Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

DEMAM BERDADARAH DENGUE (DBD)


Disusun untuk Memenuhi tugas
Program Dokter Internship RSUD kotabaru

Disusun Oleh :
dr.ifan surya adhitama
Pembimbing :
Dr.eka yusuf inra Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MUM DAERAH KOTABARU
2016
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS :
DEMAM BERDADARAH DENGUE (DBD)

Disusun Oleh :
Dr.ifan surya adhitama

Telah Disetujui dan Disahkan oleh:


Dokter Pembimbing

Dokter pendamping

Dr.eka yusuf inra. Sp.A

dr. hadidjah hasyim

BAB II
STATUS PASIEN
II.1 Identitas Pasien
Nama
: An. F
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Umur
: 11 Tahun
Berat Badan

: 29Kg

Alamat
MRS

: sarang tiung
: 21 desember 2016

II.2 Anamnesis
Autoanamnesa dan Alloanamnesa pada tanggal 21 desember 2016
Keluhan Utama
: pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam berawal sejak 6 hari yang lalu, kemudian pada hari ke-4 demam turun hingga hari
ke-6. Mual dan muntah pada hari pertama, muntah sebanyak 3 kali setiap makan. Makan dan
minum kurang baik. BAB terakhr 6 hari yang lalu.
Riwayat Dahulu:
Belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Alergi: tidak terdapat riwayat alergi makanan ataupun obat.
II.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada 21 desember 2016.
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah= 90/60mmHg
Nadi = 92 x/menit

Suhu = 36,8 0C
Laju Pernafasan (RR) = 20 x/menit
Kepala :
-

Normocephal, terdapat memar pada pelipis sinistra (sejak 1 hari SMRS)


Mata : ikterus -/-, konjugtiva anemis -/Mulut : terdapat bibir kering dan pecah-pecah, perdarahan pada bibir (sejak 1 hari
SMRS), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Thoraks
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung : BJ I-II reguler murni
Abdomen :
Inspeksi
: datar
Auskultasi : BU (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), Turgor kulit < 2 detik, hepatosplenomegali (-)
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
-

Akral dingin positif pada kedua ekstremitas (superior maupun inferior)


Stocking rash pada kedua ekstremitas inferior
petekie pada dorsum pedis

Pemeriksaan Penunjang :
Lab
Darah Rutin

Hasil
WBC : 4,11
RBC : 5,9
HGB 13,4
HCT 37,9%

MCV : 73,1
MCH : 25,8
MCHC : 35,3
PLT98.000

Diagnosa
Demam Berdarah Dengue grade 1
Terapi
1. RL 30 tpm
2. Pct 300mg /8 jam jika suhu tubuh >38 c

3. Imunos plus syr 2x1 cth


LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal
Integrasi Pasien
Pengobatan
22 desember S: pasien masih merasa lemas, makan dan 1. Infus rl 30 tpm
2. Imunos syr 2x1
2016
minum sudah membaik. BAB belum bisa hingga
hari ini, BAK normal. Demam (-), mual muntah
pada hari ini (-), perdarahan pada bibir sudah
tidak berproduksi lagi.
O:
KU= CM/ tampak sakit sedang
TV TD 90/60 mmHg; RR 20 x/mnt; Nadi 76
x/mnt; Suhu 36,5C
Kepala :
-

Normocephal,

terdapat

memar

pada

pelipis sinistra.
Mata : ikterus -/-, konjugtiva anemis -/Mulut : terdapat bibir kering dan pecahpecah, perdarahan pada bibir sudah
mengering,

lidah

kotor

(-),

faring

hiperemis (-), tonsil T1-T1


Thoraks :Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhii -/-,
wheezing-/Cor : BJ I-II Reguler murni.
Abdomen : Supel, BU (+), Nyeri tekan (-),
Turgor

kulit

<

detik,

pada

kedua

hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas :
-

Akral

hangat

positif

ekstremitas (superior maupun inferior)


Sianosis negatif pada kedua ekstremitas

(superior maupun inferior)


Stocking rash pada kedua ekstremitas

inferior.
petekie pada dorsum pedis

Hasil Lab Darah Rutin :


WBC : 4,1
RBC : 4,53

MCV : 77,8
MCH : 26,5

HGB 12,0

MCHC : 34,1

HCT 25,3

PLT 100.000

A: DHF
23 desember S: pasien masih merasa lemas, makan dan 1. Infus DS 1/5 NS 24
2016

minum sudah membaik. BAB belum bisa hingga


2.
3.
pada hari ini (-), perdarahan pada bibir sudah 4.
5.
tidak
berproduksi lagi,
tidak
terdapat
hari ini, BAK normal. Demam (-), mual muntah

perdarahan/memar di bagian tubuh lainnya.


