Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Nomor CM
: 6799xx
Umur
: 48 th
Alamat
: Leuwigoong
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Status Pernikahan
: Sudah menikah
Status Pekerjaan
: Petani
Tanggal Masuk
: 06 / 07 / 2014
Tanggal Keluar
: 10 / 07 / 2014
Ruangan
: Mutiara
II. Anamnesis
(Autoanamnesis)
A. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan ketika beraktivitas. Sesak membaik ketika pasien dalam posisi duduk dan
merasa kurang nyaman apabila dalam posisi berbaring. Pasien juga mengaku sering merasa
cepat lelah walau hanya jalan ke kamar mandi. Pasien mengatakan sering terbangun pada
malam hari akibat sesak tersebut.
Selain sesak, pasien juga mengalami bengkak pada tubuhnya sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada kaki, tangan, dan perut. Pasien juga mengalami
nyeri dada kiri yang menjalar sampai ke punggung. Nyeri dada ini muncul sewaktu-waktu,
tidak setiap saat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung sejak 9 bulan yang lalu dan rajin kontrol
selama dua kali sebulan ke poli jantung RSUD dr. Slamet
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Tekanan Darah
: 120 / 70 mmHg
Nadi
: 84 x / menit
Respirasi
: 28 x / menit
Suhu
: 36,5 o C
Keadaan Gizi
Sianosis
Edema
Cara Berjalan
Mobilitas
Aspek Kejiwaan
: Tingakah laku
: Wajar
2
Kulit
Kepala
: Alam Perasaan
: Biasa
: Proses Berpikir
: Wajar
: Warna
: Sawo matang
: Jaringan Parut
: Tidak ditemukan
: Pembuluh Darah
: Keringat
: Tampak umum
: Lapisan Lemak
: Cukup
: Efloresensi
: Tidak ditemukan
: Pigmentasi
: Tidak ditemukan
: Suhu Raba
: Hangat
: Kelembapan
: Biasa
: Turgor
: Baik
: Normocephal
: Ekspresi Wajah
: Wajar
: Simetrisitas Muka
: Simetris
: Rambut
Mata
: Exophthalmus
:-/-
: Endophtalmus
:-/-
: Kelopak
: Conjungtiva Anemis
:-/-
: Sklere Ikterik
Telinga
:-/-
: Lapang Penglihatan
: Tidak diperiksa
: Deviatio Konjugae
: Tidak diperiksa
: Lensa
: Normal
: Visus
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
: Lubang
: Normal
: Serumen
: Tidak diperiksa
: Selaput Pendengaran
: Tidak diperiksa
: Cairan
: Penyumbatan
: Tidak tampak
: Perdarahan
Hidung
: Tidak tampak
Mulut
: Bibir
: Lembab
: Langit Langit
: Normal
: Faring
: Tidak hiperemis
: Sianosis peroral
: Tidak tampak
: Tonsil
Leher
: Trakea
: Tiroid
Cardio
: T1 T1
: JVP
: 5+2 cm
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
: Auskultasi
Pulmo (depan)
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
: Auskultasi
Pulmo (belakang)
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
: Auskultasi
Pembuluh darah
Abdomen
: Arteri Temporalis
: Teraba
: Arteri Karotis
: Teraba
: Arteri Brakhialis
: Teraba
: Arteri Radialis
: Teraba
: Arteri Femoralis
: Tidak Diperiksa
: Arteri Poplitea
: Tidak Diperiksa
: Tidak Diperiksa
: Inspeksi
: Datar normal
: Auskultasi
: BU ( + ) 10 x / menit di 4 kuadran
: Perkusi
: Palpasi
Ekstremitas
: Purpura
: Tidak ditemukan
: Petechie
: Tidak ditemukan
: Hematom
: Tidak ditemukan
: Axila
: Inguinal
: Edema
: Akral
: Hangat
I. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Lab darah rutin
a. Hematologi rutin
Haemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
b. Kimia Klinik
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu
: 14,1 gr/dl
: 46 %
: 9.000 /mm3
: 235.000 /mm
: 4.76 juta/mm3
: 25 U/L
: 10 U/L
: 32 mg/dL
: 0,8 mg/dL
: 129 mg/dl
2. Pemeriksaan EKG
J. Ringkasan Permasalahan
Laki - laki berusia 40 tahun, sesak nafas sejak 7 hari SMRS, sesak dirasakan saat beraktivitas dan
sering terbangun akibat sesak. Keluhan disertai nyeri ulu hati dan mual, terdapat murmur (+) dan
nyeri epigastrium (+).
