Anda di halaman 1dari 42

MASALAH KESEHATAN, KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PESISIR PANTAI


(Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kajian

Masyarakat Pantai dan Perkebunan)

Disusun Oleh :
1. Septi Dwi H
2. Mega Ayu P
3. Sundari

(162110101249)
(162110101251)
(162110101254)

Kelas Alih Jenis

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Masalah Kesehatan, Kerusakan Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Masyarakat Pesisir Pantai untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Masyarakat
Pantai dan Perkebunan.
Dalam penulisan makalah ini, telah banyak mendapat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1

Ibu Irma Prasetyowati S.K.M.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

2
3

Masyarakat Universitas Jember


Dr. Farida Wahyu Ningtyias, M.Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah
Teman-teman seperjuangan yang menempuh mata kuliah Kajian

Masyarakat Pantai dan Perkebunan


Semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam menyusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Jember, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang


terpanjang di dunia, mencapai 81.000 km, yang secara garis besar dapat dibagi
menjadi kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat
berupa daerah konservasi dan daerah yang tidak dibudidayakan, misalnya karena
sumber daya alam yang miskin dan atau karena keadaan alamnya yang sulit,
dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.
Kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia cenderung
mengalami penurunan kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut
dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk
menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan.
Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi terutama akibat
pencemaran dan atau perusakan lingkungan di sekitanya.
Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari
kegiatan di sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran
sungai, kegiatan di lepas pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan
sebagainya.Sedangkan kerusakan lingkungan Pantai berupa: abrasi pantai,
kerusakan hutan bakau (mangrove), kerusakan terumbu karang, penurunan
sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun dan sebagainya.
Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya pencemaran, baik yang
berasal dari kegiatan di daratan maupun aktivitas di perairan itu sendiri, perusakan
taman laut, terumbu karang dan hutan bakau, ini akibat eksploitasi yang
berlebihan terhadap sumber daya alam lingkungan pesisir dan laut pada
umumnya. Agar fungsi lingkungan pesisir dapat dilestarikan, maka perlu
dilakukan tindak kerja pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
tersebut.
Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai
pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk
meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pesisir, meliputi pulau-pulau
besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis,
seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, berikut sumberdaya
hayati dan non-hayati yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, kekayaan

sumberdaya pesisir tersebut mulai mengalami kerusakan. Sejak awal tahun 1990an, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin berkembang dan
meluas. Laju kerusakan sumberdaya pesisir telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove terumbu karang dan estuari
(muara sungai). Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuari
berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta
erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan
ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap udang.
Semua kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan
kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang
tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya.
Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada
sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan
sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan
mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya.
Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya
yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal,
nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi
menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang
selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya (Sebenan, 2007).
Negara berkembang masih bertahan dengan organisasi perikanan secara
tradisional yang dikombinasikan dengan modal dan teknologi yang rendah pula,
dan pelaksanaan program pembangunan perikanan yang dilaksanakan belum
mampu, memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat nelayan yang tinggal di wilayah pesisir.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana masalah kesehatan di pesisir pantai?
- Bagaimana masalah lingkungan di daerah pesisir patai?
- Bagaimana masalah sosial ekonomi di daerah pesisir pantai?

1.3 Tujuan
- Mengetahui masalah kesehatan di pesisir pantai
- Mengetahui masalah lingkungan di daerah pesisir pantai
- Mengetahui masalah sosial ekonomi di daerah pesisir pantai

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Masalah Kesehatan di Pesisir Pantai
Tingkat kesehatan di masyarakat pesisir pantai Pertama, alat-alat
perlindungan untuk kesehatan kerjanya, kemudian layanan kesehatan puskesmas

atau puskesmas pembantu dengan ada posyandu dan sebagainya. Jadi untuk
peningkatan derajat kesehatan mereka baik nelayannya sendiri maupun
keluarganya. Penyakit terjadi dari pola hidup yang tidak sehat dan daya tahan
tubuh yang lemah .
Banyak sekali penyakit yang terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat
seperti merokok , mengonsumsi alkohol dan makan makanan yang mengandung
kolesterol . Inilah hasil survey dari kesehatan lingkungan di indonesia .
1) Tahukah kalian bahwa masyarakat pesisir pantai banyak yang mengalami
penyakit darah tinggi , akibat dari pola hidup yang tidak sehat dan sering
mengonsumsi makanan yang asin berasal dari laut . Karena makanan yang
asin dapat memicu terjadi nya darah tinggi , karena wilayah tempat tinggal
seseorang mempengaruhi tingkat kesehatannya.
2) Penyakit diare terjadi pada masyarakat yang tinggal daerah pinggiran
sungai dan sering terjadi banjir . Mereka terkena penyakit diare karena
mengonsumsi air yang berasal dari sungai yang sudah tercemar
bakteri E.coli yang berasal dari kotoran manusia.
3) Pada wilayah perkotaan di indonesia , apabila banyak sampah di sekitar
wilayah mereka tinggal berpotensi mengalami penyakit demam berdarah
dengue . Karena virus berkembang pada nyamuk aides aygepti yang
berada pada genangan air pada sampah sampah tersebut.
4) Penyakit kelamin terjadi karena seringnya berganti pasangan , oleh karena
itu jangan anda berganti ganti pasangan dan selalu menggunakan alat
kontrasepsi yang aman agar terhindar dari berbagai jenis penyakit kelamin.
Selain itu program keluarga berencana belum ada pada saat itu. Sehingga
bertambahnya penduduk sangat mempengaruhi perkembangan di wilayah pesisir
pantai, baik dipandang dari segi negatif atau segi positif. Seharusnya pemerintah
merencanakan program keluarga berencana (KB), sehingga masyarakat pesisir
tidak mengalami kepadatan penduduk dan kemiskinan dapat diatasi pemerintah.
Selain itu kebanyakan masyarakat pesisr pantai (orang tua dulu) mempunyai
pemahaman bahwa banyak anak banyak rezeki itu dalam segi positifnya.

Kemudian dalam pemahaman orang zaman sekarang bahwa kepadatan penduduk


dapat mempengaruhi lapangan kerja sangat menyempit (segi negatifnya). Dalam
segi positifnya, kepadatan penduduk juga dapat menciptakan hal hal atau
pekerjaan baru.
2.2 Masalah Lingkungan di Pesisir Panta
2.2.1 Masalah Lingkungan

Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka
akibat

eksploitasi

yang

berlebihan

dan

kurang

memperhatikan

aspek

keberlanjutan. Pengelolaan sumberdaya di darat telah menimbulkan degradasi


lahan, hutan dan air serta kerusakan lingkungan yang mengancam kelestariannya.
Bukan mustahil, apabila ke depan wilayah pesisir dan laut Indonesia juga akan
mengalami nasib sama seperti di darat, karena pengelolaannya yang kurang baik.
Gejala-gejala ke arah sana, sesungguhnya sudah mulai nampak saat ini. Kasus di
Teluk Buyat, penambangan pasir di Riau, pendangkalan Sagaranakan dan
sebagainya merupakan bukti-bukti yang dapat kita saksikan sebagai bentuk
kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut. Hal ini sangat penting untuk
dipahami, mengingat berbagai permasalahan kerusakan lingkungan di wilayah ini
akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan dan tidak memperhatikan aspek
keberlanjutan, telah menimbulkan ancaman kerugian ekologi.

Permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir pantai Jawa Barat pada


umumnya meliputi terjadinya perubahan fungsi lahan, intrusi air laut, abrasi dan
akresi pantai, kerusakan dan berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang.
Sebagai gambaran permasalahan wilayah pesisir pantai Jawa Barat, berikut
perbandingan kasus yang terjadi di pesisir pantai selatan dengan pesisir pantai
utara.
a. Kerusakan lingkungan pesisir pantai utara jawa barat (Kab. Subang)
- Perubahan fungsi lahan dari pantai menjadi lahan pertambakan
- Berkurangnya hutan bakau sebanyak 6.000 batang di Legan kulon dan
-

Pusakanagara
Abrasi pantai sepanjang 5m/tahun di Legan kulon dan Pusakanagara

dan timbulnya tanah timbul di Pamanukan


- Potensi pencemaran dari ceceran solar perahu nelayan di blanakan
b. Kerusakan lingkungan pesisir pantai selatan Jawa Barat
Berikut ini adalah beberapa data tentang fenomena kerusakan lingkungan
di pesisir pantai selatan Jawa Barat:
1) Cianjur
- Kerusakan ekosistem pandan laut di Cidaun dan sempadan pantai
-

200 Ha
Pertambahan hutan cagar alam di Cidaun seluas 150 Ha
Kerusakan pantai akibat penambangan pasir besi di Sindangbarang

dan Cidaun seluas 450 Ha


2) Garut
- Kerusakan pesisir dan laut cagar alam Sancang sepanjang 12 km
- Potensi pencemaran akibat penumpukan sampah di kawasan wisata
-

Santolo
Kurangnya hutan pantai seluas 100 Ha di sepanjang Caringin,

Bungbulang, Pameungpeuk
- Kerusakan pantai akibat penambangan tak terkendali
3) Tasikmalaya
- Kerusakan pantai akibat penambangan di Kec. Cipatujah
- Kerusakan hutan pandan di Cikalong sepanjang 22 km
4) Ciamis
- Kerusakan hutan bakau di Kalipucang kurang lebih 25% dari luas
-

94 Ha dan Cijulang seluas 15 Ha


Potensi kerusakan cagar alam akibat pendaratan perahu
Kerusakan terumbu karang di Kawasan Cagar Alam Laut
Pencemaran sampah
Abrasi pantai sepanjang 1 km di Kec. Pangandaran

2.2.2 Masalah Kelautan di Provinsi Jawa di pesisir Umum


Beberapa ekosistem pesisir dan laut potential, misalnya
mangrove, terumbu karang, rumput laut, yang rusak di beberapa
bagian

provinsi.

Kerusakan

ekosistem itu disebabkan oleh beberapa faktor, tapi yang paling


penting

dari

faktor-faktor ini adalah kegiatan manusia untuk menggunakan


sumber
wilayah

daya
pesisir

misalnya

di

pertanian,

perikanan,

industrialisasi,

hutan,
wisata

bahari, pengeboran dan pertambangan minyak. Kegiatan ini


mempengaruhi
ekosistem pesisir dan laut. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut
yang

dijelaskan

secara rinci sebagai berikut:


a. Mangrove
PSLH UNMUL (1996) melaporkan bahwa hutan mangrove banyak rusak
di sepanjang pantai provinsi Jawa Tengah dan hanya sebagian kecil tetap
tidak rusak. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas antropogenik,
terutama membersihkan hutan bakau dengan memotong. Banyak pohon
bakau

dipotong

untuk

tujuan

menggunakan

mereka

untuk menghasilkan arang, pakan ternak, dan menggunakan daerah dibuka


untuk

tambak

(tambak).

Contoh

di

Tambak

Lorok,

timur

Jawa Tengah menunjukkan bahwa hutan mangrove yang ditebang untuk


pembangunan

pelabuhan

dan

pembangunan

kolam

ikan.

Kegiatan ini mengakibatkan beban sedimen dari 457,14-461,43 mg / l, dan


degradasi kualitas air laut di daerah itu. Penurunan kualitas air akibat
sedimentasi juga dilaporkan pada saat itu Kendal. Pembangunan di daerah,
yaitu untuk tambak, pertambangan dan pembangunan infrastruktur
pelabuhan telah mengakibatkan beban sedimen yang tinggi. Ini
mempengaruhi

banyak

pohon

bakau

sehingga

mereka

dengan diameter> 20 cm meninggal. Hanya sebagian kecil dari mangrove


tetap, terutama dari spesies Rhizophora sp dan Avicennia sp.
Masalah masyarakat Mangrove juga dilaporkan di daerah Muara Jawa.
Banyak pohon bakau yang dibuka untuk pengembangan tambak
lebih dari 100 ha. Hal ini mengakibatkanpenurunan persentase tutupan
mangrove.
Hasil dari SPOT satelit oleh PSL UNMUL (1989) menunjukkan warna
merah

air

di

mulut

Bengawan

solo

untuk

sedimentasi

tinggi. Kondisi ini juga terjadi di sebagian besar wilayah pesisir di Provinsi
Jawa Tengah.
b. Batu Karang
Demikian pula, pada saat yang sama bahwa kerusakan dilakukan untuk
ekosistem mangrove, beberapa ekosistem karang juga telah rusak.
Misalnya di sepanjang pantai pulau jawa utara, hanya sebagian kecil dari
karang hidup tetap. Kerusakan karang telah dilaporkan sebagai efek dari
manajemen penggunaan lahan yang buruk, yang mengakibatkan beban
sedimen yang tinggi di daerah tersebut. Hal ini telah dibuktikan bahwa
terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut terlalu tinggi. Hal ini
telah dibuktikan bahwa terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut
terlalu tinggi. Coles dan Jokiel (1978), dan Neudecker (1981), melaporkan
bahwa dan kenaikan suhu air laut sekitar 4 - 6` atau lebih tinggi di atas
permukaan ambien akan mempengaruhi pertumbuhan bahkan membunuh
terumbu karang dan plankton (Supriharyono, 1997). Faktor lingkungan
lain yang diduga mempengaruhi terumbu karang distribusi di pantai, yang
reklamasi, pengerukan untuk transportasi laut, memancing dengan bahan
peledak dan bahan beracun, dan sedimentasi. Yang terakhir faktor,
sedimentasi, mungkin menjadi faktor umum yang mempengaruhi terumbu
pertumbuhan karang di sepanjang pantai Jawa
c. Rumput Laut

Rumput laut lain ecossystem laut produktif di wilayah pesisir. Dari 12


genera rumput laut yang tercatat di dunia (Den Hartog, 1970) sekitar tujuh
dari mereka telah dicatat di perairan Indonesia. Genera ini termasuk

Enhalus, Talassia, Hallophia, Halodule, Cymodoceae, dan Talassodendron.


Genera ini tumbuh di lokasi (Kecamatan Jawa), terutama di pantai Jawa.
Mirip dengan terumbu karang, rumput laut juga dipengaruhi oleh
sedimentasi yang tinggi dan kegiatan manusia lainnya di daerah pesisir.
d. Perikanan
Seperti disebutkan sebelumnya bagianyang sama dari ekosistem pesisir /
laut, seperti bakau, terumbu karang, dan padang lamun, penting untuk
produk dari sistem kelautan.
Itu adalah di perairan ini bahwa ikan dan hewan laut lainnya biasanya
bertelur, belakang, pakan dan / atau menemukan berlindung alasan.
Oleh karena itu kondisi sistem ini secara otomatis mempengaruhi
organisme hidup. Seperti diberitakan, ekosistem laut, misalnya bakau,
terumbu karang dan rumput laut tempat tidur menunjukkan degradasi
kondisi mereka, karena penurunan kualitas air. Namun, produksi
penangkapan ikan laut adalah sekitar 8.000 ton / tahun di Semarang.
Sayangnya, tidak ada informasi di mana ikan-ikan itu ditangkap. Saya
percaya bahwa fishing ground jauh dari garis pantai, karena kualitas air
mungkin cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah itu.
2.2.3 Studi Kasus pantai dan laut Masalah Lingkungan dan isu-isu di
kotamadya Semarang Propinsi Jawa Tengah
Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang
mempunyai dataran rendah dan dataran tinggi serta pantai. Terdapat dua sungai
besar yang melintasi Kota Semarang, yaitu Sungai Banjirkanal Barat dan
Banjirkanal Timur. Sungai Banjirkanal Barat merupakan muara Sungai Kali
Garang dan Sungai Kreyo. Kedua sungai ini mengalirkan zat pencemar baik
berupa limbah domestik dan limbah industri dari Kota Semarang maupun
Kabupaten Semarang (Kota Ungaran). Kota Semarang dan Kabupaten Semarang
hingga saat ini tidak mempunyai pengolahan air limbah domestik yang terpadu.
Dengan demikian, limbah cair maupun padat dari penduduk di kota dan kabupaten
Semarang langsung masuk ke laut melalui kedua sungai Banjirkanal, sehingga
berpotensi menurunkan kualitas air laut di perairan pesisir Kota Semarang.

