Anda di halaman 1dari 9

Learning objective !

1. bagaimana cara melakukan patch test dan interpretasinya


2. mekanisme shock anafilaksis
3. manajemen shock anafilaksis dan dosis adrenalin pada orang dewasa dan anakanak
4. diagnosis dari penyakit
5. etiologi dari penyakit
6. penatalaksanaan penyakit
7. diagnosis banding dan prognosis dari scenario
jawaban !
1. Macam prosedur patch test :
a. Patch test terbuka
Patch test terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan uji pada luas
tertentu, lokasi lekatan biarkan terbuka selama 24 jam, amati reaksi kulit
yang terjadi.
Iritan primer umumnya lebih menyebabkan rasa pedih dari gejala rasa
gatal dan reaksi kulit yang ditimbulkan lebih cepat dibandingkan allergen.
Reaksi kulit yang disebabkan iritan primer terjadi beberapa menit hingga satu
jam setelaj pelekatan sedangkan allergen baru menimbulkan reaksi kulit
dalam waktu 24-48 jam. Reaksi kulit karena iritan primer hanya nampak
pada daerah pelekatan sedangkan pada allergen akan menyebar pada lokasi
pelekatan.
Patch test terbuka terutama digunakan untuk pengujian sediaan uji yang
mengandung minyak atsiri. Patch test terbuka dapat digunakan sebagai
kosmetik, seperti alat pengikat rambut, shampoo, sabun, detergen, dll.
b. Patch test tertutup
Uji tempel tertutup dilakukan dengan menggunakan tinta tempel jika
dikehendaki pengujian ganda atau talam tempel jika dikehendaki pengujian
tunggal. Sediaan uji dilekatkan pada talam tempel setelah lokasi lekatan
ditempeli tinta/talam tempel. Biarkan dalam waktu tertentu tergantung
prosedur uji yang digunakan. Kemudian diamati reaksi kulit yang terjadi
pada uji tempel tertutup.
Panel di uji instruksi sebagai berikut :
Jika terjadi reksi kuli yang parah dan tidak tertahankan buka talam tempel
dari daerah lokasi lekatan yang terasa sangat gatal dan pedih tanpa
mengganggu talam tempel yang lain dan untuk mengurangi keradangan
daerah lokasi lekatan dapat kompres dengan air dingin tanpa menggangu
talam tempel yang lain.
Jika panel masih terasa sakit boleh menelan obat analgetik
Tinta tempel/talam tempel dan lokasi lekatan harus dijaga agar tidak basah,
tidak boleh di lap dan tidak boleh di garuk.
c. patch test sinar
Digunakan untuk bahan yang bersufat fotosensif. Pelaksanaan uji ini sama
dengan uji tempel tertutup hanya dilaksanakan secara duplo (menggunakan
dua set tes, satu set sebagai kontrol). Sebagai sumber sinar ultra violet yang
ideal adalah sinar matahari. Namun bisa juga digunakan lampu xenon,
merkuri dan Kromayer yang disaring dengan kaca jendela sehingga
menghasilkan sinar ultra violet A dengan panjang gelombang > 320 nm.

