BAB I
PENDAHULUAN
A.
C. Rumusan Masalah.
Didalam perumusan masalah ini yang menjadikan perhatian adalah :
1. Adakah perubahan komposisi material pada baja S45C akibat penambahan
karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa?
2. Adakah perbedaan nilai kekuatan pada baja S45C akibat penambahan karbon
(carburizing) dengan arang tempurung kelapa?
3. Adakah perbedaan struktur mikro baja S45C akibat penambahan karbon
(carburizing) dengan arang tempurung kelapa ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perubahan komposisi material pada baja S45C akibat
penambahan karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa.
2. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekuatan pada baja S45C akibat
penambahan karbon (carburizing) dengan arang tempurung kelapa.
3. Untuk mengetahui perbedaan struktur mikro baja S45C akibat penambahan
F. Sistematika Penelitian
Penulisan laporan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
BAB I
: PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian dan Sistematika penulisan.
BAB II
berpikir
yang merupakan
jembatan
: METODOLOGI PENELITIAN
Berisi
tentang
metode
penelitian
atau
rancangan
data, instrumen
BAB V
: PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan hasil analisa dari penelitian
yang berkaitan dengan tujuan penelitian tersebut dan
disertai saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Karakteristik Baja karbon
a. Struktur Besi Murni
Struktur logam terdiri atas butir kristal yang saling mengikat kuat satu
sama lain dalam bentuk dan ukuran yang berlainan. Kristal-kristal tersebut
terdiri dari bagian-bagian terkecil suatu unsur atom. Atom besi tersusun di
dalam
Peletakan atom dalam kubus dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1). Besi alfa (besi )
Delapan atom berada pada pojok kubus dan sebuah atom ke sembilan
ditengahnya (di pusat ruang). Susunan atom ini disebut juga kubik
pemusatan ruang (body centered cubic). Sampai temperatur ruangan 708
C, besi bersifat magnetis. Mulai 768 C sampai 911 C, body centered
cubic (bcc) menjadi tidak magnetis lagi (Alois Schonmetz dkk, 1985).
2). Besi gamma (besi )
Pada temperatur 911 C ikatan kubik pemusatan ruang berubah
menjadi
setiap sudut kubus terdapat satu atom dan enam atom lainnya berada di
tengah ke enam bidang sisi kubus. Jadi sebuah kubus terdapat empat belas
atom.
dan
sebagainya.
Secara
garis
besar
baja
dapat
dikelompokan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan.. Sifat baja pada
umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro.
Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan
komposisi baja.
Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang
dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu panas. Perbedaan
prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara
mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi
tiga macam, ( Samsul arifin , 1982) yaitu:
1). Baja karbon rendah
Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran
baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena
kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,30 %C. Baja karbon rendah
tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk
membentuk struktur martensit
2). Baja karbon sedang ( medium ).
Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C - 0,6%C (medium carbon
steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk
dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai.
Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan
baja karbon rendah
3). Baja karbon tinggi ( H.C.S )
Baja karbon tinggi mengandung 0,7%C - 1,5%C dan memiliki kekerasan
tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak
tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan
regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan
perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang
optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja
menjadi getas.
Sifat mekanik baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon
dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 2 bentuk utama kristal saat
karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu :
1). Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik
bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak,
ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja
yang menahan beban karena kekuatannya kecil.
2). Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan
karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari
serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip
lamel.
Diagram besi carbon adalah diagram keseimbangan antara besi dengan
zat arang yang dapat bersenyawa menjadi Fe3C ( karbid besi ), sehingga karena
itu diagram besi carbon disebut juga diagram keseimbangan besi carbide besi
atau diagram Fe-Fe3C ( lihat gambar 1 ) .
Persenyawaan besi dengan zat arang yang menjadi Fe 3C, pada waktu masih cair
disebut karbid besi tetapi sesudah menjadi padat disebut sementit dan
persenyawaan ini mengandung zat arang ( C ) sekitar 6.67 %.
10
Pada diagram besi carbon terdapat beberapa fase yang terjadi pada
campuran besi carbon pada waktu terjadi pendinginan atau pembekuan. Adapun
fase-fase yang terjadi pada campuran besi carbon adalah sebagai berikut :
1) Besi delta (
satuan kubus berpusat badan. Fase ini terjadi antara temperature 1400 0C
sampai 15350C ( temperature cair ), yang mengandung zat arang 0.1%C ( titik
B ) dan sepanjang garis BD besi delta mengandung zat arang 0.5 % C.
carbon pada besi dengan sel satuan kubus berpusat sisi/muka. Fase ini terjadi
diatas temperature 7230C tetapi dengan adanya unsur-unsur Mn dan Mi pada
baja campur, maka austenite dapat terjadi pada temperature kamar . Sifat-sifat
dari baja austenite adalah lunak, tidak magnetis dan dapat ditempa.
