap

pl

Olah karena

batas kenyal adalah sukar untuk ditentukan, maka dalam praktek biasanya

39

diambil cukup dengan 0.2 batas regangan tetap

0.2

( Ra 0.2 ) 0.2 batas

regangan tetap adalah tegangan di mana terlihat suatu reagangan tetap sebesar
0.2%. 0.2 batas regangan tetap adalah tegangan dimana untuk baja terlihat
suatu gejala aneh . Dikala regangan lanjut, tegangan mendadak menurun,
untuk selanjutnya sedikit naik kembali. Goncangan tegangan berulang
beberapa kali. Gejala ini kita sebut pelumeran baja. Tegangan pada mana
baja mulai lumer, kita sebut batas lumer v ( Re ) 1 . Perhatikan : Dari logam,
dimana terjadi apa yang dinamakan pelumeran, sebagai pengganti 0.2 batas
regang tetap dan ditentukan batas lumernya untuk menyimpulkan pengertian
0.2 batas regang tetap dan pengertian batas lumer dalam satu kata, maka
dipergunakan sebutan batas regang R. Ini kita hitung darai gaya, yang
mengakibatkan 0.2% regang tetap atau dari gaya pada mana baja mulai
lumer, dibagi dengan luas penampang baja semula.
gaya
luas penampang semula

atau R

Batas regang =

Fr
Ao

( 2.6 )

c. Kekuatan tarik dan kekuatan putus.


Tegangan tertinggi yang terlihat pada waktu percobaan , kita sebut kekuatan
tarik

B ( R m ) 1. Ini kita hitung dari gaya terbesar pada percobaan

dibagi dengan luas penampang batang semula .


gaya terbesar
luas penanmpang semula

Kekuatan tarik =

atau B =

FB
Ao

( 2.7 )

40

Jikalau dalam pembicaraan sebelumnya dibicarakan mengenai tegangan maka


yang dimagsud adalah selalu tegangan nominal, artinya gaya dibagi luas
penampang semula dari batang percobaan. Olah karena batang dikala
percobaan tarik menjadi lebih mangecil, maka untuk menentukan tegangan
sesunguhnya kita harus membagi gaya dengan luas penampang batang
percobaan sesunguhnya pada saat itu. Hasil yang diperoleh yang diolah
secara grafik memberikan diagram garis putus-putus dalam gambar 02 dan
03. Tegangan sesungguhnya, dengan mana batang putus, kita sebut kekuatan
putus

F Ini kita hitung dengan membagi gaya pada saat putus dengan luas

penampang batang terkecil setelah putus.


gaya pada saat putus
luas penmapang terkecil setelah putus

atau F =

Kekuatan putus =
indek F dating dari kata Fin = Akhir.

FF
Au

(2.8 )

d. Regangan dan Pengentingan


Perpanjangan batang percobaan setelah putus yang dinyatakan dalam persen

dari panjang semula kita sebut regang

atau A.

perpanjangan setelah putus


panjang semula

Regangan =

x 100%

( 2.9 )

41

Lu Lo
atau

Lo
atau A =

x 100% ini sama dengan jumlah regangan tetap

atau regangan plastis. Pada pemberian keterangan keterangan regangan


atau A harus selalu diterangkan perbandingan

- Lo/d batang percobaan

.Perbandingan Lo/d yang bayak digunakan adalah 5 dan 10 ; batang


percobaan dengan perbandingan-perbandingan ini kita sebut batang dp 5 dan
batang dp 10 dan soal dari regangan yang diperoleh dengan batang percobaan
ini adalah A dp 5 dan A dp 10. Batang dp 5 lebih banyak digunakan untuk
percobaan baja dan paduan baja, batang dp 10 banyak digunakan untuk
percobaan logam non ferro dan padun non ferro.

Gambar 16. Digaram kekuatan tarik

42

Pada waktu percobaan batang tidak hanya bertambah panjang, akan tetapi
juga bertambah mengecil. Bahan akhirnya harus datang dari tempat lain.
Pengurangan luas penampang yang terjadi pada bagian pertama dalam
diagram hingga kekuatan tarik kita sebut kontraksi. Pengurangan luas
penampang, dalam diagram yang terjadi mulai kekuatan tarik, diperkuat
setempat dan ini kita sebut penggentingan. Pengurangan terbesar dari luas
penampang setelah putus yang dinyatakan dalam persen dari luas penampang
semula, kita sebut penggentingan =
pengurangan luas penampang terbesar setelah putus
luas penampang semula

x 100%

Ao Au
Ao

x 100%

( 2.10 )

Dengan demikian maka diperolah dari hasil pengujian tarik sifat-sifat


mekanik yang terpenting sebagai berikut :
1) Modulus kenyal adalah ukuran kekuatan suatu bahan. Suatu bahan
dengan modulus kenyal yang lebih besar kita sebut lebih kaku.Suatu
bahan dengan modulus kenyal yang lebih kecil kita sebut lebih lemah.
2) Batas-regang adalah ukuran untuk kekokohan suatu bahan . Suatu bahan
dengan batas regang yang lebih tinggi kita sebut lebih kokoh. Suatu bahan
dengan batas regang yang lebih rendah kita sebut kurang kokoh.

