Presentasi Kasus Iship Edit
Presentasi Kasus Iship Edit
I.
II.
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
No.RM
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
: Ny. T
: 55 Th
: Perempuan
: 391444
: bengkayang
: Islam
: IRT
: 25-08-2016
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak nafas 1 bulan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1
bulan, sesak terasa berat 1 minggu SMRS. Sesak terasa berat saat pasien
berbaring dan berkurang saat duduk. Sesak terasa berat jika pasien beraktivitas
sebentar. Pasien menyangkal sering terbangun malam hari. Pasien jika berjalan
ke kamar mandi 10 meter sering mengeluh sesak. Sesak dirasakan disertai
batuk kering, tidak berdahak. Nyeri dada tidak ada keluhan.
Pasien mengeluh nyeri perut seperti di tusuk-tusuk, nyeri 10 menit,
nyeri di bagian ulu hati, nyeri hilang timbul. Pasien mengeluh mual dan muntah.
Pasien mengeluh kalau BAK keluar sedikit-sedikit dan harus menunggu terlebih
dahulu. Setelah BAK pasien tidak lampias,rasa ingin berkemih kembali.
(lengkapi luts) Pasien BAB terakhir 4 hari yang lalu. Nafsu makan dan minum
menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat DM 7 tahun yang lalu dan Hipertensi tidak
terkontrol.
d. Riwayat keluarga
Tidak ada riwayat penyakit seperti ini
III.
Pemeriksaan
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda vital
:
Tekanan darah : 230/140 MmHg
Heart rate
: 92 x/m
Respiratory rate : 29 x/m
Temperature : 36,2 0C
urine output : 0 cc/24jam
IV.
Status generalis
Pemeriksaan fisik
Kepala
: Normochepali
Mata
Hidung
Mulut
: distensi vena jugular (-), KGB tidak terdapat pembesaran, JVP tidak
meningkat
Pemeriksaan thorax
Pulmo
Jantung
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas jantung kiri : SIC VI linea axillaris anterior sinistra
Batas jantung kanan: SIC IV linea paarasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II garis parasternal sinistra
Auskultasi
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+) normal
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Hepar
: tidak teraba
lien
: tidak teraba
Punggung
ekstremitas
V.
Superior
Inferior
Pemeriksaan penunjang
laboratorium
Hematologi
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
GDS
:
: 8,1 g/dl
: 5.600 /l
: 257.000
: 21,3 %
: 165 mg/dl
creatinine
ureum
natrium
kalium
klorida
: 2 mg/dl
:193,5mg/dl
: 139,68 mmol/L
: 5,71 mmol/L
: 106,80 mmol/L
URINALISA
Warna : kuning jernih
Berat jenis : 1,015
PH
:6
Protein : +3
Keton : negatif
Bilirubin: negatif
Urobilinogen : 0,2
nitrit : negatif
Foto thorax AP
KESAN :
Kardiomegali
Pulmo Bronkhopneumonia
Efusi pleura dupleks
FOTO EKG :
KESAN EKG :
Q Patologis d lead III & VI
T- Inverted VI & V2
VI.
Diagnosis
Chronic kidney disease e.c DM type II
Chronic kidney disease e.c Hipertensi urgency
Anemia
Congestive Heart Failure Stadium C NYHA III
VII.
VIII.
USG
Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
Bed rest
Banyak minum air putih
Diet rendah garam
Diet rendah kalori
2. Farmakologis
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.ranitidine 50 mg/12 jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan 160mg 2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg 2x1
- Clonidin 3x150 mg
X.
Prognosis
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad malam
ad sanationam : dubia ad malam
Follow up
Tanggal
26-08-
S
Sesak,nye
O
TD:190/110 MmHg, HR:
A
- CKD stage IV e.c
2016
ri ulu hati
DM II
- HT urgency
jam
- Anemia
Pemeriksaan fisik:
- CHF Stadium C
NYHA III
wh -/-.
Cor
SI-S2,murmur
-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
P
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg
<2
detik,akral
27-08-
Sesak
hangat.
TD : 180/100
2016
nafas,dem
HR : 92 x/m
DM II
am,nyeri
Rr : 28 x/m
- HT urgency
ulu
T : 36,9 C
- Anemia
hati,mual.
- CHF Stadium C
GDS : 126
NYHA III
Hb : 5,2 g/dl
Ht : 13,2%
Creatinine : 1,7 mg/dl
Ureum : 157,2 mg/dl
Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg
- hytrine 1x1
- Biscor 5mg 1x1
Transfusi whole blood 1 kolf
wh -/-.
