Anda di halaman 1dari 23

1

PENGARUH RADIASI TERHADAP


KELAINAN OTAK

Pembimbing: Dr.dr. Rr. Suzy Indharthy, M.Kes, Sp.BS


OLEH:
Niken Ravita Damanik
Tisya Septi Aryani
Marilyn Monica
Asrini Rizky Nst
Kevin Raymond

110100180
110100166
110100434
110100265
110100304

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Pengaruh Radiasi terhadap Otak. Tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik di
Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara..
Penulis menyadari laporan kasus ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua terutama untuk pengembangan ilmu kedokteran.
Medan, 30 Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar......................................................................................

Daftar Isi................................................................................................

ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................


1.2 Tujuan....................................................................................
1.3 Manfaat..................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................
2.1 Anatomi ................................................................................
2.2 Fisiologi.................................................................................
2.2.1 Meningen......................................................................
2.2.2 Cairan Serebrospinal....................................................
2.2.3 Sawar Darah Otak.........................................................
2.2.4 Metabolisme Otak........................................................
2.3 Radiasi...................................................................................
2.3.1 Definisi.........................................................................
2.3.2 Jenis-jenis radiasi...........................................................
2.3.4 Dosis Radiasi.................................................................
2.3.5 Efek dan Bahaya Radiasi................................................
2.4 Pengaruh Radiasi terhadap Kelainan Otak............................
KESIMPULAN......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

1
2
2
3
3
6
6
6
8
8
9
9
9
10
11
14
19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem saraf manusia terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat terdiri dari otak yang terletak di dalam kranium dan medulla
spinalis yang terlindungi di kanalis medullaris sepanjang foramen vetebrae.
Sistem saraf ini sangat penting dalam kehidupan manusia, bagi sebagai tindakan
somatik maupun autonom, sensorik maupun motorik dan proses proses vital
lainnya. 1
Di antara sistem saraf ini, otak memegang peranan terpenting. Hal ini
dikarenakan otak mengatur banyak proses proses baik dalam fungsi homeostasis
maupun fungsi luhur tertinggi2. Otak sendiri tercipta sedemikian rupa dengan
perlindungan yang sempurna. Otak terletak di rongga kranium yang keras,
terapung dalam suatu cairan cerebrospinal, dan diawasi pertukaran zatnya dengan
sangat selektif, yang peranannya diatur oleh sawar darah otak, kranium serta
cairan serebrospinal melindungi otak dari trauma dan guncangan, sedangkan
sawar darah otak membatasi pertukaran zat antara pembuluh darah dan otak
sehingga hanya sedikit zat yang dapat menembus otak.2
Dewasa ini penggunaan teknologi berbasis radiasi semakin marak. Mulai dari
penggunaan telepon genggam, terapeutik, ataupun yang lebih ekstrem, radiasi
nuklir sebagai sumber energi. Penelitian mengenai efek radiasi terhadap tubuh
manusia telah banyak dilakukan, terutama setelah perang dunia ke-2 saat bom
nuklir diledakkan di Nagasaki dan Hiroshima. Efek radiasi telah diketahui
menyebabkan banyak penyakit keganasan, misalnya pada karsinoma Tiroid. Hal
ini mengundang penelitian- penelitian lain untuk mempelajari bagaimana efek
radiasi terhadap otak.3
Pengaruh radiasi terhadap organ tubuh manusia dapat bermacam-macam
bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima. 3 Efeknya

dapat berupa kerusakan permukaan kulit hingga induksi keganasan. Pada otak,
efek radiasi diduga dapat menyebabkan kanker otak,terutama jenis radiasi
ionisasi.Contoh radiasi yang mengionisasi adalah sinar-X, sinar gamma yang
terutama lebih sering mengenai anak yang terapapar saat usia berada di bawah 20
tahun.4

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui struktur dan fungsi otak
1.2.2 Mengetahui jenis radiasi
1.2.3 Mengetahui efek radiasi terhadap tubuh
1.2.4 Mengetahui efek radiasi terhadap otak

1.3 Manfaat
1.3.1 Sebagai bahan pembelajaran dan ilmu kedokteran
1.3.2 Sebagai syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Bedah
Saraf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus.1

Gambar 2.1. Bagian Otak1

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masingmasing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut
gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus
tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan
lobus temporal. 1
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis
(Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatik . 1
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otototot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area
asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral.
Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.1
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. 1
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa
area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2 Area Otak1