Selain masalah pencemaran, kota Semarang juga mengalami kerusakan


lingkungan yang cukup parah, yaitu terjadinya abrasi pantai dan naiknya muka air
laut yang akhirnya menenggelamkan tambak ikan dan perumahan penduduk di
daerah Sayung. Daerah Sayung ini berbatasan dengan Kabupaten Demak,
sehingga beberapa daerah di Kabupaten Demak yang berbatasan langsung dengan
kota Semarang juga mengalami abrasi pantai maupun Rob. Naiknya muka air laut
(Rob) ini juga diikuti oleh turunnya permukaan tanah, sehingga pada saat musim
hujan beberapa daerah tergenang air termasuk stasiun kereta api Tawang
Semarang. Abrasi pantai yang cukup parah juga terjadi di Kecamatan Tugu yang
berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Kerugian nelayan tambak cukup besar,
karena tambaknya tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Pendangkalan Pantai
Semarang juga menjadi masalah besar bagi pelabuhan. Agar kapal bisa masuk ke
pelabuhan, perairan laut di pelabuhan Tanjung Mas harus dilakukan pengerukan
setiap tahun yang menghabiskan dana milyaran rupiah.
Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik yang sibuk di provinsi
Jawa Tengah. Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik yang sibuk di
provinsi Jawa Tengah. Banyak aktivitas manusia, dari pertanian, perikanan,
kehutanan,

sampai

dengan

industrialisasi

(termasuk

pertambangan

dan

pengeboran minyak), semua dikembangkan di kabupaten ini. Kegiatan ini, dalam


rangka untuk menggunakan sumber daya pesisir dan laut, beberapa kali tumpang
tindih, karena itu beberapa masalah dan masalah, misalnya penurunan pesisir /
kualitas air laut, mungkin terjadi di daerah-daerah. Masyarakat pesisir, terutama
nelayan, mungkin masyarakat yang paling miskin. Sejak itu, sering bahwa fishing
ground pindah ke daerah lanjut, karena menurunnya kualitas air di daerah pesisir.
Masalah dan isu-isu, kendala managemen pesisir, apalagi, dijelaskan sebagai
berikut.
a. Masalah dan Isu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa masalah dan isu-isu yang


dilaporkan di lokasi penelitian, yaitu Kelurahan Tambak Lorok, Kelurahan
Mangunharjo, dan Kelurahan Matikharjo, Kecamatan Semarang Utara,
Kotamadya Semarang. Masalah-masalah ini terdaftar sebagai berikut:

Kurangnya estetika daerah pesisir, karena kesadaran masyarakat pesisir

tentang pengelolaan pesisir.


Industri, limbah pertanian dan domestik, seperti minyak juga tumpahan
baik

dari

kapal

tunda,

kapal

nelayan,

atau

orang

lain,

termasuk kapal tanker. Polutan ini mengakibatkan bahwa fishing


ground, terutama untuk perikanan kecil, menjadi jauh dan jauh dari
garis pantai. Apalagi polutan ini juga dilaporkan oleh petani ikan yang
-

mereka mempengaruhi produksi ikan;


Banyak tambak (tambak air payau) telah rusak dan tidak longers

produktif, banyak karena menurunnya kualitas air.


Kapal tabrakan. Ini terutama terjadi antara kapal nelayan dan kapal
tanker. Menurut nelayan setempat, kecelakaan yang terjadi karena

banyak kapal tunda dioperasikan di daerah nelayan.


Ekosistem mangrove rusak karena perubahan ini. Banyak bakau
fungsional telah dipotong atau dibuka untuk tambak. Hal ini

mengakibatkan bahwa penutup bakau menurun di lokasi penelitian.


Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan untuk mengelola

lingkungan pesisir.
Abrasi, Hal ini mengakibatkan meningkatnya beban sedimen di daerah
pesisir.

b. Manajemen Kendala

Menurut pemerintah, sebenarnya masalah lingkungan pesisir dan laut telah


dicoba untuk dipecahkan. Sayangnya, ada beberapa kendala yang terjadi,
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. kendala
tersebut adalah sebagai berikut:
- Kesadaran masyarakat yang rendah. Respon masyarakat pesisir sangat
-

rendah pada lingkungan mereka.


Tidak tahu teknik yang tepat untuk pengelolaan pesisir;
Kontrol lingkungan adalah belum efektif
Tidak ada pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebagai pendekatan

lintas sektor;
Tidak ada lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk pengelolaan

wilayah pesisir;
Pemantauan lingkungan pesisir tidak stabil.

2.2.4 Bahan Pencemar Lingkungan Wilayah Pesisir

Kita ketahui bahwa laut menerima aliran dari sungai yang mengandung zat
pencemar. Selain itu, beberapa kegiatan sering membuang limbah langsung ke
laut bahkan ada yang secara illegal. Dengan demikian, seakan-akan laut menjadi
tempat sampah yang sangat besar. Beberapa bahan pencemar yang berasosiasi
dengan lingkungan laut antara lain sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Patogen
Sedimen
Limbah padat
Panas
Material an organic beracun
Material organic beracun
Minyak
Nutrient
Bahan radioaktif
Oxygen demand materials (al. karbohydrat, protein, dan senyawa organic

lainnya)
k. Material asam-basa
l. Material yang merusak estetika
2.2.5 Sumber Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir
Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan laut yang
mudahterpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir
yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan
ekonomi Indonesia. Wilayah ini bukanhanya merupakan sumber pangan yang
diusahakan melalui kegiatan perikanan dan pertanian,tetapi juga merupakan lokasi
bermacam sumber daya alam, seperti mineral, gas dan minyak bumiserta
pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
manusia, perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.
Sebagian besar permasalahan lingkungan yang menyebabkan kerusakan
kawasan pesisir dan laut merupakan akibat dari kegiatan-kegiatan di darat.
Kerusakan lingkungan di kawasan pesisir tersebut disebabkan oleh akumulasi
limbah yang dialirkan dari daerah hulu melaluiDaerah Aliran Sungai (DAS).
Penurunan kualitas lingkungan kawasan pesisir terjadi apabila jumlah limbah
telah melebihi kapasitas daya dukungnya.
Bahan pencemaran atau polutan di perairan pantai dapat berasal dari
kegiatan rumahtangga, industri dan pertanian. Wilayah pesisir merupakan tempat

terakumulasinya segala macamlimbah yang dibawa melalui aliran air, baik limbah
cair maupun padat. Menurut PeraturanPemerintah No 19 Tahun 1999, pengertian
pencemaran laut adalah masuknya ataudimasukkannya makhluk hidup, zat,
energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan lautoleh kegiatan manusia
sehingga

kualitasnya

turun

sampai

ke

tingkat

tertentu

yang

menyebabkanlingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau


fungsinya. Pencemaran laut adalahmasuknya zat atau energi, secara langsung
maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia kedalam lingkungan laut termasuk
daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yangmerugikan baik
terhadap sumber daya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap
kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat
menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas
tempat tinggal dan rekreasi (Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan
Hidup, 1991).
Laut merupakan tempat pembuangan langsung sampah atau limbah dari
berbagai aktifitasmanusia dengan cara yang murah dan mudah, sehingga di laut
dapat ditemukan berbagai jenissampah dan bahan pencemar. Sampah sering
ditemukan berserakan di sepanjang pantai dansemakin banyak di dekat
pemukiman, khususnya pemukiman yang membelakangi pantai.Pemukiman
seperti ini dikategorikan sebagai pemukiman kumuh yang fasilitas sanitasi
dankebersihan lingkungan sangat buruk. Dengan demikian upaya pencegahan
adalah sangat pentinguntuk dilakukan guna melindungi wilayah pesisir dari
daerah yang terancam pencemaran.
Salah satu bahan pencemaran laut yang utama adalah kebocoran tanker
minyak (tumpahan minyak). Tumpahan minyak baik dari proses di kapal,
pengeboran lepas pantaimaupun akibat kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan
minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus
perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akansangat cepat dirasakan oleh
masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar
pantai tersebut.