43

3) Kekutan tarik adalah ukuran untuk kekutan bahan. Suatu bahan dengan
kekuatan tarik yang lebih tinggi kita sebut lebih kuat. Suatu bahan dengan
kekuatan tarik yang lebih rendah kita sebut lebih lemah.
4) Regangan adalah ukuran untuk sifat bahan dibentuk dari suatu bahan.
Suatu bahan dengan regangan yang lebih besar kita sebut lebih dapat
dibentuk. Bahan dengan regangan yang lebih kecil kita sebut kurang
dapat dibentuk.
Diantara keempat sifat-sifat bahan yang penting tersebut diatas biasanya
terdapat hubungan umum sebagai berikut : Dengan peningkatan kekuatan,
kekokohan dan kekakuan meningkat, tetapi sifat dapat dibentuk mengurang
atau sebaliknya. Kita akan ternagkan dengan contoh-contoh berikut :
1) Dalam gambar bahan a lebih kuat, lebih kokoh dan lebih kaku, akan tetapi
lebih kurang dapat dibentuk dari bahan b.
2) Dalam gambar bahan c lebih lemah, kurang kokoh dan lebih lunak, akan
tetapi lebih dapat dibentuk dari bahan b.
Bahwa ini adalah suatu aturan umum, setiap aturan umum, ini juga
mempunyai pengecualaian . Dalam gambar digambarkan diagram-diagram
tegangan regangan berbagai bahan yang digambarkan oleh bangku tarik.
Pengecualian menyolok pada aturan umum tersebut diatas ditunjukan oleh
perunggu tuang dan besi tuang. Sedikit penyimpangan pada aturan
umumtersebut di atas diperlihatkan oleh duralumin dan baja ditarik dingin.
Selanjutnya pada diagram regangan tegangan tembag dan perunggu tuang
tampak jelas. Bagaimana dengan paduan sifat-sifat diubah. Pada diagram

44

tegangan regangan Fe 360 ( St 37 ), Fe 490 ( St.50 ) baja ditarik dingin, baja


dimurnikan dan baja disepuh keras dalam minyak, kita lihat bahwa dalam
turutan ini, semua sifat kecuali sifat dapat dibentuk diperbaiki. Ini sesuai
dengan aturan umum yag telah disebut diatas. Sifat yang baru disebut dapat
diperbaiki dengan aduan ( Fe 490 berisi lebih banyak zat arang dari Fe 360 ),
dengan pengokohan baja ( baja yang ditarik dingin adalah yang diperkokoh )
dan oleh pengerjaan panas ( baja yang dimurnikan dari baja yang disepuh
keras dalam minyak telah mengalami pengerjaan panas).
Dalam gambar, digambarkan, bagaimana ke-empat sifat penting dapat
digabungkan menjadi satu, dimana kerja putus diambil sebagai ukuran.
Kerja putus adalah ukuran untuk keliatan
Bahan dengan kerja putus yang besar kita sebut liat.
Bahan dengan kerja putus yang kecil pada sifat dapat dibentuk yang besar
kita sebut lunak. Bahan dengan kerja putus yang kecil pada sifat dapat
dibentuk yang kecil kita sebut rapuh.

45

Gambar 17. Hasil Uji kekuatan tarik

Gambar 18. Gambaran ke empat sifat mekanik material

Hubungan antara sifat-sifat yang diperoleh dan penggunaan bahan ternyata


dari contoh-contoh berikut :
1) Untuk bahan konstruksi mesin perkakas kita menginginkan suatu bahan
dengan batas regang tinggi, kekuatan tarik tinggi dan regangan yang
besar bahan harus liat.
2) Untuk pengolahan pegubahan bentuk ( umpama ; menggilng dan menarik
dalam ) kita menginginkan suatu bahan dengan batas regang rendah,
kekuatan tarik rendah dab regangan besar. Bahan itu harus lunak.
3) Untuk pengolahan penyundipan ( umpama : membubut, mengetam ) kita
menginginkan suatu bahan dengan batas regang tinggi , kekuata tarik

46

tinggi dan regangan yang kecil. Bahan itu harus rapuh. Keinginan dalam
contoh ini tidak semua terpenuhi menurut aturan umum tersebut diatas .
Dari contoh 1 bahan dapat yang liat . Dalam contoh 2 bahan dapat yang
lunak, akan tetapi jikalau bahan ini mengalami perubahan bentuk
menjadi bagian dari suatu mesin ini menurut contoh 1 harus liat. Dalam
contoh 3 bahan dapat rapuh, akan tetapi jikalau bahan ini harus disudip
menjadi bagian suatu perkakas, maka bahan untuk perkakas ini harus
menurut contoh 1 liat. Dari contoh contoh ini jelas ternyata, bahwa
ditinjau dari sifat yang diinginkan harus berkompromi. Dan justru dengan
kompromi ini membuat pilihan bahan untuk tujuan tertentu sangat sukar.
Dan ini juga disebabkan banyaknya jenis bahan yang ada dalam
perdagangan .

9. Pengujian Impact
a. Pengertian Uji Impak
Untuk mengetahui sifat perpatahan,keuletan dan kegetasan suatu
lmaterial, dapat dilakukan suatu pengujian yaitu dengan uji impak. Umumnya
pengujian ini menggunakan benda uji yang bertakik. Berbagai jenis pengujian
impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan
untuk bersifat getas. Dengan uji ini kita dapat mengetahui perbedaan sifat bahan
yang tidak teramati dalam uji tarik.