Cor
SI-S2,murmur
-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
seluruh lapang perut.
Ekstremitas : edema +/+,
CRT
<2
detik,akral
03-08-
Sesak
hangat.
TD : 160/100 MmHg
2016
nafas,dem
HR : 64 x/m
DM II
am,nyeri
Rr : 22 x/m
- HT urgency
ulu
T : 37,1 C
- Anemia
hati,mual.
- CHF Stadium C
jam
NYHA III
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
HB : 11,4 g/dl
HT :34,2 %
Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,
wh -/-.
Cor
SI-S2,murmur
Valsartan
160mg
2xI
HCD 200 mg 1x1
Omeprazole 10 mg
2x1
Clonidin 3x150 mg
hytrine 1x1
Biscor 5mg 1x1
Pro HD
-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
seluruh lapang perut.
Ekstremitas : edema +/+
berkurang,
CRT
<2
detik,akral hangat.
05-08-
Sesak
TD : 160/100 MmHg
2016
nafas
HR : 73 x/m
DM II
berkurang
Rr : 26 x/m
- HT urgency
, nyeri ulu
T : 37,1 0C
- Anemia
hati.
- CHF Stadium C
jam
NYHA III
Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,
wh -/-.
Cor
SI-S2,murmur
-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg
- hytrine 1x1
- Biscor 5mg 1x1
CRT
<2
detik,akral hangat.
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal
terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai
neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron,
tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin.
Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat irreversible
(biasanya berlangsung beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik
bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi
ginjal terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari jaringan ginjal sudah
cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik ginjal. Namun dengan
kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi ginjal akan tampak. (1)
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah). (2)
B. KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
C. KLASIFIKASI (2)
Deraja
t
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit
transplantasi
D. ETIOLOGI (3)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit
ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke
E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
populasi
Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians. (4)
F. EPIDEMIOLOGI (2)
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. ANATOMI GINJAL(1)
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang.
Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing masing
masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk
seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal.
Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang
keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah
kandung kemih. Kandung kemih ( buli buli) yang menyimpan urin secara temporer,
adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan
dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala,
urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra.
Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran
untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan
volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan
ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah
luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa
segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula
ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang
keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-
Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam tubuh
yang mendapat darah dari kapiler
Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke
daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.
H. FISIOLOGI GINJAL(1)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik
dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu
dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai
membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau fenestra, yang
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein
plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori
pori diatas, pori pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin
dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat negatif
akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang terakhir juga bermuatan
negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi
dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula
bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di dekatnya.
Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi,
membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke
dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan
darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik
kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang
meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula
bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang
menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi,
penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.
Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat
mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat
dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena
tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR.
Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal
melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi
terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah
dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf
simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi
perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi
dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap
hari untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari
dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena kemudian
ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan transport aktif dan pasif
karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa
dan asam amino dereabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui
transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif
dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di
sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea
direabsorpsi ke dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini
merupakan zat zat yang direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan
direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi
di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi di lengkung henle dan 8% di
tubulus distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi
sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan
Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol
sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga
proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen plasma
yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi,
akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan
sebagai urin.
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat zat
sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK
dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum) yang
sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada
GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek,
pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik ini dapat
mempunya efek inhibisi eritropoiesis
Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru
sesak nafas
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan
eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah
(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan
kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang
dan nyeri
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon peptida
natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila
fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron,
natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang
berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan
hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare
dan muntah.
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat
banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat
akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturutturut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang
(osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam
plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun
terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak
berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi
ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi
fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan
konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk
pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H + plasma meningkat,
maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal sehingga
mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion
H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan
sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia.
Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan
mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada
GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi
akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah
dan
menyebabkan
toksisitas
yang
mempengaruhi
glomerulus
dan
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti,
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30
% mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal. (2)
GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL(2)
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah
diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan
obesitas.
K. KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
-
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Osteodistrofi renal
L. PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga
dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
0,35
gr/kg/hr
nilai
biologi tinggi
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
> 0,35 gr/kg/hr protein
nilai biologi tinggi atau
tambahan
0,3
asam
asam
amino
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. p. 463 503.
2. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
6. perkumpulan endokrinologi indonesia. konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
mielitus type 2 di indonesia 2011. hlm 4-10, 15-29.
7. american diabetes association diagnosis and classification of diabetes melitus. diabtes
care 2014;34.