Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

UNSTABLE ANGINA PECTORIS


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior
Pada Bagian / SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin BandaAceh

Disusun Oleh :
Fadhil Nugraha
090611001

Pembimbing:
dr. Fouzal Aswad, Sp. JP - FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan waktu untuk
penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan tugas laporan kasus yang berjudul
Unstable Angina Pectoris ini adalah untuk memenuhi tugas dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian/SMF Ilmu Kardiologi
dan Kedokteran Vaskular FK-Unsyiah, RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing
dr. Fouzal Aswad, Sp. JP-FIHA yang telah membimbing, memberi saran, dan
kritik sehingga terselesaikannya tugas ini, juga kepada teman-teman dokter muda
yang turut membantu dalam pembuatan tugas ini.
Akhirnya Penulis mohon maaf segala kekurangan dalam tulisan ini, kritik,
dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian untuk kesempurnaan
tulisan ini, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS .............................................. 3
2.1
Identitas Pasien .................................................
2.2
Anamnesis .........................................................
2.3
Pemeriksaan Fisik ..............................................
2.4
Pemeriksaan Penunjang .....................................
2.5
Resume .............................................................
2.6
Diagnosa Sementara ..........................................
2.7
Penatalaksanaan ...............................................
2.8
Prognosis ..........................................................
2.9
Status Follow Up ................................................

3
3
5
7
12
12
12
13
13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................... 15


3.1
Definisi ................................................................ 15
3.2
Klasifiasi ........................................................... 15
3.3
Etiologi ............................................................. 18

3.4
Diagnosis .......................................................... 20
3.5
Penatalaksanaan ............................................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................... 40

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini


merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini
akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan
kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh
kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di
Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni
sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko
mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,
imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait.1
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan PJK yang progresif dan pada
perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan
stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah
disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut
dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan
dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi.
Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST

elevation myocardial infarction/NSTEMI, atau ST elevation myocardial


infarction/STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI
harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi
iskemia dan aritmia.2
Istilah awal angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu
dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan sedang antara infark miokard dan
tingkat angina stabil yang lebih kronis. Istilah lama, angina preinfark, menyatakan
tujuan klinis berupa intervensi untuk mengecilkan resiko infark miokard atau
kematian. Pasien dengan kondisi ini juga telah dikelompokkan menurut kondisi
mereka, hasil tes diagnostik, atau pengobatan dari waktu ke waktu; kategorikategorinya termasuk angina onset baru, angina terakselerasi, angina istirahat
(angina rest), angina postinfark awal, dan angina postrevaskularisasi awal.3
Meskipun definisi dan etiologi angina tidak stabil bisa luas, interaksi
keterkaitan antara plak aterosklerotik terganggu (disrupted atherosclerotic plaque)
dan trombi berlapisan hadir dalam banyak kasus angina tidak stabil, dengan defisit
hemodinamik konsekuen atau mikroembolisasi. Ini berbeda dari angina stabil, di
mana penyebab khas yang mendasari adalah stenosis koroner tetap (fixed) dengan
aliran darah terganggu dan lambat, pertumbuhan plak progresif yang
memungkinkan untuk berkembangnya sesekali aliran kolateral. 3

BAB II
STATUS PASIEN RAWAT INAP RUANG BEDAH JANTUNG
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI BPK RSUZA BANDA ACEH
1

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.H

Umur

: 61 tahun

No. CM

: 1-11-25-54

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Ds. Mesjid Geumpeung, Pidie

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Status

: Kawin

Pekerjaan

: Petani

Tanggal Masuk

: 16-12-2016

Tanggal Periksa

: 17-12-2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Nyeri dada

Keluhan Tambahan

: Cepat lelah, nyeri punggung.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli jantung dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan
sejak 4 bulan sebelum berobat ke poli jantung. Nyeri dada dirasakan saat
beraktifitas terutama setiap saat mencangkul di sawah. Nyeri seperti dihimpit
benda berat. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri tidak disertai dengan

sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10 menit).
Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan semakin sering
dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu (saat
beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada
hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada
dirasakan selama 30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan
bahkan ketika saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan menjalar sampai ke
perut bagian atas dan tembus ke punggung belakang. Karena keluhan nyeri
dadanya ini pasien berulang kali berobat ke mantri di kampung.
Keluhan nyeri pada pasien tidak disertai adanya sesak napas, perasaan
berdebar-debar dan berkeringat dingin. Namun dalam 1 bulan terakhir ini pasien
merasakan cepat lelah. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak dan kebas pada
ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien dianjurkan untuk di
rawat oleh dokter yang bertugas di poli jantung tersebut agar pasien bisa kembali
sehat dan bisa beraktivitas seperti sediakala.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
: Disangkal
DM
: Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal, tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
dengan pasien

Riwayat Kebiasaan Sosial

Selama 4 bulan terakhir di tahun 2016 pasien tidak mampu beraktivitas


karena keluhannya. Pasien mengaku makan teratur 3 kali sehari, Sebelum sakit
pasien aktif mengonsumsi kopi dan rokok namun sudah berhenti merokok dari
tahun 2015.
Riwayat Pemakaian Obat
Pasien tidak bisa mengingat nama obat yang pernah di konsumsi karena
ketika sakit pasien hanya berobat ke mantri di kampung.
3

PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit (ireguler)

Frekuensi Nafas : 20 x/menit


Temperatur

: 36,1 C

Pemeriksaan Fisik
Kulit

: Dalam batas normal

Mata

: Pucat (-/-) Ikterik (-/-)

T/H/M

: Dalam batas normal

Leher

: Pembesaran KGB (-) TVJ: 52 cmH2O

Thorax
Pulmo

Inspeksi

: Dinding dada kanan dan kiri simetris, tidak terdapat


bagian dada yang tertinggal dan penggunaan otot bantu

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

pernapasan (-)
: Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
: Sonor di seluruh lapangan paru
: Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis tidak teraba
: Batas atas ICS II parasternal sinistra
Batas kanan ICS IV parasternal dextra
Batas kiri ICS IV midclavicula sinistra
: Bunyi jantung I > Bunyi jantung II, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen
Inspeksi
: Simetris, distensi (-)
Palpasi
: Soepel, Lien dan Ren tidak teraba.
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi
: Peristaltik usus (N)
Ekstremitas
- Tidak tampak pucat dan sianosis di ekstremitas superior dan inferior
- Tidak tampak edema di ekstremitas inferior bilateral
4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (19-12-2016)
Darah Rutin
Jenis pemeriksaan
Hemoglobin

Hasil Pemeriksaan
12,4*

Nilai Rujukan
14 - 17 gr/dl

Leukosit

11,3*

4,5 - 10,5.103/mm3

Trombosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV

367
38*
4,5*
84
27
33
12,6
10,7

150 - 450.103/ul
45 - 55 %
4,7 - 6,1.106/mm3
80 - 100 fL
27 - 31 pg
32 - 36 %
11,5 14,5 %
7,2 - 11,1 fL

