Disusun Oleh :
Prisvon Eka Aijerin
141511233088
Kesejahteraan adalah pilar penting yang menjadi tujuan sekaligus tolok ukur dari
berhasil tidaknya pembangunan perikanan. Pembangunan perikanan harus memjawab
permasalahan krusial yang dihadapi sektor ini, yaitu kemiskinan karena faktanya nelayan
hingga saat ini termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat
lainnya. Dalam pembangunan perikanan ke depan hendaknya peran dari masyarakat nelayan
perlu dikedepankan dan tidak dijadikan pelengkap semata. Lembaga-lembaga adat yang
hidup di masyarakat seperti Sasi di Maluku, Panglima Laot di Aceh atau Awig-Awig di Bali
dan Nusa Tenggara Barat yang sejauh ini tereduksi oleh rezim pengelolaan yang didominasi
pemerintah, harus diberdayakan kembali. Masyarakat harus diposisikan sebagai subjek dalam
pembangunan perikanan sebab reduksi peran masyarakat selama ini terbukti membuat
pengelolaan perikanan menjadi tidak efisien. Konflik antar nelayan, degradasi sumberdaya
perikanan merupakan salah satu turunan dari problem sentralisasi pengelolaan perikanan
yang menafikan peran dari masyarakat nelayan sebagai pemangku kepentingan utama.
melalui Resolusi Majelis Umum nomor 1803 Permanent Sovereignty over Natural
Resources menggarisbawahi bahwa negara-negara memiliki kedaulatan permanen
atas sumber dayanya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan
mendapatkan manfaat ekonomi atasnya. Ada empat kategori instrumen internasional
terkait perikanan dimana Indonesia menjadi negara pihak, yaitu:
1. Perjanjian Internasional Perikanan yang mengikat untuk menghadapi
permasalahan konservasi dan manajemen fish stocks, terutama
straddling fish stocks dan highly migratory fish stocks.
2. Perjanjian internasional secara suka rela untuk mempromosikan
kerangka prinsip dan standar untuk responsible fisheries.
3. Kerangka kerja sama regional untuk manajemen tuna dan spesies
seperti tuna; dengan cakupan global
4. Perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup.
Implementasi
Dampak positif dari implementasi Permen KP No 2 Tahun 2015 di
beberapa lokasi sentra nelayan cantrang (Muara Baru, Tegal, Karawang,
Lamongan, Karimun Jawa, Brebes, dan Sibolga) seperti berkurangnya
waktu tempuh melaut nelayan, penghematan konsumsi BBM, lebih
dekatnya fishing ground, produksi ikan tangkapan nelayan non cantrang
meningkat berkisar antara + 10-20% dari sebelumnya, peningkatan
pendapatan nelayan non cantrang sebesar + 5-15% dari sebelumnya,
berkurangnya frekuensi koflik antara nelayan cantrang (andon) dengan
nelayan setempat, berkurangnya kerugian nelayan tradisional akibat rusak
atau hilangnya alat penangkapan ikan (rumpon dasar, bubu) yang terseret
oleh cantrang, terselamatkannya sumberdaya ikan non target yang
tertangkap dan kemudian dibuang oleh nelayan cantrang sebesar + 30-50%
dari total hasil tangkapan cantrang, serta akses dan distribusi BBM
ikan
sehingga
berdampak
pada
hilangnya
sumber