Anda di halaman 1dari 25

1

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROPOSAL SKRIPSI
NAMA

: RIZKI DARMAWAN

NIM

: 3111411024

PROGRAM STUDI

: ILMU SEJARAH

JURUSAN

: SEJARAH

FAKULTAS

: ILMU SOSIAL

A. Judul
PERKEMBANGAN

INDUSTRI

BATIK

DI

DESA

TRUSMI

KECAMATAN PLERED KABUPATEN CIREBON TAHUN 1970-1990


B. Latar Belakang Masalah
Industri batik merupakan unsur penting dalam aktivitas ekonomi. Batik
merupakan salah satu ragam Khasanah seni-budaya Indonesia. Mula-mula
pembuat batik hanya merupakan industri rumah tangga, kemudian industri batik
mengalami perkembangan yang pesat, permintaan tentang kain batik membuat
industri batik bermunculan. Keindahannya sudah teruji, sampai-sampai mampu
menembus pasar dunia. Namun saat ini batik di Indonesia telah mengalami
perkembangan teknologi yang cukupsignifikan. Berawal dari batik tulis yang

dikerjakan oleh para pengrajin wanita menggunakan canting. Kemudian


pertengahan abad ke-19, canting cap mulai dikembangkan.
Canting cap atau yang dikenal dengan nama batik cetak, merupakan sebuah
alat berbentuk semacam stempel yang telah digambar pola batik canting cap. Pada
umumnya pola pada canting cap ini dibentuk dari tembaga dan kayu.
Canting adalah pokok untuk membatik yang menentukan apakah hasil pekerjaan
itu dapat disebut batik, atau bukan batik. Canting dipergunakan untuk menulis
(melukiskan cairan malam), membuat motif-motif batik yang diinginkan. Alat
itu terbuat dari tembaga. Tembaga mempunyai sifat ringan, mudah dilenturkan
dan kuat, meskipun tipis.1
Batik cap juga mengalami perkembangan, dengan dikenalnya cap kayu, cap yang
terbuat dari kayu ini lebih ekonomis dan lebih mudah pembuatannya. Pola pada
kayu diukir dan dibentuk seperti stempel sama halnya dengan cap tembaga. Batik
menggunakan cap kayu ini dapat dibedakan dari cap tembaga karena kayu tidak
menghantarkan panas sebaik tembaga sehingga malam (lilin) yang menempel
pada kayu lebih tipis, dan hasil pengeappannya yang terbentuk pun memiliki
kekhasan tersendiri, biasanya terdapat sedikit warna yang meresap pada batik
karena lilin yang menempel terlalu tipis, sehingga terlihat gradasi warna pada pola
antara pinggir motif dan tengahnya.
Dilihat dari waktu yang dibutuhkan, teknik tradisional membutuhkan waktu
1-3 bulan, mulai dari membuat pola, menggambar lukisan, memasak kain hingga
pencucian yang berulang kali. Lain halnya dengan tekhnik cap yang
1 Drs Hamzuri. Batik Klasik, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1989) p. 5

membutuhkan waktu seminggu untuk menghasilkan 1 buah batik cap secara kasat
mata kita dapat membedakan batik print dan batik tulis/cap dengan melihat
permukaan di balik kain, biasanya kain batik print warnanya tidak meresap
keseluruh serat kain, dan hanya menempel pada permukaan kain, sehingga di
balik kain masih terlihat sedikit berwarna putih.
Seni kerajinan batik merupakan salah satu seni kerajinan khas Indonesia
yang keberadaanya sudah berabad-abad lamanya, dan merupakan salah satu
warisan seni budaya bangsa yang bernilai tinggi. Salah satu daerah yang memiliki
budaya tinggi khususnya seni kerajinan batik adalah Cirebon. Cirebon merupakan
Kabupaten dan Kotamadya di wilayah Jawa Barat yang terletak di pantai utara
Jawa dan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sejak dahulu di pantai utara
Jawa sering disinggahi para pendatang baik antar pulau maupun luar negeri.
Mereka tertarik dengan hasil bumi daerah tersebut untuk mengadakan
perdangangan berbagai macam barang. Akibat hubungan dengan kedua belah
pihak itu, maka sedikit banyak telah mempengaruhi seni daerah budaya setempat.
Kemampuan berolah seni di bidang kerajinan batik yang dimiliki oleh
masyaarkat Cirebon banyak mendapat pengaruh dari lingkungan dalam Keraton
maupun lingkungan di luar Keraton Cirebon.
Industri kerajinan merupakan salah satu contoh kegiatan ekonomi dan
kegiatan sosial yang dapat melibatkan yang dalam kegiatannya dan berbagai
lapisan masyarakat yang dalam kegiatnya dapat menunjung ketahanan nasional
khususnya dalam bidang ekonomi. Keterlibatan masyarakat dalam pengolahan
industri kerajinan merupakan faktor-faktor pendukung karena industri-industri