K. Daftar Permasalahan
CHF fc II- III ec. PJK
Suspect Efusi Pleura
TB paru dalam pengobatan (namun DO)
L. Perencanaan
- O2 3L/menit
- Infus RL 500 cc 20 tpm
- Furosemid 2x1 amp IV
- KSR 1x1 PO
- Digoxin 1x1/2 PO
- Omeperazole 1x1 IV
M. Prognosis
Quo ad Vitam
: ad bonam
Quo ad Fungsional
: dubia ad malam
Quo ad Sanationam
: ad malam
N. Follow Up
Tanggal
08/07/1
-Sesak
KU: SS
KS: CM
-CHF
grade D:
-Batuk
T: 100/60 mmHg
II-III
-Demam
N: 72 x/menit
-Pneumonia
malam hari
R: 24 x/menit
T:
S : Afebris
-Infus RL 500 cc 20
Mata: CA - / - SI - / -
tpm.
PCH (-)
-Furosemid 1x1 IV
SPO (-)
-Thorax PA
Cardio: BJ I - II reg.
M (-) G (+)
-Ceftriaxone 1x2 IV
Rh +/+ Wh -/-
-Ambroxol 2x1
S
-Sesak
O
KU: SS
perbaikan
T: 100/70 mmHg
II-III
Thorax PA
-Batuk
N: 72 x/menit.
- Pneumonia
T:
perbaikan
R: 20 x/menit.
-Infus RL 500cc 20
-Riwayat
S: Afebris
tpm.
KS: CM
A
P
- CHF grade D:
OAT DO 10 Mata: CA - / - SI - / -
-Furosemid 1x1 IV
hari
Cardio: BJ I - II reg.
-Omeperazole 1x1
M (-) G (-)
Pulmo: VBs ki = ka
Rh +/- Wh -/-
-Ceftriaxone 1x2gr
Konsul
Akral: Hangat
Sp.P
dr. Fikri
Perencanaan Diagnostik:
-
Thorax PA
Sputum BTA
8
PERTANYAAN KASUS
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?
2. Bagaimana tata laksana pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Secara klinis
keadaan pasien sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali,
asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung
kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
Epidemiologi
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal jantung
semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita gagal
jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S
yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam
setahun. Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien dengan gagal jantung
tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan
bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga
terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia.
Klasifikasi CHF
Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA
Grade I: Asimtomatik
Tidak ada pembatasan aktifitas fisik akibat penyakit jantung kelas ini, hanya
dapat diduga jika terdapat riwayat penyakit jantung yang dipastikan melalui
pemeriksaan misalnya kardiomegali.
Grade II: Ringan
Terdapat sedikit pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas yang lebih berat
menyebabkan nafas tersengal, misalnya berjalan menaiki tangga. Pasien pada
kelas ini dapat menjalani gaya hidup dan pekerjaan yang hampir mirip dengan
keadaan normal.
Grade III: Sedang
10
atau inflamasi
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja
menurun.
Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
11
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau
Patofisiologi
Adaptasi tidak adekuat dari miosite kardiak untuk meningkatkan tekanan dinding jantung
guna mempertahankan output kardiak yang cukup setelah mengalami cidera miokardial (onset
akut atau terjadi selama beberapa bulan sampai tahun, gangguan primer pada daya kontraksi
miokardial atau beban hemodinamik berlebihan pada ventrikel atau keduanya) (Ethical
DigestTerdapat 3 (tiga)
kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung (Necel, 2009), yaitu :
1) Gangguan Mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard dimana jantung tidak
dapat melakukan pengisian
d. Obstruksi pengisian ventrikel Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan
edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha
untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk
12
mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini,
pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi
akan menjadi semakin luring efektif.
Manifestasi Klinis
1. Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)
2. Orthopnea
Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak duduk atau menggunakan
beberapa bantal
Batuk nokturnal
3. Paroksismal nokturnal dispnea
Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya membangunkan
pasien
Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.
Asma kardiale : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena bronkospasme
4. Respirasi Cheyne-Stokes
Respirasi respirasi periodik atau siklik
Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan output jantung
yang rendah
Pada tahap apneic, P arteri O 2 jatuh, dan P arteri CO 2 meningkat.
a. Hal ini merangsang pusat pernapasan tertekan, menyebabkan hiperventilasi
dan hipokapnia.
b. Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase apneic, dan
siklus berulang.
Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak parah atau
e.
f.
g.
h.
Sakit kepala
Insomnia
Kegelisahan
Mood swing
8. Nokturia
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Diagnosis gagal jantung
kongestif dapat pula ditegakkan menggunakan kriteria Framingham dibawah ini :
KRITERIA MAYOR
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Distensi Vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan Vena Jugularis
Refluks hepatojugular
*Diagnosis gagal jantung kongestif tegak apabila
KRITERIA MINOR
Edema ekstremitas
Batuk Malam Hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan Kapasitas Vital 1/3 dari
normal
Takikardia
memenuhi minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Foto Polos
Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru, sembab paru
atau kardiomegali. Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya
hipertensi vena pulmonal ialah adanya peningkatan aliran darah ke daerah paru atas dan
peningkatan kaliber vena (flow redistribution). Jika tekanan paru makin tinggi, maka
sembab paru mulai timbul, dan terdapat garis Kerley B. Akhirnya sembab alveolar timbul
dan tampak berupa perkabutan di daerah hilus. Efusi pleura seringkali terjadi terutama di
sebelah kanan.
14
15
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney
Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronik sebagai kerusakan ginjal (struktural
atau fungsional) atau penurunan glomerular filtration rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,72
m2 selama 3 bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, akan selalu terjadi massa renal
dengan skerosis ireversibel dan kehilangan nefron, mengakibatkan penurunan GFR secara
progresif.
Klasifikasi
derajat penurunan faal ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)
Derajat
A
B
C
D
E
F
Primer (LFG)
Normal
50-80 % Normal
20-50 % Normal
10-20 % Normal
510 % Normal
< 5 % Normal
2.
Kelompok pasien ini sering ditemukan pada pemeriksaan lab rutin secara tidak sengaja.
Insufisiensi ginjal (LFG = 20-50 %)
Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah
memperlihatkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada
pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hhiperurikemia.
Pasien pada tahhap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure artinya
gambaran klinik gagal ginjal akut (GGA) pada seorang pasien gagal ginjal kronik (GGK),
dengan trigger yang memperburuk faal ginjal (LFG). Sindrom ini sering berhubungan
dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG).
Sindrom acute on chronic renal failure :
Oliguria
Tanda-tanda overhidrasi (edema paru, bendungan hepar, kardiomegali)
Edema perifer (ekstremitas dan otak)
Asidosis, hiperkalemia
Anemia
Hipertensi berat
16
4.
Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth ,factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
17
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap, berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibroisis glomerulus maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kernudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisms fosfor dan kalsium, pruritus. mual, muntah
dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cema. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natriurn dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan Sampai pada stadium gagal ginjal.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan
lain sebagainya.
b. Sindrom uremia (azotemia), yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (vohinie overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
18
Kelainan hemoptoeisis
Anemia normokrom normositer sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.
Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg % atau penjernihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Dalam penentuan hematokrit akan lebih penting
dari pada penentuan jumlah hemoglobin (Hb) karena :
2.
3.
Kelainan mata
Gangguan dapat berupa penurunan visus. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, seperti hemodialisa.
Retinopati dapat disebabkan oleh hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien GGK.
4.
Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat komplek, melibatkan peranan keseimbangan
natrium, aktivitas renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari
19
medula ginjal, akitivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lain
seperti cardiac output dan hipoklasemia. Retensi natrium dan sekresi renin
menyebabkan kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraseluler. Ekspansi
volume plasma akan mempertinggi tekanan pengisian jantung (cardiac filling
pressure) dan cardiac output. Kenaikan COP mempertinggi tonus arteriol dan
meningkatkan
tahanan
perifer.
Kenaikan
tonus
vaskuler
arteriol
akan
20
urat,
hiper
atau
hipokalemia,
hiponatremia,
hiper
atau
hipokloremia,
21
batuk. Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya retraksi saat bernapas. Dari beberapa
keluhan dan pemeriksaan yang dilakukan, memenuhi kriteria diagnosis Pneumonia, sehingga
dapat ditegakkan pada pasien ini.