2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang
otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum
juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. 1
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering

timbul berupa muntah, kelemahan otat w2ajah baik satu maupun dua sisi,
kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun. 1
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III
dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran. 1
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons. 1
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa
kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN
VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla. 1
2.2 Fisiologi Otak
1.Meningen
Meningen adalah tiga membran yang membungkus susunan saraf pusat,
dari lapisan terluar hingga terdalam : duramater, arakhnoid mater dan pia mater.
1.Duramater adalah pembungkus inelastik kuat yang terdiri dari dua lapisan (dura
artinya kuat). Lapisan-lapisan ini biasanya melekat erat, tetapi di beberapa
tempat keduanya terpisah untuk membentuk rongga berisi darah, sinus dural,
atau rongga yang lebih besar, sinus venosus. Darah vena yang berasal dari otak
mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung.2
2.Arakhnoid mater adalah lapisan halus kaya pembuluh darah dengan
penampakan sarang laba-laba. Ruang antara lapisan arakhnoid dan pia mater
dibawahnya, ruang subarakhnoid terisi oleh CSS. Penonjolan jaringan
arakhnoid, vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan
menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi menembus permukaan villusvillus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di dalam sinus.2

3.Piamater, lapisan meningen paling dalam merupakan lapisan paling rapuh.


Lapian ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke permukaan
otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di daerahdaerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa
pembuluh darah berkontak erat dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel.2
2.Cairan serebrospinal (CSS)
CSS mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan medula spinalis.
CSS memiliki berat jenis hampir seperti berat jenis otak sendiri, sehingga otak
pada hakikatnya mengapung atau tersuspensi di dalam CSS. Fungsi utama CSS
adalah sebagai cairan peredam kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian
interior tengkorak yang keras ketika kepala tiba-tiba mengalami benturan. CSS
juga berperan penting dalam pertukaran bahan antara sel-sel saraf dan cairan
interstisium di sekitarnya. Cairan serebrospinal dibentuk terutama oleh pleksus
khororoideus yang terdapat di bagian tertentu rongga ventrikel otak. Setelah
terbentuk, CSS mengalir melewati empat ventrikel yang saling berhubungan di
dalam interior otak dan melalui kanalis sentralis sempit di medula spinalis, yang
berhubungan dengan ventrikel terakhir. Cairan serebrospinal keluar melalui
lubang-lubang kecil dari ventrikel keempat di dasar otak untuk masuk ke ruang
subarakhnoid dan kemudian mengalir antara lapisan-lapisan meningen di seluruh
permukan otak dan medula spinalis. ketika mencapai bagian atas otak, CSS
direabsoprsi dari ruang subaraknoid ke dalam darah vena melalui vilus
arakhnoid.2

Gambar 2.3 Sistem Cairan Serebrospinal2


3.Sawar Darah Otak (SDO)
Otak dilindungi dari perubahan-perubahan yang merugikan dalam darah
oleh sawar darah otak (SDO) yang sangat selektif. SDO terdiri dari faktor
anatomik dan fisiologik. Di kapiler otak, sel-sel disatukan oleh taut erat yang
secara total menutup dinding kapiler sehingga tidak ada yang dapat dipertukarkan
menembus dinding melalui celah di antara sel-sel. Satu-satunya pertukaran yang
dapat terjadi adalah dengan melalui sel kapiler itu sendiri. Bahan larut lemak,
misalnya O2, CO2, alkohol dan hormon steroid mudah menembus sel-sel ini
dengan larut dalam lemak membran plasma.
Kapiler otak dikelilingi oleh prosesus artrosit memberi sinyal kepada sel-sel yang
membentuk kapiler otak untuk merapat. Daerah-daerah tertentu di otak tidak
memiliki SDO, terutama sebagian dari hipotalamus.2
4.Metabolisme Otak
Tidak seperti kebanyakan jaringan yang dapat mengandalkan metabolisme
anaerob untuk menghasilkan ATP tanpa adanya O2, otak tidak dapat menghasilkan
ATP tanpa O2. Juga berbeda dari jaringan lain, yang dapat menggunakan sumber

