Anda di halaman 1dari 3

HIJRAH PARA NABI

Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah kembali kita peringati pada tahun ini
guna mendapatkan pelajaran yang berharga dari peristiwa besar itu, disebut peristiwa yang
besar karena hijrah inilah yang merupakan titik tolak bagi tegaknya nilai-nilai Islam dalam
kehidupan nyata melalui terwujudnya daulah Islamiyah (negeri yang Islami), yaitu negeri
Madinah. Dari peristiwa ini kita mendapat pelajaran berharga bahwa meskipun sudah ada
jamaah dawah yang dibangun oleh rasul Saw dan para sahabatnya, tetap saja tegaknya
nilai-nilai Islam masih sangat jauh karena tegaknya nilai-nilai Islam memang tidak cukup
hanya melalui jamaah dari kaum muslimin, tapi tegaknya nilai-nilai Islam juga sangat
memerlukan adanya negara yang konstitusinya memungkinkan pelaksanaan ajaran Islam
dalam berbagai aspek. Sekali lagi ditegaskan bahwa penegakan nilai-nilai Islam harus
berlangsung secara konstitusional melalui undang-undang suatu negara, tak cukup hanya
sekedar melalui jamaah dawah yang ada di negeri tersebut.
Tidak Hanya Nabi Muhammad Saw.
Harus kita ingat bahwa sebenarnya hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain
atau dari satu negara ke negara yang lain bukan hal baru hanya diperintah kepada Nabi
Muhammad Saw, tapi Nabi-Nabi sebelumnya juga diperintah dan para Nabi itu
melaksanakannya. Nabi Ibrahim as diperintah oleh Allah untuk hijrah ke suatu tempat
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran yang artinya: Dan berkatalah Ibrahim:
Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku);
sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 29:26).
Disamping Ibrahim as, nabi Musa as juga harus hijrah ke negeri yang lain karena adanya
ancaman pembunuhan terhadap dirinya, Allah berfirman yang artinya: Dan Musa masuk ke
kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua
orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang
(lagi) dari musuhnya (kaum Firaun). Maka orang yang dari golongannya meminta
pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa
meninjunya, dan matilah musuhnya itu (QS 28:15).
Disamping itu terdapat juga ayat lain yang menegaskan tentang hijrahnya Musa ke kota
yang lain, yaitu ke negeri Madyan atas saran seorang laki-laki yang mengetahui rencana
pembunuhan atas diri nabi Musa as, Allah berfirman yang artinya: Dan datanglah seorang
laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya
pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah
(dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang yang memberi nasihat kepadamu. Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia
berdoa: Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu (QS 28:20-21).
Selain Ibrahim dan Musa, Nabi Nuh juga diperintah berhijrah ketika akan terjadi banjir besar
dengan menggunakan perahu yang dibuatnya sendiri, Allah berfirman yang artinya: Hingga
apabila perintah kami datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami
berfirman: muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang dan
keluargamu, kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula)
orang-orang yang beriman (QS 11:40).
Hakikat Hijrah
Secara harfiyah, hijrah itu berarti at turku yang artinya meninggalkan, baik meninggalkan
tempat maupun meninggalkan sesuatu yang tidak baik, namun hijrah secara fisik dari satu
tempat ke tempat lain pada masa sekarang ini bukanlah suatu kemestian, kecuali apabila
negeri yang kita diami tidak memberikan kebebasan kepada kita untuk mengabdi kepada