Dampak yang ditimbulkan oleh minyak tersebut sangat berbahaya bagi


biota laut baik di jangka pendek maupun jangka panjang. Jangka Pendek,
masuknya molekul-molekul hidrokarbonminyak ke dalam sel. Berbagai jenis
udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak. Minyak dapat menyebabkan
kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbondioksidadan
keracunan bahan berbahaya lainnya. Jangka Panjang, terutama bagi biota laut
yang masihmuda. Minyak dalam laut dapat termakan oleh biota-biota tersebut.
Sebagian senyawa minyak dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein.
Pencemaran secara serius dapat disebabkan oleh adanya buangan cadmium atau
air raksasecara berlebih di laut. Pencemaran seperti ini telah terjadi di Teluk
Minamata Jepang pada tahun1953-1960 dimana kurang lebih 100 orang menjadi
korban. Dari korban ini ada yang meninggaldan ada yang mengalami cacat
seumur hidup . mereka kebanyakan keracunan karena memakankerang yang telah
tercemar oleh hasil buangan dari pabrik. Kasus kedua di Jepang terjadi padatahun
1965 di dekat mulut sungai Agano yang disebabkan peningkatan pemakaian
cadmiumsehingga masyarakat disekitar sungai Jinstu banyak yang mengalami
penyakit itai-itai akibat mengkonsumsi hasil perikanan laut seperti cumi-cumi
yang telah tercemar.
Logam-logam berat ini masuk kedalam tubuh hewan dan umumnya tidak
dikeluarkanlagi dari tubuh sehingga logam-logam ini bertumpuk dan terakumulasi
dalam tubuh he wan ini.Sebagai akibatnya logam-logam ini akan terus ada
disepanjang rantai makanan. Hal inidisebabkan oleh karena predator pada satu
tropi level makan mansa mereka dari tropic kevel yanglebih rendah yang telah
tercemar. Dari sini terlihat bahwa kandungan konsentrasi logam berat

terdapat

lebih tinggi pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi di dalam tropic level
ataudikenal dengan istilah bioakumuasi. Jika hewan laut yang tercemar ini
dikonsumsi maka dapamenyebabkan keracunan logam berat pada manusia.Selain
itu dilaut juga dapat terjadi pencemaran yang disebabkan oleh pestisida.
Pestisidaini sengaja ditebar dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk
mengontrol hamatanaman atauorganisme lain yang tidak diingini. Bila zat ini
dipakai secara teru-menerus maka zat ini akantertumpuk. Pada saat hujan turun

zat in. i dapat masuk kebadan air dan masuk ke sungaikemudian akhirnya sampai
kelaut.Salah satu penelitian menemukan salah satu bahan kimia dari pestisida
yaitu Organochloride yang ditemukan dalam tubuh ikan dan udang dan bahan ini
akan terus menumpuk dalam tubuh hewan sampai mencapai kadar berbahaya bagi
keshatan bila dikonsumsi. Peristiwaini dapat dilihat di sungai Rhine di Jerman.
Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tentang
Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut disebutkan : Pencemaran
Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Dalam perspektif global,
pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan
kegiatan atau aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun kegiatan atau
aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat
pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi.
1) Pencemaran bersumber dari aktivitas di daratan (Land-based pollution)
Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan yang berpotensi mencemari
lingkungan pesisir dan laut, antara lain adalah:
a) Penebangan hutan (deforestation)
b) Buangan limbah industri (disposal of industrial wastes)
c) Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes)
d) Buangan limbah cair domestik (sewege disposal)
e) Buangan limbah padat (solid waste disposal)
f) Konvensi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion)
g) Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation)
2) Pencemaran bersumber aktivitas di laut (Sea-based pollution)
Sedangkan, kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi mencemari
lingkungan pesisir dan laut antara lain adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Pelayaran (shipping)
Dumping di laut (ocean dumping)
Pertambangann (mining)
Eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation)
Budidaya laut (marine culture)
Perikanan (fishing)

Contoh pencemaran pesisir:

Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan meningkatnya


kegiatan pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan kandungan
bakteri yang dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan pesisir.
Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan di sepanjang Daerah
Aliran Sungai yang berada di atasnya serta kegiatan-kegiatan industri di darat
yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian terbawa
sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperbesar tekanan ekologis
wilayah pesisir.
Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di
sepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam
berat diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran
bahan baker fosil ke perairan dan atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam
dari lumpur aktif secara langsung. Ciri-Ciri Pencemaran Pesisir dan Pantai:
-

Adanya limbah idustri di sungai yang meresap ke tanah.


Terdapat banyak sampah-sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah
yang bersifat organic maupun nonorganik juga dibuang ke laut melalui

sistem DAS.
Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan

dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperluka.


Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di

sengaja maupun yang tidak disengaja.


Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai.
Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur.
Sedangkan perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan

langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
melampaui kriteria baku kerusakan laut. Bentuk kerusakan lingkungan wilayah
pesisir di beberapa daerah antara lain berupa hancurnya terumbu karang akibat
pengeboman, rusaknya hutan bakau akibat penebangan liar dan abrasi pantai (al.
di Marunda DKI Jakarta, Kelurahan Mangunharjo di Semarang) Kegiatan yang
berpotensi menimbukan abrasi antara lain adalah penimbunan atau reklamasi
pantai dan pengambilan pasir laut yang tidak terkendali. Beberapa contoh kasus
kerusakan dan pencemaran pesisir, antara lain terjadi di Indramayu, Tegal dan

Semarang yang telah mengalami abrasi pantai. Kerugian yang diderita Kabupaten
Indramayu akibat abrasi pantai juga cukup besar, antara lain di Kecamatan
Indramayu, Balongan dan Juntinyuat. Sedangkan kasus pencemaran laut juga
terjadi di perairan laut Muncar, Banyuwangi. Teluk Jakartapun sudah mulai
tercemar dengan meningkatnya kandungan Amonia dan detergen (angka MBAS)
yang melebihi baku mutu air laut. Begitu pula jumlah sampahnya sudah sampai
tahap yang memprihatinkan, sehingga mengganggu estetika serta kelancaran arus
transportasi laut, karena banyak sampah yang tersangkut pada propeller kapal.
Bau-pun menyengat akibat pembusukan sampah yang berada di pantai. Hasil
penelitian Bapedalda Propinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa sampah yang tidak
terangkut dan diperkirakan masuk ke laut melalui sungai, berasal dari lima
kecamatan di Jakarta Utara mencapai 362 m3 /tahun, dari waduk 40.001,83 m3
/tahun dan sampah sungai 13.818,43 m3 /tahun. Gambaran mengenai sumber
pencemaran serta kerusakan di wilayah pesisir dan laut yang berasal dari kegiatan
di daratan maupun di lautan adalah sebagai berikut:

Selain hal tersebut di atas, kegiatan wilayah pesisir juga sangat kompleks
sehingga rawan terjadi konflik kepentingan. Misal pembangunan bendungan
raksasa di pantai Jakarta Utara (giant sea wall) mengakibatkan konflik
kepentingan antara pemerintah DKI dan nelayan setempat. Nelayan menganggap
pembangunan bendungan tersebut mengganggu mobilitas nelayan dan jumlah
tangkapan ikan dikhawatirkan menurun. Kompleksitas wilayah pesisir dapat
dilihat pada gambar berikut dibawah ini.

Menurut Diposaptono (2001), kerusakan lingkungan pesisir dapat terjadi


akibat dua faktor diantaranya yaitu:
1. Kerusakan Karena Faktor Alam
Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam adalah gempa, tsunami,
badai, banjir, el-Nino, pemanasan, predator, erosi. Kerusakan yang
diakibatkan oleh faktor alam dapat terjadi secara alami ataupun akibat campur
tangan manusia hingga mengakibatkan bencana alam. Bencana alam berupa
tsunami sering memakan korban yang tidak sedikit dan menimbulkan
kerusakan di daerah pesisir akibat gelombang laut yang ditimbulkan oleh
suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Masalah banjir di
Indonesia lebih sering disebabkan oleh manusia.