kerajinan

sebagai

kegiatan

ekonomi

dapat

meningkatkan

taraf

hidup,

kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat, selain itu industri kerajinan


sebagai kegiatan sosial dapat memberi lapangan pekerjaan dan dapat menjadi
media berkreativitas bagi masyarakat tersebut.
Adanya bermacam-macam sentra industri kecil diberbagai daerah dapat
merangsang perkembangan industri kecil khususnya industri kerajinan dapat
meningkatkan kuatitas dan kualitas produksi. Demikian halnya dengan adanya
lembaga pemerintahan seperti misal: Balai Besar Penelitian Pengembangan
Industri Kerajinan dan Batik dapat memberi mafaat kepada masyarakat setempat
berupa: informasi, penyuluhan dan pembinaan serta kursus-kursus tentang industri
kerajinan dan batik.
Salah satu industri kerajinan yang sudah sanga tua usianya adalah batik dan
telah banyak dikenal oleh berbagai lapisan masyarakat yang dapat memberikan
lapangan pekerjaan, seperti pendapat Benito Kodiyat dalam Buku Seni Kerajinan
Batik Indonesia yang dikutip oleh Sewan Susanto sebagai berikut:
Seni batik merupakan keahlian yang turun menurun yang sejak mulai
tumbuh merupakan salah satu sumber penghidupan yang memberikan lapangan
kerja yang cukup luas bagi masyarakat Indonesia. Seni batik juga merupakan
penyaluran-penyaluran kreasi yang mempunyai arti sendiri yang kadang-kadang
dihubungkan dengan tradisi, kepercayaan dan sumber-sumber kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat.2
2 Sewan Susanti SK. Seni Kerajina Batik Indonesia, (Balai Penelitian
Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen
Perindustrian, RI, 1973), p. 307.

Batik juga merupakan salah satu dari serangkaian perbendaharaan dan


keanekaragaman Busana khas Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur dan
estetis. Menyadari peranan batik yang demikian itu, maka batik layak untuk
dilestarikan keberadaannya. Batik yang dulunya hanya dipergunakan untuk
kebutuhan sandang saja sekarang berkat kegigihan dan berbagai eksperimen yang
dilakukan oleh pembatik dan seniman, batik dapat digunakan untuk media
berekspresi, yang dapat melahirkan batik gaya baru atau batik gaya bebas atau
yang kita kenal sebagai lukasn batik.
Dengan lahirnya lukisan batik dapat menambah perbendaharaan kesenian
Indonesia atau khususya seni rupa yang mempunyai ciri khas Indonesia dan batik
dalam masyarakat Jawa memang tidak terlepas dari ajaran filsafat Jawa seperti
pendapat Adi Kusrianto sebagai berikut:
Batik dalam masyarakat Jawa memang tidak terlepas dari ajaran filsafat
Jawa yang secara tersirat menjelaskan hubungan mikrokosmos, metakosmos dan
makrokosmos. Pandangan makrokosmos mendudukan manusia sebagai agian dari
semesta. Manusia harus menyadari tempat dan kedudukannya dalam jagat raya
ini. Metakosmos yang biasa disebut mandala adalah konsep yang mengacu pada
dunia tengah dunia perantara antara manusia dan semesta atau Tuhan.
Sementara itu, mikrosmos adalah dunia batin, dunia dalam diri manusia.3
Ditinjau dari sejarahnya di Indonesia Tehknik batik merupakan tehnik tekstil yang
telah lama dikenal. Perkembangan tehnik-tehnik tersebut terkait erat dengan
perkembangan kebudayaan yang berlangsung, terutama pada daerah terakulturasi
3 Adi Kusrianto, Batik Filosofi, Motif & Kegunaan, (Yogyakarta: Penerbit: C.V
ANDI OFFSET, 2013). P. 120.

