Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Post Sectio Caesaria (SC)


di Ruang Melati II RSUD Kabupaten Buleleng
Tanggal 5 September 2016

1.1 Tinjauan Teori


1.1.1 Definisi
SC (Sectio caesarea) adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohadjo, 2002).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
1.1.2 Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang

menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan


dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
4. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
5. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala puncak
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang


dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
1.1.3 Klasifikasi
1.1.3.1
Sektio Caesaria Abdominalis
Sektio caesaria abdominalis terdiri dari:
1. Sektio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.
2. Sektio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim

1.1.3.2

Sectio Caesaria Transperitonialis

Sectio caesaria transperitonialis terdiri dari:


1. Sektio caesaria ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Sektio Caesaria vaginalis. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
1.1.4 Tanda dan Gejala
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi
klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain :
1.
2.
3.
4.

Nyeri akibat ada luka pembedahan


Adanya luka insisi pada bagian abdomen
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
Biasanya terpasang kateter urinarius

5. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar


6. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
7. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
1.1.5 Fatofisiologi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa totalis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea (SC).
Dalam

proses

operasinya

dilakukan

tindakan

anestesi

yang

akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah


intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

1.1.6 Web of Caution (WOC)


Indikasi janin:
a revia, obstruksi jalan lahir, kelainan his, ruptur uteri
Janin
imminient,
besar, kelainan
kegagalan
gerak,
persalinan,
gawat janin,
pre-eklamsia,
hidrocefalus,
KPD
malprentasi janin.

Tindakan Sectio Caecarea (SC)

Tindakan anastesi

Insisi
Luka post op SC

Bedrest
Penurunan peristaltik
usus
Konstipasi

Kurang informasi
Takut, gelisah

Risiko infeksi

Terputusnya inkontinuitas
jaringan pembuluh darah,
dan saraf-saraf disekitar
daerah Nyeri
insisi akut

Ansietas

1.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan darah lengkap 2 jam post sc dan 6 jam post sc.
2. Tes golongan darah, waktu pembekuan darah (BT, CT)
1.1.8 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air gula.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
mobilisasi dini.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b. Oral
: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi
: penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita


dapat diberikan caboransia seperti vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 2 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan. Kontraksi dan perdarahan setiap 15 menit 1 jam
pertama dan 30 menit 2 jam kedua.
1.1.9 Komplikasi
1. Infeksi Puerpuralis
1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai

pada

partus

terlantar

dimana

sebelumnya

telah

terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Atonia Uteri
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
1.2 Konsep Asuhan keperawatan
1.2.1 Pengkajian keperawatan
1) Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, No CM, tanggal masuk
2) Riwayat penyakit
a. Keluhan utama (saat MRS dan sekarang)
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat obstetri ginekologi
a. Riwayat menstruasi
b. Riwayat pernikahan
c. Riwayat persalinan saat ini
d. Riwayat nifas saat ini

4) Pola fungsional kesehatan


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pengetahuan klien, keluarga tentang kehamilan dan persalinan serta
perawatan yang harus dilakukan setelah persalinan
b. Pola nutrisi/metabolisme
Asupan makanan dan minuman pada saat kehamilan, persalinan dan
perawatan pasca persalinan
c. Pola eliminasi
Perubahan BAB dan BAK yang dialami pada saat kehamilan,
persalinan dan pasca persalinan
d. Pola aktivitas dan latihan
Perubahan atau hambatan yang dialami saat beraktivitas pada saat
kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan
e. Pola oksigenasi
Klien menggunakan alat bantu pernafasan atau tidak
f. Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami kesulitan pada saat tidur dan istirahat
g. Pola perseptual
Kurangnya pengetahuan mengenai penanganan saat kehamilan
h. Pola persepsi diri
Klien kooperatif atau tidak
i. Pola seksual dan reproduksi
Penghentian menstruasi, peruahan respon atau aktivitas seksual
j. Pola peran dan hubungan
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami nyeri
sehingga mengganggu komunikasi dengan orang lain
k. Pola manajemen koping stres
Manajemen koping kurang efektif
l. Sistem nilai dan keyakinan
Klien rajin beribadah dan berdoa
1.2.2
1.
2.
3.
4.
5.
1.2.3
1.

Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler
Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
Rencana Asuhan Keperawatan
Dx: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x ..... jam
diharapkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : (NOC : Pain Control)
Mampu mengontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen
nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan


tanda nyeri)

Intervensi

: (NIC : Pain Management)


O : Lakukan pengkajian secara menyeluruh, termasuk lokasi
nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas tidur
R / Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien
N : Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (nafas dalam
relaksasi)
R / Untuk mengurangi nyeri
E : Berikan informasi tentang penyebab nyeri berapa lama
nyeri akan berkurang
R / Untuk menambah wawasan klien dan keluarga
C : Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R / Untuk mengurangi nyeri secara farmakologi

2. Dx: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler


Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x ..... jam
diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi
Kriteria Hasil : (NOC : Mobilitas)
Menunjukan perubahan posisi
Mampu berpindah
Berpindah dengan mudah
Intervensi

: (NIC : Excercise Therapy : Joint Mobility)


O : Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
R / Untuk mengidentifikasi kelemahan otot / kekuatan
otot
N : Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring)
R / Untuk menurunkan risiko terjadinya trauma

E : Berikan informasi kepada klien dan keluarga tentang


gerak serta cara-cara melakukannya
R / Meminimalkan atrofi otot, melancarkan sirkulasi
C : Lakukan kolaborasi dengan ahli fisioterafi secara aktif
dan ambulasi klien
R / Ahli fisioterapi lebih mengetahui terapi yang tepat
didapatan klien

3. Dx:

Konstipasi

berhubungan

dengan

penurunan

motilitas

traktus

gastrointestinal
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x ..... jam
diharapkan tidak terjadi konstipasi
Kriteria Hasil : (NOC : Bowl Elimination)
Pola BAB dalam batas normal
Feses lunak
Cairan dan serat adekuat
Intervensi

: (NIC : Management Konstipasi)


O : Kaji faktor-faktor penyebab konstipasi
R / Untuk memberikan penanganan yang tepat
N : Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
R / Untuk merangsang eliminasi
E : anjurkan untuk minum banyak
R / Untuk merangsang eliminasi
C : Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan
cairan

R / Untuk melancarkan BAB


4. Dx: Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x ..... jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : (NOC : Immune Status)

Intervensi

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal

: (NIC : Infection Protection)


O : Monitor tanda dan geja infeksi sistemik dan lokal
R / Untuk mengetahui kedaan umum klien
N : Pertahanan teknik aseptik pada klien yang berisiko
R / Untuk mencegah terjadinya infeksi
E : Berikan informasi kepada klien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
R / Untuk menambah wawasan klien dan keluarga
C : Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
R / Mengontrol infeksi secara farmakologi

5. Dx: Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan


Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x ..... jam
diharapkan kecemasan klien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : (NOC : Anxiety Self Control)
Mampu mengidentifikasi intensitas kecemasan
Mampu menghilangkan penyebab kecemasan
Mampu menggunakan strategi koping yang efektif
Intervensi

: (NIC : Anxiety Reduction)


O : Kaji tingkat kecemasan klien
R / Untuk merencanakan tindakan keperawatan
N : Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan ketakutan
persepsi
R / Mengetahui penyebab kecemasan
E : Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
R / Menenagkan klien agar tidak merasa cemas

C : Kolaborasi dalam pemberian obat (bila perlu)


R / Mengurangi kecemasan
1.2.4 Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi atau perencanaan yang telah dibuat.
1.2.5 Evaluasi
1. Dx 1 : Nyeri berkurang atau hilang
2. Dx 2 : Hambatan mobilitas fisik teratai
3. Dx 3 : Tidak terjadi konstipasi
4. Dx 4 : Tidak terjadi infeksi
5. Dx 5 : Kecemasan klien berkurang atau hilang

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Clasification (NIC) Fifth


Edition. USA : Mosby Inc An Affiliate of Elsevier

Herdman, T. Heather. 2011. Nanda International Diagnosa Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition.
USA : Mosby Inc An Affiliate of Elsevier
Prawirashardja. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiraharjo

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Post Sectio Caesaria (SC)


di Ruang Melati II RSUD Kabupaten Buleleng

Tanggal 5 September 2016

Oleh :
Gede Nova Wisnu Dharmawan, S.Kep 16089142033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2016

Lembar Pengesahan

Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Post Sectio Caesaria (SC)


di Ruang Melati II RSUD Kabupaten Buleleng

Tanggal 5 September 2016

Telah Diterima dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical
Instructur (CI) Stase Keterampilan Dasar Profesi Sebagai Syarat Memperoleh
Penilaian Dari Departemen Keterampilan Dasar Profesi STIKES Buleleng.

Singaraja, 5 September 2016


Clinical Instructur (CI),
Ruang Melati II
RSUD Kabupaten Buleleng

......................................................
NIP.

Clinical Teacher (CT),


Stase Keperawatan Keterampilan
Dasar Profesi
STIKES Buleleng

......................................................
NIK.

Anda mungkin juga menyukai