Allah Swt atau negeri itu sudah sangat rusak yang tingkat kemaksiatan sudah tidak terkira
dan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu hakikat hijrah yang sebenarnya
adalah apa yang disebut dengan hijrah manawiyah, yaitu hijrah dalam arti meninggalkan
segala bentuk yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Dalam hal ini Rasul Saw bersabda:
Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah
atasnya (HR. Nukhari dan Muslim).
Apabila kita sederhanakan, sekurang-kurangnya ada empat bentuk hijrah secara manawi.
Pertama, hijrah itiqadiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk keyakinan, kepercayaan dan
ikatan-ikatan yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Ini merupakan kemestian bagi setiap
muslim sehingga sangat tidak dibenarkan apabila keyakinan dan kepercayaan seorang
muslim masih bercampur dengan keyakinan dan kepercayaan yang tidak Islami. Namun kita
amat menyayangkan, hingga kini masih begitu banyak orang yang mengaku muslim tapi
kepercayaan dan keyakinannya masih bercampur dengan kepercayaan dan keyakinan yang
tidak benar.
Kedua, hijrah fikriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk pola berpikir yang tidak sesuai
dengan pola berpikir yang Islami, ini berarti setiap muslim harus selalu berpikir dalam
kerangka kebenaran Islam, dia tidak boleh memikirkan sesuatu guna melakukan hal-hal
yang tidak benar. Di dalam Al-Quran Allah Swt sendiri memberikan rangsangan kepada kita
agar berpikir dalam rangka taat kepada-Nya, misalnya saja ada firman Allah yang artinya:
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab?. Maka tidakkah kamu berpikir (QS
2:44).
Ketiga, hijrah syuuriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk perasaan yang cenderung
kepada hal-hal yang tidak benar, bila orang sudah hijrah dari perasaan-perasaan yang tidak
benar, maka jiwanya menjadi hidup sehingga jiwanya menjadi sensitif atau peka terhadap
segala bentuk kemaksiatan yang membuatnya tidak akan membiarkan kemaksiatan atau
kemunkaran itu terus berlangsung, dalam kaitan ini rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah dia merubah (mencegah) dengan tangan
(kekuasaan)nya, bila tidak mapu hendaklah dia merubah (mencegah) dengan lisannya dan
bila tidak mampu juga, hendaklahka dia merubah (mencegah) kemunkaran itu dengan
hatinya, yang demikian itulah selemah-lemah iman (HR. Muslim).
Keempat, hijrah sulukiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt. Ini berarti seorang muslim sangat tidak
dibenarkan melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka kalau yang dilarang
itu tetap dikerjakan oleh manusia, cepat atau lambat, manusia itu akan mengalami
akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat, begitu juga dengan perintah Allah yang tidak
dikerjakannya. Sebagai salah satu contoh, zina merupakan sesuatu yang harus dijauhi oleh
manusia dan bila ada orang yang melakukannya, maka hukuman yang tegas harus
diberlakukan, tapi kenyataan menunjukkan bahwa zina itu dibiarkan saja terus berlangsung,
bahkan fasilitasnya disediakan sementara orang yang melakukannya tidak dihukum
sebagaimana hukum yang terdapat di dalam Al-Quran, maka yang terjadi kemudian adalah
munculnya penyakit yang sangat menakutkan dan belum ditemukan apa obatnya sementara
martabat manusia juga menjadi semakin rendah.
Dari pembahasan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa hakikat hijrah itu sebenarnya adalah
komitmen pada ketentuan-ketentuan dengan meninggalkan segala bentuk sikap dan prilaku
yang tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:
Apabila engkau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang
berhijrah (HR. Ahmad dan Bazzar).

Apabila engkau meninggalkan perbuatan yang keji, baik yang nyata maupun yang
tersembunyi, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah
(HR. Ahmad dan Bazzar).
Karena hakikat hijrah adalah melaksanakan perintah Allah dengan meninggalkan kemalasan
dan kedurhakaan kepada-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan
meninggalkan segala bentuk kesukaan atau kecintaan kita kepada kemaksiatan, maka hijrah
itu harus kita lakukan sepanjang perjalanan hidup kita sebagai muslim, kesemua ini tentu
saja menuntut kesungguhan (jihad). Karena itu iman, hijrah dan jihad merupakan kunci bagi
manusia untuk meraih derajat yang tinggi dan kemenangan dalam hidup melawan musuhmusuh kebenaran, Allah berfirman yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi
Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (QS 9:20).

Drs. H. Ahmad Yani


ayani@indosat.net.id

Anda mungkin juga menyukai