dengan kebudayaan luar. Daerah-daerah ini seperti Jawa, Kalimantan dan


Sumatra. Letak geografis kepulauan yang strategis terletak dijalur perdagangan
internasional, serta didukung oleh hasil bumi yang kaya raya merupakan daya tari
sehingga kepulauan kita sering dikunjungi oleh pedagang-pedagang asing seperti
Cina, India, Portugis, Arab, Belanda dan Inggris. Kedatangan mereka membawa
dampak yang besar bagi perubahan kebudayaan dan kesenian di Indonesia
terutama di daerah-daerah pesisir. Demikian juga pada batik baik dalam ragam
hias maupun pewarnaan.4
Sewan Susanto berpendapat bahwa, Kerajinan batik tumbuh berkembang
diberbagai daerah di Indonesia diantaranya dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu pesisir dan pedalaman, daerah pesisir meliputi daerah Indramayu dan
Cirebon dan daerah pedalaman meliputi daerah Yogyakarta, Solo dan Pekalongan
Daerah pesisir merupakan salah satu daerah penghasil batik yang bercorak
menceritakan tentang keadaan dan sejarah kota Cirebon, salah satunya engan
adanya kebudayaan batik di daerah Cirebon ini merupakan hasil dari kebudayaan
nenek moyang yang tidak terlepas dari hasil seni yang mereka ciptakan khususnya
seni batik bercorak yang menceritakan tentang sejarah kota Cirebon.
Kemampuan berolah seni dibidang kerajinan batik yang dimiliki oleh
masyarakat Cirebon banyak mendapat pengaruh dari lingkungan dalam Kraton
maupun diluar Keraton Cirebon, Hal ini dikarenakan Keraton pada saat itu di
samping sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat pengembangan seni
budaya setempat
4 Nian S. Djumena, Ungkapan Sehelai Batik (Jakarta: Penerbit Djambatan,
1990), p. 2

Beberapa daerah di lingkungan Keraton Cirebon yang menjadi pusat


kerajinan batik adalah Trusmi, Kali Tengah, Plumbon dan Konduran. Pengaruh
seni budaya Islam juga banyak perkembangannya penyebaran agama Islam oleh
Sunan Gunung Jati. Pengaruh seni budaya Islam pada ragam hias batik Trusmi
Cirebon dapat diiha pada motif kaligrafi, Arab, ragam hias Buroq atau Singa
Parsi. Tim Yayasan Mitra Budaya Indonesia berpendapat bahwa:
Pantai timur laut barat yang dikenal sebagai Cirebon, terletak di jalan antar
niagara antara Kerajaan Islam di Jawa Timur dan Kerajaan di sebelah barat
Kerajaan Islam di Jawa Timur dan Kerajaan di sebelah barat perniagaan, selalu
ada perpindahan penduduk sebagai pemukiman orang dari luar kawasan nusantara
yang bercampur dengan pribumi telah terjadi di daerah pantai ini.5
Akibat pembauran penduduk asing yang membawa seni budaya Islam pada
penduduk pribumi di wilayah Cirebon menyebabkan kerajinan batik Trusmi
Cirebon semakin kaya dengan ragam hias batik yang bercorak Islam. Adanya
hubungan dengan negeri Cina menyebabkan Cirebon banyak mendapat pengaruh
seni budaya Cina. Seni kerajinan Batik pada saat itu berkembang di wilayah
Cirebon secara tidak langsung ikut terpengaruh juga.
Kerajinan Trusmi Cirebon yang kaya dengan ragam hias dan tata warna,
merupakan barang dagangan yang dapat diperjual belikan secara bebas untuk
melayani kebutuhan pokok para konsumen khususnya sandang dalam kehidupan
sehari-hari.

5 Tim Yayasan Budaya Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), p. 14.

Batik dari Desa Trusmi Kabupaten Cirebon ini sudah terkenal selain di Jawa
Barat juga seluruh Indonesia dan samapai ke Mancanegara. Bila kita perhatikan
batik di desa Trusmi ini memamng mempunyai motif yang sangat khas serta
kualitas yang sangat baik dilihat dari segi bahan dan proses pembuatan yang
tradisional. Penggunaan motif dan warna merupakan satu kesatuan yang utuh
untuk menghasilkan kain batik yang berkualitas.
Batik Desa Trusmi mempunyai beberapa motif misalnya motif Batik Klasik
dan motf Batik yang tradisional, begitu juga tehnik pembuatannya ada yang
menggunakan dengan cap, tehnik tulis (canting). Di daerah tersebut mayoritas
masyarakatnya adalah menjadi pengrajin batik tulis yang boleh dikatakan sebagai
industri rumah tangga.
Trusmi sebagai salah satu pusat kerajinan batik di Cirebon, corak batiknya
meniru semua yang ada di lingkungan Keraton Cirebon. Corak batik pengaruh
dari lingkungan Keraton antara lain:
1. Adanya Motif Simbar, yaitu motif batik yang melukiskan tanaman
merambat pada sebatang pohon atau melukiskan bulu dada seorang pria.
2. Motif Tanaman Arum, ialah motif batik yang menggambarkan tanaman
yang wangi, dan menurut kepercayaan merupakan tempat tinggal para
dewa. Para sultan bertafakur di taman tersebut untuk mencapai keadaan
sunyaragi yaitu keadaan jiwa yang kosong dan sukma bersadu dengan
alam.
3. Motif Patran, yaitu motif batik yang penuh dengan tanaman merambat dan
melambangkan keuletan.