bahan bakar lain untuk menghasilkan energi selain glukosa, otak dalam keadaan
normal hanya menggunakan glukosa tetapi tidak menyimpan nutrien ini. Karena
itu, otak bergantung mutlak pada pasokan O2 dan glukosa yang adekuat dan terusmenerus.2
2.3 Radiasi
2.3.1 Definisi
Radiasi atau pancaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
energi dilepaskan oleh suatu atom. Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional,
radiasi adalah energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang.
Jadi radiasi kedokteran adalah energi yang dipancarkan oleh atom dalam bentuk
partikel atau gelombang yang digunakan dalam dunia kedokteran, baik untuk
tujuan diagnosis maupun tujuan pengobatan (terapi). Ada beberapa radiasi yang
kita terima setiap saat, baik yang berasal dari alam maupun dari buatan manusia.
Radiasi tersebut ada yang bermanfaat atau berdampak positif dan ada yang
merugikan atau berdampak negatif bagi tubuh manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan.6
2.3.2 Jenis-jenis Radiasi
Menurut massanya radiasi dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu,
1) Radiasi korpuskuler (corpuscular radiation)
Radiasi korpuskuler adalah pancaran atom-atom atau partikel sub atom
yang mempunyai kemampuan memindahkan energi geraknya atau energi
kenetiknya ke bahan- bahan yang ditumbuknya. Radiasi korpuskuler
(radiasi partikel) adalah radiasi yang memiliki massa, di antaranya partikel
alfa, beta dan netron. Partikel alfa dan beta ini dihasilkan dari peluruhan
sat radioaktif yang terurai menjadi satu atau beberapa partikel lain.7
2) Radiasi elektromagnetik (electromagnetics radiation)
Radiasi elektromagnetik adalah pancaran gelombang yang punya medan
listrik dan magnet yang dapat menyebabkan perubahan struktur dalam
atom dari bahan yang dilaluinya. radiasi elektromagnetik adalah radiasi
yang tidak memiliki massa, terdiri dari gelombang radio, gelombang

10

mikro, inframerah, gelombang tampak, sinar-X, sinar gamma dan sinar


kosmik.7
Energi radiasi dapat mengeluarkan elektron dari atom. Elektron yang
dikeluarkan itu dapat mengikat atom netral lainnya dan membentuk ion negatif
sedangkan atom yang ditinggalkan elektron menjadi bermuatan positif. Peristiwa
pembentukan ion negatif dan positif ini disebut ionisasi. Dalam proses aktifasi inti
ini unsur-unsur yang semula tidak bersifat radioaktif menjadi bersifat radioaktif
sehingga dapat memancarkan radiasi. Umumnya adalah radiasi gamma yang
sering disebut reaksi netron gamma. 7
Tidak semua radiasi menimbulkan ionisasi, sehingga radiasi dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi dan
yang dapat menimbulkan ionisasi. Radiasi yang tidak dapat menimbulkan
pasangan ion yaitu radiasi yang punya panjang gelombang lebih dari 100
apabila bertumbukan dengan medium. Di antaranya adalah radiasi galombang
elektromagnetik yaitu: sinar ultraviolet, sinar inframerah dan gelombang
infrasonik. Radiasi yang dapat menimbulkan pasangan ion adalah radiasi yang
mempunyai panjang gelombang lebih pendek dari 100 apabila berinteraksi
dengan medium. Radiasi tersebut diantaranya radiasi elektromagnetik sinar X,
sinar gamma, dan semua jenis radiasi pertikel.7
2.3.3 Dosis Radiasi
Radiasi tidak dapat kita deteksi secara langsung dengan panca indra tetapi
harus dengan peralatan khusus yang disebut detektor radiasi, misalnya film
fotografi,tabung geiger-muller (Geiger Muller counter) dan pencacah sintilasi.
Hasil pencatatan dari detektor radiasi ini diinterpretasikan sebagai energi radiasi
terserap oleh seluruh tubuh atau jaringan tertentu.6
Banyaknya energi radiasi pengion terserap oleh tubuh disebut dosis terserap yang
dinyatakan dalam satuan Gray (Gy), dan untuk satuan yang lebih kecil dinyatakan
dengan milli Gray (mGy). Besar dosis yang sama untuk setiap jenis radiasi belum
tentu punya efek biologis yang sama oleh karena setiap radiasi pengion punya