Dapat juga digunakan lampu Woods, Westinghouse dan Philips dengan


panjang gelombang 280-320 nm atau 320-420 nm.
Interpretasi
Setelah 48 jam bahan tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 15 25 menit kemudian,
supaya kalau ada tanda- tanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari Unit
uji tempel yang menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada
bermacam-macam pendapat. Yang dianjurkan oleh ICDRG sebagai berikut:
(-) : negatif
(IR)
: iritasi (kulit merah sekali, contoh : ruam keringat, follicular pustules,
purpura dan burn-like reactions)
(+/-)
: samar-samar, tidak pasti, meragukan (kemerahan ringan saja, contoh
macula eritematosa)
(+)
: reaksi lemah (nonvesikular : eritema, infiltrate, papul)
(+ +)
: reaksi kuat (edema atau vesikel)
(+ + +) : reaksi sangat kuat (merah intens, bula atau ulkus)
(NT)
: tidak diuji.(Not Tested)
Bila perlu, misalnya dugaan klinis kuat, tetapi hasil tes negatif, pembacaan
dilakukan 72 jam setelah penempelan, atau bahkan juga 1 minggu setelah
penempelan, tanpa menempelkan lagi bahan tadi. Ini untuk mengetahui mungkin
reaksinya lambat (delayed reaction).
Reaksi Positif Palsu
Reaksinya sendiri betul-betul positif, tidak palsu. Yang dimaksud palsu disini
yaitu apabila tidak mencerminkan reaksi alergi terhadap bahan yang diteskan itu,
tetapi reaksi timbul oleh karena adanya faktor-faktor lain, misalnya:
a. Dalam bahan tes maupun unit uji tempel terdapat unsur- unsur yang iritatif.
b. Bahan tes dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau jumlahnya terlalu
banyak.
c. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis, sedang menderita
dermatitis yang akut atau luas dan sebagainya.
Persiapan Pasien
Persiapan menjelang uji tempel tidak begitu ketat, sebaiknya dihindari pemakaian
obat-obatan antihistamin dan kortikosteroid, terutama pada penggunaan lokalnya.
a. Keadaan kulit
Bebas dari dermatitis
Pada bekas dermatitis sebaiknya dilakukan sebulan setelah sembuh
Tidak terlalu dekat dengan dermatitis yang ada, sebab daerah tersebut
lebih peka hingga dapat menimbulkan reaksi positif palsu
Bebas dari kelainan kulit yang lain terutama yang dapat menyulitkan
pembacaan atau akibat lain yang tidak kita harapkan. Misalnya nevus
atau tumor-tumor prakanker: kalau terjadi reaksi berupa dermatitis dan
gatal maka akan digaruk. Ini merupakan rangsangan terhadap nevus atau
prakanker tadi untuk mengalami malignansi

Bebas dari rambut yang lebatf. Bebas dari kosmetik, salep-salep.


Kortikosteroid topikal harus dibebaskan pula paling sedikit 2 minggu
sebelumnya.
b. Daerah tempat tes
Pilihan utama: punggung, oleh karena:
Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar
Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara
serentak (bisa sampai 50 bahan atau lebih)
Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun
tidak
Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau
kendor, sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin
Jika terjadi dermatitis atau sampai terjadi sikatriks tidak tampak dari luar
oleh karena terlindung.
Pilihan lain:
Lengan atas bagian lateral
Lengan bawah bagian volar.
Sumber : Sulaksmono, M. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (Uji Tempel)
dalam Upaya Menegakkan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Kerja (Occupational
Dermatitis). Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat. FK UNAIR.
2. Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi
anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh
mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit)
maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam).
a. Fase Sensitisasi
Fase ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan
di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, di mana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4,
IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma
(Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik
untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan
sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan
mediatornya, mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE
mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC
(Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel langerhans,
atau yang lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama
beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel T-Helper
kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B
melakukan memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg
kemudian menghasilkan antibodi termasuk IgE lalu melekat pada
permukaan basofil, mastosit dan sel B sendiri.
b. Fase Aktivasi
Fase ini adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen

yang

sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula


yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain
masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan
diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu
pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin
dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah
Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam
arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang
disebut Newly formed mediators.
c. Fase Efektor
Fase ini adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien
Sumber : Putra TR, Herman H. Reaksi Anafilaktik dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi Penyakit Dalam. SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 1994. hal 77-80.12.
3. Penatalaksanaan
a. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat
(diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga
tekanan darah ikut meningkat.
b. Pemberian Oksigen 35 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang
sangat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu
dipertimbangkan.
c. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan
utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan
tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai
sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan
sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
d. Adrenalin 0,3 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
yang dapat diulangi 510 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian
secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous
setelah 0,1 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl
fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya
dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin
tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak
terjadi.
e. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme
belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan
perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi

melalui drips infus bila dianggap perlu.


f. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah
adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok
anafilaktik, dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged
effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 520
mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason
510 mg IV atau hidrokortison 100250 mg IV.
g. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung
(cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus
dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat
kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu
ada, maka sewajarnya di setiap ruang praktek seorang dokter tersedia
selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat
resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya.
Sumber : IDI. 2014. Panduan Praktik Kllnis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. IDI; Jakarta

Lampiran 1 Alogaritma penatalaksanaan reaksi anafilaktik


HINDARKAN / HENTIKAN paparan alergen yang diketahui / dicurigai !