4. Motif Wadasan, yaitu motif batik yang berwujud awan atau mega mendung
dan batu karang.6

Perkembangan

batik

Trusmi-Cirebon

jelas

sekali

merangkum

seluruh

perkembangan batik Keraton dan batik Pesisiran. Pada batik Pesisiran tampak
sekali ragam hiasnya yang dibuat dengan menganalogikan suatu motif ke motif
baru sebagai bentuk modifikasi. Sayang tidak dapat dilacak pencipta dari setiap
motif baru tersebut karena pada umumnya sebuah karya desain batik saat itu
menjadi milik bersama dan pendesainnya secara diam-diam merasaka kebanggaan
kalau motif ciptaanya direproduksi oleh perajin batik lainnya. Perkembangan
motif pesisiran cukup dinamis. Hal ini berbeda dengan motif Keraton yang
cenderung statis.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Industri Batik di Desa Trusmi Kecamatan Plered
Kabupaten Cirebon Tahun 1970-1990
2. Bagaimana Ragam Motif Batik Desa Trusmi?
3. Bagaimana Perkembangan Idustri Batik di Desa Trusmi Kecamatan Pelered
Kabupaten Cirebon pada Tahun 1970-1990?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis
dengan memperhatikan, memahami dan mengungkapkan tentang perkembangan
6 Casta, M.Pd. & Taruna, S. Pd. Batik Cirebon (Cirebon: Penerbit Badan
Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon, 2007), p, 73.

10

batik, khususnya batik di Desa Trusmi Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon dari
tahun 1970 1990.
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Industri Batik di Desa Trusmi
Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.
2. Untuk mengetahui ragam motif batik desa Trusmi
3. Untuk mengetahui Perkembangan Idustri Batik di Desa Trusmi Kecamatan
Pelered Kabupaten Cirebon pada Tahun 1970-1990?

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis merupakan manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Menambah referensi untuk penulisan Batik di Kabupaten Cirebon.
b. Menambah referensi bagi penulis selanjutnya untuk menghasilkan
tulisan yang lebih baik.
c. Memperkaya khasanah penulisan sejarah Batik, khususnya sejarah
lokal Kabupaten Cirebon.
`

2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis merupakan manfaat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat. Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

11

a. Dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang Sejarah


Industri Batik di Desa Trusmi Kabupaten Cirebon.
b. Dapat

menambah

pengetahuan

bagi

masyarakat

mengenai

perkembangan Industri Batik di Desa Trusmi Kecamatan Plered


Kabupaten Cirebon.

F. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian sejarah terdiri dari ruang lingkup spasial
(ruang) dan lingkup temporal (waktu). Ruang lingkup spasial (ruang) dan
temporal (waktu) adalah dalam peneltian ini adalah sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Spasial
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup spasial (ruang) adalah
Kabupaten Cirebon. Kabupaten Cirebon tepatnya di Desa Trusmi
Kecamatan Pelered merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat
pengrajin batik dan mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal
ini terjadi karena, Ilmu membatik di turunkan secara turun-temurun dari
masa ke masa dari motif batik tulis hingga batik cap.
2. Ruang Lingkup Temporal
Ruang lingkup temporal dalam penelitian ini adalah Perkembangan
Industri Batik di Desa Trusmi Kecamatan Plered Kabupaten
Cirebon Tahun 1970 - 1990. Pada tahun 1970-an di Trusmi Cirebon
berkembang tehnik cap untuk memproduksi batik. Tehnik ini dapat
memenuhi kebutuhan pesanan batik dalam partai besar dan dengan

12

waktu yang singkat serta harga yang jauh lebih murah. Pada umumnya
motif batik yang dibuat dengan motif cap ini mengambil corak motif
yang geometris atau pangkaan serta semarangan. Tidak ada batik
Keraton yang dibuat dengan tehnik cap. Batik cap pada tahun 1970-an
memang cukup mewabah seiring dengan lesunya pasar batik alusan.
Yang di produksi dengan tehnik batik tulis yang memilik spesifikasi
produk kualitas anggon. Meskipun demikian produksi bati tulis masi
tetap berlangsung. Dan tahun perkembangan batik Trusmi tahun 1990an pada periode ini ditandai dengan maraknya pengunaan bahan sutera
untuk batik. Perkembangan yang sangat mencolok pada periode ini
adalah kuatnya motif ekonomi pada produksi batik Trusmi-Cirebon.

G. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini memerlukan tinjauan pustaka yang dapat memperkaya dalam
penulisan hasil penelitian. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan
beberapa pustaka yang berkaitan dengan Batik. Adapun pustaka-pustaka yang
dapat dijadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini adalah :
Buku pertama yang digunakan sebagai tinjauan pustaka adalah buku yang
berjudul Batik Cirebon, Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, Dan Makna
Simboliknya yang ditulis oleh Casta, M.Pd. & Taruna, S.Pd. (2007). Penulisan
buki ini dimaksudkan sebagai jalan menuju apresiasi terhadap kekayaan dan

13

keunikan batik Cirebon, terlebih hingga saat ini tulisan tentang batik Cirebon
hanya sebatas lintasan-lintasan kecil dalam buku besar tentang batik nusantara.
Penulisan seperti itu jelas tidak mungkin memberikan pemahaman yang
komprehensif tentang batik Cirebon. Oleh karena itu memlalui buku ini
diharapkan akan terbuka jalan menuju pengayaan wawasan yang pada akhirnya
akan muncul sikap apresiasi terhadap kekayaan budaya Cirebon, khususnya Batik.
Buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini, karena dalam buku
ini juga dibahas mengenai Trusmi sebagai Desa Batik dalam bingkai kebudayaan
Cirebon. Selain itu buku ini juga berisi tentang selintas pertumbuhan dan
perkembangan Batik Cirebon dan juga menjelaskan tentang karakteristik Batik
Cirebon dari karakteristik Barik Keraton hingga Pesisiran Cirebon. Disini juga
dijelaskan tentang tata warna motif Batik Cirebon dan juga struktur pala desain
kain Batik Cirebon.
Buku kedua yaitu buku yang berjudul Batik: Filosofi, Motif & Kegunaan
yang ditulis oleh Adi Kusrianto (2013). Tujuan dari penulisan buku ini adalah
untuk memperkenalkan kepada pembaca tentang Filosofi, Motif dan Kegunaan
Batik. Maraknya minat terhadap batik sering belum diimbangi dengan
pemahaman terhadap batik itu sendiri. Semua motif batik diciptakan dengan
berbagai maksud dan harapan yang baik. Tidak satu pun yang memiliki tujuan dan
harapan buruk.
Motif, kegunaan, dan Filosofi batik. Itulah yang ingin penulis ungkap dalam
buku ini. Masing-masing topik yang disebut di atas ternyata saling kait satu sama
lain. Ketika kita berbicara tentang motif, artinya kita juga akan berbicara tentang

14

maksud filosofinya. Ketika bicara mengenai kegunaan batik, kita juga akan
membicarakan ornamen dan maknanya. Demikian juga pada pembahasan tentang
filosofi suatu motif batik, jelas di sana akan diuraikan bentuk moif yang,
terkandung di dalamnya. Meski demikian masing-masing aan dibahas dari sudut
pandang yang berbeda. Ketiga topik utama di atas akan membawa kita pada
sejarah dan pengembangan batik di daerah-daerah tertentu. Dimulai dari daerah
keraton yang memiliki peranan sangat penting dalam mengangkat batik sebagai
salah satu harta seni bernilai tinggi dalam hal busana di lingkungan kertaton.
Buku ini adalah kompilasi berbagai informasi yang dikutip dari berbagai
tulisan dalam bentuk buku, catatab, artikel maupun berita. Dalam mempelajari
betik, terdapat dua konteks yang perlu kita ketahui, yaitu teknik pembuatannya
yang merupakan teknik pembuatannya yang merupakan teknik resist dyeing atau
teknik menghias kain menggunakan perintang warna. Yang kedua adalah motifmotif pada batik itu sendiri.
Bansa-bangsa prasejarah di seluruh dunia telah melakukan teknik perintang
warna sejak lama, sehingga banyak yang mengira bahwa bangsa-bangsa lain lebih
dulu memiliki teknik membatik. Namun, teknik peritang warna menggunakan
malam dengan alat yang bernama canting diyakini ditemukan dan hanya berawal
dari Indonesia, kata batik untuk mendeskripsikan teknik yang disebut di atas
jelas spesifikasi dari Indonesia, tepatnya dari bahasa Jawa. Tidak ada bangsa lain
di dunia ini yang memiliki kosakata batik. Kalaupun ada, maka kata itu
diadaptasi aau diserap dari bahasa kita.