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Tata Laksana CHF
Tujuan primer dari pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya gagal jantung
dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung , terutama
hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika terjadi disfungsi miokard, pengobatan ditujukan
untuk menghilangkan penyebab. Namun, bila hal tersebut tidak dapat dikoreksi, pengobatan
ditujukan untuk:
a) Mencegah memburuknya fungsi Jantung
Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat remodelling miokard, sehingga dapat
mengurangi mortalitas dan merupakan tujuan utama dari pengobatan gagal jantung
kronik. Obat yang sesuai adalah ACE inhibitor dan beta blocker, yang dapat mengurangi
beban jantung.
b) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung
Hal ini merupakan tujuan dari pengobatan gagal jantung akut dan dilakukan dengan
pemberian vasodilator untuk menurunkan resistensi perifer, obat diuretik untuk
mengurangi overload cairan dan obat inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas
miokardium. Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), terapi gagal jantung
secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:
(1) menghilangkan factor pemicu
(2) memperbaiki penyebab yang mendasari
(3) mengendalikan keadaan gagal jantung kongestif.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara
sendiri-sendiri ataupun gabungan dari beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.
Penanganan dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA fungsional II).
Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang
diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung
23
berat dapat menjadi alasan untuk perawatan dirumah sakit dan penanganan yang lebih
agresif.
c) Pengurangan Beban Awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan yang terjadi. Apabila gejala-gejala menetap dengan
pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretik maksimum sebelum
dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat, diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui distribusi darah dan sentral ke
sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan menaglirnya darah kapiler dan mengurangi
aliran darah balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan
pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk menunjang fungsi miokoardium. Ventrikel
yang gagal bekerja dapat meningkatkan End Diastolic Volume (EDV). Hal ini dapat
diturunkan dengan penggunaan diuretik dan pembatasan natrium. Penurunan EDV dapat
menurunkan gejala-gejala kongesti yang muncul.
d) Peningkatan Kontraktilitas
Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme pasti
yang menghasilkan efek inotropik psoitif masih belum jelas. Namun, tampaknya
merupakan meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil,
aktin, dan miosin. Ion kalsium sangan berperan dalam pembentukan jembatan
penghubung antara protein kontraktil dan kontraksi otot.
Dua golongan obat inotropik yang dapat dipakai adalah glikosida digitalis dan obat nonglikosida. Obat non-glikosida meliputi amin simpatomimetik seperti epinefrin dan
nirepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin
simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang
reseptor beta adrenergik pada miokardium dan secara tidak langsung dengan melepaskan
norepinefrin dari medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang
menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang
memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat.
24
Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif,
pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan terapi nitrat. Kombinasi obat yang
paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat yang dapat dikombinasikan
dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila
penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini dapat mencegah vasokontriksi yang
diinduksi oleh angiotensin dan menghambat produksi aldostereon dan retensi cairan.
ACE inhibitor memberikan harapan besar dalam penanganan gagal jantung sehingga
penggunaan vasodilator oral diberikan lebih awal yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas
II.
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga dapat
memudahkan ejeksi ventrikel dan beban jantung berkurang serta curah jantung dapat
meningkat. Dengan penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak
bermakna karena peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan penurunan
tekanan yang biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasodilator.
25
26
Ambroxol adalah suatu obat mukolitik yang mengencerkan sekret pada saluran nafas dengan
jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Pemberian
ambroxol harus berhati-hati pada kasus asma.
5) Ceftriaxone 1x2 gr iv
Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone
bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Golongan sefalosporin ini mempunyai
spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang
dihasilkan oleh bakteri.
6) Omeperazole 1x1
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan sekresi
asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada permukaan
kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+)
secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi asam lambung basal dan stimulasi
pentagastrik.
Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
1. Quo ad vitam: ad bonam
Karena keadaan klinik pasien dari hari ke hari menjadi lebih baik dibandingkan
dengan saat pertama kali datang ke rumah sakit.
2. Quo ad functionam: ad malam (CHF) ad bonam (Pneumonia)
Karena pada penyakit gagal jantung kongestif, keadaan jantung sudah tidak dapat
dikembalikan seperti semula, sehingga seumur hidup pasien akan memiliki penyakit
tersebut. Pemberian obat-obatan hanya dapat memperbaiki keadaan klinis.
Sedangkan pada pneumonia, keadaan paru dapat kembali normal apabila penanganan
dilakukan dengan tepat.
3. Quo ad sanationam: ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan sebelumnya,
yaitu pedagang, walaupun dengan keadaan jantung yang demikian.
27
DAFTAR PUSTAKA
Kurt, J et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Noer, S et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Unnamed. 2013. Pneumonia Overview. Dalam http://www.webmd.com/lung/tc/pneumoniatopic-overview. Diakses pada 17-07-2014.
Unnamed. 2012. Pneumonia. Dalam http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/pnu/.
Diakses pada 17-07-2014.
28