PDW
LED
Diftell

12,3
95*

fL
<15 mm/jam

Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil

Hasil Pemeriksaan
3
0

Nilai Rujukan
0-6 %
0-2 %

Netrofil Segmen

66

50-70 %

Netrofil Batang

1*

2-6%

Limfosit

21

20-40 %

Monosit

9*

2-8 %

Hasil Pemeriksaan
<0,10
29*
189

Nilai Rujukan
<1,5 ng/ml
<25 U/L
135 - 225 U/L

Kimia Klinik (Jantung)


Jenis pemeriksaan
Troponin I
CK-MB
LDH

Kimia Klinik (Lemak Darah)


Jenis pemeriksaan
Kolesterol Total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida

Hasil Pemeriksaan
126
25*
77
99

Nilai Rujukan
<200 mg/dL
>60 mg/dL
<150 mg/dL
<2150 mg/dL

Kimia Klinik (Diabetes)


Jenis pemeriksaan
Hb-A1c

Hasil Pemeriksaan
8,50*

Nilai Rujukan
<6,5 %

Hasil foto thorax (19-12-2016)

Kesan : Tampak perselubungan di apeks paru kiri


DD :

1. Suspect Massa ?
2. Pneumonia

Elektrokardiogram, tanggal 18-12-2016

Interpretasi EKG
Irama

: Sinus Ritme

HR

: 76x/i, reguler

Axis

: Normoaxis

Kelainan

: LVH

Laporan Ekokardiografi tanggal 20-12-2016

10

Resume
11

Pasien datang ke poli jantung dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan
sejak 4 bulan sebelum berobat ke poli jantung. Nyeri dada dirasakan saat
beraktifitas terutama setiap saat mencangkul di sawah. Nyeri seperti dihimpit
benda berat. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri tidak disertai dengan
sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10 menit).
Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan semakin sering
dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu (saat
beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada
hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada
dirasakan selama 30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan
bahkan ketika saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan menjalar sampai ke
perut bagian atas dan tembus ke punggung belakang. Karena keluhan nyeri
dadanya ini pasien berulang kali berobat ke mantri di kampung.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapati batas jantung dalam keadaan normal,
pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I> bunyi jantung II, regular dan tidak
terdapat bising jantung serta tidak terdapat edema tungkai bilateral.
2.6

Diagnosa Sementara

2.7

UAP
NSTEMI

Penatalaksanaan
-

Bed rest
-

Platogrix loading 300 mg selanjutnya 75 mg

Actalipid 1x40 mg

ISDN 2x5 mg

Alprazolam 2x0,25 mg

SC Arixtra 1x2,5mg
12

Laxadine syr 3xC1

2.8 Prognosis
Quo ad Vitam

: dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam


Quo ad Functionam
2.9

: dubia ad malam

Status Follow Up
Tgl

17-122016

Nyeri dada (+),


lemas (+),
nyeri
punggung (+)

TD : 110/80
mmHg
HR : 76x/I,
regular

H+1

18-122016
H+2

Nyeri dada (+), TD :


lemas (-), nyeri 110/70
punggung (+)
mmHg
HR : 84x/i,
regular

13

Th

UAP dd.
NSTEMI

- Bedrest
- Platogrix
loading 300 mg
selanjutnya 75
mg
- Actalipid 1x40
mg
- ISDN 2x5 mg
- Alprazolam
2x0,25 mg
- SC Arixtra
1x2,5mg
- Laxadine syr
3xC1

UAP

- Bedrest
- Platogrix
loading 300 mg
selanjutnya 75
mg
- Actalipid 1x40
mg
- ISDN 2x5 mg
- Alprazolam
2x0,25 mg
- SC Arixtra
1x2,5mg
- Laxadine syr
3xC1
Tramadol 1x50
mg

19-122016
H+3

20-122016
H+4

Nyeri dada (+),


lemas (+),
nyeri
punggung (+)

TD : 110/80
mmHg
HR : 80x/I,
regular

Nyeri dada (+), TD :


lemas (-), nyeri 120/70
punggung (+)
mmHg
HR : 76x/i,
regular

UAP dd.
NSTEMI

- Bedrest
- Platogrix
loading 300 mg
selanjutnya 75
mg
- Actalipid 1x40
mg
- ISDN 2x5 mg
- Alprazolam
2x0,25 mg
- SC Arixtra
1x2,5mg
- Laxadine syr
3xC1

UAP

- Bedrest
- Platogrix
loading 300 mg
selanjutnya 75
mg
- Actalipid 1x40
mg
- ISDN 2x5 mg
- Alprazolam
2x0,25 mg
- SC Arixtra
1x2,5mg
- Laxadine syr
3xC1
Tramadol 1x50
mg
Rawat alih ke
bagian paru

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14

3.1 Definisi
Angina pektoris, atau angina, adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan
yang terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk
memenuhi kebutuhannya. Secara umum, angina hasil dari plak yang terbuat dari
lemak kolesterol atau bangunan lainnya di arteri koroner. Akumulasi plak ini
dikenal sebagai penyakit arteri koroner (CAD). Ketika plak menumpuk di dalam
arteri yang cukup koroner seseorang, darah mengalir melewati plak berkurang,
merampas otot jantung nutrisi yang dibutuhkan dan oksigen. Akibatnya, gejala
angina dapat terjadi. Angina adalah lebih mungkin terjadi ketika jantung bekerja
lebih keras dan membutuhkan aliran darah tambahan, seperti selama aktivitas fisik
atau stres emosional.1
3.2. Klasifikasi
Angina diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu angina stabil dan angina
tidak stabil. Angina stabil merupakan hasil dari akumulasi bertahap dari plak di
arteri koroner. Karena hal ini meningkatkan akumulasi, gejala angina mulai terjadi
dalam pola yang diprediksi selama atau setelah latihan fisik atau stres emosional.
Pola terprediksi dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan, atau bahkan
bertahun-tahun. Jenis-jenis kegiatan yang dapat menyebabkan angina stabil
termasuk berjalan ke atas bukit atau tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga,
mengalami stres emosional yang parah atau kecemasan, berhubungan seks,
paparan suhu dingin, atau konsumsi makanan berat. Meskipun gejala cukup
mengganggu, penderita biasanya tidak menunjukkan bahwa serangan jantung
sudah dekat.1,2

15

Angina tidak stabil hasil dari pecahnya plak secara tiba-tiba, yang
menyebabkan akumulasi cepat trombosit di situs pecah dan peningkatan
mendadak dalam obstruksi aliran darah di arteri koroner. Akibatnya, gejala angina
tidak stabil terjadi tiba-tiba, sering kali dalam cara yang tak terduga atau tidak
terduga. Gejala-gejala mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga
sedikit atau tidak ada. Angina tidak stabil juga mungkin kurang responsif terhadap
obat nitrogliserin dari angina stabil. Angina tidak stabil adalah keadaan darurat
medis. Dicentang, akumulasi trombosit dan obstruksi aliran darah dapat
mengakibatkan serangan jantung. Ini risiko serangan jantung tetap bahkan jika
gejala angina tidak stabil mengurangi atau menghilang. Jadi, jika terjadi angina
tidak stabil, mencari perhatian medis segera sangat penting.1,3
Angina Mikrovaskular atau Angina Sindrom X ditandai dengan nyeri dada
yang menyerupai angina, namun penyebabnya berbeda. Penyebab angina
mikrovaskular masih belum diketahui secara pasti, namun tampaknya merupakan
akibat dari buruknya fungsi pembuluh darah yang menyempit pada jantung,
lengan, dan kaki.7 Karena angina mikrovaskular tidak ditandai dengan
penyumbatan arteri, membuatnya lebih sulit untuk dikenali dan didiagnosa,
namun prognosisnya sangat baik.8,9,10

Klasifikasi Braunwald

16

Klasifikasi Braunwald secara konseptual berguna karena faktor-faktornya


pada gambaran klinis (baru atau progresif vs angina istirahat), konteks (infark
primer, sekunder, atau pasca-miokard), dan intensitas terapi antianginal.5
Tabel 1. Klasifikasi Braunwald Angina tidak stabil
Karakteristik
Keparahan

Kategori
I

Detail
Gejala pada saat

II

beraktifitas
Gejala subakut pada saat
istirahat (2-30 hari
sebelumnya)
Gejala akut pada saat

III

istirahat (dalam waktu


Faktor-faktor yang
mempercepat secara
klinis
Terapi selama gejala
berlangsung

A
B
C

48 jam sebelumnya)
Sekunder
Primer
Post-infark

1
2
3

Tanpa pengobatan
Terapi angina biasa
Terapi maksimal

Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society


Sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society pada angina yang
terkait usaha yang berhubungan dengan angina adalah banyak digunakan karena
merupakan klasifikasi sederhana dan praktis yang sering digunakan untuk
menggambarkan keparahan gejala. Sistem penilaiannya adalah sebagai berikut:4
Grade I - Angina dengan pengerahan tenaga yang berat, cepat, atau
berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidak memprovokasi

17

angina).
Grade II - Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan
postprandial, berjalan menanjak, atau cepat; ketika berjalan lebih dari 2 blok dari
permukaan tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga; selama stres
emosional, atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur).
Grade III - Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan
berjalan 1-2 blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).
Grade IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa
tidak nyaman (nyeri saat istirahat terjadi).

3.3 Etiologi
Faktor-faktor yang terlibat dalam etiologi angina tidak stabil adalah
sebagai berikut: ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai, gangguan plak dan
ruptur, trombosis, vasokonstriksi, dan aliran siklis. Iskemia miokard angina tidak
stabil, seperti semua iskemia jaringan, akibat dari kebutuhan yang berlebihan atau
tidak memadainya suplai oksigen, glukosa, dan asam lemak bebas. Kebutuhan
oksigen miokard meningkat dapat disebabkan oleh hal berikut: demam,
takiaritmia (misalnya fibrilasi atrium, atau berdebar), hipertensi malignansi,
tirotoksikosis, pheokromositoma, penggunaan kokain, pemakaian amfetamin,
stenosis aorta, stenosis aorta supravalvular, kardiomiopati obstruktif, aortovenous
shunts, output tinggi, kegagalan kongestif. Penurunan suplai oksigen dapat
disebabkan oleh hal berikut: anemia, hipoksemia, polisitemia, hipotensi.5,6

18

Penyebab di atas harus diselidiki karena sebagiannya adalah reversibel.


Misalnya, anemia akibat perdarahan gastrointestinal kronis tidak jarang pada
pasien usia lanjut. Hal ini dapat hidup berdampingan dengan penyakit arteri
koroner. Namun, pasien tidak dapat mengambil manfaat atau mungkin dirugikan
oleh pengobatan seperti antikoagulan dan obat antiplatelet. Penghindaran atau
pengobatan penyakit yang mendasarinya adalah yang terpenting.6
Akumulasi makrofag sarat lemak dan sel otot polos, yang disebut sel busa,
terjadi dalam masa plak aterosklerotik. The low-density lipoprotein cholesterol
(LDL-C) yang teroksidasi dalam sel busa merupakan sitotoksik, prokoagulan, dan
kemotaksis. Ketika plak aterosklerotik berkembang, produksi protease makrofag
dan elastasis neutrofil pada plak dapat menyebabkan penipisan selubung
fibromuskular yang melingkupi inti lipid. Peningkatan ketidakstabilan plak
ditambah dengan aliran darah bergeser dan stres dinding sekeliling menyebabkan
plak robek atau pecah, terutama di penghubung selubung fibromuskular dan
dinding pembuluh darah.7
Kebanyakan pasien dengan sindrom koroner akut telah mengurangi
transien berulang suplai darah koroner karena vasokonstriksi dan pembentukan
trombus di lokasi ruptur plak aterosklerosis. Peristiwa ini terjadi karena agregasi
trombosit episodik dan interaksi yang kompleks antara dinding pembuluh darah,
leukosit, trombosit, dan lipoprotein aterogenik.5
Paparan komponen subendothelial memprovokasi adhesi trombosit dan
aktivasi. Kemudian agregat dalam menanggapi kolagen dinding pembuluh terkena
atau agregat lokal (misalnya, tromboksan, adenosin difosfat) platelet. Trombosit

19

juga melepaskan zat yang mempromosikan vasokonstriksi dan produksi trombin.


Dalam cara reciprocating, trombin merupakan agonis kuat untuk aktivasi platelet
lebih lanjut, dan menstabilkan trombi dengan mengkonversi fibrinogen fibrin.8
Para trombus nonocclusive dari angina tidak stabil bisa menjadi transiently
atau terus-menerus oklusif. Tergantung pada durasi oklusi, adanya pembuluh
kolateral, dan daerah miokardium perfusi, angina tidak stabil berulang, NQMI,
atau Q-gelombang dapat mengakibatkan infark.7
Vasospasme, diprovokasi oleh baik ergonovine atau asetilkolin, merupakan
temuan umum pada pasien dengan sindrom koroner akut, khususnya pada pasien
Taiwan dan Jepang. Meskipun berkorelasi dengan nyeri dada, apakah ini
hiperreaktivitas koroner menyebabkan sindrom koroner akut atau hanya
merupakan temuan terkait tidak diketahui.2
Sindrom koroner akut mungkin melibatkan gumpalan dalam fluks (yaitu,
membentuk dan memperbesar, chipping-off dan embolizing). Ini pembentukan
bekuan dinamis dan / atau lisis, dari waktu ke waktu, dalam hubungannya dengan
vasoreactivity koroner dan perlawanan di tempat tidur mikrovaskuler,
menyebabkan intermiten dan alternating (atau siklus) oklusi dan aliran.
3.4 Diagnosis
Riwayat
Pasien dengan angina tidak stabil mewakili populasi heterogen. Oleh
karena itu, dokter harus memperoleh riwayat terfokus gejala pasien dan faktorfaktor risiko koroner dan segera meninjau EKG untuk mengembangkan
stratifikasi risiko awal.8

20

Awalnya mendapatkan sejarah untuk menentukan apakah bukti angina


hadir, dan kemudian bertujuan untuk mengidentifikasi apakah stabil atau tidak
stabil.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya tidak sensitif atau spesifik untuk angina tidak
stabil sebagai sejarah atau tes diagnostik. Sebuah pemeriksaan fisik biasa-biasa
saja tidak jarang. Lakukan penilaian cepat tanda-tanda vital pasien, dan
melakukan pemeriksaan jantung. Diagnosis tertentu yang harus eksplisit
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:11
1. Diseksi aorta
2. Bocor atau pecah aneurisma toraks
3. Perikarditis dengan tamponade
4. Emboli paru
5. Pneumotoraks
Angina tidak stabil berbeda dari angina stabil dalam ketidaknyamanan
biasanya lebih intens dan mudah terprovokasi, dan ST-segmen depresi atau elevasi
pada EKG dapat terjadi. Jika tidak, manifestasi dari angina tidak stabil adalah
mirip dengan kondisi lain dari iskemia miokard, seperti angina stabil kronis dan
infark miokard.13
Angina dapat mengambil banyak bentuk, dan penyelidikan harus
diarahkan tidak hanya memicu nyeri dada tetapi juga rasa tidak nyaman dan
frekuensi, lokasi, pola radiasi, dan mempercepat dan mengurangi faktor. Nyeri
iskemik dapat bermanifestasi sebagai berat, sesak, sakit, kepenuhan, atau

21

pembakaran dada, epigastrium, dan / atau lengan atau lengan (biasanya sebelah
kiri). Sensasi ini biasanya melibatkan kurang rahang bawah, leher, atau bahu.
Gejala yang terkait penting dapat dispnea, kelelahan umum, diaforesis, mual dan
muntah, gejala seperti flu, dan, kurang umum, ringan atau sakit perut.12
Trombolisis pada Skor Risiko Myocardial Infarction
Skor TIMI Risiko untuk angina tidak stabil / NSTEMI saat ini instrumenterbaik divalidasi prognostik yang cukup sederhana untuk digunakan dalam
suasana gawat darurat. Gradien dari infark miokard, iskemia berulang parah, atau
kematian agak proporsional dengan Skor Risiko TIMI, meskipun prognosis yang
buruk tampaknya dikurangi dengan menggunakan strategi antitrombotik baru.10
Trombolisis di Myocardial Infarction (TIMI) Risiko Skor (lihat grafik di
bawah), meskipun prognosis yang buruk tampaknya dikurangi dengan
menggunakan strategi antitrombotik baru.10
Titik belok untuk infark miokard atau kematian dimulai pada Skor Risiko
TIMI 3. Oleh karena itu, pasien dengan skor 3-7 harus dipertimbangkan untuk
penggunaan intravena glikoprotein IIb / IIIa agen, heparin (berat molekul rendah
atau terpecah), dan kateterisasi jantung dini.8
Kehadiran salah satu variabel-variabel berikut merupakan 1 poin, dengan
jumlah yang merupakan skor risiko pasien pada skala 0-7:9
1. Berusia 65 tahun atau lebih
2. Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
3. Dikenal stenosis koroner 50% atau lebih
4. Peningkatan jantung penanda serum

22

Setidaknya 3 faktor risiko untuk penyakit arteri koroner (termasuk


diabetes melitus, perokok aktif, riwayat keluarga penyakit arteri koroner,
hipertensi,

hiperkolesterolemia)

5. Parah gejala angina (2 atau lebih peristiwa angina dalam 24 jam


terakhir)
6. Deviasi ST pada EKG
Varian (Prinzmetal) angina ditandai dengan transien ST-segmen elevasi
dan dapat melibatkan beberapa wilayah arteri koroner. Pasien biasanya
menanggapi nitrogliserin dan dosis tinggi, dan kadang-kadang bahkan ganda,
kalsium channel blocker terapi.
Studi Darah Lainnya
Penghitungan CBC membantu dalam menyingkirkan anemia sebagai
penyebab sekunder dari sindrom koroner akut. Leukositosis memiliki nilai
prognostik dalam pengaturan infark miokard akut.11
Tutup pemantauan tingkat potasium dan magnesium sangat penting pada
pasien dengan sindrom koroner akut karena tingkat rendah mungkin
mempengaruhi mereka untuk aritmia ventrikel. Rutin pengukuran kadar kalium
serum dan koreksi yang cepat direkomendasikan.14
Tingkat kreatinin juga diperlukan, terutama jika dianggap kateterisasi
jantung. Penggunaan N-asetilsistein dan hidrasi yang cukup dapat membantu
mencegah bahan kontras nefropati.13
Interleukin 6 adalah penentu utama dari protein fase-akut reaktan dalam
hati, dan amiloid Sebuah serum merupakan reaktan fase akut. Ketinggian salah

23

satu dari ini dapat prediksi dalam menentukan peningkatan risiko hasil yang
merugikan pada pasien dengan angina tidak stabil.15
Elektrokardiografi
Baris pertama penilaian pada setiap pasien dengan angina tidak stabil
dicurigai adalah EKG 12-lead, yang harus diperoleh dalam waktu 10 menit dari
kedatangan pasien ke gawat darurat. Akurasi diagnostik EKG ditingkatkan jika
menelusuri sebelum tersedia untuk perbandingan.13
Tertinggi berisiko temuan EKG (ST-segmen elevasi atau baru kiri-blok
cabang berkas) memerlukan triase untuk terapi revaskularisasi segera. Gelombang
T yang memuncak juga bisa menandakan infark miokard awal.10
Tingkat berikutnya pasien berisiko tinggi termasuk orang-orang dengan
depresi ST lebih besar dari 1 mm pada EKG. Sekitar 50% dari pasien dengan
temuan ini telah nekrosis miokard subendocardial. Kehadiran ST-segmen depresi
menandakan relatif tinggi di rumah sakit, 30-hari, dan 1-tahun tingkat kematian
terlepas dari tingkat biomarker jantung.14
Baru atau reversibel ST-segmen deviasi 0,5 mm atau lebih dari awal telah
dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi (15,8% vs 8,2%) dari 1 tahun kematian
atau infark miokard dalam penelitian TIMI-III EKG Registry Tambahan.
Wellens sindrom
Wellens sindrom ini juga disebut sebagai sindrom koroner LAD
gelombang T, kriteria Sindrom meliputi karakteristik perubahan gelombang T;.
Riwayat nyeri dada angina; normal atau peningkatan kadar enzim minimal
jantung, dan akhirnya, EKG tanpa gelombang Q, tanpa ST elevasi yang

24

signifikan,

dan

normal

prekordial

R-gelombang

kemajuan.

Pengakuan

elektrokardiografi kelainan ini adalah sangat penting, karena sindrom ini


merupakan tahap preinfarction dari penyakit arteri koroner yang sering
berkembang menjadi infark dinding anterior menghancurkan.
Radiografi dada
Lakukan radiografi dada untuk mengevaluasi pasien untuk tanda-tanda
gagal jantung kongestif dan untuk penyebab lain dari gejala dada seperti
pneumotoraks, infeksi paru atau massa, hipertensi pulmonal, dan pelebaran
mediastinum.
Ekokardiografi
Jika tersedia secara cepat, ekokardiografi dapat memberikan evaluasi cepat
fungsi ventrikel kiri untuk prognosis (yang buruk ketika fraksi ejeksi ventrikel kiri
adalah <40%) atau untuk diagnosis, seperti ketika baru segmental dinding gerakan
kelainan yang terdeteksi

(misalnya,sakit dada

pasca infark

atau post

revascularization di mana dasar fungsi ventrikel kiri yang diketahui). Namun,


perlu diingat bahwa infark kecil mungkin tidak terwujud pada echocardiogram
tersebut.
Magnetic Resonance Imaging
MRI mapan dan mampu mendeteksi sesedikit parut 1%, yang merupakan
faktor prognostik yang kuat. MRI juga mapan untuk deteksi dan karakterisasi
komplikasi infark miokard. MRI mungkin menemukan kelainan gerakan dinding
dan infark terjawab oleh ekokardiografi karena resolusi yang lebih tinggi dan
cakupan penuh dari MRI, ekokardiografi drop out dari paru-paru atau tulang

25

rusuk, dan ketergantungan sudut ekokardiografi, yang mungkin kehilangan daerah


yang terkena, seperti puncak nyata.
3.5 Penatalaksanaan
Pengobatan awal
Obat yang digunakan dalam pengelolaan awal angina tidak stabil adalah
sebagai

berikut:

1. Aspirin
Mengadministrasikan 162-325 mg aspirin kunyah segera untuk pasien
yang tidak berisiko tinggi untuk perdarahan, yang tidak mengalami perdarahan
sedang berlangsung, atau yang tidak memiliki intoleransi benar atau alergi.
Ketepatan waktu administrasi sangat penting karena agregasi trombosit adalah
pusat sindrom koroner akut; efek puncak aspirin dapat diamati dalam waktu
sesingkat seperti 30 menit.
2. Beta-adrenergik blocking agen
3. Thienopyridines seperti clopidogrel, plasugrel
Clopidogrel direkomendasikan sebagai pilihan antiplatelet pada pasien
yang tidak toleran terhadap aspirin, dan juga digunakan sebagai agen antiplatelet
adjunctive selain aspirin (terapi antiplatelet ganda). 13
Para Clopidogrel pada Angina tidak stabil untuk Mencegah Acara berulang
(Cure) percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada terapi
aspirin mengurangi kejadian kematian kardiovaskular, infark miokard, atau stroke
dari 11,4% menjadi 9,3%.14.

26

4. Glikoprotein IIb / IIIa antagonis


5. Heparin
6. Langsung inhibitor trombin
7. Nitrat
Pengobatan Lanjutan
Manajemen tambahan angina tidak stabil termasuk penggunaan statin
(penurun lipid agen) dan inhibitor ACE.
HMG Koenzim A reduktase inhibitor (statin)
Terapi statin harus dimulai sebelum dikeluarkan dari rumah sakit untuk
meningkatkan kepatuhan pasien. Manfaat klinis tambahan dapat diperoleh dengan
memulai terapi dalam 24-96 jam setelah masuk.
Angiotensin-converting enzyme inhibitor
ACE inhibitor manfaat khusus pada pasien dengan infark anterior besar,
terutama dengan fungsi ventrikel kiri dikompromikan (misalnya, dari STEMI) tapi
tanpa hipotensi. Manfaat pada pasien dengan angina tidak stabil kurang jelas.
Saat ini, ACE inhibitor direkomendasikan pada pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, diabetes, dan hipertensi.
ACE inhibitor terapi dapat dimulai dalam waktu 24 jam masuk dan
dititrasi untuk efek tekanan darah.
Obat-obat lain
Saluran kalsium antagonis, antibiotik terhadap Chlamydia pneumoniae,
dan agen fibrinolitik saat ini tidak memiliki peran didirikan pada pengaturan
angina tidak stabil.

27

Sebagian besar uji klinis

terapi

fibrinolitik

telah menunjukkan

kecenderungan ke arah lebih fatal infark disebabkan prokoagulan efek dalam


konteks trombus nonocclusive.
Meskipun data yang tersedia menunjukkan bahwa kemanjuran tiklopidin
adalah serupa dengan aspirin, penggunaan tiklopidin di Amerika Serikat secara
drastis berkurang setelah muncul laporan dari terkait yang fatal thrombocytopenic
purpura trombotik.15
Diet
Angina tidak stabil mungkin memerlukan pasien untuk mengambil apaapa secara lisan jika stres pengujian atau prosedur invasif diantisipasi. Jika tidak,
diet rendah kolesterol dan lemak jenuh dianjurkan. Pembatasan Natrium harus
dilembagakan untuk pasien dengan gagal jantung atau hipertensi.11
Manajemen diabetes mellitus
Para ACCF / AHA 2011 update untuk UA / NSTEMI menyatakan
pedoman bahwa itu adalah wajar untuk mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa kurang dari 180 mg / dL untuk pasien rawat inap, menghindari
hipoglikemia. Setelah itu, pedoman untuk menangguhkan Diabetes 2010
American Association standar pedoman perawatan.12 Diet modifikasi, olahraga,
farmakoterapi (termasuk ACE-inhibitor administrasi), konseling pencegahan
tentang perawatan kaki, dan mata ujian ditunjukkan.
Manajemen berat dan konseling gizi
Target adalah indeks massa tubuh (BMI) di bawah 25 kg/m2, serta lingkar
pinggang kurang dari 40 inci pada pria dan kurang dari 35 inci pada wanita. Diet

28

modifikasi dan asupan buah dan sayuran, olahraga, dan modifikasi perilaku dan
konseling ditunjukkan.12
Psikososial manajemen
Targetnya adalah modifikasi gaya hidup, pengakuan dan pengobatan
penyalahgunaan zat (alkohol atau psikotropika) dan depresi atau sikap
bermusuhan, dan kepatuhan dengan perawatan kesehatan. Pendidikan, konseling,
kelompok pendukung, dan sumber daya sosial atau keagamaan ditandai.15
Kegiatan pengelolaan

Pasien pada risiko infark miokard harus

menghindari aktivitas berat tiba-tiba, terutama dalam cuaca dingin (misalnya,


menyekop salju).15
Konsultasi
Konsultasi dengan ahli jantung diindikasikan untuk membantu dalam
stratifikasi risiko dan pengambilan keputusan, untuk mempercepat pengujian lebih
lanjut jantung (misalnya, echocardiography, stress testing, angiografi), dan untuk
mengobati pasien yang tidak stabil. Seorang spesialis perawatan atau telemetri
unit yang kritis sangat membantu untuk perawatan akut dan pemantauan. Seorang
ahli bedah kardiotoraks ditunjukkan ketika CABG adalah diperlukan.13
Obat
Obat-obat yang memberikan bantuan gejala tetapi belum ditemukan
memiliki efek jangka panjang peristiwa besar termasuk nitrat, diltiazem atau
verapamil, dan heparin, antara lain.

29

Obat yang memiliki bukti kuat untuk mengurangi efek samping jangka
pendek

atau

jangka

panjang

1.

Aspirin

2.

Clopidogrel

3.

Agen penurun lipid (statin)

4.

Glikoprotein IIb / IIIa antagonis

5.

Beta-adrenergik blocking agen

6.

ACE inhibitor

adalah

sebagai

berikut:10

Agen antiplatelet
Agen-agen ini mencegah pembentukan trombus yang terkait dengan infark
miokard dan menghambat fungsi platelet dengan menghambat agregasi. Terapi
antiplatelet telah terbukti mengurangi angka kematian dengan mengurangi risiko
infark miokard fatal, stroke fatal, dan kematian vaskular.9
Aspirin (Anacin, Bayer Aspirin Buffered, Ecotrin)
Agen-agen ini mencegah pembentukan trombus yang terkait dengan infark
miokard dan menghambat fungsi platelet dengan menghambat agregasi. Terapi
antiplatelet telah terbukti mengurangi angka kematian dengan mengurangi risiko
infark miokard fatal, stroke fatal, dan kematian vaskular.15
Clopidogrel (Plavix)
Clopidogrel selektif menghambat adenosin difosfat (ADP) yang mengikat
pada reseptor platelet dan selanjutnya ADP-dimediasi aktivasi glikoprotein LLB /
llla kompleks, agregasi trombosit sehingga menghambat. Agen ini digunakan

30

sebagai alternatif terhadap aspirin atau di samping aspirin setelah stenting


koroner.13
HMG-CoA reduktase inhibitor
Para HMG-CoA reduktase inhibitor, juga dikenal sebagai statin, digunakan
untuk mengobati hiperkolesterolemia, mereka sangat berkhasiat dan sangat baik
ditoleransi. Statin sangat efektif dalam mengurangi LDL, total-C, dan trigliserida
dan meningkatkan kadar HDL mereka. Contoh statin adalah atorvastatin (Lipitor),
simvastatin (Zocor), pravastatin (Pravachol), dan pitavastatin (Livalo).13
Simvastatin (Zocor)
Menghambat HMG-CoA reduktase, yang, pada gilirannya, menghambat
sintesis kolesterol dan meningkatkan metabolisme kolesterol. Digunakan untuk
menurunkan kolesterol meningkat terkait dengan sindrom nefrotik.15
Atorvastatin (Lipitor)
Atorvastatin dapat menyediakan hingga 60% pengurangan pada LDL-C.
Ini menghambat HMG-CoA reduktase, sehingga menghambat sintesis kolesterol
dan metabolisme kolesterol meningkat. Setengah-hidup atorvastatin dan metabolit
aktif yang lebih lama daripada semua statin lainnya (yaitu, sekitar 48 jam,
dibandingkan dengan h 3-4).14
Pitavastatin (Livalo)
HMG-CoA reduktase inhibitor (statin) diindikasikan untuk hiperlipidemia
primer atau campuran. Dalam uji klinis, 2 mg / d mengurangi kolesterol total dan
kolesterol LDL yang mirip dengan atorvastatin 10 mg / hari dan simvastatin 20
mg/hari.

31

Pravastatin (Pravachol)
Kompetitif menghambat HMG-CoA reduktase, yang mengkatalisis
tingkat-membatasi langkah dalam sintesis kolesterol.12
Glikoprotein IIb / IIIa antagonis reseptor
Glikoprotein IIb / IIIa antagonis reseptor fibrinogen mencegah reversibel,
faktor von Willebrand, dan ligan adhesi lainnya dari mengikat ke reseptor IIb /
IIIa GP, agregasi trombosit sehingga menghambat. Sampai 80.000 salinan dari
integrin pada permukaan sel trombosit berfungsi sebagai ligan untuk fibrinogen
hubungan lintas, jalur akhir yang umum untuk agregasi platelet dan pembentukan
trombus, bahkan di bawah kondisi stres arteri geser.9
Tirofiban (Aggrastat)
Tirofiban merupakan antagonis nonpeptide dari reseptor platelet IIb / IIIa
GP, itu reversibel mencegah faktor von Willebrand, fibrinogen, dan ligan adhesi
lainnya dari mengikat ke reseptor IIb / IIIa GP, dalam hal ini menghambat
agregasi trombosit cara. Efek obat bertahan selama durasi infus pemeliharaan dan
dibalik setelah berakhir infus. Tirofiban telah disetujui oleh FDA untuk digunakan
dalam kombinasi dengan heparin untuk pasien dengan ACS, pasien yang sedang
mendapat perawatan medis, dan pasien yang menjalani PCI.10
Eptifibatide (Integrilin)
Eptifibatide merupakan antagonis heptapeptide siklik dari reseptor IIb /
IIIa trombosit GP, efeknya sama seperti orang-orang untuk tirofiban. Telah
disetujui oleh FDA untuk digunakan dalam kombinasi dengan heparin untuk
pasien dengan ACS, pasien yang sedang mendapat perawatan medis, dan pasien

32

yang

PCI.12

menjalani

Abciximab (ReoPro)
Agen ini adalah antibodi manusia monoklonal chimeric murine disetujui
untuk digunakan di PCI elektif, mendesak, dan muncul. Abciximab mengikat
reseptor dengan afinitas tinggi dan mengurangi agregasi trombosit sebesar 80%
hingga 48 jam setelah infus.12
Beta-adrenergik blocking agen
Ini membatasi agen denyut jantung, mengurangi tekanan darah, dan
memiliki sifat antiaritmia, mereka dengan demikian mengurangi kebutuhan
oksigen miokard dan menentang efek dari katekolamin meningkat. Jarang situasi
di mana beta-blocker terapi harus dihindari pada pasien dengan angina tidak stabil
termasuk eksaserbasi nonischemic gagal jantung, kokain-induced vasokonstriksi
koroner, dan angina vasospastic. Contoh beta-blocker metoprolol (Lopressor,
Toprol XL), esmolol (Brevibloc), propranolol (Inderal, Inderal LA), nadolol
(Corgard),

dan

atenolol

(Tenormin).

Atenolol (Tenormin)
Selektif blok reseptor beta1-dengan sedikit atau tidak berpengaruh pada
jenis beta2. Beta-adrenergik blocking agen mempengaruhi tekanan darah melalui
beberapa mekanisme. Tindakan termasuk efek chronotropic negatif yang
menurunkan denyut jantung saat istirahat dan setelah latihan, efek inotropik
negatif yang menurunkan cardiac output, pengurangan aliran simpatik dari SSP,
dan penindasan pelepasan renin dari ginjal. Digunakan untuk meningkatkan dan

33

mempertahankan status hemodinamik dengan bertindak pada kontraktilitas


miokard, mengurangi kemacetan, dan mengurangi pengeluaran energi miokard.
Metoprolol (Lopressor, Toprol XL)
Beta-1 selektif reseptor adrenergik blocker yang menurunkan otomatisitas
kontraksi. Selama pemberian IV, hati-hati memonitor tekanan darah, denyut
jantung, dan EKG.
Esmolol (Brevibloc)
Esmolol telah ditunjukkan untuk mengurangi episode nyeri dada dan
kejadian jantung klinis dibandingkan dengan plasebo. Sangat pendek setengahhidup (8 menit) dari agen ini memungkinkan tingkat fleksibilitas dosis besar,
seperti bahwa manfaat kardiovaskular yang sebanding ke PO propranolol, namun
efek samping dapat dikelola segera. Hal ini sangat berguna untuk pasien berisiko
untuk komplikasi dengan blokade beta (misalnya, penyakit saluran napas reaktif
atau penyakit paru obstruktif kronik [COPD], bradikardia berat, atau fungsi
ventrikel kiri yang buruk).
Propranolol (inderal)
Propanolol adalah beta blocker-nonselektif yang lipofilik (menembus
sistem saraf pusat). Meskipun umumnya merupakan agen short-acting, longacting persiapan obat juga tersedia.

Nadolol (Corgard)

34

Agen ini kompetitif blok beta-1 dan beta-2 reseptor. Ini tidak
menunjukkan membran-menstabilkan aktivitas simpatomimetik intrinsik atau
kegiatan.
Antikoagulan
Trombin, produk akhir dari mekanisme koagulasi, para inisiat transformasi
fibrinogen untuk bekuan fibrin dan platelet mengaktifkan. Antagonis nya,
antitrombin III, adalah inhibitor endogen utama dari kaskade koagulasi dan
merupakan kofaktor penting untuk heparin.
Heparin
Heparin mengkatalisis efek antitrombin III pada proteinase coagulative
(misalnya, faktor II, XII, XI, IX, dan X; jaringan VIIA faktor). Ini mencegah
gumpalan reaccumulation setelah fibrinolisis endogen. Ketika digunakan heparin
tak terpecah, aPTT tidak harus diperiksa sampai 6 jam setelah bolus heparin awal
Heparin dengan berat molekul rendah
Heparin berat molekul rendah (LMWH) adalah pengobatan antikoagulan
pilihan untuk angina tidak stabil. Manfaat banyak potensi menggunakan LMWH
termasuk tingkat yang lebih rendah perdarahan, penghematan biaya, dan kejadian
mengurangi heparin-induced trombositopenia. LMWH dibuat dengan selektif
mengobati UFH untuk mengisolasi-molekul rendah-berat (<9000 Da) fragmen.
Aktivitas ini diukur dalam satuan inaktivasi faktor X, pemantauan aPTT tidak
diperlukan, dan dosis disesuaikan adalah berat.

Enoxaparin (Lovenox)

35

Hanya LMWH sekarang disetujui oleh FDA untuk pengobatan dan


profilaksis untuk trombosis vena dalam (DVT) dan pulmonary embolism. LMWH
telah banyak digunakan pada kehamilan, meskipun uji klinis belum tersedia untuk
menunjukkan bahwa itu adalah aman seperti heparin tak terpecah. Kecuali dalam
overdosis, memeriksa PT atau aPTT tidak berguna karena aPTT tidak berkorelasi
dengan efek antikoagulan dari LMWH difraksinasi.
Dalteparin (Fragmin)
Dalteparin meningkatkan penghambatan faktor Xa dan trombin dengan
meningkatkan aktivitas antitrombin III. Selain itu, preferentially meningkatkan
penghambatan faktor Xa. Kecuali dalam overdosis, memeriksa PT atau aPTT
tidak berguna, karena aPTT tidak berkorelasi dengan efek antikoagulan dari
LMWH difraksinasi. Durasi rata-rata pengobatan 7-14 hari.
Tinzaparin (Innohep)
Tinzaparin meningkatkan penghambatan faktor Xa dan trombin dengan
meningkatkan aktivitas antitrombin III. Selain itu, preferentially meningkatkan
penghambatan faktor Xa. Rata-rata durasi pengobatan adalah 7-14 hari.
Inhibitor trombin
Langsung

inhibitor

trombin,

seperti

hirudin,

lepirudin

(hirudin

rekombinan), dan bivalirudin, alternatif potensial untuk heparin. Keuntungan


lebih dari heparin yang efikasi terhadap gumpalan-terikat trombin, resistensi
terhadap inaktivasi oleh faktor trombosit 4 dan thrombospondin, dan
nondependence pada jalur antitrombin III. Meskipun inhibitor trombin langsung
tidak harus secara rutin digunakan dalam pengobatan angina tidak stabil, mereka

36

mungkin manfaat klinis dalam keadaan khusus, seperti heparin-induced


trombositopenia.
Vasodilator
Para agen meredakan ketidaknyamanan dada dengan meningkatkan suplai
oksigen miokard, yang pada gilirannya melebarkan pembuluh epicardial dan
agunan, meningkatkan suplai darah ke miokardium iskemik. Vasodilator
menentang kejang arteri koroner, yang menambah aliran darah koroner dan
mengurangi kerja jantung dengan menurunkan preload dan afterload. Obat ini
efektif dalam pengelolaan gejala pada infark miokard akut tetapi dapat
mengurangi angka kematian hanya sedikit. Nitrogliserin dapat diberikan
sublingually oleh tablet atau semprot, topikal, atau dengan IV. Pada infark
miokard akut, pemberian topikal adalah rute kurang diminati karena penyerapan
tak terduga dan timbulnya efek klinis.
Nitrogliserin IV
Nitrogliserin menyebabkan relaksasi dari otot polos vaskular dengan
merangsang produksi monofosfat siklik guanosin intraselular. Apakah dikelola
secara topikal, SL, PO, atau IV, nitrat memperbaiki beberapa jalur angina tidak
stabil dan mengurangi timbulnya gejala iskemia. Nitrat tekanan rendah arteri
sistemik dan penurunan aliran balik vena ke jantung, baik yang mengurangi stres
dinding miokardial. Demikian pula, nitrat adalah vasodilator koroner sangat baik.
Lain efek menguntungkan yang mungkin meliputi penghambatan agregasi platelet
transien, peningkatan aliran darah koroner agunan, dan redistribusi aliran
menguntungkan daerah. Dari catatan, induksi resistensi heparin telah dilaporkan.

