Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

I.

II.

Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
No.RM
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan

: Ny. T
: 55 Th
: Perempuan
: 391444
: bengkayang
: Islam
: IRT
: 25-08-2016

Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak nafas 1 bulan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1
bulan, sesak terasa berat 1 minggu SMRS. Sesak terasa berat saat pasien
berbaring dan berkurang saat duduk. Sesak terasa berat jika pasien beraktivitas
sebentar. Pasien menyangkal sering terbangun malam hari. Pasien jika berjalan
ke kamar mandi 10 meter sering mengeluh sesak. Sesak dirasakan disertai
batuk kering, tidak berdahak. Nyeri dada tidak ada keluhan.
Pasien mengeluh nyeri perut seperti di tusuk-tusuk, nyeri 10 menit,
nyeri di bagian ulu hati, nyeri hilang timbul. Pasien mengeluh mual dan muntah.
Pasien mengeluh kalau BAK keluar sedikit-sedikit dan harus menunggu terlebih
dahulu. Setelah BAK pasien tidak lampias,rasa ingin berkemih kembali.
(lengkapi luts) Pasien BAB terakhir 4 hari yang lalu. Nafsu makan dan minum
menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat DM 7 tahun yang lalu dan Hipertensi tidak
terkontrol.
d. Riwayat keluarga
Tidak ada riwayat penyakit seperti ini

III.

Pemeriksaan
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda vital
:
Tekanan darah : 230/140 MmHg
Heart rate
: 92 x/m
Respiratory rate : 29 x/m
Temperature : 36,2 0C
urine output : 0 cc/24jam

IV.

Status generalis
Pemeriksaan fisik
Kepala

: Normochepali

Mata

: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).

Hidung

: sekret (-), darah (-),deviasi septum (-)

Mulut

: gusi berdarah (-), hipertrofi gusi (-)

Tenggorokan : hiperemis (-), tonsil T1/T1


Leher

: distensi vena jugular (-), KGB tidak terdapat pembesaran, JVP tidak
meningkat

Pemeriksaan thorax
Pulmo

Jantung

:
Inspeksi

: Gerakan pengembangan paru simetris kanan dan kiri

Palpasi

: fremitus taktil simetris kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi

: vesiculer (+/+), rh (+/+), wheezing (-/-)

:
Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis teraba di SIC VI linea axillaris anterior


sinistra

Perkusi

:
Batas jantung kiri : SIC VI linea axillaris anterior sinistra
Batas jantung kanan: SIC IV linea paarasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II garis parasternal sinistra

Auskultasi

: SI-S2 Reguler, Murmur (-), gallop (-)

Inspeksi

: Distensi (+), venektasi (-)

Auskultasi

: BU (+) normal

Palpasi

: nyeri tekan (+) seluruh lapang perut.

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Abdomen

Hepar

: tidak teraba

lien

: tidak teraba

Punggung

: Nyeri ketok CVA (-/-)

ekstremitas

V.

Superior

: Akral hangat, CRT 2 detik, edema +/+

Inferior

: Akral hangat, CRT 2 detik, edema +/+

Pemeriksaan penunjang
laboratorium
Hematologi
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
GDS

:
: 8,1 g/dl
: 5.600 /l
: 257.000
: 21,3 %
: 165 mg/dl

creatinine
ureum
natrium
kalium
klorida

: 2 mg/dl
:193,5mg/dl
: 139,68 mmol/L
: 5,71 mmol/L
: 106,80 mmol/L

URINALISA
Warna : kuning jernih
Berat jenis : 1,015
PH
:6
Protein : +3
Keton : negatif
Bilirubin: negatif
Urobilinogen : 0,2
nitrit : negatif
Foto thorax AP

Epitel : (+) 2-5 LPB


Leukosit : 8-40 /LPB
Eritrosit :10-20 /LPB
Silinder : negatif
Kristal : negatif

KESAN :
Kardiomegali
Pulmo Bronkhopneumonia
Efusi pleura dupleks
FOTO EKG :

KESAN EKG :
Q Patologis d lead III & VI

T- Inverted VI & V2
VI.

Diagnosis
Chronic kidney disease e.c DM type II
Chronic kidney disease e.c Hipertensi urgency
Anemia
Congestive Heart Failure Stadium C NYHA III

VII.

Pemeriksaan penunjang yang diajukan


-

VIII.

