Anda di halaman 1dari 26

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah
pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan
dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas. Sementara trauma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Badan
kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden
fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur terbuka merupakan
suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk
mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang
penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang
dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Tulang
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada

tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :

Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak
bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari
31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsal,
metatarsal, dan falang.

a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)


OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna
femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.
Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini
terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di
sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar.
OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS
fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal
kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas
berikut gambar anatomi os tibia dan fibula

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)


Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri
dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus,
navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur
tersebut. Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel
antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan
jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang
baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa
yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang
yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang,

sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi
tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat
padanya.
4. Deposit
Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum
merah tulang tertentu.
2.2.

Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang

yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur merupakan setiap retak
atau patah pada tulang yang utuh. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh


dalam syok.
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk
terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang
membutuhkan kesimbangan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko
tinggi (tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan penyakit degeneratif
atau neoplasma).
2.3

Jenis Fraktur
A. Fraktur terbuka (fraktur kompleks)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Menurut Gustillo
dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang yaitu :
-

Grade I
kerusakan

: Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, relatif bersih,


jaringan

lunak

minimal,

bentuk

patahan

simple/transversal/oblik.
-

Grade II

: Patah tulang terbuka dengan luka >1 cm, kerusakan

jaringan lunak tidak luas,bentuk patahan simple.


-

Grade III : Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan
jaringan lunak yang luas, kotor dan disertai kerussakan pembuluh
darah dan saraf.
o Grade IIIA: Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
luas, tapi masih bisa menutupi patahan tulang waktu dilakukan
perbaikan.
o Grade IIIB : Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat dan atau hilang (soft tissue loss) sehingga tampak
tulang (bone-expose).
o Grade IIIC : Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.

B. Fraktur tertutup (fraktur simpel)


Fraktur tertutup adalah fraktur yang apabila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar atau tidak terjadi perlukaan kulit. Pasien
dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas
biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh
dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan.
Pada fraktur tertutup, ada klasifikasi tersendiri yang di dasarkan pada keadaan
jaringan lunak sekitarnya yaitu:
1. Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
resiko terjadinya sindroma kompartemen.
Ada beberapa jenis fraktur berdasarkan garis frakturnya, diantaranya fraktur
komplit dan inkomplit:

1. Fraktur Inkomplete
Fraktur Inkomplete termasuk greenstick fracture adalah fraktur dimana
salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok, fraktur ini biasanya
terjadi pada anak karena tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat
berupa bengkokan tulang di satu sisi dan patahan korteksdi sisi lainnya. Tulang
juga dapat melengkung tanpa disertai patahan yang nyata.
2. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen (multiple fraktur), garis patah pada fraktur ini lebih dari satu dan saling
berhubungan.
3. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang, garis
patahan tulang tegak lurus. Terdapat sumbu panjang tulang, fraktur semacam ini
segmen-segmen tulang direposisi kembali ketempat semula
4. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang dan lebih tidak stabil dibandingkan dengan transversal. Fraktur semacam
ini cenderung sulit diperbaiki.
5. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur memuntirseputar batang tulang, arah garis
pada fraktur spiral memuntir diakibatkan oleh adanya trauma rotasi pada tulang.
6. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi adalah fraktur dengan fragmen-fragmen saling tertekan
satu sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas.
2.4

Etiologi
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,

kita harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat
menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi

karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan.


Trauma dapat bersifat :
a. Trauma langsung : Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b. Trauma tidak langsung : Disebut trauma tidak langsung apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
c. Tekanan pada tulang dapat berupa :
-

Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral


atau oblik.

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur


impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi.

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau


memecah misalnya pada bahan vertebra.

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu


akan menyebabkan fraktur oblik.

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik


sebagian tulang.

2.5

Gejala Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.


A. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.

10

B. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung


bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstremitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
C. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
D. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
E. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.6

Diagnosis
A. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik

yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

11

Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
-

Bandingkan dengan bagian yang sehat


Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau fraktur terbuka


Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri.
-

Temperatur setempat yang meningkat.


Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.


Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

gerak yang terkena.


Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal

daerah trauma, temperatur kulit.


Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.

3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga

12

uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi,
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
-

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta


pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

13

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan,


MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita
dapat mendiagnosis fraktur.
2.7

Penatalaksanaan
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition: diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
-

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

2. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu


Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan
osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
-

alignment yang sempurna

aposisi yang sempurna

3. Retention : imobilisasi fraktur


Mempertahankan posisi itu selama masapenyembuhan patah tulang
(imobilisasi).
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Pilihan Terapi

14

Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk


fraktur, usia penderita, level aktivitas, dan pilihan dokter sendiri.
1. Pilihan terapi pada fraktur tertutup adalah terapi konservatif atau operatif.
a. Terapi konservatif
1. Proteksi saja
Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragen yang minimal
atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian
hari.
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan yang baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti.
Fragen distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragen
proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
4. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam
gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi
dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips estela tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai kulit
(traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut
mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka
diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
b. Terapi operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan
radiologis.
A. Reposisi tertutup fiksasi externa

15

Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif


maka dipasang fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan
tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang,
kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan
logam di luar kulit.
B. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi
interna. Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi.
Setelah tereposisi dilakukan pemasangan pen secara operatif.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya
A. Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction
and Internal Fixation)
Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam
sumsum tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di
permukaan tulang. Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi
sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah
operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan
immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini
mengundang resiko infeksi tulang.
Indikasi ORIF:
-

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis


tinggi.

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang


lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur.

2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.

16

2. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis dilakukan pada fraktur


kolum femur.
2. Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
-

Pembidaian

menghentikan perdarahan dengan perban tekan

menghentikan perdarahan dengan perban klem.


Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena

40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus


selalu di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam
(golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka
derajat3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Drapping

17

9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular


vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau
perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya
seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa
golden period untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk
atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan
ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa
atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K
nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang
anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah
gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai
operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan
2.8

Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan
dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun
faktor lokal:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur.
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
Adanya kontak antar fragmen.
Ada tidaknya infeksi.
Tingkatan dari fraktur.

18

Adapun faktor sistemik adalah :


a.
b.
c.
d.

Keadaan umum pasien


Umur
Malnutrisi
Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :


1. Fase Reaktif
- Fase hematom dan inflamasi
- Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
- Fase pembentukan callus
- Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
Proses penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya
langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus
menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun
kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi
internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah.
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur
adalah:
1. Pelaksanaan reduksi yang tepat
2. Fiksasi yang stabil
3. Eksistensi suplay darah yang cukup
Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan
menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat
pada sekitar minggu ke empat fiksasi.
Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.

19

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan


lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas
5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodeling.
1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan
yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah
terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk
memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan
spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
a. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,
b. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
c. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan factor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 3 minggu.
2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat
fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan

20

melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara
klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus
selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan
produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian
bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit,
hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis. Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut
sampai fase remodeling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan
fraktur.
Jenis-jenis Kalus

21

Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu. Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara
perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa
bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama
pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

22

2.9

Komplikasi
Komplikasi fraktur antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

23

a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

24

e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. 2Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang

25

BAB 3
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Tulang cukup mudah
patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk menghadapi stress
dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang; (3)
fraktur patologis.
Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang
terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan
gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya syok, anemia
atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, dan
faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal
dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan
neurologis , dan dilakukan pemeriksaan radiologis.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana
dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana
dengan tujuan yang spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk
memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur, untuk mengusahakan terjadinya
penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat
hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara
individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention,
dan Rehabilitation.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9th ed.
London: Hodder Arnold; 2010.
2. Chapman MW. Chapmans orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p.
325-6; 355-420.
4. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. [cited 2012 Feb
28]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system.
USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.
6.

Universitas

sumatera

utara.

Fraktur.

Available

at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf.
Accessed on January 4th, 2014.
7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby
Elsevier; 2007.
8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.
9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran; 2003.

Anda mungkin juga menyukai