47

Hasil yang diperoleh dari pengujian tidak sekaligus memberikan besaran


rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen
tegangan tiga sumbu pada takik. Para peneliti perpatahan getas logam telah
menggunakan berbagai bentuk benda uji untuk pengujian impak bertakik.
Uji impak termasuk uji mekanik dinamis, dilihat dari cara pengujiannya
yaitu dengan pemukulan secara tiba-tiba. Suatu material yang mendapat beban
statis seperti tarik, kekerasan, tekuk dan lain-lain, maka akan berbeda
karakteristiknya jika kita bandingkan dengan material yang mendapat beban
dinamis. Bila baja yang kualitasnya kurang baik atau perlakuan panasnya tidak
sempurna, maka dengan pengujian statis semacam tarik, kekerasan dan lain-lain,
masih mendapatkan angka yang baik, tetapi bila diuji dengan pukulan secara
tiba-tiba seperti uji impak, maka akan menunjukkan angka yang rendah.
Bahan logam yang biasa diuji impak seperti ketel uap, hasil pengelasan,
pelat kapal, pipa gas dan minyak. Hal ini disebabkan bahan logam tersebut
dipakai dalam kondisi temperatur yang selalu berubah-ubah, sehingga
mengakibatkan bahan tersebut dapat mengalami kegetasan sehingga peka
terhadap beban kejut seperti pukulan dan tekanan yang tiba-tiba. Dengan
pengujian impak ini material bisa diketahui ketangguhannya. Dengan demikian,
dengan uji impak dapat mengetahui material logam tangguh atau tidak. Untuk
ketentuan spesimennya dibuat dengan ukuran tertentu dan diberi takikan dengan
tipe tertentu pula. Kemudian dipukul secara tiba-tiba sampai patah lalu
mengukur kerja pukulan dalam satuan joule (J).

48

Pengujian impak digunakan untuk menguji kecenderungan suatu material


untuk bersifat getas. Spesimen yang diberi notch (takikan) menerima beban
secara tiba- tiba (rapid loading). Pada pembebanan cepat ini, terjadi proses
penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu beban yang menumbuk
ke spesimen. Sejarah dilakukannya pengujian ini adalah karena hasil uji tarik
yang biasa digunakan untuk mengetahui sifat material tidak dapat memprediksi
secara tepat perilaku patah dari material. Spesimen yang digunakan dalam
pengujian impak adalah batang baja ST 37 dan Alumunium dengan standar
ASTM E 23 yang mempunyai luas penampang melintang berupa bujursangkar
(10 x 10 mm) dan memiliki notch V-45, dengan jari-jari dasar 0.25 mm dan
kedalaman 2 mm, seperti yang tampak pada gambar berikut ini.

Gambar 19. Spesimen metode charpy


(www.scribd.com/doc/30371097/Laporan-Praktikum-Uji-Impak)

Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh
beban (pendulum) dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Pada saat
beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energy potensial
maksimum, kemudian saat akan menumbuk specimen energy kinetic mencapai
maksimum. Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh
specimen hingga specimen tersebut patah.

49

Nilai Harga Impak pada suatu specimen adalah energy yang diserap tiap satuan
luas penampang lintang specimen uji. Persamaannya sebagai berikut:
H=

E
A

.................................................................... (2.1)

Keterangan:
E = Energi yang diserap (Joule)
A = Luas penampang bawah takik (mm2 )
(Lakhtin, Y., 1968)
b. Standar Spesimen Uji Impact
Untuk mendapatkan hasil yang menguatkan, maka batang uji harus
distandarisasi terlebih dahulu, baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau
spesimen harus sesuai dan dikerjakan seteliti mungkin dengan ketentuan
kehalusan tertentu. Bahkan selama preparasi spesimen uji impact, material tidak
boleh mengalami pengaruh deformasi, maupun pengaruh pengerjaan panas.
Dengan demikian kondisi temperatur pengerjaan preparasi harus dalam kondisi
dingin agar tidak mempengaruhi struktur mikro materialnya.
Ukuran dan tipe takikan yang digunakan untuk uji tumbuk atau uji pukul
takik atau uji impact. Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode
charpy bisa disesuaikan dengan tebal yang akan diuji.

50

Gambar 20. Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode
charpy (Dieter George E, 1987)
Tipe dan ukuran spesimen metode izod yaitu tipe D dengan ukuran
standar spesimen uji impact metode charpy pada material. Cara pengujian
dengan metode izod sesuai dengan Gambar 4, benda uji atau spesimen diklem
tegak lurus tepat pada bagian yang ditakik yang kemudian dipukul dengan palu
dari bagian muka yang ditakik. Posisi spesimen uji impact dengan metode izod,
berikut usuran palu dan syarat-syarat yang harus dipenuhi saat melakukan
pengujian impact (sesuai standar ASTM).

51

Gambar 21. Standar spesimen metode izod tipe D (Dieter George E, 1987)

Gambar 22. Uji impact metode izod (Dieter George , 1987)


c. Metode Charpy dan Metode Izod
Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan dua metode standar yaitu
metode charpy dan izod. Metode charpy V notch (CVN) banyak digunakan di
Amerika dan metode Izod banyak digunakan di Inggris (Eropa). Pada pengujian
kali ini, dilakukan metode charpy. Prinsip kerja metode Charpy yaitu :
1) Specimen uji diletakkan dengan posisi mendatar pada penjepit.
2) Palu pemukul diatur pada ketinggian tertentu.
3) Atur posisi jarum pada alat ukur energi sesuai dengan sebesar energi yang
kita inginkan.
4) Palu dilepaskan dari ketinggian tersebut lalu mengenai spesimen pada
bagian luar spesimen yang sejajar dengan takikan.
5) Energi yang diserap oleh spesimen dihitung berdasarkan perbedaan energi
potensial palu saat sebelum dan sesudah pemukulan (dapat dibaca langsung
di skala pada mesin penguji).