3) Ferrite : Ferrite disebut juga besi alpha (
pada besi murni dengan sel-sel satuan kubus berpusat badan ( cc ). Fase ini
terjadi dibawah temperatur 9100C dan pada temperatur 7230C
adalah
11
12
pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa perubahan struktur mikro,
fase, bentuk atau ukuran butir kristalnya, dan perubahan tadi akan menyebabkan
terjadinya perubahan sifat dari logam tersebut. Jadi untuk dapat mempelajari
proses laku panas maka perlu dihayati beberapa hal mengenai struktur mikro dan
sifat-sifatnya, terutama yang berkaitan dengan transformasi yang dialami selama
proses pemanasan dan pendinginan. Pada logam atom-atomnya tersusun teratur
menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal. Pada umunya kristal logam
mempunyai susunan atom tertentu, yaitu kristal yang tersusun dari multiplikasi
bentuk sel satuan Body Centered Cubic (BCC), Face Centered Cubic (FCC),
Hexagonal Closed Pack (HCC), dan bentuk susunan kristal yang lain.
Besi (Fe) memiliki struktur yang berbeda pada suhu yang berlainan, sifat ini
disebut alotropi (B.H Amstead, 1979: 19). Pada temperatur kamar atom atom besi
tersusun menurut pola Body Centered Cubic (BCC) atau dinamakan besi alpha,
bila dipanaskan pada temperature 9110 C bertransformasi menjadi pola Face
Centered Cubic (FCC) atau besi delta dan selanjutnya akan mencair pada 1536 o
C. pada pendinginan kembali akan terjadi proses yang sebaliknya, dari besi cair
membeku menjadi besi delta pada 15360 C, lalu pada suhu 13920 C berubah
menjadi besi gamma yang akhirnya menjadi besi alpha pada temperatur 911 0 C.
13
14
15
dan ukuran bahan, sehingga kalau dilakukan proses yang tidak cocok untuk
suatu bahan, maka tujuan dari perlakuan panas ini tidak akan tercapai.
f. Nitriding : adalah proses pengerasan permukaan, dimana baja dipanaskan
sampai sekitar 510 o C di lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu.
Nitrogen yang diserap baja akan membentuk nitrida yang keras dan tersebar
merata pada permukaan baja.
g. Flame hardening : dasar dari proses pelakuan panas ini adalah pemanasan
yang cepat dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Tebal lapisan yang
mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama
proses pengerjaan tidak ada penambahan unsur-unsur lainnya. Pemanasan
dilakukan dengan nyala oksi asitilen yang dibiarkan memanasi permukaan
logam sampai mencapai suhu kritis
h. Induction hardening : adalah pemanasan baja dengan arus bolak-balik
berfrekuensi tinggi 500.000 Hz yang dilakuan dengan cepat, kemudian
dilanjutkan dengan pencelupan permukaan. Kekerasan yang diperoleh
melalui pengerasan induksi sama dengan pemanasan dan tergantung dari
kadar karbon
Namun dalam penelitian yang akan kami lakukan hanya membatasi pada
karburizing.
3. Penambahan Karbon (Carburizing)
16
17
proses karburasi cair. Namun, setiap biaya gas keunggulan tenaga kerja
karburasi atau karburasi cair mungkin memiliki lebih karburasi paket dapat
dinegasikan harus benda kerja memerlukan langkah-langkah tambahan seperti
pembersihan dan penerapan lapisan pelindung di karburasi operasi stopoff.
Masalah lingkungan juga menyebabkan pengurangan penggunaan karburasi
pak.
Komponen yang akan dikarburisasi ditempatkan dalam kotak yang berisi
media penambah unsur karbon atau mediaKarburasi. Dipanaskan pada suhu
austenisasi (842953 0C). Akibat pemanasan ini, media karburasi akan
teroksidasi
menghasilkan
gas
CO2
dan
CO.
18
disini
kulit
19
4. Pengerasan ( Hardening )
Menurut (B.H.Amstead 1995:144) Pengerasan adalah proses pemanasan
baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan
yang cepat. Pengerasan baja termasuk heat treatment baja yang disebut juga
penyepuhan ( quenching ) dari pada baja. Pengerasan terbagi atas 3 macam
yaitu : pengerasan regangan ( strain hardening ), pengerasan presifitasi
( precipitation-hardening ) dan pengerasan kulit ( case hardening ) . Untuk
mempermudah pengertian tentang pengerasan baja, maka dalam tulisan
ini
20
membuat austenite berobah dalam structur yang sangat keras yang disebut
martensite.
Pada diagram baja hypo dan eutectoid terdapat beberapa daerah yang
terdapat pada diagram sebagai berikut : A daerah austenite A+F daerah daerah
austenite dan ferrite, A+F+P daerah austenite, ferrite dan pearlite, F+P daerah
ferrite dan perrite dan parlite dan M adalah daerah martensisite. Garis-garis Ms
dan Mf adalah garis yang membatasi terjadinya martensite dan berakhir
pembentukan martensite ( lihat gambar 2). Diagram T-T-T dipengaruhi olah kadar
karbon yang etrdapat didalam baja, dimana pengaruh kadar karbon ini akan
menggeser letak diagram ke sebelah kanan, sehingga makin banyak % C diagram
makin bergeser kesebelah kanan dan demikian juga campuran unsur-unsur yang
lain seperti : Ni,Cr,Mn dan sebagainya.