11

kemampuan berbeda dalam merusak jaringan atau organ tubuh manusia. Karena
perbedaan tersebut diperlukan besaran dosis yang tidak tergantung dari jenis
radiasi yaitu dosis ekivalen dengan satuan Sievert (Sv) dan untuk satuan yang
lebih kecil digunakan milli sievert (mSv). Dosis ekivalen adalah dosis terserap
dikalikan faktor bobot radiasi. Faktor bobot radiasi untuk elektron (radiasi beta),
foton (gamma) dan sinar-X bernilai 1 sedangkan untuk radiasi alfa bernilai 20. Ini
berarti bahwa radiasi alfa bisa mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh 20
kali lebih besar dibandingkan dengan radiasi beta, gamma, dan sinar-X. Dengan
adanya dosis ekivalen ini maka dosis 1 Sv yang berasal dari radiasi alfa akan
mengakibatkan kerusakan yang sama dengan dosis 1 Sv dari radiasi sinar beta,
gamma dan sinar-X. Setiap jaringan tubuh juga mempunyai kepekaan masingmasing terhadap radiasi (faktor bobot organ), misalnya sel kelamin punya faktor
bobot organ lebih tinggi dari sumsum tulang, ginjal, paru, dan lain-lain. Oleh
karena itu dibuatlah dosis efektif yang menyatakan jumlah dari dosis ekivalen
yang diterima tubuh dikalikan dengan faktor bobot organ.5 Dosis ini sering
disebut dengan dosis radiasi yang dinyatakan dengan Rem (1 Sv = 100 Rem).
Nilai batas dosis menurut surat keputusan Kepala Bapeten No: 01 / Ka Bapeten /
V 99, penerimaan batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum
selama jangka waktu 1 tahun tetapi tidak termasuk penerimaan dosis dari
penyinaran medis dan penyinaran alam. Nilai batas dosis pekerja radiasi untuk
seluruh tubuh sebesar 50 mSv pertahun sedangkan nilai batas dosis masyarakat
umum untuk seluruh tubuh 5 mSv pertahun. Dalam hal penyinaran lokal pada
bagian khusus dari tubuh, dosis rata-rata dalam tiap organ atau jaringan tubuh
yang terkena radiasi harus tidak lebih dari 50 mSv pertahun.6

2.3.4 Efek dan Bahaya Radiasi


Beberapa efek yang merugikan dari radiasi hanya berlangsung singkat,
sedangkan efek lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun. Efek dini dari
radiasi dosis tinggi akan tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau beberapa

12

hari. Efek lanjut mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan
bertahuntahun kemudian. Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari selsel organ
kelamin akan tampak jelas hanya jika hewan yang terpapar radiasi memiliki anak,
dimana anaknya mungkin terlahir dengan kelainan genetik.6
Paparan radiasi ionisasi terhadap jaringan tubuh menyebabkan 2 jenis efek,
yaitu akut (segera) dan kronik (menahun) :
1. Efek akut
Efek akut menghasilkan kerusakan sel parenkim akibat dosis yang
besar dari radiasi ionisasi. Perubahan pada kulit termasuk eritrema,
desquamasi

kering,

desquamasi

lembab

dan pengelupasan

kulit.

Pemaparan lokal terhadap organ radiosensitif lainnya seperti kelenjar


tyroid, organ lymphoid, usus dan ginjal dapat menyebabkan hilangnya sel
parenkim yang mengarah pada kegagalan organ dan disfungsi. Masuknya
paparan radiasi akut terhadap sistem tubuh lebih serius.6
Efek akut radiasi terhadap tubuh mengakibatkan kerusakan berbagai organ
yang berbeda yaitu :
a) Sindrom sumsum tulang (hematopoietik)
Sindrom sumsum tulang (hematopoietik) jika terpapar di dalam
tubuh. Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi kematian selama 1530
hari. Kegagalan fungsi sumsum tulang dapat menyebabkan infeksi,
defisiensi imun dan diathesis hemoragika. Fungsi sel pada saluran
gastrointestinal juga mengalami kerusakan. Muntah, diare, hilangnya
cairan dan gangguan barier mukosa sampai terjadinya infeksi merupakan
kontribut kematian.6
b) Sindrom gastrointestinal
Sindrom gastrointestinal jika terpapar (512 Gy) di dalam tubuh.
Apabila pasien tidak diterapi dapat terjadi kematian selama 3 10 hari.
Gejalanya dapat berupa mual hebat, muntah dan diare, yang menyebabkan
dehidrasi berat.6
c) Sindrom cerebrovaskular

