Disusun Oleh :
dr.ifan surya adhitama
Pembimbing :
Dr.eka yusuf inra Sp.A
Disusun Oleh :
Dr.ifan surya adhitama
Dokter pendamping
BAB II
STATUS PASIEN
II.1 Identitas Pasien
Nama
: An. F
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Umur
: 11 Tahun
Berat Badan
: 29Kg
Alamat
MRS
: sarang tiung
: 21 desember 2016
II.2 Anamnesis
Autoanamnesa dan Alloanamnesa pada tanggal 21 desember 2016
Keluhan Utama
: pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam berawal sejak 6 hari yang lalu, kemudian pada hari ke-4 demam turun hingga hari
ke-6. Mual dan muntah pada hari pertama, muntah sebanyak 3 kali setiap makan. Makan dan
minum kurang baik. BAB terakhr 6 hari yang lalu.
Riwayat Dahulu:
Belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Alergi: tidak terdapat riwayat alergi makanan ataupun obat.
II.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada 21 desember 2016.
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah= 90/60mmHg
Nadi = 92 x/menit
Suhu = 36,8 0C
Laju Pernafasan (RR) = 20 x/menit
Kepala :
-
Thoraks
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung : BJ I-II reguler murni
Abdomen :
Inspeksi
: datar
Auskultasi : BU (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), Turgor kulit < 2 detik, hepatosplenomegali (-)
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
-
Pemeriksaan Penunjang :
Lab
Darah Rutin
Hasil
WBC : 4,11
RBC : 5,9
HGB 13,4
HCT 37,9%
MCV : 73,1
MCH : 25,8
MCHC : 35,3
PLT98.000
Diagnosa
Demam Berdarah Dengue grade 1
Terapi
1. RL 30 tpm
2. Pct 300mg /8 jam jika suhu tubuh >38 c
Normocephal,
terdapat
memar
pada
pelipis sinistra.
Mata : ikterus -/-, konjugtiva anemis -/Mulut : terdapat bibir kering dan pecahpecah, perdarahan pada bibir sudah
mengering,
lidah
kotor
(-),
faring
kulit
<
detik,
pada
kedua
hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas :
-
Akral
hangat
positif
inferior.
petekie pada dorsum pedis
MCV : 77,8
MCH : 26,5
HGB 12,0
MCHC : 34,1
HCT 25,3
PLT 100.000
A: DHF
23 desember S: pasien masih merasa lemas, makan dan 1. Infus DS 1/5 NS 24
2016
Normocephal,
terdapat
memar
pada
pelipis sinistra.
Mata : ikterus -/-, konjugtiva anemis -/Mulut :bibir kering dan pecah-pecah (-),
perdarahan pada bibir (-), lidah kotor (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
kulit
<
detik,
pada
kedua
hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas :
-
Akral
hangat
positif
MCV : 77,8
MCH : 26,5
MCHC : 34,1
HCT 25,3
PLT 133.000
tpm/jam
Cefotaxim 3 x 500 mg
Norages (300 k/p)
Pamol 3 x (250 mg)
Madu
untuk
melembabkan bibir
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod
borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
dengue yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami
perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50
nm dan mengandung RNA rantai tunggal.
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya
perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan
hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam
dengue dan demam berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. 3
6. Teori endotoksin
7. Teori limfosit
3.
4.
5.
Sejak
infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen,
dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran
endotoksemia dan limfosit T. 9
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing
antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda
dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya
berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak
dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G
anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T
memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 10
dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan
patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi
sekunder dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami
DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
-
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
11
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3
atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit
tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi
biasanya tidak ikterik.8
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Dikutip dari kepustakaan no. 11dan 12)
Pada
pemeriksaan
laboratoriun
dapat
ditemukan
adanya
trombositopenia
sedang
hingga
disertai
berat
Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada
DBD ( Dikutip dari kepustakaan no. 13)
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi
dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah
kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi
maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria
WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah
sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris
yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8
Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :
-
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun
atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam
ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
setelah onset
Mungkin
infeksi
terbentuk pada kadar yang
rendah
tidak
atau
infeksi primer
Antibodi Ig G :
- Terbentuk
-
hari
onset
Meningkat
Menetap
terdeteksi
pasca
singkat
dengan cepat pasca 1-2
gejala
pada infeksi primer
hingga 30-40 hari dan
kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G
anti dengue. 14
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi
dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID).13
diberikan parasetamol
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam
turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah
urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan
transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok
ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis
yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector
disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan
bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan
harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat
bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah
terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan
manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian
cairan intravena untuk mencegah terjadinya oedem
paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan
berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga
kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat
anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita
anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hatihati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan
derajat13.terlampir
sebagai
berikut:
Gambar
Keseimbangan
tekanan
hidrostatik dan onkotik
pergerakan cairan pada kapiler yang harus dipertahankan untuk
mencegah terjadinya syok pada DBD
Pencegahan
-
Swing Fog
Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13 th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 3292. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 633. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia :
WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro SRS,
Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak &
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php? name=
ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2006.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.