21
beberapa
potongan-potongan
baja
dipanaskan
sampai
22
cara, maka pendinginan yang dilakukan tidak isothermal tetapi pendinginan terus
menerus ( lihat gambar 8 ). Pada gambar ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pada
kurfa
menyatakan
pendinginan
dilakukan
didalam
dapur
( furnace ), dimana hasil pendinginan ini akan terbentuk struktur ferrite dan
pearlite yang disebabkan karena transformasi terjadi melalui daerah ferrite
dan pearlite.
2. Pada kurva 2 menyatakan pendinginan dilakukan dengan udara . dimana
hasilnya juga merupakan ferrite dan pearlite.
3. Pada kurva 3 menyatakan pendinginan dilakukan dengan minyak, dimana
hasil pendinginan juga merupakan ferrite dan pearlite . Perbedaan dari ketiga
kurva tersebut adalah pada halus kasar pearlite yang dihasilkan, dimana
seperti yang telah diterangkan dia atas bahwa pendinginan yang lambat
23
24
disebabkan atom atom karbon, sehingga karena itu martensite ini sangat keras
yang dapat mencapai kekerasan maksimum Rc = 67 yang hamper menyamai
kekerasan cementite, kekerasan martensite ini selalu diikuti dengan kegetasan,
dimana makin keras martensite making etas. Kekerasan yang terjadi martensite
tergantung pada campuran unsure-unsur karbonnya , dimana makin tinggi
kandungan carbonnya, maka martensite makin keras ( Lihat gambar 9 )
Martensite sangat labil apabila dipanaskan sampai temperature 1000C,
dimana martensite akan berubah warnanya dari putih menjadi hitam karena mulai
terbentuk dan pertumbuhan ferrite dan cementite dalam bentuk yang halus sekali
dan makin tinggi temperaturnya makin besar butir-butir ferrite dan cementite
berbentuk butir-butir kecil bulat.
Pada setiap tranformasi martensite aka ada selalu austeniti yang tidak sempat
mengadakan tranformasi menjadi martensite yang disebut austenite sisa ( retain
25
austenite ). Austenite sisa ini mempunyai sifat yang lunak, sehingga untuk
memperlunak structur baja dan hal ini dapat dikurangi dengan melakukan heat
treatment tertentu.
5. Media Pendingin
Media pendingin yang lazim digunakan untuk mendinginkan spesimen
pada proses pengerasan baja karbon rendah dan karbon sedang yaitu air, dengan
alasan media pendingin tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk
memperoleh
hasil
yang
diharapkan.
Penggunaan
air
sebagai
media
26
c. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke
dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara
sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk
membentuk kristal - kristal dan kemungkinan mengikat unsur - unsur lain dari
udara.
d. Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendingin
disebabkan
memiliki
sifat
mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan
garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada
permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.
e.
Kapur
Kapur adalah kapur non hidrolik dengan kadar Kalsiummonoxida yang tinggi
jika berupa kapur tohor ( belum berhubungan dengan air ) atau mengandung
banyak kalsium hydroxide jika telah disiram ( direndam dengan air )
Pada penelitian ini proses pendinginan hanya di batasi pada proses
pendinginan udara.
Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa
berbeda- beda, perbedaan kemapuan media pendingin di sebabkan oleh
temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin.
27
Spektrometer Emisi
28
Struktur mikro,
Ukuran butiran,
Kandungan nonlogam.
a.
Struktur Mikro
Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola
tiga dimensi yang dinamakan dengan kristal. Kristal kristal yang berorientasi
(arah pengulangan / susunan ) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan
butir satu dengan yang lain pada suatu fasa tertentu dinamakan struktur
b.
mikro, contoh struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.
Ukuran Butir
Penghalusan butir baja akan menghasilkan:
vanadium dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat
treatment.
c.
29
kemungkinan retak pada sambungan las. Pada baja khusus mampu las,
kandungan kedua unsur diatas dibatasi kurang dari 0.05%.
d. Endapan Di Permukaan Antara Butiran
Unsur unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar
lain: timah (Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat
getas ini ditimbulkan oleh pengendapan atau berkumpulnya unsur unsur
diatas dibidang batas antar butir baja pada suhu 500 600o .
e. Keberadaan gas gas yang terserap atau terlarut
Baja yang mengandung gas gas terlarut dalam kadar yang tinggi
terutama: Oksigen (O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas.
Untuk mengurangi kadar gas tersebut biasa digunakan unsur - unsur yang
dapat mengikat kedua unsur gas diatas menjadi senyawa yang cukup ringan
sehinggan senyawa tersebut akan mengapung ke permukaan baja yang masih
panas dan cair. Unsur - unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan
unsur silicon (Si) dan atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai
Deoxidant.
7. Pengujian Struktur Mikro
Sifat-sifat fisis dan mekanik dari material tergantung dari struktur mikro
material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukan dengan
besar, bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana
mereka tersusun atau terdistribusi. Struktur mikro dari paduan tergantung
dari beberapa faktor seperti, elemen paduan, konsentrasi dan perlakuan panas
yang diberikan. Pengujian struktur mikro atau mikrografi dilakukan dengan
bantuan mikroskop dengan koefisien pembesaran dan metode kerja yang
bervariasi.