O:
KU= CM/ tampak sakit sedang
TV TD 100/40 mmHg; RR 22 x/mnt; Nadi 78
x/mnt; Suhu 36,5C
Kepala :
-

Normocephal,

terdapat

memar

pada

pelipis sinistra.
Mata : ikterus -/-, konjugtiva anemis -/Mulut :bibir kering dan pecah-pecah (-),
perdarahan pada bibir (-), lidah kotor (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Thoraks :Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhii -/-,


wheezing-/Cor : BJ I-II Reguler murni.
Abdomen : Supel, BU (+), Nyeri tekan (-),
Turgor

kulit

<

detik,

pada

kedua

hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas :
-

Akral

hangat

positif

ekstremitas (superior maupun inferior)


Sianosis negatif pada kedua ekstremitas

(superior maupun inferior)


Stocking rash pada ekstremitas inferior
petekie pada dorsum pedis memudar

Hasil Lab Darah Rutin :


WBC : 4,1
RBC : 4,53
HGB 12,0

MCV : 77,8
MCH : 26,5
MCHC : 34,1

HCT 25,3

PLT 133.000

tpm/jam
Cefotaxim 3 x 500 mg
Norages (300 k/p)
Pamol 3 x (250 mg)
Madu
untuk
melembabkan bibir

A: DHF (direncanakan pulang)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod
borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
dengue yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami
perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1

Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50
nm dan mengandung RNA rantai tunggal.

Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu

DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9


Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya
perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan
hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam
dengue dan demam berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. 3

Beberapa teori dan

hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :


1. Teori virulensi virus
2. Teori imunopatologi

6. Teori endotoksin
7. Teori limfosit

3.
4.
5.
Sejak

Teori antigen antibodi


8. Teori trombosit endotel
Teori infection enchancing antibody
9. Teori apoptosis. 9
Teori mediator
tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori

infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen,
dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran
endotoksemia dan limfosit T. 9

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing
antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda
dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya
berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak
dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G
anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T
memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 10

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory


Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama
perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang
terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini

dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan
patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi
sekunder dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami
DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
-

masuk dalam monosit


Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum

tulang (terjadi viremia).


Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:


- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing
antibody).10
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang
mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat.
Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue
ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi
sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah
monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.10

Gambar 3. Teori secondary heterologous infection


Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek
sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di
seluruh tubuh.1
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus
membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit
(makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC
memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-) yang
mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan
ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti
aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan
eksaserbasi kaskade inflamasi.

Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )

Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11

Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
11

Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada

anggota badan dan ruam. 4,12


Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat
bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8

Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3
atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke

3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12


Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77%
kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan
lain dapat menyertai.4,12

Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD


Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
-

hingga periode demam berakhir


Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme

pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni


Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 8

Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. 11 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit
tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi
biasanya tidak ikterik.8
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Dikutip dari kepustakaan no. 11dan 12)

Pada
pemeriksaan
laboratoriun

dapat

ditemukan

adanya

trombositopenia

sedang

hingga

disertai

berat

hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD dan


membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,


saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)

(dikutip dari kepustakaan no.2)Dengue Shock Syndrome


Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan
cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien
tampak gelisah. 11

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada
DBD ( Dikutip dari kepustakaan no. 13)

Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi
dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah
kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi
maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria
WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah
sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris
yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8
Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :
-

Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.


Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.

Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.


Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab

dan penderita gelisah.


Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. 4,7,8,12

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun
atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan

2.1 Pemeriksaan rontgen dada


Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue


2.2. Pencitraan Ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu
untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat
penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua
organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13
3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji hambatan hemaglitinasi
- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 7
Pemeriksaan rapid sero diagnostic test
Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 23. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit
3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun
kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan
Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik

dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam
ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.

Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue


Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak
-

setelah onset
Mungkin

infeksi
terbentuk pada kadar yang

rendah

tidak

atau

infeksi primer
Antibodi Ig G :
- Terbentuk
-

terbentuk hingga 20 hari

hari
onset
Meningkat
Menetap

terdeteksi

pasca

singkat
dengan cepat pasca 1-2
gejala
pada infeksi primer
hingga 30-40 hari dan

kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G
anti dengue. 14

Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11

Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi
dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID).13

Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit


(dikutip dari kepustakaan no. 2)
Penatalaksanaan Demam Dengue
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
-

diberikan parasetamol
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami

nyeri yang parah


Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue


Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat
sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma.
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada
atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit
dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan.

Kunci

keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam
turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah
urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan

transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok
ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis
yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector
disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan
bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan
harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat
bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah
terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan
manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian
cairan intravena untuk mencegah terjadinya oedem
paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan
berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga
kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat
anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita
anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hatihati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan
derajat13.terlampir
sebagai
berikut:
Gambar
Keseimbangan
tekanan
hidrostatik dan onkotik
pergerakan cairan pada kapiler yang harus dipertahankan untuk
mencegah terjadinya syok pada DBD

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue

Kriteria memulangkan pasien :


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7

Pencegahan
-

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan

Swing Fog
Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13 th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 3292. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 633. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia :
WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988

5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro SRS,
Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak &
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php? name=
ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2006.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

Anda mungkin juga menyukai