13

Sindroma otak terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi (20 Gy)
dan selalu berakibat fatal. Gejala awal berupa mual dan muntah, lalu
diikuti oleh lelah, ngantuk dan kadang koma. Gejala ini kemungkinan
besar disebabkan oleh adanya peradangan otak.6
2. Efek kronis
Pemaparan berulang atau pemaparan jangka panjang oleh radiasi
dosis rendah dari implan radioaktif atau sumber eksternal, bisa
menyebabkan terhentinya menstruasi (amenore), berkurangnya kesuburan
pada pria dan wanita, berkurangnya gairah seksual (libido) pada wanita,
katarak dan berkurangnya jumlah sel darah merah (anemia), sel darah
putih (leukopenia dan trombosit (trombositopenia). 6
Dosis sangat tinggi pada bagian tubuh tertentu bisa menyebabkan
rambut rontok, kulit menipis dan terbentuknya luka terbuka (ulkus, borok),
kapalan dan spider nevi (daerah kemerahan seperti labalaba akibat
pelebaran pembuluh darah kecil di bawah permukaan kulit).

Kadang

cedera berat pada organ yang terpapar radiasi terjadi beberapa bulan/tahun
setelah menjalani terapi radiasi untuk kanker yaitu6 :
a. Fungsi ginjal bisa menurun dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun
setelah penderita menerima dosis radiasi yang sangat tinggi; juga bisa
terjadi anemia dan tekanan darah tinggi. 6
b. Penimbunan radiasi dosis tinggi di dalam otot bisa menyebabkan nyeri,
pengecilan otot (atrofi) dan penimbunan kalsium di dalam otot yang
teriritasi. Meskipun sangat jarang terjadi, perubahan ini bisa
menyebabkan tumor otot ganas. 6
c. Radiasi pada tumor paru bisa menyebabkan peradangan paru
(pneumonitis radiasi) dan radiasi dosis tinggi bisa menyebabkan
pembentukan jaringan parut yang hebat pada paruparu (fibrosis), yang
bisa berakibat fatal. 6
d. Jantung dan kantungnya bisa mengalami peradangan setelah diberikan
radiasi yang luas pada tulang dada dan dada. 6
e. Penimbunan radiasi di dalam korda spinalis bisa menyebabkan
kerusakan hebat yang berakhir dengan kelumpuhan. 6

14

f. Radiasi ekstensif pada perut (untuk kanker kelenjar getah bening, testis
atau ovarium) bisa menyebabkan terbentuknya ulkus kronis, jaringan
parut dan perforasi pada usus. 6

2.4 Pengaruh Radiasi Terhadap Kelainan Otak


Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat
terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika
berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap
terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya.
Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas)
pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain,
semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas
melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan
awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis
yang merugikan.3
Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA
sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada
DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal
bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang
merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.3
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak
dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara
akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).
Sebagai contoh, dalam suatu penelitian di Amerika Serikat, radiasi gamma dengan
dosis 5 Gy (500 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit
akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada tujuh puluh persen manusia
yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam
waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan
dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut

15

tidak terjadi. Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 4 Sv (350 400 rem)
yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari
mereka yang mendapat radiasi ulang dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya,
dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam selang waktu satu tahun
tidak menimbulkan akibat yang sama.7
Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh
mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang
ditimbulkan radiasi juga akan berbeda. Sebuah penelitian di Cina menunjukkan
ada hubungan antara kandungan lipid dan asam nukleat suatu jaringan terhadap
resistensi terhadap radiasi, dimana jaringan kaya lipid dan atau asam nukleat akan
lebih mudah mengalami efek radiasi dibandingkan jaringan lainnya. Kulit, otak,
dan sistem pencernaan termasuk organ/jaringan yang mudah mengalami efek
radiasi, sedangkan eritrosit yang tidak memiliki inti sel cenderung tidak
mengalami efek radiasi.8
Otak merupakan salah satu organ yang sering menjadi perhatian dalam
mempelajari pengaruh radiasi terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang telah
diyakini dapat disebabkan pengaruh radiasi terhadap otak antara lain:

Penyakit Alzheimer

Autisme

Tumor otak

Glioma, acoustic neuroma

Banyak penelitian terhadap efek berbagai bentuk radiasi terhadap kelainan otak
yang telah dilakukan. Dari berbagai bentuk radiasi, jenis radiasi yang paling
menjadi perhatian antara yaitu radiasi dari sistem telekomunikasi dan radiologi
diagnostik/radioterapi.7
Radiasi sistem telekomunikasi, khususnya telepon selular, telah lama
menjadi topik pembelajaran penting mengenai dampak radiasi pada kesehatan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa radiasi telepon
selular berdampak buruk bagi kesehatan, khususnya otak. Sebuah penelitian di
Inggris membuktikan bahwa paparan terhadap ponsel selama 30 menit