Contoh-contoh penyebabnya, yaitu: pengembangan kota yang tidak


mampu atau tidak sempat membangun sarana drainase, adanya bangunanbangunan liar di sungai, sampah yang dibuang di sungai, penggundulan di
daerah hulu dan perkembangan kota di daerah hulu. Masalah erosi yang
terjadi dapat pula disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun
kombinasi keduanya.
2. Kerusakan Akibat Antropogenik
Perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh etika antroposentrisme.
Antroposentrisme ini merupakan simbol kerakusan manusia yang tidak hanya
bersifat

individual

tetapi

dapat

bersifat

kolektif.

Seiring

dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan maka muncul indutrialisasi yang kini


marak dilakukan. Manusia tidak hanya memanfaatkan alam sebatas
keperluannya tetapi kini manusia telah memanfaatkannya melebihi yang
dibutuhkannya. Hal ini berarti manusia mengeksploitasi alam dan lingkungan
untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa berpikir panjang
terhadap dampak yang akan terjadi. Dampak akibat aktivitas tersebut dapat
merusak sumber daya alam khususnya dalam hal ini ekosistem pesisir.
Aktivitas manusiapun dapat menimbulkan pencemaran yang mengancam
ekosistem. Pencemaran-pencemaran tersebut dapat menimbulkan kerusakan
fisik yang fatal di daerah pesisir. Menurut Suhardi (2001), pencemaran adalah
sebarang penambahan pada udara, air dan tanah, atau makanan yang
membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau organisme
hidup

lainnya.

Selain

1997 dalam Mukhtasor

(2007),

itu
juga

Undang-Undang
memberikan

No.23
penjelasan

Tahun
bahwa

pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,


energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Hal ini berarti, pencemaran tidak hanya dapat merusak tatanan ekosistem
pesisir tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia serta dapat
mematikan makhluk hidup yang memanfaatkan sumber daya pesisir yang
telah tercemar tersebut. Berdasarkan sumbernya, kerusakan yang disebabkan
oleh antropogenik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Darat
Daerah-daerah pesisir yang memiliki pencemaran tinggi adalah daerah
industri,

daerah

yang

padat

penduduk

dan

pertanian.

UNEP

(1995) dalam Idris (2001), mengatakan bahwa sumber utama pencemaran


pesisir dan lautan berasal dari daratan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu dari
kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan pertanian.
Kegiatan-kegiatan tersebut telah menyumbangkan limbah berupa limbah
cair dan padat yang menimbulkan dampak serius pada daerah pesisir dan
makhluk hidup sekitarnya.
Kegiatan rumah tangga seringkali menimbulkan limbah domestik berupa
limbah cair dan padat. Limbah cair domestik dapat dibagi dibagi dalam
dua kategori, yaitu: Limbah cair yang berasal dari air cucian seperti sabun,
deterjen, minyak dan pestisida Limbah cair yang berasal dari kakus seperti
sabun, shampoo, tinja dan air seni. Limbah cair mengandung bahan
organik dan anorganik serta jutaan sel mikroba dan bakteri. Kandungan
yang terdapat dalam limbah cair dapat mengancam kesehatan masyarakat
yang menggunakan air yang telah tercemar sehingga menimbulkan
penyakit.
Pabrik-pabrik yang berada di sekitar pesisir pun menimbulkan pencemaran
berupa limbah industri. Limbah industri tersebut mengandung unsur yang
sangat beracun, seperti basa, logam berat dan bahan organik yang beracun.
Menurut Diposaptono (2001), pencemaran oleh industri dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu: perencanaan daerah industri yang tidak
teratur, perencanaan tata kota yang kurang baik, dan tidak tersedianya
fasilitas pengolah limbah pada daerah industri.

Limbah padat berupa sampah kebanyakan berasal dari rumah tangga.


Pembuangan sampah ke laut sering menjadi alternatif penduduk karena
pembuangan sampah di daratan dinilai tidak efektif dan munculnya
anggapan membuang sedikit sampah tidak akan berpengaruh bagi lautan
yang luas. Kebiasaan yang buruk tersebut menimbulkan berbagai pengaruh
terhadap kehidupan laut. Sampah-sampah yang mengapung akan
terdampar di pantai dan mengurangi keindahan laut serta menghalangi
penetrasi cahaya matahari. Sedangkan sampah yang berat akan tenggelam
ke dasar laut dan berpengaruh terhadap komunitas bentos (Satria, 2009).
b. Laut
Aktivitas manusia yang dapat merusak ekosistem pesisir, yaitu:
pengerukan sedimen dan pembuangan material hasil pengerukan,
tumpahan minyak. Aktivitas tersebut menimbulkan pencemaran yang
dapat merusak. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari
pengerukan sedimen yang terus menerus dan pembuangan material hasil
pengerukan. Material hasil kerukan biasanya dibuang beberapa kilometer
dari pantai sehingga menimbulkan efek pencemaran bagi kehidupan
perairan sekitar. Selain itu, juga dapat menimbulkan turbiditas yang
mengancam bentik. Hal ini berpengaruh bagi kehidupan perairan karena
kebanyakan bahan kerukan diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya
telah tercemar (Mukhtasor 2007).
Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari berbagai sumber yang
diantaranya berasal dari tabrakan kapal tanker, atau dari proses yang
disengaja seperti pencucian tangki balas. Peristiwa tumpahan minyak di
perairan Indonesia pun sering terjadi, misalnya dalam kurun waktu 19972001 pada. Tumpahan minyak tersebut merupakan sumber pencemaran
yang sangat membahayakan karena dapat menurunkan kualitas air laut,
baik karena efek langsung maupun efek jangka panjang. Efek jangka
panjang yang ditimbulkan pada lingkungan laut berupa perubahan
karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut.
Selain itu, tumpahan minyak dapat berdampak buruk terhadap

kesejahteraan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya di


sektor perikanan dan budidaya (Mukhtasor 2007).

2.2.6 Pentingnya mengelola lingkungan pesisir dan laut


Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, kea
rah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air
asin, sedangkan kea rah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976).
Proses pengelolaan lingkungan ada baiknya dilakukan dengan lebih
memandang situasi dan kondisi lokal agar pendekatan pengelolaannya dapat
disesuaikan dengan kondisi local daerah yang akan dikelola. Pandangan ini
tampaknya relevan untuk dilaksanakan di Indonesia dengan cara meperhatikan
kondisi masyarakat dan kebudayaan serta unsur-unsur fisik masing-masing
wilayah yang mungkin memiliki perbedaan di samping kesamaan. Dengan
demikian, strategi pengelolaan pada masing-masing wilayah akan bervariasi
sesuai dengan situasi setempat.
Konsep pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan pesisir dan laut
berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif yaitu:
1) Mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan
2) Mampu merefleksikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat local yang
spesifik

3) Mampu meningkatkan manfaat local bagi seluruh anggota masyarakat


4)
5)
6)
7)

yang ada
Mampu meningkatkan manfaat efisiensi secara ekonomis maupun teknis
Responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan local
Mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen
Masyarakat local termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan
Peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan

lingkungan seoptimal mungkin harus seimbang, terkoordinasi dan tersinkronisasi.


