Frak Tur
Frak Tur
BAB 1
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah
pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan
dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas. Sementara trauma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Badan
kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden
fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur terbuka merupakan
suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk
mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang
penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang
dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Tulang
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak
bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari
31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsal,
metatarsal, dan falang.
sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi
tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat
padanya.
4. Deposit
Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum
merah tulang tertentu.
2.2.
Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur merupakan setiap retak
atau patah pada tulang yang utuh. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
Jenis Fraktur
A. Fraktur terbuka (fraktur kompleks)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Menurut Gustillo
dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang yaitu :
-
Grade I
kerusakan
lunak
minimal,
bentuk
patahan
simple/transversal/oblik.
-
Grade II
Grade III : Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan
jaringan lunak yang luas, kotor dan disertai kerussakan pembuluh
darah dan saraf.
o Grade IIIA: Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
luas, tapi masih bisa menutupi patahan tulang waktu dilakukan
perbaikan.
o Grade IIIB : Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat dan atau hilang (soft tissue loss) sehingga tampak
tulang (bone-expose).
o Grade IIIC : Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.
1. Fraktur Inkomplete
Fraktur Inkomplete termasuk greenstick fracture adalah fraktur dimana
salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok, fraktur ini biasanya
terjadi pada anak karena tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat
berupa bengkokan tulang di satu sisi dan patahan korteksdi sisi lainnya. Tulang
juga dapat melengkung tanpa disertai patahan yang nyata.
2. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen (multiple fraktur), garis patah pada fraktur ini lebih dari satu dan saling
berhubungan.
3. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang, garis
patahan tulang tegak lurus. Terdapat sumbu panjang tulang, fraktur semacam ini
segmen-segmen tulang direposisi kembali ketempat semula
4. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang dan lebih tidak stabil dibandingkan dengan transversal. Fraktur semacam
ini cenderung sulit diperbaiki.
5. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur memuntirseputar batang tulang, arah garis
pada fraktur spiral memuntir diakibatkan oleh adanya trauma rotasi pada tulang.
6. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi adalah fraktur dengan fragmen-fragmen saling tertekan
satu sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas.
2.4
Etiologi
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,
kita harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat
menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi
2.5
Gejala Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
10
Diagnosis
A. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik
yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
11
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
-
lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri.
-
hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
12
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi,
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
-
13
Penatalaksanaan
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition: diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
-
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
14
15
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
16
Pembidaian
17
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan
dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun
faktor lokal:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur.
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
Adanya kontak antar fragmen.
Ada tidaknya infeksi.
Tingkatan dari fraktur.
18
19
20
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara
klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus
selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan
produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian
bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit,
hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis. Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut
sampai fase remodeling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan
fraktur.
Jenis-jenis Kalus
21
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu. Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara
perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa
bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama
pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
22
2.9
Komplikasi
Komplikasi fraktur antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
23
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
24
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. 2Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang
25
BAB 3
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Tulang cukup mudah
patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk menghadapi stress
dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang; (3)
fraktur patologis.
Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang
terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan
gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya syok, anemia
atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, dan
faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal
dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan
neurologis , dan dilakukan pemeriksaan radiologis.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana
dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana
dengan tujuan yang spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk
memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur, untuk mengusahakan terjadinya
penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat
hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara
individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention,
dan Rehabilitation.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9th ed.
London: Hodder Arnold; 2010.
2. Chapman MW. Chapmans orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p.
325-6; 355-420.
4. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. [cited 2012 Feb
28]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system.
USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.
6.
Universitas
sumatera
utara.
Fraktur.
Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf.
Accessed on January 4th, 2014.
7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby
Elsevier; 2007.
8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.
9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran; 2003.