30
Grinding dilakukan
31
32
kristal ferrit clan perlit. baja hipereutektoid berupa jaringan sementit dan perlit,
sedangkan untuk baja eutektoid terdiri dari perlit eutektoid.
33
34
Transformasi dari austenit menjadi perlit terjadi karena perpindahan atomatom secara diffusi, karenanya akan memerlukan waktu lama. Dengan
pendinginan lambat akan tersedia cukup waktu berlangsungnya diffusi sehingga
dapat terbentuk perlit yang lamellar. Bila pendinginan agak cepat maka tidak
lagi cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh transformasi pada temperatur
eutektoid A1. Transformasiakan berlangsung pada temperatur yang lebih rendah,
dan pada temperatur yang lebih rendah ini gerakan atom-atom (diffusi) menjadi
lebih terbatas, sehingga lebar lamel menjadi lebih kecil dan butiran-butiran
kristal yang terjadi akan lebih kecil/halus. Bahkan bila pendinginan berlangsung
lebih cepat lagi akan dapat terbentuk struktur mikro yang berbeda dari apa yang
terbentuk pada pendinginan lambat yaitu menjadi fasa martensit yang bersifat
mekanis sangat keras tetapi getas (Gambar)
35
Gambar 14. (a) Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih, matriks
perlit, 500 x,b) Besi cor nodular, 200 x, (c) besi cor putih, 400 x, (d) besi cor
malleabele, 150 x
8. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian
tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan
pada bagian ini diukurkan panjang uji (gauge length), yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Pada bagian inilah yang selalu
diukur panjangnya dalam proses pengujian.
36
Dasar yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material
adalah kurva tegangan dan regangan. Donan (1952) menyatakan, The parameters
Which are used to describe the stress - strain curve of metals are the tensile
strength, yield strength, percent elongation and reduction of area. Dari
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa komponen-komponen utama dari
kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength), tegangan luluh dari
material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang.
Untuk melaksanakan percobaan tarik kita membutuhkan batang tarik.
Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari bahan
yang akan diperiksa untuk melaksanakan pengujian tersebut sebagai acuan adalah
standart JIS Z2201 : 1998 .Batang percobaan ini diikat antara dua kepala
pengikat bangku tarik . Dengan memberikan gaya tarik yang makin membesar,
batang akan bertambah panjang dan bertambah mengecil dan akhirnya putus .
Sekarang ada kemungkinan untuk mengukur pada tiap saat dari percobaan, gaya
dan perpanjangan bersangkutan. Agar hasil berbagai percobaan dapat
dibandingkan, kita harus menentukan bukan gaya akan tetapi tagangan dan bukan
perpanjangan akan tetapi tegangan. Dengan tegangan kita artikan gaya tiap
satuan luas . Untuk menghitung regangan kita harus membagi gaya dengan luas
penampang batang.
Luas
Tegangan =
gaya
penampang
semula
atau
F
Ao
( 2.3 )
Agar diperhatikan, bahwa untuk luas penampang kita selelu mengambil luas
penampang semula. Tegangan yang dihitung kita sebut tegangan nominal .
37
Dengan regangan kita artikan perpanjangan pada tiap satuan panjang, yang
diucapkan atau tidak dalam persen. Untuk menghitung regangan, perpanjangan
harus dibagi dengan ukuran panjang batang yang semula dan angka ini diakalikan
atau tidak dengan 100%.
perpanjangan
panjang semula
Regangan =
x 100% atau
L
Lo
x 100%
( 2.4 )
= tg =
atau E = tg =
( 2.5 )
38
antara tegangan dan regangan, kita sebut batas perbandingan atau batas
proportionalitas.
b. Batas regangan
Jikalau percobaan tarik dalam bagian pertama dari diagram dihentikan,
batang akan mendapat kembali panjang semulanya. Bahan dalam bagian ini
adalah kenyal sempurna. Batang memegas kembali seluruhnya.
memegas
sebut batas kenyal E. Besar yang tepat dari batas kenyal sukar untuk
ditentukan . Apabila percobaan tarik dihentikan setelah melampoi batas
kenyal, maka batang akan mendapat suatu perpanjangan tetap. Regangan
pl
Olah karena
batas kenyal adalah sukar untuk ditentukan, maka dalam praktek biasanya
39
0.2
regangan tetap adalah tegangan di mana terlihat suatu reagangan tetap sebesar
0.2%. 0.2 batas regangan tetap adalah tegangan dimana untuk baja terlihat
suatu gejala aneh . Dikala regangan lanjut, tegangan mendadak menurun,
untuk selanjutnya sedikit naik kembali. Goncangan tegangan berulang
beberapa kali. Gejala ini kita sebut pelumeran baja. Tegangan pada mana
baja mulai lumer, kita sebut batas lumer v ( Re ) 1 . Perhatikan : Dari logam,
dimana terjadi apa yang dinamakan pelumeran, sebagai pengganti 0.2 batas
regang tetap dan ditentukan batas lumernya untuk menyimpulkan pengertian
0.2 batas regang tetap dan pengertian batas lumer dalam satu kata, maka
dipergunakan sebutan batas regang R. Ini kita hitung darai gaya, yang
mengakibatkan 0.2% regang tetap atau dari gaya pada mana baja mulai
lumer, dibagi dengan luas penampang baja semula.
gaya
luas penampang semula
atau R
Batas regang =
Fr
Ao
( 2.6 )
Kekuatan tarik =
atau B =
FB
Ao
( 2.7 )
40
F Ini kita hitung dengan membagi gaya pada saat putus dengan luas
atau F =
Kekuatan putus =
indek F dating dari kata Fin = Akhir.