15

Penggunaan Istilah: pada buku ini penulis banyak melukiskan isi suatu kain
betik dengan kata-kata. Di sini banyak ditemui istilah yang sepintas artinya mirip.
Agar tidak menjadi bias maka berikut uraian bagaimana kata atau istilah-istilah ini
dipakai secara konsisten pada buku ini.
Motif: pada buku ini penulis menggunakan istilah motif untuk menyebut
desain secara keseluruhan dari sebuah kain batik. Sebagai contoh penggunaanya
pada kata motif sidomukti, motif parang barong, motif pring sedapur. Sebuah
motif terdiri dari sekumpulan ornamen atau ragam hias.
Ornamen: di dalam motif batik misalnya motif Kawung, terdapat ornamenornamen berbentuk bulat mirip buah kolang-kalig, dan ada juga yang
kikombinasikan dengan ornamen garuda. Ornamen, pada pembahasan di bidang
batik ini artinya berbentuk objek (gambar) yang berfungsu sebagai penghiasan
dan pengisi.
Ragam Hias: Istilah ini digunakan untuk mentebut ornamen yang memiliki
bentuk yang sudah khas. Contohnya ragam hias berbentuk sawat (ornamen
berbentuk burung garuda yang sayapnya terbentang dan dilengkapi dengan buku
ekornya), ragam hias lung-lungan yang berupa ornamen tetumbuhan dengan
sulurnya. Sedangkan ragam hias yang berfungsi sebagai isen-isen atau pengisi
bidang contohnya sisik, gringsing, ukel, uceng, dsb.
Corek: Corak adalah istilah yang lebih umum untuk menyebutkan bentuk
kembangan atau hiasan.
Pola: Pola dipergunakan untuk menyebut sebuah rancangan gambar suatu
motif di atas kertas yang akan diterapkan pada kain yang akan dibatik. Dalam arti

16

yang lebih luas, pola untuk menggambarkan master desain suatu motif kain
batik.
Desan : Desain merupakan istilah untuk menyebutkan kerangka suatu
rancangan secara keseluruhan.
Buku ini berisi mengenai pembangunan nasional yang telah dilaksanakan oleh
Presiden

Soeharto pada

masa pemerintahannya. Pembangunan nasional

merupakan rangkaian program-program pembangunan yang menyeluruh, terarah,


dan terpadu yang berlangsung secara terus menerus. Program-program
pembangunan tersebut meliputi berbagai bidang antara lain bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, teknologi, infrastruktur, kesehatan, dan kependudukan.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram,
tertib, dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib, dan damai.
Oleh karena itu buku ini dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian
mengenai batik.

Buku ketiga yaitu buku yang ditulis oleh Pengaruh Zaman dan
Lingkungan karya H. Santosa Doellah. Buku eksklusif yang diterbitkan oleh
industri batik paling terkenal di Nusantara yaitu batik Danar Hadi ini menjelaskan
banyak hal tentang batik dari mulai pengertian, pengaruh Budaya dan Zaman

17

mulai dari pengaruh keraton, batik petani atau saudagaran, India, Belanda, Cina,
Jepang yang lebih dikenal dengan nama batik Hokokai. Pengaruh yang
ditimbulkan dari berbagai bangsa tersebut menghasilkan ciri khas batik yang
berbeda-beda. Di dalam buku ini juga dijelaskan proses pembutan batik, ragam
hias batik, pola batik dan kegunaannya. Buku ini sangat membantu dalam
penyusunan skripsi ini karena batik Semarangan merupakan salah satu batik yang
mengadopsi batik Belanda dan Cina, dan seiring perkembangan zaman batik
Semarangpun mengalami perkembangan.
Dari ketiga buku tersebut yang dijadikan sebagai bahan referensi
perbedaannya adalah, buku pertama mengkaji mengenai Motif, Kegunaan, dan
Filosofi batik. Tiga hal yang saling kait satu sama lain. Motif batik diciptakan
dengan berbagai maksud dan harapan yang baik. Meski demikian, masing-masing
motif memiliki kegunaan sendiri, buku kedua mengkaji mengenai sejarah jejak
batik di Cirebon dan juga memaparkan beberpa referensi yang berkenaan dengan
asal mula batik, dan buku ketiga mengkaji mengenai batik secara umum, yakni
batik pesisiran, pedalaman maupun batik pengaruh dari budaya asing karena pada
masa kejayaan batik Semarang yang menghidupkannya adalah orang asing yakni
Belanda dan Cina.
Buku penunjang lainnya, berupa buku yang memberikan konsep
teori ilmu sosial budaya, Dan ditambah lagi dengan informasi yang
didapat dari makalah-makalah seminar dan hasil penelitian. Literaturliteratur sekunder berupa buku, artikel-artikel dari majalah dan koran
sangat membantu penulis dalam menyusun tulisan ini.