NILAI CAB MSW dengan segera dan secepat mungkin !


Circulation, Airway, Breathing, Mental Status, Skin, Body Weight

simultan

CARI BANTUAN !
Hubungi 118 (ambulans)
atau RS terdekat

EPINEFRIN !
Segera injeksikan Epinefrin IM pada
mid-anterolateral paha.
Dosis 0,01 mg/kgBB (sediaan ampul
1mg/ml); maksimal pada dewasa 0,5
mg, maksimal pada anak 0,3 mg.

ELEVASI !
Telentangkan pasien dengan tungkai
bawah dielevasi. Posisi pemulihan bila
terjadi distres atau pasien muntah.
JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK
ATAU BERDIRI!

OBSERVASI !
Ulangi Epinefrin 5 15 menit
kemudian bila belum ada perbaikan
OKSIGEN !
Bila ada indikasi, beri
Oksigen 6 8 liter / menit
dengan sungkup muka atau
oro-pharyngeal airway
(OPA).

INTRAVENA !
Pasang infus (dengan jarum ukuran 14
16 gauge). Bila syok, berikan NaCl
0,9% 1 2 liter secara cepat (pada 5
10 menit pertama, dapat diberikan 5
10 ml/kgBB untuk dewasa dan 10
ml/kgBB untuk anak)

RJ P !
Di setiap saat, apabila perlu, lakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan
kompresi jantung yang kontiniu
(Dewasa: 100 120 x/menit,
kedalaman 5 6 cm. Anak: 100
x/menit, kedalaman 4 5 cm).

MONITOR !
Nilai dan catat TANDA VITAL, STATUS MENTAL, dan OKSIGENASI setiap 5 15 menit sesuai kondisi
pasien.
Observasi 1 3 x 24 jam atau rujuk ke RS terdekat.
Untuk kasus ringan, observasi cukup dilakukan selama 6 jam
TERAPI TAMBAHAN
Kortikosteroid untuk semua kasus berat, berulang, dan pasien dengan
asma
o Methyl prednisolone 125 250 mg IV
o Dexamethasone 20 mg IV
o Hydrocortisone 100 500 mg IV pelan
Inhalasi short acting 2-agonist pada bronkospasme berat
Vasopressor IV
Antihistamin IV
Bila keadaan stabil, dapat mulai diberikan kortikosteroid dan antihistamin
PO selama 3 x 24 jam

4. Diagnosis
1) Anamnesis
646di tangannya
- Keluhan utama : merah dan gatal
- Riwayat penyakit sekarang
a. Lokasi : dipergelangan tangan
b. Onset dan durasi : c. Kualitatif : d. Kuantitatif : e. Faktor modifikasi : pasien mengkonsumsi co-trimoxazole dan ternyata
setelah mengkonsumsi terdapat merah dan gatal dikulitnya dan
ternyata dia memiliki riwayat alergi co-trimoxazole
f. Keluhan penyerta : dia memiliki riwayat alergi syok anafilaksis
setelah digunakan obat ini untuk infeksi saluran pernafasan bagian
atas

g. Kronologi : Beni 28 tahun datang ke RS dengan keluhan utama merah


dan gatal ditangannya terutama di daerah sekitar pergelangan
tangannya dimana ia memakai jam tangan. Dia memiliki riwayat
merah dan gatal dikulit setelah konsumsi co-trimoxazole. Pasien juga
memiliki riwayat syok anafilaksis setelah menggunakan obat ini untuk
infeksi saluran pernafasan bagian atas.
- Riwayat penyakit terdahulu : - Riwayat keluarga : 2) Pemeriksaan Fisik : didapatkan merah dan gatal dipergelangan tangannya
tempat ia memakai jam tangan dan didapatkan merah dan gatal dikulitnya
setelah mengkonsumsi co-trimoxazole
3) Pemeriksaan Penunjang : dokter melakukan pemeriksaan atopy patch test dan
setelah 3 hari dokter obeservasi ternyata didapatkan hasilnya dan dokter
menyarakan pasien untuk mengganti jam tangannya yang diduga terbuat dari
logam.
4) Penatalaksanaan : dokter memberikan edukasi jika ada tanda darurat dari
alerginya sebaiknya pasien harus segera datang ke rumah sakit untuk
diberikan injeksi adrenalin sesegera mungkin.
Diagnosis : Dermatitis Kontak Alergi
Karena dermatitis kontak alergi itu merupakan suatu reaksi peradangan kulit
yang diperantarai oleh reaksi imun tipe IV (hipersensitivitas tipe lambat). Dan
penyebabnya karena bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (hapten). Misalnya, ada kelainan kulit berukuran numular di sekitar
umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka
perlu ditanyakan apakah penderita memakai bahan yang terbuat dari logam
(nikel). Kemudian, dilihat dari riwayat obat topikal yang pernah digunakan, obat
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun
keluarganya. Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan
pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dsb.
Sumber:
Sularsito, S. A., Djuanda, S. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Keenam. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5. Etiologi dan Predisposisi
a. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit
1. Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal :
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan

5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu :
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel .
4) Status higinie dan gizi
Seluruh faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang
masing masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai
contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus
higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi
allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem
imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila
dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah.
Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak
alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu,
misalnya dermatitis statis
Sumber : Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 7. Jakarta: FK UI
6. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek
serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
bersentuhan dengan alergen
Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,
aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi
b. Medikamentosa
Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 34 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali
untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatal
c. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika


(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari,
selama 5 hingga 7 hari
d. Topikal
1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
Sumber : IDI. 2014. Panduan Praktik Kllnis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. IDI; Jakarta
7. diagnosis banding :
a. dermatitis kontak iritan
b. dermatitis atopi
c. dermatitis numularis
d. dermatitis seboroik
e. psoriasis
Prognosis:
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis
numularisatau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah
pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita
Sumber : Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 7. Jakarta: FK UI

Anda mungkin juga menyukai

  • REFARAT
    REFARAT
    Dokumen14 halaman
    REFARAT
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • KLH
    KLH
    Dokumen7 halaman
    KLH
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Nyeri
    LO Nyeri
    Dokumen14 halaman
    LO Nyeri
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1psiko
    LO Blok20scene1psiko
    Dokumen8 halaman
    LO Blok20scene1psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok21scene2
    LO Blok21scene2
    Dokumen8 halaman
    LO Blok21scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Kejang
    LO Kejang
    Dokumen8 halaman
    LO Kejang
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok16scene1
    LO Blok16scene1
    Dokumen19 halaman
    LO Blok16scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOPK Blok20scene1
    LOPK Blok20scene1
    Dokumen6 halaman
    LOPK Blok20scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok13scene3
    LO Blok13scene3
    Dokumen9 halaman
    LO Blok13scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok19scene3
    LO Blok19scene3
    Dokumen15 halaman
    LO Blok19scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Dokumen4 halaman
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 20 Scene 2 Alergi
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    Dokumen9 halaman
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1Alergi
    LO Blok20scene1Alergi
    Dokumen3 halaman
    LO Blok20scene1Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok17scene1
    LO Blok17scene1
    Dokumen7 halaman
    LO Blok17scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene4Psiko
    LO Blok20scene4Psiko
    Dokumen10 halaman
    LO Blok20scene4Psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo !
    Lo !
    Dokumen4 halaman
    Lo !
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok11 Scene3
    LOblok11 Scene3
    Dokumen11 halaman
    LOblok11 Scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 18 Scene 3 Betul
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    Dokumen18 halaman
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok6 Scene2
    LO Blok6 Scene2
    Dokumen4 halaman
    LO Blok6 Scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Dokumen5 halaman
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Critical PDF
    Jurnal Critical PDF
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Critical PDF
    Nanda Nabilah Ubay
    Belum ada peringkat
  • LO Block18scene1
    LO Block18scene1
    Dokumen16 halaman
    LO Block18scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo 2
    Lo 2
    Dokumen4 halaman
    Lo 2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO 3 Blok12scene3
    LO 3 Blok12scene3
    Dokumen15 halaman
    LO 3 Blok12scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Learning Objective Blok 5
    Learning Objective Blok 5
    Dokumen10 halaman
    Learning Objective Blok 5
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Papan Nama
    Papan Nama
    Dokumen1 halaman
    Papan Nama
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Grafik
    Grafik
    Dokumen1 halaman
    Grafik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat