Anda di halaman 1dari 28

I.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Nomor CM

: 6799xx

Umur

: 48 th

Alamat

: Leuwigoong

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sunda

Status Pernikahan

: Sudah menikah

Status Pekerjaan

: Petani

Tanggal Masuk

: 06 / 07 / 2014

Tanggal Keluar

: 10 / 07 / 2014

Ruangan

: Mutiara

II. Anamnesis
(Autoanamnesis)
A. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan ketika beraktivitas. Sesak membaik ketika pasien dalam posisi duduk dan
merasa kurang nyaman apabila dalam posisi berbaring. Pasien juga mengaku sering merasa
cepat lelah walau hanya jalan ke kamar mandi. Pasien mengatakan sering terbangun pada
malam hari akibat sesak tersebut.
Selain sesak, pasien juga mengalami bengkak pada tubuhnya sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada kaki, tangan, dan perut. Pasien juga mengalami
nyeri dada kiri yang menjalar sampai ke punggung. Nyeri dada ini muncul sewaktu-waktu,
tidak setiap saat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung sejak 9 bulan yang lalu dan rajin kontrol
selama dua kali sebulan ke poli jantung RSUD dr. Slamet

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluhan serupa pada keluarga pasien
E. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat
F. Keadaan Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan ketiga orang anaknya. Pasien sehari-hari bekerja sebagai
petani.
G. Anamnesis Sistem
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Abdomen
Saluran Kemih
Kelamin
Saraf dan Otot
Ekstremitas

: Tidak ada kelainan


: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Sesak (+)
: Nyeri perut (+)
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Bengkak (+)

H. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: Sakit sedang

Tekanan Darah

: 120 / 70 mmHg

Nadi

: 84 x / menit

Respirasi

: 28 x / menit

Suhu

: 36,5 o C

Keadaan Gizi

: Tampak baik, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk

Sianosis

: Tidak tampak sianosis

Edema

: Ascites (-), ekstremitas bawah (+), ektremitas atas (-)

Cara Berjalan

: Tidak diperiksa (Pasien sesak)

Mobilitas

: Pasif (Pasien tidak banyak bergerak di tempat tidur)

Aspek Kejiwaan

: Tingakah laku

: Wajar
2

Kulit

Kepala

: Alam Perasaan

: Biasa

: Proses Berpikir

: Wajar

: Warna

: Sawo matang

: Jaringan Parut

: Tidak ditemukan

: Pembuluh Darah

: Tidak tampak melebar

: Keringat

: Tampak umum

: Lapisan Lemak

: Cukup

: Efloresensi

: Tidak ditemukan

: Pigmentasi

: Tidak ditemukan

: Suhu Raba

: Hangat

: Kelembapan

: Biasa

: Turgor

: Baik

: Normocephal
: Ekspresi Wajah

: Wajar

: Simetrisitas Muka

: Simetris

: Rambut

: Hitam sebagian beruban. Tidak mudah


dicabut

Mata

: Exophthalmus

:-/-

: Endophtalmus

:-/-

: Kelopak

: Tidak ada kelainan

: Conjungtiva Anemis

:-/-

: Sklere Ikterik

Telinga

:-/-

: Lapang Penglihatan

: Tidak diperiksa

: Deviatio Konjugae

: Tidak diperiksa

: Lensa

: Normal

: Visus

: Tidak diperiksa

: Tekanan Bola Mata

: Tidak diperiksa

: Lubang

: Normal

: Serumen

: Tidak diperiksa

: Selaput Pendengaran

: Tidak diperiksa

: Cairan

: Tidak tampak ada cairan


3

: Penyumbatan

: Tidak tampak

: Perdarahan

: Tidak tampak ada darah

Hidung

: Pernafasan cuping hidung

: Tidak tampak

Mulut

: Bibir

: Lembab

: Langit Langit

: Normal

: Faring

: Tidak hiperemis

: Sianosis peroral

: Tidak tampak

: Tonsil
Leher

: Kelenjar getah bening

: Tidak teraba pembesaran

: Trakea

: Berada di tengah, tidak ada deviasi

: Tiroid
Cardio

: T1 T1

: Tidak teraba pembesaran

: JVP

: 5+2 cm

: Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

: Palpasi

: Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5


sebelah medial garis midclavicula kiri

: Perkusi

: Batas jantung kanan pada linea


midclavicula sela iga ke 5 kanan
: Batas jantung kiri pada sisi medial linea
midclavicula kiri sela iga ke 5
: Batas pinggang jantung pada parastenum
kiri sela iga ke 3

: Auskultasi

: Bunyi jantung S1 = S2 murni regular


: Murmur ( + ) Gallop ( - )

Pulmo (depan)

: Inspeksi

: Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya


sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.

: Palpasi

: Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal


kanan < kiri.

: Perkusi

: Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup


pada lapang paru sebelah kanan mulai ICS
V
4

: Auskultasi

: VBS kanan < kiri


: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )

Pulmo (belakang)

: Inspeksi

: Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya


sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.

: Palpasi

: Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal


kanan < kiri

: Perkusi

: Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup


pada lapang paru sebelah kanan mulai dari
ICS V

: Auskultasi

: VBS kanan < kiri


: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )

Pembuluh darah

Abdomen

: Arteri Temporalis

: Teraba

: Arteri Karotis

: Teraba

: Arteri Brakhialis

: Teraba

: Arteri Radialis

: Teraba

: Arteri Femoralis

: Tidak Diperiksa

: Arteri Poplitea

: Tidak Diperiksa

: Arteri Tibialis Posterior

: Tidak Diperiksa

: Inspeksi

: Datar normal

: Auskultasi

: BU ( + ) 10 x / menit di 4 kuadran

: Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

: Palpasi

: Nyeri tekan di epigastrium. Pembesaran


hepar tidak teraba, pembesaran lien tidak
teraba

Ekstremitas

: Purpura

: Tidak ditemukan

: Petechie

: Tidak ditemukan

: Hematom

: Tidak ditemukan

: Kelenjar getah bening

: Axila

: Tidak teraba pembesaran

: Inguinal

: Tidak teraba pembesaran

: Edema

: Tampak edema pada kedua ekstremitas


5

bawah. Edema pretibia (+)


: Varises

: Tidak tampak varises pada ekstremitas

: Akral

: Hangat

I. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Lab darah rutin
a. Hematologi rutin
Haemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
b. Kimia Klinik
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu

: 14,1 gr/dl
: 46 %
: 9.000 /mm3
: 235.000 /mm
: 4.76 juta/mm3
: 25 U/L
: 10 U/L
: 32 mg/dL
: 0,8 mg/dL
: 129 mg/dl

2. Pemeriksaan EKG

J. Ringkasan Permasalahan

Laki - laki berusia 40 tahun, sesak nafas sejak 7 hari SMRS, sesak dirasakan saat beraktivitas dan
sering terbangun akibat sesak. Keluhan disertai nyeri ulu hati dan mual, terdapat murmur (+) dan
nyeri epigastrium (+).
K. Daftar Permasalahan
CHF fc II- III ec. PJK
Suspect Efusi Pleura
TB paru dalam pengobatan (namun DO)
L. Perencanaan
- O2 3L/menit
- Infus RL 500 cc 20 tpm
- Furosemid 2x1 amp IV
- KSR 1x1 PO
- Digoxin 1x1/2 PO
- Omeperazole 1x1 IV
M. Prognosis
Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad Fungsional

: dubia ad malam

Quo ad Sanationam

: ad malam

N. Follow Up
Tanggal

08/07/1

-Sesak

KU: SS

KS: CM

-CHF

grade D:

-Batuk

T: 100/60 mmHg

II-III

-Demam

N: 72 x/menit

-Pneumonia

malam hari

R: 24 x/menit

T:

S : Afebris

-Infus RL 500 cc 20

Mata: CA - / - SI - / -

tpm.

PCH (-)

-Furosemid 1x1 IV

SPO (-)

-Thorax PA

Cardio: BJ I - II reg.

-KSR 1x1 tab

M (-) G (+)

-Digoxin 1x1/2 tab

Pulmo: VBs ki=ka

-Ceftriaxone 1x2 IV

Rh +/+ Wh -/-

-Ambroxol 2x1

Abdomen: BU (+) NT (-)


Edema: atas -/- bawah +/+
Akral: Hangat
Tanggal.
09/07/1

S
-Sesak

O
KU: SS

perbaikan

T: 100/70 mmHg

II-III

Thorax PA

-Batuk

N: 72 x/menit.

- Pneumonia

T:

perbaikan

R: 20 x/menit.

-Infus RL 500cc 20

-Riwayat

S: Afebris

tpm.

KS: CM

A
P
- CHF grade D:

OAT DO 10 Mata: CA - / - SI - / -

-Furosemid 1x1 IV

hari

Cardio: BJ I - II reg.

-Omeperazole 1x1

M (-) G (-)

-KSR 1x1 tab

Pulmo: VBs ki = ka

-Digoxin 1x1/2 tab

Rh +/- Wh -/-

-Ceftriaxone 1x2gr

Abdomen: BU (+) NT (-)

-Ambroxol 2x1 tab

Edema: atas -/- bawah +/+

Konsul

Akral: Hangat

Sp.P

dr. Fikri

Perencanaan Diagnostik:
-

Thorax PA
Sputum BTA
8

PERTANYAAN KASUS
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?
2. Bagaimana tata laksana pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Secara klinis
keadaan pasien sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali,
asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung
kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
Epidemiologi
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal jantung
semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita gagal
jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S
yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam
setahun. Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien dengan gagal jantung
tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan
bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga
terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia.
Klasifikasi CHF
Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA
Grade I: Asimtomatik
Tidak ada pembatasan aktifitas fisik akibat penyakit jantung kelas ini, hanya
dapat diduga jika terdapat riwayat penyakit jantung yang dipastikan melalui
pemeriksaan misalnya kardiomegali.
Grade II: Ringan
Terdapat sedikit pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas yang lebih berat
menyebabkan nafas tersengal, misalnya berjalan menaiki tangga. Pasien pada
kelas ini dapat menjalani gaya hidup dan pekerjaan yang hampir mirip dengan
keadaan normal.
Grade III: Sedang
10

Terdapat pembatasan aktivitas yang lebih jelas sehingga dapat mengganggu


pekerjaan.
Grade IV: Berat
Tidak mampu menjalani aktivitas fisik tanpa disertai gejala. Pasien kesulitan
bernapas pada saat beristirahat dan kebanyakan jarang keluar rumah.
Etiologi
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam
6 (enam) kategori utama, yakni:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch
2.
3.
4.
5.
6.
7.

block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).


Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
Kelainan kongenital jantung.
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif

atau inflamasi
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan

kontraktilitas menurun.
Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja

jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.


Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas

menurun.
Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
11

gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load


Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan
anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Patofisiologi
Adaptasi tidak adekuat dari miosite kardiak untuk meningkatkan tekanan dinding jantung
guna mempertahankan output kardiak yang cukup setelah mengalami cidera miokardial (onset
akut atau terjadi selama beberapa bulan sampai tahun, gangguan primer pada daya kontraksi
miokardial atau beban hemodinamik berlebihan pada ventrikel atau keduanya) (Ethical
DigestTerdapat 3 (tiga)
kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung (Necel, 2009), yaitu :
1) Gangguan Mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard dimana jantung tidak
dapat melakukan pengisian
d. Obstruksi pengisian ventrikel Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan
edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha
untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk
12

mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini,
pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi
akan menjadi semakin luring efektif.
Manifestasi Klinis
1. Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)
2. Orthopnea
Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak duduk atau menggunakan
beberapa bantal
Batuk nokturnal
3. Paroksismal nokturnal dispnea
Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya membangunkan
pasien
Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.
Asma kardiale : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena bronkospasme
4. Respirasi Cheyne-Stokes
Respirasi respirasi periodik atau siklik
Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan output jantung

yang rendah
Pada tahap apneic, P arteri O 2 jatuh, dan P arteri CO 2 meningkat.
a. Hal ini merangsang pusat pernapasan tertekan, menyebabkan hiperventilasi
dan hipokapnia.
b. Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase apneic, dan

siklus berulang.
Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak parah atau

sebagai penghentian sementara pernapasan


5. Kelelahan dan kelemahan
6. Gejala Gastrointestinal
Anoreksia
Mual
Sakit perut dan kepenuhan
Nyeri kuadran kanan atas (kongesti hati dan peregangan kapsulnya)
7. Gejala Cerebral
Status mental berubah karena perfusi serebral berkurang
a. Kebingungan
b. Disorientasi
c. Kesulitan berkonsentrasi
d. Gangguan memori
13

e.
f.
g.
h.

Sakit kepala
Insomnia
Kegelisahan
Mood swing

8. Nokturia
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Diagnosis gagal jantung
kongestif dapat pula ditegakkan menggunakan kriteria Framingham dibawah ini :
KRITERIA MAYOR
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Distensi Vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan Vena Jugularis
Refluks hepatojugular
*Diagnosis gagal jantung kongestif tegak apabila

KRITERIA MINOR
Edema ekstremitas
Batuk Malam Hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan Kapasitas Vital 1/3 dari

normal
Takikardia
memenuhi minimal 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor.
Pemeriksaan Penunjang
1.

Foto Polos
Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru, sembab paru
atau kardiomegali. Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya
hipertensi vena pulmonal ialah adanya peningkatan aliran darah ke daerah paru atas dan
peningkatan kaliber vena (flow redistribution). Jika tekanan paru makin tinggi, maka
sembab paru mulai timbul, dan terdapat garis Kerley B. Akhirnya sembab alveolar timbul
dan tampak berupa perkabutan di daerah hilus. Efusi pleura seringkali terjadi terutama di
sebelah kanan.

14

Kardiomegali: dapat ditunjukkan dengan peningkatan diameter transversal lebih


dari 15,5 cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita. Atau peningkatan CTR (cardio
thoracic ratio) lebih dari 50%.
2. EKG
Kelainan EKG dibawah ini dapat ditemukan pada GJA:
a) Gelombang Q (menunjukkan adanya infark miokard lama) dan kelainan gelombang
ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
b) LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kin
menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri.
c) LVH (left ventricular hypertrophy) dan inversi gelombang T menunjukkan adanya
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
d) Aritmia jantung.
3. Echocardiogram
Pencitraan jantung noninvasif adalah penting untuk diagnosis, evaluasi, dan
penatalaksanaan dari gagal jantung. Test yang paling berguna adalah echocardiogram 2D/Doppler, yang dapat memberi gambaran semikuantitatif dari ukuran dan fungsi
ventrikel kiri begitu juga ada tidaknya abnormalitas katup dan/atau gerakan dinding
regional (indikatif untuk MI sebelumnya). Indeks penting untuk menilai fungsi dari
ventrikel kiri adalah ejection fraction (perbandingan stroke volume terhadap enddiastolic volume). Oleh karena EF mudah untuk dinilai dengan menggunakan test
noninvasive, hal ini telah diterima luas di kalangan klinisi. Namun EF juga memiliki
beberapa keterbatasan sebagai ukuran kontraktilitas, karena juga dipengaruhi oleh
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LVEF akan meningkat pada
regurgitasi mitral oleh karena ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang tekanan nya rendah.
Meskipun demikian, dengan pengecualian kasus di atas, ketika EF normal (50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF menurun (<30-40%), kontraktilitas biasanya juga
menurun.
Penyakit Ginjal Kronik / Chronic Kidney Desease (CKD)
Definisi

15

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney
Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronik sebagai kerusakan ginjal (struktural
atau fungsional) atau penurunan glomerular filtration rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,72
m2 selama 3 bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, akan selalu terjadi massa renal
dengan skerosis ireversibel dan kehilangan nefron, mengakibatkan penurunan GFR secara
progresif.
Klasifikasi
derajat penurunan faal ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)
Derajat
A
B
C
D
E
F

Primer (LFG)
Normal
50-80 % Normal
20-50 % Normal
10-20 % Normal
510 % Normal
< 5 % Normal

Sekunder = Kreatinin (mg%)


Normal
Normal - 2,4
2,5 4,9
5,0 7,9
8,0 12,0
Lebih dari 12,0

Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik sebagai berikut :


1.

Penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40-75%)


Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih
dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intac nephron hypothesis.

2.

Kelompok pasien ini sering ditemukan pada pemeriksaan lab rutin secara tidak sengaja.
Insufisiensi ginjal (LFG = 20-50 %)
Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah
memperlihatkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada
pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hhiperurikemia.
Pasien pada tahhap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure artinya
gambaran klinik gagal ginjal akut (GGA) pada seorang pasien gagal ginjal kronik (GGK),
dengan trigger yang memperburuk faal ginjal (LFG). Sindrom ini sering berhubungan
dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG).
Sindrom acute on chronic renal failure :
Oliguria
Tanda-tanda overhidrasi (edema paru, bendungan hepar, kardiomegali)
Edema perifer (ekstremitas dan otak)
Asidosis, hiperkalemia
Anemia
Hipertensi berat
16

Klinik sering dikacaukan dengan penyakit jantung hipertensif.


3.

Gagal ginjal (LFG = 5-25 %)


Gambaran klinik di laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhidrasi atau
dehidrasi, kelainan lab, seperti penurunan HCT, hiperurisemia, kenaikan ureum dan

4.

kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia, kalium serum biasanya masih normal 4.


Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5 %)
Sindrom azotemia dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan banyak organ
(multi organ).

Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.

Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth ,factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
17

singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap, berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibroisis glomerulus maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kernudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisms fosfor dan kalsium, pruritus. mual, muntah
dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cema. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natriurn dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan Sampai pada stadium gagal ginjal.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan
lain sebagainya.
b. Sindrom uremia (azotemia), yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (vohinie overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
18

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.


c. Gejala koniplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
1.

Kelainan hemoptoeisis
Anemia normokrom normositer sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.
Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg % atau penjernihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Dalam penentuan hematokrit akan lebih penting
dari pada penentuan jumlah hemoglobin (Hb) karena :

2.

Penurunan hematokrit akan terlihat lebih dulu daripada jumlah Hb

Hematokrit dapat dipakai untuk menuntun selama transfusi darah

Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien.

3.

Kelainan mata
Gangguan dapat berupa penurunan visus. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, seperti hemodialisa.
Retinopati dapat disebabkan oleh hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien GGK.

4.

Kelainan sistem kardiopulmonum


Kardiovaskuler
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi
di sistem vaskuler,, sering dijjumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal, dapat meyebabkan gagal faal jantung. Umumnya gagal jantung
yang terdapat gagal ginjal sangat resisten terhadap obat konvensional dan
dinamakan gagal jantung refrakter.

Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat komplek, melibatkan peranan keseimbangan
natrium, aktivitas renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari
19

medula ginjal, akitivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lain
seperti cardiac output dan hipoklasemia. Retensi natrium dan sekresi renin
menyebabkan kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraseluler. Ekspansi
volume plasma akan mempertinggi tekanan pengisian jantung (cardiac filling
pressure) dan cardiac output. Kenaikan COP mempertinggi tonus arteriol dan
meningkatkan

tahanan

perifer.

Kenaikan

tonus

vaskuler

arteriol

akan

menimbulkan mekanisme umpan balik sehingga terjadi penurunan COP sampai


mendekati batas normal kenaikan tekanan darah (hipertensi) masih dipertahankan.
Pada gagal ginjal, sistem buffer tekanan darah yang diatur oleh sinus karotikus
tidak lagi berfungsi secara adekuat karena telah terjadi perubahan mangenai
volume dan tonus pembuluh darah arteriol.

Kalsifikasi pembuluh darah perifer


Kalsifikasi sering ditemukan pada pasien gagal gginjal terminal terutama yang
menjalani hemodialisa intermitten. Kalsifikasi yang berat dapat menyebabkan
gangren ekstremitas.

Paru uremic (edema paru)


Gambaran radiologis paru azotemia sangat khas dan dinamakan butterflyy attau
bat-wing distribution. Mekanisme diduga berhubungan dengan kenaikan
permeabilitas kapiler paru akibat toksin azotemia. Pada azotemia merupakan
indikasi mutlak untuk melakukan dialisis.

20

Gambar. Sindrom azotemia


Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureurn dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum Baja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asarn

urat,

hiper

atau

hipokalemia,

hiponatremia,

hiper

atau

hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.


d) Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.
Gambaran Radiologis

21

Pemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:


a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gaga)
napas, dan obesitas.

Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?


Pada pasien ini, pasien mengeluhkan sesak yang dirasakan saat beraktivitas dan pasien
mengaku sering terbangun malam akibat sesak tersebut. Selain itu, pada pemeriksaan fisik
ditemukan ronki pada kedua hemitoraks serta gallop yang positif. Pasien juga mengeluhkan
bengkak pada kedua ekstremitas bawah. Dari beberapa keluhan dan pemeriksaan yang
dilakukan, memenuhi kriteria Framingham sehingga diagnosis CHF dapat ditegakkan pada
pasien ini. Berdasarkan klasifikasi NYHA, pasien ini termasuk pada CHF grade III karena sesak
dirasakan saat beraktifitas sehari-hari.
Sejalan dengan perawatan pada pasien di rumah sakit, pada hari ketiga didapatkan adanya
batuk dan riwayat demam. Selain itu masih ditemukan adanya ronki dan sesak pada pasien saat
22

batuk. Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya retraksi saat bernapas. Dari beberapa
keluhan dan pemeriksaan yang dilakukan, memenuhi kriteria diagnosis Pneumonia, sehingga
dapat ditegakkan pada pasien ini.
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Tata Laksana CHF
Tujuan primer dari pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya gagal jantung
dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung , terutama
hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika terjadi disfungsi miokard, pengobatan ditujukan
untuk menghilangkan penyebab. Namun, bila hal tersebut tidak dapat dikoreksi, pengobatan
ditujukan untuk:
a) Mencegah memburuknya fungsi Jantung
Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat remodelling miokard, sehingga dapat
mengurangi mortalitas dan merupakan tujuan utama dari pengobatan gagal jantung
kronik. Obat yang sesuai adalah ACE inhibitor dan beta blocker, yang dapat mengurangi
beban jantung.
b) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung
Hal ini merupakan tujuan dari pengobatan gagal jantung akut dan dilakukan dengan
pemberian vasodilator untuk menurunkan resistensi perifer, obat diuretik untuk
mengurangi overload cairan dan obat inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas
miokardium. Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), terapi gagal jantung
secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:
(1) menghilangkan factor pemicu
(2) memperbaiki penyebab yang mendasari
(3) mengendalikan keadaan gagal jantung kongestif.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara
sendiri-sendiri ataupun gabungan dari beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.
Penanganan dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA fungsional II).
Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang
diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung
23

berat dapat menjadi alasan untuk perawatan dirumah sakit dan penanganan yang lebih
agresif.
c) Pengurangan Beban Awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan yang terjadi. Apabila gejala-gejala menetap dengan
pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretik maksimum sebelum
dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat, diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui distribusi darah dan sentral ke
sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan menaglirnya darah kapiler dan mengurangi
aliran darah balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan
pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk menunjang fungsi miokoardium. Ventrikel
yang gagal bekerja dapat meningkatkan End Diastolic Volume (EDV). Hal ini dapat
diturunkan dengan penggunaan diuretik dan pembatasan natrium. Penurunan EDV dapat
menurunkan gejala-gejala kongesti yang muncul.
d) Peningkatan Kontraktilitas
Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme pasti
yang menghasilkan efek inotropik psoitif masih belum jelas. Namun, tampaknya
merupakan meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil,
aktin, dan miosin. Ion kalsium sangan berperan dalam pembentukan jembatan
penghubung antara protein kontraktil dan kontraksi otot.
Dua golongan obat inotropik yang dapat dipakai adalah glikosida digitalis dan obat nonglikosida. Obat non-glikosida meliputi amin simpatomimetik seperti epinefrin dan
nirepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin
simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang
reseptor beta adrenergik pada miokardium dan secara tidak langsung dengan melepaskan
norepinefrin dari medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang
menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang
memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat.

24

Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam darah sehingga meningkatkan


kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.
Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada
volume dan tekanan akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan
menurunnya volume ventrikel residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik
optimal sehingga gejala mereda dan curah jantung dipertahankan.
e) Pengurangan Beban Akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (Aktivasi sistem saraf simpatis dan
sistem RAA) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya beban akhir, kerja
jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek
efek negatif tersebut. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman
vaskular melalui dua cara, yaitu :
-

Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah

Hambatan enzim konversi angiotensin.

Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif,
pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan terapi nitrat. Kombinasi obat yang
paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat yang dapat dikombinasikan
dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila
penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini dapat mencegah vasokontriksi yang
diinduksi oleh angiotensin dan menghambat produksi aldostereon dan retensi cairan.
ACE inhibitor memberikan harapan besar dalam penanganan gagal jantung sehingga
penggunaan vasodilator oral diberikan lebih awal yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas
II.
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga dapat
memudahkan ejeksi ventrikel dan beban jantung berkurang serta curah jantung dapat
meningkat. Dengan penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak
bermakna karena peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan penurunan
tekanan yang biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasodilator.
25

Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa obat beta blocker efektif menurunkan


morbilitas dan mortalitas pada gagal jantung. Carvedilol merupakan satu-satunya obat
beta blocker yang disetujui oleh FDA sebagai penggunaan pada gagal jantung dan terpilih
sebagai pengobatan bagi gagal jantung ringan hingga sedang. Propanolol , metoprolol
dan timolol dapat digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri yang
menyertai infark miokardium.

Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?


Pada pasien ini sudah dilakukan tata laksana yang benar. Pasien ini mendapatkan terapi :
1) Farsix 10 mg 1x1 amp iv
Farsix merupakan salah satu obat diuretik kuat (furosemid), yang diberikan pada pasien gagal
jantung yang disertai dengan kelebihan beban cairan. Diuretik dapat mengurangi retensi air
dan natrium sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik venda dan tekanan
pengisian ventrikel, tanpa mengurangi volume curah jantung. Efek samping dari pemberian
diuretik kuat adalah hipokalemi dan hipomagnesemia yang dpaat menimbulkan aritmia oleh
digitalis.
2) KSR 600 mg 1x1 p.o
Kalium klorida adalah suatu suplemen yang biasa diberikan untuk mencegah terjadinya
hipokalemia. Kalium klorida diberikan secara berhati-hati pada keadaan gagal ginjal,
penyakit addison tidak diobati, dehidrasi akut, hyperkalemia dan gangguan saluran cerna.
Efek samping nya adalah mual, muntah, sakit pinggang, dan diare.
3) Digoxin 1x1/2 po
Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Obat inotropik
memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada volume dan tekanan
akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan menurunnya volume ventrikel
residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik optimal sehingga gejala mereda dan
curah jantung dipertahankan.
4) Ambroxol syr 3x1 Cth p.o

26

Ambroxol adalah suatu obat mukolitik yang mengencerkan sekret pada saluran nafas dengan
jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Pemberian
ambroxol harus berhati-hati pada kasus asma.
5) Ceftriaxone 1x2 gr iv
Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone
bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Golongan sefalosporin ini mempunyai
spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang
dihasilkan oleh bakteri.
6) Omeperazole 1x1
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan sekresi
asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada permukaan
kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+)
secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi asam lambung basal dan stimulasi
pentagastrik.
Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
1. Quo ad vitam: ad bonam
Karena keadaan klinik pasien dari hari ke hari menjadi lebih baik dibandingkan
dengan saat pertama kali datang ke rumah sakit.
2. Quo ad functionam: ad malam (CHF) ad bonam (Pneumonia)
Karena pada penyakit gagal jantung kongestif, keadaan jantung sudah tidak dapat
dikembalikan seperti semula, sehingga seumur hidup pasien akan memiliki penyakit
tersebut. Pemberian obat-obatan hanya dapat memperbaiki keadaan klinis.
Sedangkan pada pneumonia, keadaan paru dapat kembali normal apabila penanganan
dilakukan dengan tepat.
3. Quo ad sanationam: ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan sebelumnya,
yaitu pedagang, walaupun dengan keadaan jantung yang demikian.

27

DAFTAR PUSTAKA
Kurt, J et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Noer, S et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Unnamed. 2013. Pneumonia Overview. Dalam http://www.webmd.com/lung/tc/pneumoniatopic-overview. Diakses pada 17-07-2014.
Unnamed. 2012. Pneumonia. Dalam http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/pnu/.
Diakses pada 17-07-2014.

28

Anda mungkin juga menyukai