18

H. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
sejarah. Metode penelitian sejarah merupakan langkah-langkah dalam penelitian
dan penulisan sejarah. Penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu : pemilihan
topik, pengumpulan sumber (Heuristik), verifikasi (kritik sejarah, keabsahan
sumber), interpretasi, dan penulisan.7 Langkah-langkah yang dilakukan dalam
membuat penelitian ini, yaitu :
1. Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Merupakan kegiatan mencari mengumpulkan, dan menghimpun sumbersumber sejarah yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji oleh
penulis. Heuristik merupakan tahap di mana penulis mengumpulkan
berbagai jejak-jejak masa lalu. Jejak sejarah sebagai peristiwa masa lalu
merupakan sumber-sumber sejarah sebagai kisah.8 Sumber sejarah dibagi
menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan
sumber yang disampaikan oleh saksi mata, sedangkan sumber sekunder
adalah sumber yang disampaikan oleh bukan saksi mata. Dalam
penelitian ini sumber sejarah terdiri dari :
a. Sumber Primer
7 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Tiara Kencana,
2013) p. 69
8 Wasino. Dari Riset Hinga Tulisan Sejarah, (Semarang: Penerbit UNNES Press,
2007) p. 15

19

Sumber primer adalah sumber-sumber yang keterangannya diperoleh


secara langsung oleh yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata
kepala sendiri.9 Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh melalui :
1. Wawancara, adalah salah satu cara yang digunakan untuk mencari
informasi melalui tanya jawab atau wawancara dengan pelaku
yang terlibat secara langsung dalam peristiwa tertentu. Dalam
penelitian ini informasi diperoleh dari informan-informan yang
mengetahui mengenai perkembangan batik di Desa Trusmi
Kabupaten Cirebon. Informan-informan tersebut antara lain :
Bapak Kastura, pembatik yang memiliki industri batik sendiri di
Desa Trusmi Kabupaten Cirebon.
sumber literatur untuk memperoleh data yang berkaitan dengan perkembangan
batik di Desa Trusmi Kecamatan Pelered Kabupaten Cirebon Tahun 1970 - 1990.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang keterangannya diperoleh oleh
pengarangannya dari orang lain atau sumber lain.10 Penelitian ini
menggunakan sumber sekunder yang diperoleh dari studi pustaka
(buku) yang berkaitan dengan Keluarga Berencana, Kependudukan,

9 Subagyo. Membangun Kesadaran Sejarah, (Semarang: Penerbit Widya


Karya 2010) p. 105
10 Subagyo. Membangun Kesadaran Sejarah, (Semarang: Penerbit Widya
Karya 2010) p. 105

20

Kesejahteraan sosial, Kebijakan masa Orde baru, dan Kebijakan pada


masa reformasi.
2.Kritik Sumber
Kritik sumber bertujuan untuk menguji keaslian dan kredibilitas sumbersumber yang diperoleh. Kritik sumber (verifikasi) ada dua macam yaitu :
Autentisitas, atau keaslian sumber atau kritik ekstern dan kredibilitas,
atau kebiasaan dipercayai atau kritik intern.11
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern merupakan penilaian sumber dari aspek fisik dari sumber
tersebut. Kritik ini lebih dulu dilakukan sebelum kritik intern yang
lebih menekankan pada isi sebuah dokumen. Ada tiga pertanyaan
penting yang dapat diajukan dalam proses kritik ekstern yaitu : (1)
Adakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki?, (2) Adakah
sumber itu asli atau turunan, (3) Adakah sumber itu utuh atau telah
diubah-ubah? .12 Untuk menguji keaslian sumber terlebih dahulu kita
harus meneliti : kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, hurufnya,
bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, dan semua
penampilan luarnya guna mengetahui autentisitasnya. 13 Buku-buku
11 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Tiara Kencana,
2013) p. 77
12 Wasino. Dari Riset Hinga Tulisan Sejarah, (Semarang: Penerbit UNNES
Press, 2007) p. 51