37

Angiotensin-converting enzyme (ACE) Inhibitor


Agen ini inhibitor kompetitif angiotensin-converting enzyme (ACE).
Mereka mengurangi tingkat angiotensin II, sehingga menurunkan sekresi
aldosteron. ACE inhibitor manfaat khusus pada pasien dengan infark anterior
besar, terutama dengan fungsi ventrikel kiri dikompromikan (misalnya, dari
STEMI) tapi tanpa hipotensi. Manfaat pada pasien dengan angina tidak stabil
kurang jelas. Saat ini, ACE inhibitor direkomendasikan pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, diabetes, dan hipertensi.
Captopril (Capoten)
Kaptopril mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, sehingga sekresi aldosteron yang lebih rendah.
Lisinopril (Zestril)
Lisinopril mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang mengakibatkan peningkatan kadar renin plasma dan
penurunan sekresi aldosteron.
Enalapril (Vasotec)
Enalapril mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang mengakibatkan peningkatan kadar renin plasma dan
penurunan sekresi aldosteron. Ini membantu mengontrol tekanan darah dan
proteinuria. Enalapril menurun paru-ke-rasio aliran sistemik di laboratorium
kateterisasi dan meningkatkan aliran darah sistemik pada pasien dengan relatif
rendah resistensi vaskuler paru. Ini memiliki efek klinis yang menguntungkan bila
diberikan selama periode yang panjang. Ini membantu mencegah hilangnya

38

kalium di tubulus distal. Tubuh menghemat kalium, dengan demikian,


suplementasi

kalium

kurang

oral

diperlukan.

Ramipril (Altace)
Ramipril mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang mengakibatkan peningkatan kadar renin plasma dan
penurunan sekresi aldosteron.

DAFTAR PUSTAKA

39

Anwar, T. Bahri. 2004 Penyakit jantung koroner dan hipertensi. USU.


Medan.

MIMS Cardiovascular Guide. Indonesia 2003/2004. MediMedia Asia Pte


Ltd 2003. World Health Organization. World Health Report 2002: Reducing
Risk, Promoting Healthy Life. Geneva.

Stone GW, Maehara A, Lansky AJ, de Bruyne B, Cristea E, Mintz GS, et al.
A prospective natural-history study of coronary atherosclerosis. N Engl J
Med. Jan 20 2011;364(3):226-35.

Ong P, Athanasiadis A, Hill S, Vogelsberg H, Voehringer M, Sechtem U.


Coronary artery spasm as a frequent cause of acute coronary syndrome: The
CASPAR (Coronary Artery Spasm in Patients With Acute Coronary
Syndrome) Study. J Am Coll Cardiol. Aug 12 2008;52(7):523-7.

Scirica BM, Moliterno DJ, Every NR, Anderson HV, Aguirre FV, Granger
CB, et al. Differences between men and women in the management of
unstable angina pectoris (The GUARANTEE Registry). The GUARANTEE
Investigators. Am J Cardiol. Nov 15 1999;84(10):1145-50.

Than M, Cullen L, Reid CM, Lim SH, Aldous S, Ardagh MW, et al. A 2-h
diagnostic protocol to assess patients with chest pain symptoms in the AsiaPacific region (ASPECT): a prospective observational validation study.
Lancet. Mar 26 2011;377(9771):1077-84.

Misra D, Leibowitz K, Gowda RM, Shapiro M, Khan IA. Role of Nacetylcysteine in prevention of contrast-induced nephropathy after
cardiovascular

procedures:

meta-analysis.

Clin

Cardiol.

Nov

2004;27(11):607-10.
8

Nisbet BC, Zlupko G. Repeat Wellens' syndrome: case report of critical


proximal left anterior descending artery restenosis. J Emerg Med. Sep
2010;39(3):305-8.

40

Kwong RY, Chan AK, Brown KA, et al. Impact of unrecognized myocardial
scar detected by cardiac magnetic resonance imaging on event-free survival
in patients presenting with signs or symptoms of coronary artery disease.
Circulation. Jun 13 2006;113(23):2733-43.

10 Kwong RY, Sattar H, Wu H, et al. Incidence and prognostic implication of


unrecognized myocardial scar characterized by cardiac magnetic resonance
in diabetic patients without clinical evidence of myocardial infarction.
Circulation. Sep 2 2008;118(10):1011-20.
11 Yusuf S, Zhao F, Mehta SR, Chrolavicius S, Tognoni G, Fox KK. Effects of
clopidogrel in addition to aspirin in patients with acute coronary syndromes
without ST-segment elevation. N Engl J Med. Aug 16 2001;345(7):494-502.
12 Peters RJ, Mehta SR, Fox KA, et al. Effects of aspirin dose when used alone
or in combination with clopidogrel in patients with acute coronary
syndromes: observations from the Clopidogrel in Unstable angina to prevent
Recurrent Events (CURE) study. Circulation. Oct 7 2003;108(14):1682-7.
13 Schwartz GG, Olsson AG, Ezekowitz MD, Ganz P, Oliver MF, Waters D, et
al. Effects of atorvastatin on early recurrent ischemic events in acute
coronary syndromes: the MIRACL study: a randomized controlled trial.
JAMA. Apr 4 2001;285(13):1711-8.
14 Murphy SA, Cannon CP, Wiviott SD, McCabe CH, Braunwald E. Reduction
in recurrent cardiovascular events with intensive lipid-lowering statin
therapy compared with moderate lipid-lowering statin therapy after acute
coronary syndromes from the PROVE IT-TIMI 22 (Pravastatin or
Atorvastatin Evaluation and Infection Therapy-Thrombolysis In Myocardial
Infarction 22) trial. J Am Coll Cardiol. Dec 15 2009;54(25):2358-62.
15 Anderson HV, Cannon CP, Stone PH, Williams DO, McCabe CH, Knatterud
GL, et al. One-year results of the Thrombolysis in Myocardial Infarction

41

(TIMI) IIIB clinical trial. A randomized comparison of tissue-type


plasminogen activator versus placebo and early invasive versus early
conservative strategies in unstable angina and non-Q wave myocardial
infarction. J Am Coll Cardiol. Dec 1995;26(7):1643-50.
16 Boden WE, O'Rourke RA, Crawford MH, Blaustein AS, Deedwania PC,
Zoble RG. Outcomes in patients with acute non-Q-wave myocardial
infarction randomly assigned to an invasive as compared with a
conservative management strategy. Veterans Affairs Non-Q-Wave Infarction
Strategies in Hospital (VANQWISH) Trial Investigators. N Engl J Med. Jun
18 1998;338(25):1785-92.
17 Invasive compared with non-invasive treatment in unstable coronary-artery
disease: FRISC II prospective randomised multicentre study. FRagmin and
Fast Revascularisation during InStability in Coronary artery disease
Investigators. Lancet. Aug 28 1999;354(9180):708-15.

42

Anda mungkin juga menyukai