Hal ini penting dilakukan mengingat pemerintah mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelayanan terhadap masyarakat, termasuk mendukung pengelolaan
sumber

daya

dan

lingkungan

demi

sebesar-besarnya

kepentingan

dan

kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga mempunyai tanggung


jawab dan turut berperan serta untuk menjaga kelestarian dan keberlanjtan sumber
daya alam dan lingkungan.
2.2.7 Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut Berbasis
Mayarakat
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan
secara hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan
objek penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan masyarakatnya, diaman
mereka juga mempunyai ketergantungan cukup tinggi terhadap ketersediaan
sumber daya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu mangrove, dll, maka
penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang berbasis masyarakat
menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.
Penanggulangan

kerusakan

lingkungan

pesisir

dan

laut

berbasis

masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah


berdasarkan karakteristik komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan
mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan
pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah
terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut
berbasis masyarakat dalam hal ini dilakukan untuk:

1) Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi


kerusakan lingkungan
2) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam
pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara
terpadu yang sudah disetujui bersama
3) Membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas
ekonomi yang lebih ramah lingkungan
4) Memberikan pelatihan mengenai system pelaksanaan dan pengawasan
upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis
masyarakat.
Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbasis
masyarakat seringkali terfokus pada pengembangan, transformasi atau penguatan
kelembagaan masyarakat, sehingga proses identifikasi kelembagaan local yang
ada dan menganalisisnya untuk mengetahui sejauh mana kelembagaan tersebut
berhubungan dengan upaya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Penanggulangan

kerusakan

pesisir

dilakukan

untuk

menangani

permasalahan yang terjadi di daerah pesisir. Menurut Diposaptono (2001), proses


penaggulangan lingkungan pesisir dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya:
1) Kegiatan Mitigasi
Kegiatan mitigasi dapat dilakukan untuk menangani permasalahan di
daerah pesisir seperti penanggulangan pada kerusakan yang diakibatkan
oleh faktor alam. Kegiatan penanggulangannya dengan menanam
mangrove di wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana tsunami atau
erosi. Penanaman mangrove dapat berfungsi sebagai penghadang
gempuran tsunami atau ombak, sehingga energi gelombang dapat diredam
dan akan mengurangi dampak negatif berupa korban jiwa dan harta benda.
2) Kegiatan Preventif/Pencegahan
Kegiatan preventif/pencegahan adalah kegiatan yang berupa mencegah
terjadinya kerusakan. Kegiatan ini misalnya penerapan AMDAL yang
berupaya mencegah kerusakan pesisir. Pada masalah limbah domestik
dapat dilakukan pengolahan sampah dan Gerakan Bersih Pantai dan Laut

sedangkan limbah pemanfaatan ikan dapat diolah menjadi pakan ikan,


terasi dan lain-lain.
3) Kegiatan Pemulihan
Kegiatan pemulihan adalah kegiatan yang berupaya memulihkan keadaan
yang telah mengalami kerusakan. Menurut Diposaptono (2001), kegiatan
pemulihan dapat berupa restorasi, rehabilitasi maupun rekonstruksi.
Berdasarkan hasil penelitian Suhardi (2001), pendekatan sedimen sel dapat
diterapkan di Indonesia dalam menangani masalah erosi (tipe pantai
terbuka) dan akresi (tipe pantai terlindung. Sedangkan pada kasus
tumpahan minyak dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode
fisika/mekanis

(absorben, dan skimmer, metode

kimia

(penggunaan

dispersan), metode biologi (bioremediation), dan dengan pembakaran.


2.2.8 Saran Langkah Tindak Untuk Peningkatan Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Wilayah Pesisir
Mengingat di beberapa daerah telah banyak terjadi pencemaran dan
perusakan lingkungan di wilayah pesisir, maka beberapa langkah nyata yang dapat
dilaksanakan untuk memperkecil terjadinya perusakan dan pencemaran di wilayah
pesisir adalah sebagai berikut:
a. Gunakan

pendekatan

secara

sistematis

dan

bertahap

dalam

mengembangkan dan mengimplementasikan program.


b. Gunakan prinsip-prinsip pengelolaan pesisir dan laut terpadu dan prinsip
Good Environmental Governance dalam mengimplementasikan program
dan proyek.
c. Laksanakan tahapan-tahapan pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu
dengan menyesuaikan keadaan situasi dan kondisi setempat.
d. Libatkan masyarakat, ilmuwan, pengusaha dan stakeholder lainnya dalam
proses pelaksanaan program.
e. Integrasikan informasi lingkungan, teknologi, ekonomi dan sosial sejak
awal dalam suatu proses pelaksanaan program.
f. Ciptakan mekanisme keuangan yang berkesinambungan untuk mendukung
program pengendalian pencemaran dan kerusakan di pesisir.
g. Kembangkan kemampuan sumberdaya manusia dalam pelaksanaan
program pada semua tingkat pemerintahan

h. Pantau efektifitas program dan proyek.


i. Gunakan hasil evaluasi pelaksanaan program untuk perbaikan atau
penyempurnaan

pelaksanaan

program

tahun

berikutnya

(berkesinambungan dan berkelanjutan).


j. Mengikuti atau masuk dalam Program Bangun Praja Lingkungan yang
dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
2.3 Masalah Sosial Ekonomi
2.3.1 Sosial Ekonomi
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi
masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan
melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen
dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir
tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena
didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat
diantaranya:
a. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir
yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.
Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan
tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok
ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan
jangkauan wilayah tangkapannya.
b. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt
pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.
Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui
pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya
dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.
Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat
pesisir perempuan.
c. Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang
paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari
mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu

kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang


memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan
penghasilan yang minim.
d. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan
kelompok masyarakat nelayan buruh.
Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan dan
perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi mereka.
Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka membutukan sarana
penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok
masyarakat tambak, yang mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal
investasi, begitu juga untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh.
Kebutuhan

setiap

kelompok

yang

berbeda

tersebut,

menunjukkan

keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok


tersebut.
Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang
dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi
kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan
pengembangannya,

wilayah

pesisir

memiliki

peranan

penting

dalam

pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami


krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan
ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
(social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan
tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian
lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermatapen
caharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base),
seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat
nelayan (problem struktural), penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-lain.
Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk
17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001).

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir yaitu bahwa sebagian


besar pada umumnya masyarakat pesisir bermata pencaharian di sektor kelautan
seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Dari
segi tingkat pendidikan masyarakat pesisir sebagian besar masih rendah. Serta
kondisi lingkungan pemukiman masyarakatpesisir, khususnya nelayan masih
belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakatyang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam
jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna
pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir.
Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya
yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal,
nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi
menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras dimana
selalu diliputi oleh adanya ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
Kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir merupakan kelompok
masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal
akses pendidikan dan layanan kesehatan), dan kultural dibandingkan dengan
kelompok masyarakat lain. Kondisi masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan
diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti
kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya sumber daya manusia
(SDM).
Sebagian besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan
tradisional dan nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas
produksi perikanan tangkap nasional. Walaupun demikian, posisi sosial mereka
tetap marginal dalam proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif
sehingga sebagai pihak produsen, nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan
yang besar. Pihak yang paling beruntung adalah para pedagang ikan berskala
besar atau pedagang perantara. Para pedagang inilah yang sesungguhnya menjadi

penguasa ekonomi di desa-desa nelayan. Kondisi demikian terus berlangsung


menimpa nelayan tanpa harus mengetahui bagaimana mengakhirinya.
Hal ini telah melahirkan sejumlah masalah sosial ekonomi yang krusial
pada masyarakat nelayan. Namun demikian, belenggu structural dalam aktivitas
perdagangan tersebut bukan merupakan satu-satunya faktor yang menimbulkan
persoalan sosial di kalangan nelayan, faktor-faktor lain yang sinergi, seperti
semakin meningkatnya kelangkaan sumberdaya perikanan, kerusakan ekosistem
pesisir dan laut, serta keterbatasan kualitas dan kapasitas teknologi penangkapan,
rendahnya kualitas sumberdaya manusia, ketimpangan akses terhadap sumberdaya
perikanan,

serta

lemahnya

proteksi

kebijakan

dan

duakungan

fasilitas

pembangunan untuk masyarakat nelayan masih menjadi faktor yang menimbulkan


persoalan.13 Kondisi kesejahteraan sosial yang memburuk di kalangan nelayan
sangat dirasakan di desa-desa pesisir yang perairannya mengalami overfishing
(tangkap lebih) sehingga hasil tangkap atau pendapatan yang di peroleh nelayan
bersifat fluktuatif, tidak pasti, dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Dalam
situasi demikian, rumah tangga nelayan akan senantiasa berhadapan dengan tiga
persoalan yang sangat krusial dalam kehidupan mereka, yaitu
a. pergulatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
b. tersendat-sendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan anak- anaknya, dan
c. terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan.
Ketiga akses diatas merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar
dalam rumah tangga nelayan, yang sering tidak terpenuhi secara optimal. Dengan
realitas kehidupan yang demikian, sangat sulit merumuskan dan membangun
kualitas sumberdaya masyarakat nelayan, agar mereka memiliki kemampuan
optimal dalam mengelola potensi sumber daya pesisir laut yang ada. Ketiadaan
atau kekurangan kemampuan kreatif masyarakat nelayan untuk mengatasi sosial
ekonomi didaerahnya akan mendorong mereka masuk perangkat keterbelakangan
yang berkepanjangan sehingga dapat mengganggu pencapaian tuj uan kebijakan
pembangunan di bidang kelautan dan perikanan. Untuk itu, perlu dipikirkan solusi
strategi alternatif untuk mengatasi persoalan kehidupan sosial-ekonomi yang
dihadapi oleh masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program jaminan sosial (sosial
security) yang dirancang secara formal merupakan salah satu strategi yang patut

dipertimbangkan untuk mengatasi kemelut sosial ekonomi yang menimpa


kehidupan dari masyarakat nelayan.
Sekalipun negara atau pemerintah telah mengimplementasikan sejumlah
kebijakan untuk membangun sektor perikanan tangkap dan pemberdayaan
ekonomi produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan, namun
hasil yang dicapai masih belum maksimal. Kalau kita perhatikan, selama ini spirit
kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan sejak awal 1970-an dan masih
terus di berlakukan hingga saat ini yang mengutamakan meningkatan produksi,
mengakibatkan kelangkaan sumberdaya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir
laut, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Kebijakan demikian tidak disertai atau
di kawal dengan kebijakan pembanding tentang bagaimana masyarakat nelayan
harus menjaga keberlanjutan sumberdaya kelautan. Sebenarnya, kebijakan ini
memberi keuntungan ekonomi bagi paranelayan bermodal besar yang secara
kuantitatif berjumlah sedikit, namun pda akhirnya semua nelayan dari berbagai
kategori usaha mengahadapi persoalan yang sama.
Jaringan patron-klien merupakan wadah dan sarana yang menyediakan
sumber daya jaminan sosial secara tradisional untuk menjaga kelangsungan hidup
nelayan. Kekuatan hubungan patron-klien ini dapat dilihat pada pola-pola relasi
sosial antara
a) nelayan pemilik dengan nelayan buruh,
b) nelayan pemilik dengan penyedia modal usaha, (pedagang ikan/pedagang
perantara,
c) nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh) dengan pemilik toko yang
menyediakan kebutuhan hidup dan kebutuhan melaut. Jika hasil tangkapan
nelayan diberikan dalam bentuk ikan, biasanya hubungan patron-klien
antara nelayan buruh dan pedagang ikan juga intensif.
Contoh:
Para nelayan di Desa Waruduwur adalah nelayan khusus yang hanya
mengandalkan kepiting rajungan sebagai komoditas utamanya atau tangkapan
utamanya, mereka biasa melaut dari pagi sampai siang hari, bila kita analisis
masyarakat nelayan di Desa Waruduwur ini termasuk masyarakat menengah
kebawah, terbukti dari tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya sarana dan

prasarana pendidikan yang minim dan masih banyak lagi. Banyak hal yang
mempengaruhi kenapa ekonomi masyarakat nelayan desa Waru Duwur menengah
kebawah, diantaranya mahalnya kebutuhan pokok yang semakin kesini, semakin
mencekik, tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat seperti wajib belajar 9
Tahun kebutuhan akan pekerjaan, infra struktur yang kurang memadai,
masyarakat yang cenderung konsumtif dan boros, kurangnya akses terhadap
informasi, teknologi, permodalan, serta kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung masyarakat pesisir khususnya di desa Waruduwur ini.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir di Tanjung Kramat untuk
saat ini berusaha secara maksimal agar dapat menghasilkan ikan yang bermutu
berdasarkan tangkapan secara moderen, hal ini diharapkan dapat melayani
kebutuhan masyarakat. Untuk menjamin dan mengusahakan bagaimana agar
masyarakat nelayan yang pra sejahtera, maka pemerintah secara terus menerus
memberikan pengarahan kepada nelayan secara langsung maupun tidak langsung
melalui penyuluhan dan pelatihan serta melalui media masa yang telah
menjangkau masyarakat.
Kehidupan sosial masyarakat pesisir pantai di Kelurahan Tanjung Kramat,
telah membawa suatu nuansa perubahan dalam masyarakat menjadi lebih
meningkat baik dari segi sosial, ekonomi dan pendidikan. Inilah yang menjadi
patokan dalam suatu perkembangan atau perubahan yang terjadi pada masyarakat
pesisir. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir, ditinjau
dari segi sosial, sifat kerja sama masih nampak, selain itu dari segi ekonomi pada
masyarakat nelayan, kehidupan ekonominya meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya (1985).
Masyarakat pada saat itu masih menggunakan perahu dayung dan alat
alat nelayan yang digunakanpun masih sangat tradisional sehingga hasil tangakap
mereka hanya dapat memenuhi kehidupan sehari hari mereka. Dan sekarang
masyarakat sudah beralih menggunakan perahu dengan mesin yang dapat
menjangkau lautan bebas sehingganya hasil tangkapan mereka lebih banyak dan
mereka bisa memenuhi kebutuhan lainnya terutama pendidikan bagi anak anak
mereka. Kelurahan Tanjung Kramat merupakan daerah yang letaknya tepat

dibagian pesisir pantai. Dengan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, yang
menjadi permasalah yang dihadapi masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung
Kramat adalah beralihnya peralatan tradisional ke moderen serta sistem kehidupan
lainnya yang terjadi di masyarakat pesisir Tanjung Kramat, seperti ekonomi,
sosial, pendidikan dan politik. Sebelum perubahan terjadi, pada umumnya
masyarakat di wilayah pesisir masih sangat terbelakang, baik dari segi ekonomi,
sosial, pendidikan dan politik. Sistem adat istiadatpun masih sangat terlihat
dikalangan masyarakat. Seperti tradisi gotongroyong dalam bahasa asli
masyarakat Gorontalo dikenal dengan huyula/tiayo. Pada pemerintahan yang
sentralistik, kebanyakan masyarakat pesisir pantai kurang diperhatikan oleh
pemerintah. Sehingga kemiskinan yang terjadi dikalangan masyarakat pesisir
pantai sangat nampak, baik dibidang ekonomi, sosial dan pendidikan. Hal ini
membuktikan bahwa ternyata sebelum perubahan, terjadi kemisikinan masyarakat
nelayan di pesisir Tanjung Kramat pada khusunya dan masyarakat pesisir pantai di
Indonesia pada umumnya. Dari segi kehidupan sosial, kepadatan penduduk terus
berkembang., sedangkan program keluarga berencana belum ada pada saat itu.
Sehingga bertambahnya penduduk sangat mempengaruhi perkembangan di
wilayah pesisir pantai, baik dipandang dari segi negatif atau segi positif.
Seharusnya pemerintah merencanakan program keluarga berencana (KB),
sehingga masyarakat pesisir tidak mengalami kepadatan penduduk dan
kemiskinan dapat diatasi pemerintah. Selain itu kebanyakan masyarakat pesisr
pantai (orang tua dulu) mempunyai pemahaman bahwa banyak anak banyak
rezeki itu dalam segi positifnya. Kemudian dalam pemahaman orang zaman
sekarang bahwa kepadatan penduduk dapat mempengaruhi lapangan kerja sangat
menyempit (segi negatifnya). Dalam segi positifnya, kepadatan penduduk juga
dapat menciptakan hal hal atau pekerjaan baru. Berbagai perubahan yang terjadi
dilingkungan masyarakat pesisir pantai mengakibatkan masalah sosial ekonomi
yang harus selalu diperhatikan oleh pemerintah. Seperti alat teknologi yang
merupakan salah satu pendukung perkembangan atau perubahan yang
berlangsung dimasyarakat nelayan Tanjung Kramat saat ini. Oleh karena itu

selayaknya pemerintah memperhatikan kebutuhan masyarakat pesisir pantai


khususnya pada sarana penunjang dalam penagkapan ikan.
Temuan

hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa,

dampak

yang

mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada


masyarakat pesisir dalam hal ini nelayan di Keluraan Tanjung Kramat dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Dampak dari Alam
Kondisi fisik kelurahan tanjung kramat yang terletak di pesisir pantai
dengan Topografi lahan yang membentuk perbukitan menjadi kendala bagi
nelayan untuk menjual hasil tangkapannya, bila melalui laut jarak yang
harus di tempuh cukup jauh. Kondisi perbukitan di Tanjung Kramat
menyebabkan nelayan kurang mendapatkan hasil jual yang maksimal. Hal
ini disebabkan susahnya akses jalur darat menuju tempat penjualan ikan
hasil tangkapan mereka. Menangkap ikan di laut ternyata membutuhkan
seperangkat

pengetahuan

yang

berhubungan

dengan

sifat

jenis

penangkapan, mekanisme penangkapan ikan dari berbagai pengaruh alam


lainnya, sehingga kegiatan ini sekurangnya melibatkan unsure unsur yang
berhubungan dengan antara lain yaitu :
a. Jenis dan sifat ikan
Dengan pertimbangan tertentu nelayan menentukan jenis ikan apa yang
akan ditangkap dan bagaimana sifat dari ikan tersebut, karena ini tentu
disesuaikan dengan kemampuan, peralatan yang ada, tenaga kerja,
prospek jual, konsumsi serta berbagai pantangan tentangnya.
b. Waktu dan masa (musim) penangkapan
Ini berkaitan dengan penentuan saat saat yang tepat untuk mendapatkan
ikan. Waktu dan masa ini berhubungan dengan kondisi lingkungan alam,
iklim, cuaca, angin, keadaan air laut, tanda tanda keberadaan ikan serta
tumbuhan tertentu, tidak sembarang waktu nelayan dapat menangkap
ikan, karena pengalaman yang mengajarkan mereka untuk tahu
keberadaan ikan itu dalam lingkup ekosistem yang berlaku di sana.
c. Lokasi penangkapan
Dari sisterm pengetahuan yang berkembang disana, nelayan dapat
menduga di tempat mana sebaiknya mereka menangkap ikan; unsur

peralatan juga amat menentukan smapai batas kejauhan mana mereka


dapat melakukan aktivitasnya. Ketatnya pola hubungan kerja yang
dikembangkan

pada

kehidupan

nelayan

ini

tidak

seluruhnya

menunjukkan kecenderungan hubungan business like, terutama bagi


nelayan yang sama-sama melaut. Hubungan antar manusia disini secara
emosional lebih erat dan terikat satu sama lain, karena pada dasarnya
mereka satu nasib dengan sama-sama bergumul di laut, keselamatan dan
keberuntungan seseorang berarti keselamatan dan keberuntungan anggota
lainnya, demikian sebaliknya.
2. Dampak dari Teknologi
Faktor teknologi merupakan faktor lain yang menyebabkan perkembangan
atau perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Keluraan Tanjung
Kramat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan alat yang digunakan
nelayan dalam meningkatkan usahanya. Sebelumnya para nelayana masih
menggunakan peralatan yang sederhana untuk menangkap ikan, tentunya
alat tersebut belum begitu menghasilkan tangkapan ikan yang maksimal
pada pendapatan para nelayan, maka hal tersebut sedikit mengalami
perubahan. Masyarakat nelayan Tanjung Kramat mengembangkan beberapa
cara dalam menangkap ikan; sekurangnya ada dua tipe penangkapan,
-

penangkapan di tengah laut, dan


penangkapan di pinggir pantai; masing-masing cara memerlukan
mekanisme dan perangkat kerja yang berbeda, tergantung dari lokasi
penangkapan dan jenis ikan.

2.3.2 Strategi Perekonomian Keluarga Nelayan


Strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinana dapat dilakukan melalui:
1. Peranan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak)
Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga
nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang
harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.
2. Diversifikasi Pekerjaan
Dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayandapat
melakukan kombinasi pekerjaan.
3. Jaringan Sosial

Melalui jaringan sosial, individu-individu rumah tangga akan lebih efektif


dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya
yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial memberikan rasa aman bagi
rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi setiap kesulitan hidup
sehingga dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Jaringan sosial secara
alamiah bisa ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan manifestasi
dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Tindakan sosial-budaya yang
bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan
kesulitan ekonomi yang dihadapi nelayan tidak di respon dengan sikap yang
pasrah. Secara umum, bagi rumah tangga nelayan yang pendapatan setiap
harinya bergantung sepenuhnya pada penghasilan melaut, jaringan sosial
berfungsi sangat strategis dalam menjaga kelangsungan kehidupan mereka.
4. Migrasi
Migrasi ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang
musimikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan
ikan yangada di daerah tujuan yang sedang musim ikan. Maksud migrasi
adalah untuk memperoleh penghasilan yang tinggi dan agar kebutuhan
hidup keluarga terjamin. Dalam waktu- waktu tertentu, penghasilan yang
telah diperoleh, mereka bawa pulang kampung untuk diserahkan kepada
keluarganya.
Perhatian terhadap kawasan pesisir tidak hanya didasari oleh pertimbangan
pemikiran bahwa kawasan itu tidak hanya menyimpan potensi sumber daya alam
yang cukup besar, tetapi juga potensi sosial masyarakat yang akan mengelola
sumberdaya alam tersebut secara berkelanjutan. Potensi masyarakat ini sangat
penting karena sebagian besar penduduk yang bermukim di pesisir dan hidup dari
pengelolaan

sumberdaya

kelautan

dan

perikanan

tergolong

miskin.

Kebijakankebijakan pembangunan di bidang perikanan (revolusi biru) selama ini


ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pesisir.
(Kusnadi: 2000)

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulam
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Afiati, N. 1999. Aspek Hayati Teknik Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Pesisir. Semarang: Bapedalda.

Delinom R.M dan Lubis R.F. 2007. Sumber daya air di wilayah peisisir dan
pulau-pulau kecil di Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Hal1-25.
Diposaptono S. 2001. Riset Teknologi Pesisir Kini dan Masa Mendatang.
Prosiding Forum Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Pesisir. Jakarta:
Graha Sucofindo.
Fatmasari, Dewi. -. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir
Desa

Waruduwur,

Kecamatan

Mundu,

Kabupaten

Cirebon.

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0ahU
KEwiLx7q6uozQAhXKMY8KHQV6BjUQFghAMAY&url=http%3A%2F
%2Fwww.syekhnurjati.ac.id%2Fjurnal%2Findex.php%2Famwal%2Farticle
%2Fdownload%2F255%2F225&usg=AFQjCNGD4dLQKzkiIrurBKUPtlfbazmlw. [Di akses pada 03 November 2016].
Idris I. 2001. Kebijakan Pengelolaan Pesisir Terpadu di Indonesia. Prosiding
Forum Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Pesisir. Jakarta: Graha
Sucofindo. Hal1-9.
Kadir, Yudi Firgianti. -. Perkembangan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Pesisir

Pantai.

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahU
KEwiLx7q6uozQAhXKMY8KHQV6BjUQFggpMAM&url=http%3A%2F
%2Fkim.ung.ac.id%2Findex.php%2FKIMFIS%2Farticle%2Fdownload
%2F3095%2F3071&usg=AFQjCNH4eNYm-ShqgOe_dOxikrFh-CY5Yg.
[Di akses pada 03 November 2016].
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: Pradnya Paramita.
Pramudyanto, Bambang. 2014. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan di
Wilayah Pesisir. http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_21-40.pdf.
[Di akses pada 03 November 2016].
Satria, Arif 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor: IPB.
Sulviyana, Nur. 2012. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir.
https://www.scribd.com/doc/78657332/Kehidupan-Sosial-EkonomiMasyarakat-Pesisir. [Di akses pada 03 November 2016].

Wasak, Martha. 2012. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa


Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara,
Sulawesi Utara. http://repo.unsrat.ac.id/280/1/KEADAAN_SOSIALEKONOMI_MASYARAKAT_NELAYAN_Dl_DESA_KINABUHUTAN_
KECAMATAN_LIKUPANG_BARAT._KABUPATEN_MINAHASA_UTA
RA,_SULAWESI_UTARA.pdf. [Di akses pada 03 November 2016].

Anda mungkin juga menyukai