52

Metode charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan, murah
dan pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Pada metode
Izod, spesimen harus dipendam dalah posisi horizontal, kemudian diberi rapid
load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak merepotkan dalam pengujian,
karena suhu spesimen yang telah ditentukan dapat mudah berubah akibat
lamanya waktu pemendama spesimen yang akan mengakibatkan hasil pengujian
yang tidak valid.
Terdapat beberapa jenis patahan, yaitu patah ulet, patah getas, dan campuran
dari keduanya. Material yang bersifat ulet adalah material yang penyerapan
energinya tinggi. Sebaliknya material yang bersifat getas adalah material yang
penyerapan energinya rendah.
Patah ulet disebabkan oleh tegangan geser dengan ciri-ciri antara lain,
pada permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa),
berserat, menyerap cahaya, pempilannya buram, dan terjadi deformasi plastis.
Patah getas disebabkan oleh tegangan normal, permukaannya terliahat bentuk
granular, berkilat dan memantulkan cahaya serta tidak didahului deformasi
plastis.
Uji charpy biasa menentukan besar energi total yang diserap benda uji.
Informasi tambahan dapat diperoleh bila mesin penguji impak dilengkapi dengan
alat ukur tambahan untuk mencatat besar beban terhadap waktu selama
pengujian berlangsung.
Bila kecepatan bandul impak dapat dianggap konstan selama percobaan,
maka:

53

t
dt
0

Dimana

(2.2)

V0

Kecepatan awal bandul (m/s)

Beban seketika (N)

Waktu (s)

Akan tetapi, sesungguhnya asumsi bahwa kecepatan bandul v adalah


konstan tidak benar, karena V berkurang sebanding dengan beban pada benda

(1 )

uji. Biasanya dianggap bahwa

, dimana :

Et = Energi Perpatahan Total

= Ei/4E0,

E0 = Energi Awal Bandul


Karena takik pada benda uji charpy tidak setajam takik yang terdapat
pada pengujian mekanika perpatahan, ada usaha untuk menggunakan benda uji
charpy standar dengan retak awal. Retak awal ini berupa retak lelah (fatique
crack) pada ujung takik V. Benda uji dengan retak awal ini digunakan pada
pengujian charpy yang dilengkapi alat ukur tambahan untuk mengukur harga
ketangguhan perpatahan dinamik (KId).
(http://www.scribd.com/doc/29446692/Laporan-Uji-Impak-Matrek
d. Cara Pemukulan dengan Mesin Charpy
Spesimen diletakkan horizontal lalu bagian yang ditakik diletakkan tepat
ditengah-tengah dan arah pukulan berlawanan dengan palu pemukul serta

54

spesimen ditahan oleh dua penumpu kiri dan kanan dengan jarak 40 mm.
Kemudian palu dipukulkan tepat ditengah-tengah punggung yang ditakik. Angka
pengujian ini sangat berpengaruh terhadap ukuran benda uji, bentuk takikan dan
temperatur waktu pengujian. Bekas pukulan spesimen bisa langsung putus dan
menampakkan permukaan yang mengkilat, hal ini menunjukkan nilai impact
rendah, begitu juga sebaliknya jika spesimen tidak putus dan menunjukkan
patahannya buram dan berserabut, hal itu menunjukkan nilai kuat impactnya
tinggi disamping bisa melihat secara langsung angka impact pada mesin uji
impak. (Lakhtin, Y., 1968)
e. Macam-macam Takik
Ada tiga macam takikan yang biasa digunakan dalam uji impak ,yaitu:
1)

Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch)

2)

Charpy takikan bentuk U (Charpy unotch)

3)

Charpy takikan bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen)

55

Gambar 23. Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch). (b) Charpy takikan
bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen). (c) Charpy takikan
bentuk U (Charpy unotch) (Lakhtin, Y., 1968)
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Patahan
Bentuk patahan specimen akan menimbulkan dua jenis patahan, yaitu patahan
ulet dan patahan getas. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dua patah
tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
1) Temperatur
Pada temperature yang sangat rendah, specimen dapat bersifat getas.
Hal tersebut disebabkan butiran-butiran atom specimen berotasi lebih cepat
dan bervibrasi sehingga lebih leluasa untuk melakukan slip system.
2) Jenis material

56

Jenis material yang atom-atomnya membentuk struktur FCC


cenderung lebih ulet dibandingkan yang membentuk struktur BCC. Hal
tersebut terjadi karena atom-atom pada struktur FCC lebih banyak melakukan
slip system sehingga banyak menyerap energy ketika dilakukan uji impak.
3) Arah butiran specimen
Arah butiran specimen yang tegak lurus dengan arah pembebanan
menyebabkan harga impak suatu specimen lebih tinggi daripada arah
spesimen yang sejajar dengan arah pembebanan. Hal tersebut terjadi karena
pembebanan memerlukan energy lebih untuk memecah butiran-butiran
specimen tersebut.
4) Kecepatan pembebanan
Pembebanan yang terlalu cepat menyebabkan specimen mempunyai
lebih sedikit waktu yang diperlukan untuk menyerap energy sehingga hal
tersebut mempunyai pengaruh harga impak yang berbeda pada kecepatan
yang berbeda.
5) Tegangan triaxial
Tegangan triaxial adalah tegangan tiga arah yang hanya terjadi di takikan
(notch). Tegangan pada specimen akan berpusat pada takikan tersebut
sehingga bentuk takikan akan mempengaruhi nilai harga impak yang didapat.
(www.scribd.com/doc/30371097/Laporan-Praktikum-Uji-Impak)
g. Kurva Suhu Peralihan
Uji impak batang bertakik sangat bermanfaat apabila dilakukan pada

57

berbagai suhu sedemikian hingga besarnya suhu peralihan ulet-getas dapat


ditentukan. Besarnya energi yang diserap akan berkurang apabila suhunya turun
tetapi pada beberapa jenis bahan, penurunan nilai tersebut tidak terjadi pada nilai
temperatur tertentu.
Hal ini akan mempersulit penentuan suhu peralihan secara tepat. Dalam
memilih bahan berdasarkan ketangguhan terhadap takik atau kecenderungan
untuk mengalami patah getas, maka faktor yang menentukan adalah suhu
peralihan. Baja karbon memperlihatkan ketangguhan takik yang lebih tinggi
pada suhu kamar; tetapi suhu peralihannya lebih tinggi daripada aluminium.
Bahan dengan suhu peralihan paling rendah merupakan bahan yang lebih baik.

Gambar 24. Kurva suhu peralihan untuk dua jenis logam, memperlihatkan
ketergantungan hasil pada suhu tertentu (Dieter George E, 1987)
Keuntungan utama uji impak takik charpy V adalah mudah dilakukan,
murah dan benda ujinya kecil. Pengujian dapat dilakukan pada suhu di bawah
suhu ruang. Alat uji ini dapat dilihat pada Gambar 2. Selain itu, bentuk benda uji
yang digunakan sangat cocok untuk mengukur ketangguhan takik pada bahan

58

berkekuatan rendah seperti baja konstruksi. Uji tersebut juga dapat digunakan
untuk memperbandingkan pengaruh paduan dan perlakuan panas pada
ketangguhan takik serta sering digunakan untuk keperluan pengendalian kualitas
bahan. Kesukaran utama yang dihadapi adalah bahwa hasil uji charpy kurang
mungkin dimanfaatkan dalam perancangan.
Karena

besar

level

tegangan

tidak

diberikan,

sukar

untuk

menghubungkan data CV dengan performance pemakaian. Selain itu, tidak


terdapat hubungan antara data charpy dengan ukuran cacat. Sebagai tambahan,
sebaran hasil uji yang besar mempersulit penentuan kurva-kurva peralihan
secara cermat. (Dieter George E, 1987)

B. Tinjauan Pustaka
1.

Yoshihiro okumora dkk,1995,development of copper precipitation-hardened


780

N/mm2

high-strength

steel

with

lower

preheating

temperature

characteristics, Hasil kesimpulan dari penelitian ini dimana retak pada

59

daerah haz dapat dikurangi dan terjadinya pemanasan yang sempurna pada
seluruh

permukaan

mengalami

material, Sedangkan kekuatan

peningkatan yang

mekanis

lebih tinggi. Sehingga perlu

(keuletan)
dilakukan

penelitian lebih lanjut pada proses preheating pada baja karbon rendah.

2.

Sugiarto,R.soekrisno, 2003 ,Pengaruh perlakuan panas pasca pengelasan


terhadap laju perambatan retak lelah baja SS400, Hasil kesimpulan dalam
penelitian ini mengetahui perambatan retak lelah mengalami perubahan
dimana perambatan retak lelah mengalami peningkatan pada hasil pengelasan
yang di PWHT. Sehingga Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang pemilihan perlakuan panas pada sifat mekanik hasil las pada baja SS400.

3.

Rifky Ismail , Sugiyanto, M. Nor Iham 2007, Pengaruh Kecepatan Flame


Heating Terhadap Laju Perambatan Retak Fatik Las Busur Rendam Pada
Pengelasan Baja ASTM A572 Grade 50 Hasil kesimpulan dalam penelitian ini
mengemukakan terjadinya penurunan nilai kekerasan didaerah HAZ, dan
penurunan kualitas sambungan las baja.

60

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Material
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah S45C
( C < 0,45 % ) Baja ini dibentuk menjadi spesimen kekutan tarik, kekuatan
impact, komposisis kimia dan Foto Mikro.
B. Alat
Alat alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain :
1) Kapur Besi
2) Penggaris
3) Mesin Las
5) Mesin Blander
6) Mesin Frias
7) Mesin Uji Komposisi
8) Mesin Heat Treatment
9) Mesin uji tarik
10) Mesin uji kekerasan
C. Pengujian Komposisi
Langkah awal sebelum dilakukan penelitian adalah Uji komposisi.Uji

61

komposisi dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam


bahan yang digunakan. Proses pengujian komposisi adalah untuk mengetahui
seberapa besar unsur pembentuk bahan,misalnya C, Si, Cu, Mn, S, dan
unsur lainnya. Langkah-langkah pengujian komposisi adalah sebagai berikut:
3) Potong bahan yang akan digunakan untuk spesimen sepanjang 30 mm,lebar
10 mm dan tebal 10 mm, dibersihkan permukaannya sampai halus dan rata.
2) Bahan tersebut diletakkan pada bed dan dibakar dengan semacam
elektroda hingga bahan yang terkandung mengalami pencairan atau
rekristalisasi. Proses rekritalisasi dari alat uji ini akan menangkap warna
dengan sensor cahaya, sensor cahaya menerima dan diteruskan dalam
program komputer yang akan mencatat hasilnya. Langkah ini dilakukan
sebanyak tiga kali dan dirata-rata kemudian

dicetak,sehingga

dalam

print out-nya akan terlihat tiga kali perhitungan.


D. Membuat spesimen menurut standart JIZ Z 2201 : 1998 dan Pengelasan
Langkah-langkah pengambilan data :
1) Mempersiapkan material SS. 400 Pl.10 x 300 x 600 mm sejumlah 5 lembar
2) Pelat yang sudah disiapkan lalu di kampuh V 600 mengunakan mesin blander
3) Las pelat yang sudah di kampuh dengan mesin las dengan mengunakan
elektroda RD-360, AWS A5.1 E7016
4) Buat gambar spesimen diatas pelat yang sudah dilas dengan kapur besi
dengan jumlah 20 buah.
5) Letakan material SS. 400 pada meja potong, lalu siapkan mesin copy cutting
diatasnya lalu tekan tombol on.
6) Potong sesuaikan gambar yang sudah ada di atas material SS.400
7) Meratakan sisi - sisi pemotongan dengan mesin gerinda agar rapi dan
tidak membahayakan.

62

No

Tebal

10m
m

No

Tebal

10m
m

Dimensi

Ket

L1

g1

g2

600

300

30

60

Dimensi

Ket

15

20

30

85

12

300

Gambar 3.1 specimen menurut standart JIZ Z 2201 : 1998

E. Proses Heat Treatment

63

Setelah proses pembuatan specimen dan pengelasan selesai selanjutnya


adalah proses Heat Treatment, langkah langkahnya sebagai berikut :
1) Memanaskan bahan dasar pada oven pemanas sampai 150 C pada penahanan
30 menit, kemudian dikeluarkan dari oven dengan pendinginan udara.
2) Memanaskan bahan dasar pada oven pemanas sampai 200 C pada penahanan
30 menit, kemudian dikeluarkan dari oven dengan pendinginan udara
3) Memanaskan bahan dasar pada oven pemanas sampai 250 C pada penahanan
30 menit, kemudian dikeluarkan dari oven dengan pendinginan udara
F. Pengujian Kekerasan
Sebelumnya Spesimen dipotong kemudian dibelah,setelah itu permukaan
yang akan kita uji kita kikir supaya rata dan halus. Langkah pengujian :
1)

Periksa kondisi mesin uji kekerasan, pastikan mesin berfungsi baik

2) Periksa benda uji, pasang identor yang sesuai ( bola baja dia. 2,5 mm,
khusus besi cor dia. 10 mm), pasang dudukan benda uji yang sesuai
dengan bentuk benda uji, pastikan permukaan benda uji telah bersih dan rata
3) Atur

pembebanan

sesuai

dengan

standar

yang

digunakan

melalui

pengatur beban dengan menggunakan kunci L (613 N untuk logam non


ferros dan 1840 Nuntuk logam ferros)
4) Tempatkan benda uji demikian sehingga permukaan uji pada posisi
tegak lurus dengan pembebanan
5) Atur handel yang ada di bawah dudukan benda uji sehingga jarum
kecil menunjuk angka 3 dan jarum besar menunjuk angka 0 pada skala warna
hitam
6) Catat pada lembar data diameter indentor (D) dan beban yang digunakan (F)

64

7) Berikan beban awal dengan menarik handel yang ada di bagian atas ke depan
dan biarkan selama 15 detik
8) Berikan beban utama dengan menarik kembali handel ke belakang ke posisi
semula
9) Bebaskan pembebanan dengan menggunakan handel pengaturan beban awal,
demikian sehingga identor terbebas dari benda uji
10) Setelah pengujian selesai, lepaskan identor dan dudukan benda uji, simpan di
tempat yang disediakan. Tutup mesin uji dengan penutup yang tersedia
11) Ukur diameter indentasi / jejak (d) hasil pembebanan pada benda uji dengan
bantuan mikroskop dan catat hasilnya pada lembar data
12) Hitung nilai kekerasan Brinell (HB) dengan rumus : HB = 2P
( 3.1 )

D (D- ( D -d )

P= Besar pembebanan (Kg)


D= Diameter indentor (mm)
d = Diameter indentasi / jejak (mm)
Untuk

lebih praktis dengan diketahui data F, D,

Kekerasan Brinell

(HB)

dapat

langsung

dan d

diketahui

maka

nilai

dari

tabel

perhitungan kekerasan Brinell.


13) Catat nilai kekerasan Brinell (HB) pada lembar data
14) Jika data nilai kekerasan Brinell (nilai HB) untuk satu jenis sampel lebih dari
satu maka dibuat nilai rata-ratanya dengan hasil memiliki pembulatan
dua angka di belakang koma

65

15) Pembulatan dilakukan dengan aturan angka lebih dari 5 dibulatkan ke


atas, kurang dari 5 dibulatkan ke bawah sedangkan jika angka tepat 5,
dibulatkan ke atas jika sebelumnya angka gasal dan dibulatkan ke
bawah jika sebelumnya angka genap, contoh :
65,768 dibulatkan menjadi 65,77
65,764 dibulatkan menjadi 65,76
65,775 dibulatkan menjadi 65,78
65,765 dibulatkan menjadi 65,76
16) Bila dalam perekaman data ke lembar data ada data yang salah tulis
maka cara koreksinya adalah

dengan mencoret data salah tersebut (data

salah tersebut masih bisa terbaca) lalu tulis data yang benar di sebelahnya
dengan dibubuhi paraf personil yang mengoreksi.
F. Pengujian Tarik
Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian tarik adalah sebagai
berikut. Benda uji dijepit pada ragum uji tarik, setelah sebelumnya
diketahui penampangnya, panjang awalnya dan ketebalannya.
Langkah pengujian sebagai berikut :

1) Hidupkan mesin uji tarik dengan menekan tombol on pada sisi mesin, lalu
hidupkan pula pompa penggerak pencekam dengan menekan tombol
on pada mesin bagian atas
2) Hidupkan komputer

lalu

masuk ke program trapezium

dengan

password dan username ADMIN


3) Periksa benda uji, ukuran benda uji harus sesuai standar seperti rinci

66

pada IK/UPTD-LAB/5.8-1 Preparasi Sampel


4) Tentukan panjang ukur / gauge length (lc) benda uji, dengan
menggunakan rumus

lc = weld width b + 80 mm.

5) Ukur tebal awal benda uji pada tiga tempat yakni ujung-ujung panjang ukur
dan titik tengah lalu ambil rata-ratanya dan tulis hasilnya pada lembar
data dengan pembulatan dua angka di belakang koma
6) Pembulatan dilakukan dengan aturan angka lebih dari 5 dibulatkan ke
atas, kurang dari 5 dibulatkan ke bawah sedangkan jika angka tepat 5,
dibulatkan ke atas jika sebelumnya angka gasal dan dibulatkan ke
bawah jika sebelumnya angka genap
Contoh :
65,768 dibulatkan menjadi 65,77
65,764 dibulatkan menjadi 65,76
65,775 dibulatkan menjadi 65,78
65,765 dibulatkan menjadi 65,76
7) Pasangkan dan jepit benda uji pada pencekam dengan menggerakkan
kepala gerak secara perlahan-lahan dengan menekan tombol up/down
8) Pada program trapezium pilih file>new>method lalu muncul flowchart
pengujian, selanjutnya lakukan langkah berikut :
a

Klik System, lalu pada test mode pilih single, pada test type pilih
tensile

dan

pada

unit

pilih

satuan

yang

dikehendaki

(SI/Metric/English)
b) Klik Sensor, pilih Full-auto range, pada limit force tulis batas gaya

67

yang diinginkan (disesuaikan dengan jenis material benda uji),


pada limit stroke tulis batas stroke yang diinginkan
c) Klik testing, pilih stress lalu tentukan kecepatan pembebanan
dengan nilai anatara 3 - 30 N/mm 2/sec
d) Klik specimen, pada shape pilih bentuk benda uji (rod/plate/tube),
bila penampang benda uji plat (plate) maka masukkan data Tebal
awal dan panjang ukur / gauge length (Lc) dalam satuan mm
e) Klik data processing, pada bagian ini pilih data yang ingin
ditampilkan/dihasilkan otomatis oleh komputer seperti max force,
max stress (kuat tarik), YP force, dan YP stress (kuat luluh). Tidak
semua material menunjukkan titik luluh yang jelas pada kurva uji
tariknya, maka untuk memastikan titik luluh muncul, selain
memilih parameter max force, max stress, YP force, dan YP stress,
gunakan pula parameter titik luluh 0,2% dengan lebih dahulu
memilih elastic>standar, lalu YS1 force dan YS1 stress.
f)

Klik chart, pada bagian ini atur skala sumbu X (stroke) dan sumbu
(force/stress) misal nilai maksimum sumbu X = 25 mm dann
sumbu Y =100kN, lalu beri judul kurva pada kolom title

g) Klik report, pilih ukuran kurva (small/medium/large) lalu pilih dan


tulis data-data tambahan yang ingin ditampilkan seperti tanggal,
suhu, teknisi, dsb
h) Klik next, lalu bawa pointer mouse ke nilai force dan klik mouse
sebelah kanan lalu klik to zero, tunggu hingga nilai force menjadi

68

nol (ditandai bunyi tit), setelah itu bawa pointer mouse ke nilai
stroke dan klik

mouse sebelah kanan lalu klik to zero, tunggu

hingga nilai stroke menjadi nol (ditandai bunyi tit)


i)

Klik start, maka pengujian tarik dimulai, klik stop pada saat benda
uji patah/putus

9) Pasang kertas pada printer, klik print untuk mencetak kurva dan
parameter hasil pengujian lalu klik save untuk menyimpannya dengan
lebih dulu memberi nama file sesuai kode sampel
10) Dari hasil print out pindahkan data beban tarik maksimum (max.
force), kuat tarik (max. stress), beban luluh (YP force atau YS1 force), dan
kuat luluh (YP stress atau YS1 stress) ke lembar data dengan
pembulatan dua angka di belakang koma (sesuai intruksi no. 8)
11) Catat suhu ruang pengujian pada lembar data
12) Bila dalam perekaman data ke lembar data ada data yang salah tulis
maka cara koreksinya adalah

dengan mencoret data salah tersebut

(data salah tersebut masih bisa terbaca) lalu tulis data yang benar di
sebelahnya dengan dibubuhi paraf personil yang mengoreksi.
13) Matikan pompa penggerak dengan menekan tombol off pada bagian
atas mesin dan matikan mesin uji tarik dengan menekan tombol off
pada sisi mesin
14) Matikan komputer dengan lebih dulu mengklik exit pada program
trapezium lalu klik start>turn off
F. Foto Struktur Mikro

69

Sebelum melakukan pengujian foto struktur mikro benda uji di potong


terlebih dahulu dan dibelah setelah itu benda uji perlu dipoles. pemolesan pada
setiap spesimen dengan menggunakan amril nomor 100 sampai nomor
2000 yang kemudian dipoles dengan mesin pemoles.
Spesimen yang telah siap dilanjutkan ke pengujian foto mikro dengan cara
sebagai berikut:
1) Spesimen

dibersihkan

landasan mikroskop,
untuk

dengan

aktifkan

kain
mesin,

kemudian
dekatkan

diletakan
lensa

pada

pembesar

melihat permukaan spesimen.

2) Pengambilan gambar dengan pembesaran 100x, perhatikan struktur


mikro apabila kabur atau kurang jelas, atur kefokusan lensa sehingga
didapat gambar terbaik.
3) Sebelum gambar diambil film dipasang pada kamera yang telah
distel dengan menggunakan film asa 200.
4) Usahakan

dalam

pengambilan

foto

tidak

ada

satupun

yang

mebuat mikroskop bergerak, karena dapat mempengaruhi hasil.


G. Variable Penelitian
Dalam penelitian ini variabelnya adalah :
Variabel Bebas adalah varibel yang mempengaruhi variabel terikat dalam
penelitian ini sebagai variable bebas : kondisi Tanpa Heat Treatment dan
Heat Treatment dengan suhu 1500C, 2000C, 2500C
Variabel Terikat dipengaruhi variabel bebas dalam penelitian ini sebagai
variable terikat : sifat mekanik pasca pengelasan yakni berupa kekuatan tarik,

70

kekerasan dan Perubahan struktur mikro pada hasil pengelasan baja SS 400.
H. Teknik Pengambilan data

Dalam penelitian ini jumlah sampelnya adalah untuk setiap perlakuan adalah 4
sampel. Pengambilan data untuk uji tarik dilakukan terhadap hasil tanpa Heat
Treatment dan Heat Treatment pada suhu 150 0C, 2000C, 2500C dengan jumlah
sampel untuk masing-masing kondisi adalah 3 buah.Sedangkan untuk uji
kekerasan jumlah sampel adalah 1 buah untuk masing-masing kondisi dimana
dalam 1 sampel perlakuan akan dikenakan 9 titik pengujian.9 titik tadi akan

71

dibagi menjadi tiga bagian yaitu pada bagian logam lasan,daerah Haz,dan
logam induk.Untuk foto mikro jumlah sampel adalah 1 buah untuk masingmasing kondisi dimana dalam 1 sampel perlakuan akan dikenakan 3 tempat
yang akan diamati yaitu pada bagian logam lasan,daerah Haz,dan logam induk.

Gambar 3.2 Titik Pengujian Kekerasan

Gambar 3.3 Titik Pengujian Foto Mikro

I.

Analiasa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis statistik deskriptis. Data mentah yang diperoleh dari
kemudian

diolah

pengujian,

kedalam persamaan statistika yaitu persamaan nilai tengah

(mean) sebagai berikut :


Nilai tengah (maen) =

n
N

Dimana:
N = nilai / skor setiap variabel
N = jumlah variabel

( 2.2 )

72

Data yang diperoleh merupakan data yang bersifat kuantitatif, yang berarti
data berupa angka - angka
gambaran

yang

memberikan penjelasan

atau

memberi

tentang perbandingan antara data pengelasan non Heat Treatment,

dan pengelasan dengan Heat Treatment (150C,200C,250C). Penyajian data


selanjutnya dengan diagram batang.
J.

Waktu dan Tempat Penelitian

Start

Waktu untuk penelitian di lakukan mulai bulan Nopember sampai Desember


Material SS.400

2013 sedangkan untuk tempat Proses pembuatan spesiment dan pengelasan serta
uji kekerasan dilakukan di Workshop PT. BARATA INDONESIA Unit Usaha
Mandiri Tegal. Perlakuan proses treatment dilaksanakan di Laboratorium UPTD
LIK Tegal . Uji tarik dilakukan di Laboratorium UPTD LIK Tegal dan Foto
Pembuatan Kampuh V

Mikro di laboraturium Teknik UNDIP Semarang.


Pengelasan
Tanpa Heat Treatment

Dengan Heat Treatment

K. Diagram Alur Penelitian


150 0C
0C
150

200 0C

250 0C
0C
250

Pengujian

UjiTarik
Tarik
Uji
Uji
Tarik

Uji UJI
Kekerasan
TARIK
Data
DataPengamatan
Pengamatan
Analisa
Kesimpulan & Saran

Finish

Foto Mikro

73

DAFTAR PUSTAKA

Amstead, BH, 1997, Jakarta, Erlangga : Teknologi Mekanik Jilid 1


B.J.M.Beumer,1978, Jakarta,Bratara Karya Aksara : Ilmu Bahan Logam Jilid 1
B.J.M.Beumer,1978, Jakarta,Bratara Karya Aksara : Ilmu Bahan Logam Jilid 2
K.W.Vohdin,1978,Jakarta, Pradya Paramita : Mengolah Logam
G.L.N.Van Vliet W.Both,1984,Jakarta,Erlangga : Teknologi Untuk Bangunan Mesin
Bahan-Bahan 1

74

Poerwadarminta,

1994,

Jakarta,

Balai

Pustaka

Kamus

Besar Bahasa

Indonesia
PT.( Persero ) BKI APITINDO, 1993,Jakarta : Pengujian Secara Merusak
R.S Khurmi,J.K Gupta,1982, New Delhi ,Eurasia Publishing House ( Pvt) LTD : A
Text Book Of Machine Design
Rajan, TJ, Sharma, 1997, New Delhi, Prentice Hall of India Private Limited : Heat
Treatment Principlea and Techniques
Syamsul Arifin,1982, Jakarta,Ghalia Indonesia : Ilmu LogamJilid I
Tata Surdia,1999,Jakarta, Pradya Paramita : Pengetahuan Bahan Teknik
Darmato, 2006, Pengaruh holding time terhadap sifat kekerasan dengan refining
the core pada proses carburizing material baja karbon rendah, Traksi, vol. 4
no.2

75

76

77

Anda mungkin juga menyukai