16

mempengaruhi aktivitas neural otak, dan paparan secara kronis mempebesar risiko
kanker otak, menurunkan daya ingat, dan menimbulkan perilaku autisme.
Walaupun semua gejala tersebut dikaitkan erat pada radiasi telepon selular,
diyakini ada kemungkinan gelombang radiasi sistem telekomunikasi lain seperti
radiasi PC, wifi, dan bentuk telekomunikasi lainnya juga memberikan dampak
yang sama, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda.9
Pengamatan lebih jauh mengenai dampak radiasi elektromagnetik ponsel
terhadap tubuh manusia, ternyata mempunyai kemiripan dengan dampak radiasi
elektromagnetik yang ditimbulkan oleh radar. Dampak tersebut adalah
kemampuan radar mengagitasi molekul air yang ada dalam tubuh manusia. Sel-sel
yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar mengandung air. Agitasi
ditimbulkan

oleh

radiasi

elektromagnetik.

Kalau

intensitas

radiasi

elektromagnetiknya cukup kuat, maka molekul-molekul air terionisasi, dampak


yang ditimbulkan mirip dengan akibat yang ditimbulkan oleh radiasi nuklir.
Peristiwa agitasi oleh gelombang mikro yang perlu diperhatikan adalah yang
berdaya antara : 4 mW/cm2 ~ 30 mW/cm2. Agitasi bisa menaikkan suhu molekul
air yang ada di dalam sel-sel tubuh manusia dan ini dapat berpengaruh terhadap
kerja susunan syaraf, kerja kelenjar dan hormon serta berpengaruh terhadap
psikologis manusia. Hal-hal inilah yang kemungkinan diduga sebagai penyebab
timbulnya penyakit Alzheimer atau kepikunan dini.9
Penelitian ini dilakukan oleh 12 lembaga reset, 7 diantaranya ada di Eropa
selama 4 tahun. Universitas di Washington, Seattle menemukan bahwa EMR
dalam bentuk energi gelombang radio rendah terbukt bisa merusak DNA.
Kelompok riset Jerman, Verum mencoba mempelajari efek radiai HP terhadap selsel tubuh manusia. Hasilnya sel-sel tubuh yang terkena paparan gelombang
elektromagnetik seperti pada HP mengalami kerusakan yang signifikan. Bahkan
mutasi sel-sel ini bias menjadi penyebab timbulnya kanker. Pancaran radiasi yang
digunakan dalam penelitian berada pada level 0,3-2 watt/kg, sementara pada HP
memancarkan sinyal radio atau SAR (Spesifik Absortion Rate) yang berada pada
level 2 watt/kg. Beberapa akibat buruk yang biasa terjadi pada tubuh manusia
menurut sejumlah penelitian antara lain meningkatkan resiko terkena tumor

17

telinga , kanker otak, berpengaruh buruk pada jaringan otak, mengakibatkan


meningioma, neurioma akustik, acoustic melanoma dan kanker ludah.7
Dampak radiasi telepon seluler lebih berbahaya bagi janin dan anak-anak.
Wanita yang menggunakan HP ketika hamil memiliki kecenderungan bakal
melahirkan anak-anak dengan masalah tingkah laku, berdasarkan suatu studi
terhadap lebih dari 13.000 anak-anak. Wanita hamil yang memakai HP yang
meskipun hanya 2 atau 3 kali dalam sehari, cukup untuk menimbulkan resiko bayi
mereka terkena penyakit hiperaktif dan bisa mengalami kesulitan dalam
pemahaman/proses belajar, emosi dan sosialisasi anak pada saat sekolah. Hasil di
atas justru lebih beresiko lagi apabila sang anak sendiri juga menggunakan HP
sebelum berusia 7 tahun.9
Radioterapi bekerja dengan cara membunuh sel-sel yang membelah
dengan cepat. Itulah sebabnya mengapa radioterapi efektif membunuh pada sel-sel
kanker. Namun karena cara kerjanya tersebut, radioterapi juga dapat menyebabkan
efek samping, karena mempengaruhi sel-sel tubuh normal yang membelah dengan
cepat, seperti pada lapisan usus, kulit , kandung kemih dan sumsum tulang. Tidak
semua orang yang menjalani radioterapi mengalami efek samping, meskipun
biasanya, satu atau dua efek samping mungkin akan dialami. Efek sampingnya
juga akan tergantung dari jenis dan dosis radioterapi yang diterima dan pada
bagian tubuh mana radioterapi diterapkan. Setelah pengobatan selesai, hampir
semua efek samping akan hilang. Namun, bisa saja beberapa efek samping akan
kembali setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan dapat
mempengaruhi jaringan lain di sekitar area pengobatan.10
Radiologi diagnostik maupun radioterapi relatif aman dan tidak termasuk
radiasi yang berbahaya bagi kesehatan otak. Sebagian besar modalitas radiologi
kedokteran, seperti x-ray, CT-scan, maupun radioterapi pada umumnya tidak
mencapai lebih dari 2 Gy. Telah dilakukan penelitian yang menyatakan bahwa
dosis radiasi yang dianggap berdampak buruk seketika pada manusia adalah di
atas 5 Gy. Dengan berbagai macam perlindungan diri dan anti-radiasi serta