FF
Au
(2.8 )
atau A.
Regangan =
x 100%
( 2.9 )
41
Lu Lo
atau
Lo
atau A =
42
Pada waktu percobaan batang tidak hanya bertambah panjang, akan tetapi
juga bertambah mengecil. Bahan akhirnya harus datang dari tempat lain.
Pengurangan luas penampang yang terjadi pada bagian pertama dalam
diagram hingga kekuatan tarik kita sebut kontraksi. Pengurangan luas
penampang, dalam diagram yang terjadi mulai kekuatan tarik, diperkuat
setempat dan ini kita sebut penggentingan. Pengurangan terbesar dari luas
penampang setelah putus yang dinyatakan dalam persen dari luas penampang
semula, kita sebut penggentingan =
pengurangan luas penampang terbesar setelah putus
luas penampang semula
x 100%
Ao Au
Ao
x 100%
( 2.10 )
43
3) Kekutan tarik adalah ukuran untuk kekutan bahan. Suatu bahan dengan
kekuatan tarik yang lebih tinggi kita sebut lebih kuat. Suatu bahan dengan
kekuatan tarik yang lebih rendah kita sebut lebih lemah.
4) Regangan adalah ukuran untuk sifat bahan dibentuk dari suatu bahan.
Suatu bahan dengan regangan yang lebih besar kita sebut lebih dapat
dibentuk. Bahan dengan regangan yang lebih kecil kita sebut kurang
dapat dibentuk.
Diantara keempat sifat-sifat bahan yang penting tersebut diatas biasanya
terdapat hubungan umum sebagai berikut : Dengan peningkatan kekuatan,
kekokohan dan kekakuan meningkat, tetapi sifat dapat dibentuk mengurang
atau sebaliknya. Kita akan ternagkan dengan contoh-contoh berikut :
1) Dalam gambar bahan a lebih kuat, lebih kokoh dan lebih kaku, akan tetapi
lebih kurang dapat dibentuk dari bahan b.
2) Dalam gambar bahan c lebih lemah, kurang kokoh dan lebih lunak, akan
tetapi lebih dapat dibentuk dari bahan b.
Bahwa ini adalah suatu aturan umum, setiap aturan umum, ini juga
mempunyai pengecualaian . Dalam gambar digambarkan diagram-diagram
tegangan regangan berbagai bahan yang digambarkan oleh bangku tarik.
Pengecualian menyolok pada aturan umum tersebut diatas ditunjukan oleh
perunggu tuang dan besi tuang. Sedikit penyimpangan pada aturan
umumtersebut di atas diperlihatkan oleh duralumin dan baja ditarik dingin.
Selanjutnya pada diagram regangan tegangan tembag dan perunggu tuang
tampak jelas. Bagaimana dengan paduan sifat-sifat diubah. Pada diagram
44
45
46
tinggi dan regangan yang kecil. Bahan itu harus rapuh. Keinginan dalam
contoh ini tidak semua terpenuhi menurut aturan umum tersebut diatas .
Dari contoh 1 bahan dapat yang liat . Dalam contoh 2 bahan dapat yang
lunak, akan tetapi jikalau bahan ini mengalami perubahan bentuk
menjadi bagian dari suatu mesin ini menurut contoh 1 harus liat. Dalam
contoh 3 bahan dapat rapuh, akan tetapi jikalau bahan ini harus disudip
menjadi bagian suatu perkakas, maka bahan untuk perkakas ini harus
menurut contoh 1 liat. Dari contoh contoh ini jelas ternyata, bahwa
ditinjau dari sifat yang diinginkan harus berkompromi. Dan justru dengan
kompromi ini membuat pilihan bahan untuk tujuan tertentu sangat sukar.
Dan ini juga disebabkan banyaknya jenis bahan yang ada dalam
perdagangan .
9. Pengujian Impact
a. Pengertian Uji Impak
Untuk mengetahui sifat perpatahan,keuletan dan kegetasan suatu
lmaterial, dapat dilakukan suatu pengujian yaitu dengan uji impak. Umumnya
pengujian ini menggunakan benda uji yang bertakik. Berbagai jenis pengujian
impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan
untuk bersifat getas. Dengan uji ini kita dapat mengetahui perbedaan sifat bahan
yang tidak teramati dalam uji tarik.
47
48
Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh
beban (pendulum) dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Pada saat
beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energy potensial
maksimum, kemudian saat akan menumbuk specimen energy kinetic mencapai
maksimum. Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh
specimen hingga specimen tersebut patah.