13 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Tiara Kencana,


2013) p. 77

21

yang terkait dengan batik yang akan digunakan sebagai sumber harus
diuji terlebih dahulu mengenai keasliannya dengan menganalisis jenis
kertas, tinta, gaya tulisan, dan semua penampilan luarnya apakah
sesuai dengan tahun pembuatan arsip.
b. Kritik Intern
Setelah menentukan bahwa dokumen itu autentik, kita akan meneliti
apakah dokumen itu dapat dipercaya. Kritik inetern diperoleh dengan
cara

(1)

penilaian

intrinsik

daripada

sumber-sumber,

(2)

membanding-bandingkan kesaksian daripada berbagai sumber.14 Isi


dari buku-buku akan digabungkan dengan isi Wawancara.
3. Interpretasi
Interpretasi adalah menetapkan makna dan saling hubungan dari faktafakta yang diperoleh. Berbagai fakta yang telah diperoleh harus
dirangkaikan dan dihubung-hubungkan hingga menjadi kesatuan yang
harmonis dan masuk akal. Peristiwa-peristiwa yang satu harus kita
masukkan di dalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang
melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta proses
penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah.15 Perkembangan Industri
barik di Desa Trusmi berkembang pesat sejak tahun 1970-1990. Industri

14 Wasino. Dari Riset Hinga Tulisan Sejarah, (Semarang: Penerbit UNNES


Press, 2007) p. 51
15 Subagyo. Membangun Kesadaran Sejarah, (Semarang: Penerbit Widya
Karya 2010) p. 110

22

batik di Desa Trusmi dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga


batik di Desa

Trusmi sangat dikenal oleh masyarakat luas Cirebon

sampai Luar Kota bahkan Luar Negeri.


4. Penulisan sejarah atau Historiografi
Historiografi merupakan tahap akhir dalam metode penelitian sejarah.
Tulisan itulah yang kemudian akan dikomunikasikan kepada pembaca.
Pembaca akan dapat memahami apa yang pernah terjadi di masa lampau
melalui tulisan sejarah itu. Agar pembaca menerima pesan dan tahu
maksud sebenarnya tentang apa yang pernah terjadi di masa lampau,
maka tulisan sejarah harus disampaikan secara jelas, tidak berbelit-belit,
dan menarik untuk dibaca dengan tidak mengabaikan kebenaran ilmiah.16

I. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul Perkembangan
Industri Batik di Desa Trusmi Kecamatan Pelered Kabupeten Cirebon Tahun
1970-1990 adalah sebagai berikut :
BAB I:

Pendahuluan,

latar

belakang,

rumusan

permasalahan,

tujuan

penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka,


metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II

: Sejarah Terbentuknya Industri Batik di Desa Trusmi Kecamatan


Plered Kabupaten Cirebon Tahun 1970-1990

16 Wasino. Dari Riset Hinga Tulisan Sejarah, (Semarang: Penerbit UNNES


Press, 2007) p. 99

23

A. Gambaran Umum Desa Trusmi


A.1. Letak Geografis Desa Trusmi
A.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencarian
B. Sejarah Industri Batik di Desa Trusmi
B.1. Sejarah Terbentuknya Industri Batik di Desa Trusmi
B.2. Desa Trusmi Sebagai Sentra Industri Batik di Cirebon
BAB III

BAB IV

: Ragam Motif Batik di Desa Trusmi


A.

Sejarah Batik Indonesia

B.

Ragam Motif Batik Desa Trusmi.

: Perkembangan Industri Batik Desa Trusmi Kecamatan Plered


Kabupaten Cirebon Tahun 1970-1990
A. Perkembangan Industri Batik Desa Trusmi
B. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Desa Trusmi

BAB V

: Penutup

Simpulan dan Saran penulisan penelitian ini.

24

DAFTAR PUSTAKA
-

Susanti, Sewan SK. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Balai
Penelitian Batik dan Kerajian, Lembaga Penelitian dan Pendidikan
Industri, Departemen Perindustrian.

Drs Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.

Djoemena, Nian S. 1986. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan.

Kusrianto, Adi. 2013. Batik Filosofi, Motif & Kegunaan. Yogyakarta: C.V
ANDI OFFSET.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta :


Tiara Kencana.

Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta : PT. Ikrar

25

Casta, M.Pd. & Taruna, S.Pd. 2007. Batik Cirebon sebuah pengantar
Apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon.

Wasino. 2007. Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang : UNNES


Press

Subagyo. 2010.
Karya.

Membangun Kesadaran Sejarah. Semarang : Widya

Anda mungkin juga menyukai