18

prosedur persiapan radiasi sekarang, radiologi diagnostik maupun radioterapi


dapat dianggap aman terhadap otak selama tidak melampaui ambang batas yang
ditentukan. Namun, penelitian WHO tetap tidak menyingkirkan adanya risiko efek
radiasi radioterapi terhadap otak, khusunya pada risiko tumor otak berulang.
Lebih lagi, tumor akibat radioterapi diyakini lebih resisten terhadap terapi dan
lebih malignant daripada tumor otak primer.10
Oleh karena itu, perlu pengetahuan dan edukasi terhadap berbagai bentuk
radiasi, bahayanya terhadap kesehatan otak, serta cara-cara mencegah efek radiasi
terhadap otak.

KESIMPULAN

Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat


terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. ada dua cara

19

bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi


dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi
pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung,
yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan
kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun
kelainan genetik. Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa
banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan
secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi
sedikit).
Otak merupakan salah satu organ yang sering menjadi perhatian dalam
mempelajari pengaruh radiasi terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang telah
diyakini dapat disebabkan pengaruh radiasi terhadap otak antara lain:

Penyakit Alzheimer

Autisme

Tumor otak

Glioma, acoustic neuroma

Oleh karena itu, perlu pengetahuan dan edukasi terhadap berbagai bentuk
radiasi, bahayanya terhadap kesehatan otak, serta cara-cara mencegah efek radiasi
terhadap otak.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Snell, Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran;


alih bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta
2. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ; alih
Bahasa Brahm U. Pendit; Ed 6. EGC : Jakarta
3. Rasad, Sjahriar. 2013. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Badan Penerbit FK
UI : Jakarta
4. World Health

Organization. 2016.

Radiation.

Available from :

http://www.ho.int.ceh.capacityofradiationinchildren.com Accessed : 28
May 2016
5. Badunggawa, P., Sandi, N., Merta , I., Bahaya Radiasi Dan Cara
Proteksinya.

Bagian

Radiologi

RSUP

Sanglah/Fak.

Kedokteran

Universitas Udayana.
6. Efek Radiasi Ionisasi Sinar X Terhadap Jaringan . Bagian Bedah dan
Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas
Kedokteran

Hewan

Institut

Pertanian

Bogor.

http://www.oocities.org/radiologi_vet/bab_11.pdf
7. McCollough, C.H., Primak, A.N., Braun, N., Kofler, J., Yu, L., Christner,
J., et al. (2009) Strategies for Reducing Radiation Dose in CT. Radiology
Clinical North America, 47;1: 27-40.
8. Bin Lv, Zhiye Chen, Tongning Wu, Qing Shao, Duo Yan, Lin Ma, Ke Lu,
Yi Xie. The alteration of spontaneous low frequency oscillations caused by
acute

electromagnetic

fields

exposure. Clinical

Neurophysiology. Published online 4 September 2013.


9.

Buls, N., Mey J., Covens P., Stadnik, T. (2005) Health Screening With CT:
Prospective Assesment of Radiation Dose and Associated Detriment.
British Journal Radiology, 88: 12-16.

10. Rehani, M.M., Bongartz, G., Golding, S.J. (2007) International


Commision on Radiological Protection. Available at: www.icrp.org.
(accessed: 26 May 2016)

Anda mungkin juga menyukai