USG

Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
Bed rest
Banyak minum air putih
Diet rendah garam
Diet rendah kalori
2. Farmakologis
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.ranitidine 50 mg/12 jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan 160mg 2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg 2x1
- Clonidin 3x150 mg

X.

Prognosis
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad malam
ad sanationam : dubia ad malam

Follow up

Tanggal
26-08-

S
Sesak,nye

O
TD:190/110 MmHg, HR:

A
- CKD stage IV e.c

2016

ri ulu hati

96 x/m, Rr:28 x/m, T:

DM II

36,7 0C. Urine : 800/24

- HT urgency

jam

- Anemia

Pemeriksaan fisik:

- CHF Stadium C

Pulmo : ves +/+,rh +/+,

NYHA III

wh -/-.
Cor

SI-S2,murmur

-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri

P
Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg

seluruh lapang perut.


Ekstremitas : edema +/+,
CRT

<2

detik,akral

27-08-

Sesak

hangat.
TD : 180/100

- CKD stage IV e.c

2016

nafas,dem

HR : 92 x/m

DM II

am,nyeri

Rr : 28 x/m

- HT urgency

ulu

T : 36,9 C

- Anemia

hati,mual.

Urine output : 200 cc

- CHF Stadium C

GDS : 126

NYHA III

Hb : 5,2 g/dl
Ht : 13,2%
Creatinine : 1,7 mg/dl
Ureum : 157,2 mg/dl
Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,

Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg
- hytrine 1x1
- Biscor 5mg 1x1
Transfusi whole blood 1 kolf

wh -/-.
Cor

SI-S2,murmur

-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
seluruh lapang perut.
Ekstremitas : edema +/+,
CRT

<2

detik,akral

03-08-

Sesak

hangat.
TD : 160/100 MmHg

- CKD stage IV e.c

2016

nafas,dem

HR : 64 x/m

DM II

am,nyeri

Rr : 22 x/m

- HT urgency

ulu

T : 37,1 C

- Anemia

hati,mual.

Urine output : 100 cc/24

- CHF Stadium C

jam

NYHA III

Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI

HB : 11,4 g/dl

HT :34,2 %

Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,

wh -/-.
Cor

SI-S2,murmur

Valsartan
160mg
2xI
HCD 200 mg 1x1
Omeprazole 10 mg
2x1
Clonidin 3x150 mg
hytrine 1x1
Biscor 5mg 1x1

Pro HD

-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri
seluruh lapang perut.
Ekstremitas : edema +/+
berkurang,

CRT

<2

detik,akral hangat.
05-08-

Sesak

TD : 160/100 MmHg

- CKD stage IV e.c

2016

nafas

HR : 73 x/m

DM II

berkurang

Rr : 26 x/m

- HT urgency

, nyeri ulu

T : 37,1 0C

- Anemia

hati.

Urine output : 200 cc/24

- CHF Stadium C

jam

NYHA III

Pemeriksaan fisik:
Pulmo : ves +/+,rh +/+,
wh -/-.
Cor

SI-S2,murmur

-,gallop -.
Abd : Distensi, nyeri

Oksigen 3 lpm
IFVD D5 % 500cc + Bicnat 2 flas
12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj.Furosemid 2mg/6jam
PO :
- Amineferon kap 3 x
II
- Lenal ACE 3XI
- Valsartan
160mg
2xI
- HCD 200 mg 1x1
- Omeprazole 10 mg
2x1
- Clonidin 3x150 mg
- hytrine 1x1
- Biscor 5mg 1x1

seluruh lapang perut.


Ekstremitas : edema -/berkurang,

CRT

<2

detik,akral hangat.

BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah

plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal
terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai
neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron,
tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin.
Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat irreversible
(biasanya berlangsung beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik
bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi
ginjal terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari jaringan ginjal sudah
cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik ginjal. Namun dengan
kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi ginjal akan tampak. (1)

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah). (2)
B. KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
C. KLASIFIKASI (2)
Deraja

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)

t
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
diabetes

obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)

Penyakit
transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


pada Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

D. ETIOLOGI (3)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit
ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga

tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan

pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke

ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.


Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran

glandula prostat pada pria danrefluks ureter.


Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.

Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,


Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik sehingga
berakibat pada kerusakan ginjal.
-

Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.


Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
populasi

yang memiliki angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African

Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians. (4)
F. EPIDEMIOLOGI (2)
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. ANATOMI GINJAL(1)
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang.
Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing masing
masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk
seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal.
Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang
keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah
kandung kemih. Kandung kemih ( buli buli) yang menyimpan urin secara temporer,

adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan
dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala,
urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra.
Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran
untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan
volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan
ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah
luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa
segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula
ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang
keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-

Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus

Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya

Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam tubuh
yang mendapat darah dari kapiler

Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :

Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus

Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman

Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke
daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.

Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul

Duktus atau tubulus pengumpul


Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang

dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks


merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron
korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula
terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke
dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan berdampingan
erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik permeabilitas dan

transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.

H. FISIOLOGI GINJAL(1)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik
dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu
dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai
membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau fenestra, yang
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein
plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori
pori diatas, pori pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin
dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat negatif

akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang terakhir juga bermuatan
negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi
dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula
bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di dekatnya.
Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi,
membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke
dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan
darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik
kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang
meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula
bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang
menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi,
penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.
Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat
mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat
dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena
tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR.
Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal
melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi
terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah
dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf

simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi
perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi
dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap
hari untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari
dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena kemudian
ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan transport aktif dan pasif
karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa
dan asam amino dereabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui
transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif
dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di
sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea
direabsorpsi ke dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini
merupakan zat zat yang direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan
direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi
di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi di lengkung henle dan 8% di
tubulus distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi
sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan

ansa henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di


tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif
mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang
bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh
kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan
dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi
di duktus pengumpul
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian
di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi.
Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena
tubulus kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat
mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan
kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40%
direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di
ansa henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh
homon paratiroid. Ion fosfat ayng difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak
80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan
ke dalam urin.
(3) sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H +, K+ dan ion ion
organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus,
ion H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai
keseimbangan asam basa. Asam urat dan K+ disekresi ke dalam tubulus distal.

Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol
sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga
proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen plasma
yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi,
akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan
sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat zat
sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh

8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan


sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
I. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK
dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum) yang
sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada
GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek,
pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik ini dapat
mempunya efek inhibisi eritropoiesis

Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru
sesak nafas

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan
eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu
oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.

Hiperlipidemia

Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh


ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
-

Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah
(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan
kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang
dan nyeri

Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon peptida
natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila
fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron,
natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang
berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan
hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare
dan muntah.

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat
banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat
akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturutturut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang
(osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam
plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun
terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak
berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi
ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi
fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan
konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk
pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-

menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin


melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia
adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan hiperparatiroidisme sekunder.
Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di
banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH
berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam
menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini merangsang
absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol,
maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat
keadaan hipokalsemia
-

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H + plasma meningkat,
maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal sehingga
mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion
H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan
sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia.
Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan
mental.

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.

Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada
GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi

akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah
dan

menyebabkan

toksisitas

yang

mempengaruhi

glomerulus

dan

mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang


dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan
menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas
seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.
Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi
dan menyebabkan koma uremikum.
J. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
-

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik

Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi


menurun, insomnia, gelisah

Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti,

akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30
% mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal. (2)
GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL(2)
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah

diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan
obesitas.
K. KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
-

Hiperkalemia

Asidosis metabolik

Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )

Kelainan hematologi (anemia)

Osteodistrofi renal

Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)

Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

L. PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga
dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan


penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
>
5 -25

0,35

gr/kg/hr

nilai

biologi tinggi
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
> 0,35 gr/kg/hr protein
nilai biologi tinggi atau
tambahan

0,3

asam

amino esensial atau asam


keton
<60(sind.nefrotik 0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
)

g proteinuria atau 0,3 g/kg


tambahan

asam

amino

esensial atau asam keton

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2014, Diabetes Melitus (DM)


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah
penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat dalam 10 tahun
terakhir. Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari 6.536.163 jiwa di tahun 2004,
menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2014. Di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%1,6%, kecuali di beberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2014 (ADA 2014), dibagi
dalam 4 jenis yaitu:
1.Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi
karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat
sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida
yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM


Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya
sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan
akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering
terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,
iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya DM
tipe lain dapat dilihat pada
tabel.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki
risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. p. 463 503.
2. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.

3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
6. perkumpulan endokrinologi indonesia. konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
mielitus type 2 di indonesia 2011. hlm 4-10, 15-29.
7. american diabetes association diagnosis and classification of diabetes melitus. diabtes
care 2014;34.

Anda mungkin juga menyukai