49
Nilai Harga Impak pada suatu specimen adalah energy yang diserap tiap satuan
luas penampang lintang specimen uji. Persamaannya sebagai berikut:
H=
E
A
.................................................................... (2.1)
Keterangan:
E = Energi yang diserap (Joule)
A = Luas penampang bawah takik (mm2 )
(Lakhtin, Y., 1968)
b. Standar Spesimen Uji Impact
Untuk mendapatkan hasil yang menguatkan, maka batang uji harus
distandarisasi terlebih dahulu, baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau
spesimen harus sesuai dan dikerjakan seteliti mungkin dengan ketentuan
kehalusan tertentu. Bahkan selama preparasi spesimen uji impact, material tidak
boleh mengalami pengaruh deformasi, maupun pengaruh pengerjaan panas.
Dengan demikian kondisi temperatur pengerjaan preparasi harus dalam kondisi
dingin agar tidak mempengaruhi struktur mikro materialnya.
Ukuran dan tipe takikan yang digunakan untuk uji tumbuk atau uji pukul
takik atau uji impact. Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode
charpy bisa disesuaikan dengan tebal yang akan diuji.
50
Gambar 20. Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode
charpy (Dieter George E, 1987)
Tipe dan ukuran spesimen metode izod yaitu tipe D dengan ukuran
standar spesimen uji impact metode charpy pada material. Cara pengujian
dengan metode izod sesuai dengan Gambar 4, benda uji atau spesimen diklem
tegak lurus tepat pada bagian yang ditakik yang kemudian dipukul dengan palu
dari bagian muka yang ditakik. Posisi spesimen uji impact dengan metode izod,
berikut usuran palu dan syarat-syarat yang harus dipenuhi saat melakukan
pengujian impact (sesuai standar ASTM).
51
Gambar 21. Standar spesimen metode izod tipe D (Dieter George E, 1987)
52
Metode charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan, murah
dan pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Pada metode
Izod, spesimen harus dipendam dalah posisi horizontal, kemudian diberi rapid
load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak merepotkan dalam pengujian,
karena suhu spesimen yang telah ditentukan dapat mudah berubah akibat
lamanya waktu pemendama spesimen yang akan mengakibatkan hasil pengujian
yang tidak valid.
Terdapat beberapa jenis patahan, yaitu patah ulet, patah getas, dan campuran
dari keduanya. Material yang bersifat ulet adalah material yang penyerapan
energinya tinggi. Sebaliknya material yang bersifat getas adalah material yang
penyerapan energinya rendah.
Patah ulet disebabkan oleh tegangan geser dengan ciri-ciri antara lain,
pada permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa),
berserat, menyerap cahaya, pempilannya buram, dan terjadi deformasi plastis.
Patah getas disebabkan oleh tegangan normal, permukaannya terliahat bentuk
granular, berkilat dan memantulkan cahaya serta tidak didahului deformasi
plastis.
Uji charpy biasa menentukan besar energi total yang diserap benda uji.
Informasi tambahan dapat diperoleh bila mesin penguji impak dilengkapi dengan
alat ukur tambahan untuk mencatat besar beban terhadap waktu selama
pengujian berlangsung.
Bila kecepatan bandul impak dapat dianggap konstan selama percobaan,
maka:
53
t
dt
0
Dimana
(2.2)
V0
Waktu (s)
(1 )
, dimana :
= Ei/4E0,
54
spesimen ditahan oleh dua penumpu kiri dan kanan dengan jarak 40 mm.
Kemudian palu dipukulkan tepat ditengah-tengah punggung yang ditakik. Angka
pengujian ini sangat berpengaruh terhadap ukuran benda uji, bentuk takikan dan
temperatur waktu pengujian. Bekas pukulan spesimen bisa langsung putus dan
menampakkan permukaan yang mengkilat, hal ini menunjukkan nilai impact
rendah, begitu juga sebaliknya jika spesimen tidak putus dan menunjukkan
patahannya buram dan berserabut, hal itu menunjukkan nilai kuat impactnya
tinggi disamping bisa melihat secara langsung angka impact pada mesin uji
impak. (Lakhtin, Y., 1968)
e. Macam-macam Takik
Ada tiga macam takikan yang biasa digunakan dalam uji impak ,yaitu:
1)
2)
3)
55
Gambar 23. Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch). (b) Charpy takikan
bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen). (c) Charpy takikan
bentuk U (Charpy unotch) (Lakhtin, Y., 1968)
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Patahan
Bentuk patahan specimen akan menimbulkan dua jenis patahan, yaitu patahan
ulet dan patahan getas. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dua patah
tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
1) Temperatur
Pada temperature yang sangat rendah, specimen dapat bersifat getas.
Hal tersebut disebabkan butiran-butiran atom specimen berotasi lebih cepat
dan bervibrasi sehingga lebih leluasa untuk melakukan slip system.
2) Jenis material
56
57
Gambar 24. Kurva suhu peralihan untuk dua jenis logam, memperlihatkan
ketergantungan hasil pada suhu tertentu (Dieter George E, 1987)
Keuntungan utama uji impak takik charpy V adalah mudah dilakukan,
murah dan benda ujinya kecil. Pengujian dapat dilakukan pada suhu di bawah
suhu ruang. Alat uji ini dapat dilihat pada Gambar 2. Selain itu, bentuk benda uji
yang digunakan sangat cocok untuk mengukur ketangguhan takik pada bahan
58
berkekuatan rendah seperti baja konstruksi. Uji tersebut juga dapat digunakan
untuk memperbandingkan pengaruh paduan dan perlakuan panas pada
ketangguhan takik serta sering digunakan untuk keperluan pengendalian kualitas
bahan. Kesukaran utama yang dihadapi adalah bahwa hasil uji charpy kurang
mungkin dimanfaatkan dalam perancangan.
Karena
besar
level
tegangan
tidak
diberikan,
sukar
untuk
B. Tinjauan Pustaka
1.
N/mm2
high-strength
steel
with
lower
preheating
temperature
59
daerah haz dapat dikurangi dan terjadinya pemanasan yang sempurna pada
seluruh
permukaan
mengalami
peningkatan yang
mekanis
(keuletan)
dilakukan
penelitian lebih lanjut pada proses preheating pada baja karbon rendah.
2.
3.
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Material
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah S45C
( C < 0,45 % ) Baja ini dibentuk menjadi spesimen kekutan tarik, kekuatan
impact, komposisis kimia dan Foto Mikro.
B. Alat
Alat alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain :
1) Kapur Besi
2) Penggaris
3) Mesin Las
5) Mesin Blander
6) Mesin Frias
7) Mesin Uji Komposisi
8) Mesin Heat Treatment
9) Mesin uji tarik
10) Mesin uji kekerasan
C. Pengujian Komposisi
Langkah awal sebelum dilakukan penelitian adalah Uji komposisi.Uji
61
dicetak,sehingga
dalam
62
No
Tebal
10m
m
No
Tebal
10m
m
Dimensi
Ket
L1
g1
g2
600
300
30
60
Dimensi
Ket
15
20
30
85
12
300
63
2) Periksa benda uji, pasang identor yang sesuai ( bola baja dia. 2,5 mm,
khusus besi cor dia. 10 mm), pasang dudukan benda uji yang sesuai
dengan bentuk benda uji, pastikan permukaan benda uji telah bersih dan rata
3) Atur
pembebanan
sesuai
dengan
standar
yang
digunakan
melalui
64
7) Berikan beban awal dengan menarik handel yang ada di bagian atas ke depan
dan biarkan selama 15 detik
8) Berikan beban utama dengan menarik kembali handel ke belakang ke posisi
semula
9) Bebaskan pembebanan dengan menggunakan handel pengaturan beban awal,
demikian sehingga identor terbebas dari benda uji
10) Setelah pengujian selesai, lepaskan identor dan dudukan benda uji, simpan di
tempat yang disediakan. Tutup mesin uji dengan penutup yang tersedia
11) Ukur diameter indentasi / jejak (d) hasil pembebanan pada benda uji dengan
bantuan mikroskop dan catat hasilnya pada lembar data
12) Hitung nilai kekerasan Brinell (HB) dengan rumus : HB = 2P
( 3.1 )
D (D- ( D -d )
Kekerasan Brinell
(HB)
dapat
langsung
dan d
diketahui
maka
nilai
dari
tabel
65
salah tersebut masih bisa terbaca) lalu tulis data yang benar di sebelahnya
dengan dibubuhi paraf personil yang mengoreksi.
F. Pengujian Tarik
Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian tarik adalah sebagai
berikut. Benda uji dijepit pada ragum uji tarik, setelah sebelumnya
diketahui penampangnya, panjang awalnya dan ketebalannya.
Langkah pengujian sebagai berikut :
1) Hidupkan mesin uji tarik dengan menekan tombol on pada sisi mesin, lalu
hidupkan pula pompa penggerak pencekam dengan menekan tombol
on pada mesin bagian atas
2) Hidupkan komputer
lalu
dengan
66
5) Ukur tebal awal benda uji pada tiga tempat yakni ujung-ujung panjang ukur
dan titik tengah lalu ambil rata-ratanya dan tulis hasilnya pada lembar
data dengan pembulatan dua angka di belakang koma
6) Pembulatan dilakukan dengan aturan angka lebih dari 5 dibulatkan ke
atas, kurang dari 5 dibulatkan ke bawah sedangkan jika angka tepat 5,
dibulatkan ke atas jika sebelumnya angka gasal dan dibulatkan ke
bawah jika sebelumnya angka genap
Contoh :
65,768 dibulatkan menjadi 65,77
65,764 dibulatkan menjadi 65,76
65,775 dibulatkan menjadi 65,78
65,765 dibulatkan menjadi 65,76
7) Pasangkan dan jepit benda uji pada pencekam dengan menggerakkan
kepala gerak secara perlahan-lahan dengan menekan tombol up/down
8) Pada program trapezium pilih file>new>method lalu muncul flowchart
pengujian, selanjutnya lakukan langkah berikut :
a
Klik System, lalu pada test mode pilih single, pada test type pilih
tensile
dan
pada
unit
pilih
satuan
yang
dikehendaki
(SI/Metric/English)
b) Klik Sensor, pilih Full-auto range, pada limit force tulis batas gaya
67
Klik chart, pada bagian ini atur skala sumbu X (stroke) dan sumbu
(force/stress) misal nilai maksimum sumbu X = 25 mm dann
sumbu Y =100kN, lalu beri judul kurva pada kolom title
68
nol (ditandai bunyi tit), setelah itu bawa pointer mouse ke nilai
stroke dan klik
Klik start, maka pengujian tarik dimulai, klik stop pada saat benda
uji patah/putus
9) Pasang kertas pada printer, klik print untuk mencetak kurva dan
parameter hasil pengujian lalu klik save untuk menyimpannya dengan
lebih dulu memberi nama file sesuai kode sampel
10) Dari hasil print out pindahkan data beban tarik maksimum (max.
force), kuat tarik (max. stress), beban luluh (YP force atau YS1 force), dan
kuat luluh (YP stress atau YS1 stress) ke lembar data dengan
pembulatan dua angka di belakang koma (sesuai intruksi no. 8)
11) Catat suhu ruang pengujian pada lembar data
12) Bila dalam perekaman data ke lembar data ada data yang salah tulis
maka cara koreksinya adalah
(data salah tersebut masih bisa terbaca) lalu tulis data yang benar di
sebelahnya dengan dibubuhi paraf personil yang mengoreksi.
13) Matikan pompa penggerak dengan menekan tombol off pada bagian
atas mesin dan matikan mesin uji tarik dengan menekan tombol off
pada sisi mesin
14) Matikan komputer dengan lebih dulu mengklik exit pada program
trapezium lalu klik start>turn off
F. Foto Struktur Mikro
69
dibersihkan
landasan mikroskop,
untuk
dengan
aktifkan
kain
mesin,
kemudian
dekatkan
diletakan
lensa
pada
pembesar
dalam
pengambilan
foto
tidak
ada
satupun
yang
70
kekerasan dan Perubahan struktur mikro pada hasil pengelasan baja SS 400.
H. Teknik Pengambilan data
Dalam penelitian ini jumlah sampelnya adalah untuk setiap perlakuan adalah 4
sampel. Pengambilan data untuk uji tarik dilakukan terhadap hasil tanpa Heat
Treatment dan Heat Treatment pada suhu 150 0C, 2000C, 2500C dengan jumlah
sampel untuk masing-masing kondisi adalah 3 buah.Sedangkan untuk uji
kekerasan jumlah sampel adalah 1 buah untuk masing-masing kondisi dimana
dalam 1 sampel perlakuan akan dikenakan 9 titik pengujian.9 titik tadi akan
71
dibagi menjadi tiga bagian yaitu pada bagian logam lasan,daerah Haz,dan
logam induk.Untuk foto mikro jumlah sampel adalah 1 buah untuk masingmasing kondisi dimana dalam 1 sampel perlakuan akan dikenakan 3 tempat
yang akan diamati yaitu pada bagian logam lasan,daerah Haz,dan logam induk.
I.
Analiasa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis statistik deskriptis. Data mentah yang diperoleh dari
kemudian
diolah
pengujian,
n
N
Dimana:
N = nilai / skor setiap variabel
N = jumlah variabel
( 2.2 )
72
Data yang diperoleh merupakan data yang bersifat kuantitatif, yang berarti
data berupa angka - angka
gambaran
yang
memberikan penjelasan
atau
memberi
Start
2013 sedangkan untuk tempat Proses pembuatan spesiment dan pengelasan serta
uji kekerasan dilakukan di Workshop PT. BARATA INDONESIA Unit Usaha
Mandiri Tegal. Perlakuan proses treatment dilaksanakan di Laboratorium UPTD
LIK Tegal . Uji tarik dilakukan di Laboratorium UPTD LIK Tegal dan Foto
Pembuatan Kampuh V
200 0C
250 0C
0C
250
Pengujian
UjiTarik
Tarik
Uji
Uji
Tarik
Uji UJI
Kekerasan
TARIK
Data
DataPengamatan
Pengamatan
Analisa
Kesimpulan & Saran
Finish
Foto Mikro
73
DAFTAR PUSTAKA
74
Poerwadarminta,
1994,
Jakarta,
Balai
Pustaka
Kamus
Besar Bahasa
Indonesia
PT.( Persero ) BKI APITINDO, 1993,Jakarta : Pengujian Secara Merusak
R.S Khurmi,J.K Gupta,1982, New Delhi ,Eurasia Publishing House ( Pvt) LTD : A
Text Book Of Machine Design
Rajan, TJ, Sharma, 1997, New Delhi, Prentice Hall of India Private Limited : Heat
Treatment Principlea and Techniques
Syamsul Arifin,1982, Jakarta,Ghalia Indonesia : Ilmu LogamJilid I
Tata Surdia,1999,Jakarta, Pradya Paramita : Pengetahuan Bahan Teknik
Darmato, 2006, Pengaruh holding time terhadap sifat kekerasan dengan refining
the core pada proses carburizing material baja karbon rendah, Traksi, vol. 4
no.2
75
76
77