Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Jantung
2.2 Definisi Penyakit Jantung Rematik
Sebagai Menurut WHO tahun 2001, penyakit jantung rematik (PJR)
adalah cacat jantung akibat karditis rematik. PJR adalah penyakit jantung
sebagai sifat dari adanya gejala sisa (skuele) dari demam rematik (DR) yang
ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.
Definisi lain juga mengatakan PJR adalah hasil dari DR, yang
merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2 3 minggu setelah infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas
(Underwood J.C.E, 2000).
2.3 Epidemiologi
Angka kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) di
Amerika Serikat pada tahun 1996, dilaporan hampir mencapai 60 juta
penderita, dimana 1,8 juta diantaranya menderita PJR.
Insiden PJR tertinggi dilaporkan terjadi di suku Samoan di kepulauan
Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode
tahun 1980-1984. Prvalensi PJR di Euthopia (Addis Ababa) tahun
1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 15
tahun. Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan
perempuan lebih sering terkena daripada laki laki dengan
perbandingan 7:1.
DR akut dan PJR diduga hasil dari respon autoimun, namun
patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR adalah
penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5

20 tahun dii Amerika Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di


negara maju, dan tingkat kematian telah menurun menjadi hanya di
atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih
2.4
2.1 Etiologi
Hordeolum merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus dan Streptoccocus pada kelenjar sebasea kelopak mata.
Staphylococcus aureus merupakan agent infeksi pada 90-95% kasus
2.5

hordeolum.
Patofisiologi
Hordeolum

disebabkan

oleh

adanya

infeksi

dari

bakteri

Staphylococcus aureus yang akan menyebabkan inflamasi pada kelenjar


kelopak mata. Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari
kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjarkelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua
tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis. Apabila infeksi pada
kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan inflamasi supuratif dapat
menyebabkan komplikasi konjungtiva.
2.6
Gambaran Klinis
Gejala utama pada hordeolum yaitu nyeri, bengkak, dan merah. Intensitas
nyeri menandakan hebatnya pembengkakan palpebral. Gejala dan tanda yang
lain pada hordeolum yaitu: eritema, terasa panas dan tidak nyaman, sakit bila
ditekan serta ada rasa yang mengganjal.
Ada 2 stadium pada hordeolum, yaitu: stadium infiltrat yang ditandai
dengan kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan dan keluar sedikit
kotoran. Stadium supuratif yang ditandai dengan adanya benjolan yang berisi
pus.
2.7 Diagnosis
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang
muncul pada pasien dan dengan melakukan pemeriksaan mata yang

sederhana. Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit ini pemeriksaan


penunjang tidak diperlukan dalam mendiagnosis hordeolum.
2.8
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari hordeolum, yaitu: kalazion, tumor palpebra, dan
selulitis preseptal. Kalazion merupakan suatu peradangan granulomatosa
kelenjar Meibom yang tersumbat. Kalazion memberikan gejala benjolan pada
kelopak mata, tidak hiperemi, dan tidak ada nyeri tekan, serta adanya
pseudoptosis. Hal yang membedakan antara kalazion dan hordeolum adalah
pada hordeolum terdapat hiperemi palpebra dan nyeri tekan.
Selulitis preseptal merupakan infeksi umum pada kelopak mata dan
jaringan lunak periorbital yang dikarakteristikkan dengan adanya eritema pada
kelopak mata yang akut dan edema. Yang membedakan selulitis preseptal dengan
hodeolum adalah perjalanan penyakitnya, yang ditandai dengan adanya demam

yang diikuti oleh pembengkakan.


Tumor palpebra merupakan suatu pertumbuhan sel yang abnormal pada
kelopak mata. Adapun gejala yang membedakan antara tumor palpebra
dengan hordeolum adalah tidak adanya tanda-tanda peradangan seperti
hiperemi dan hangat. Tumor palpebra harus ditegakkan diagnosisnya dengan
pemeriksaan biopsy.
2.9 Penatalaksanaan
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7
hari. Penatalaksaan pada hordeolum dilakukan dengan terapi medikamentosa
pada stadium infiltrate dan pembedahan untuk fase supuratif atau tidak
sembuh dengan menggunakan terapi medikamentosa.
Dapat dilakukan dengan memberikan kompres hangat 4-6 kali sehari
selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase, kemudian bersihkan
kelopak mata dengan air hangat. menghindari menekan atau menusuk
hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih serius. Menghindari
pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab
infeksi, menghindari memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi
ke kornea.

Terapi dengan menggunakan antibiotika topikal diindikasikan bila dengan


kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila proses
peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
Pengobatan medikamentosa bisa diberikan Gentamicin 0,3%, Neomicin,
Polinyxin B, Cloramphenicol, Dibacin, dan Fucidic acid. Antibiotik sistemik
diberikan seperti Ampicilin atau Eritromicin bila terdapat tanda-tanda
bakterimia atau terdapat tanda pembesaran kelenjar limfe di preauricular.
Analgetika seperti asam mefenamat atau paracetamol dapat juga diberikan.
Pembedahan dilakukan apabila dengan terapi medikamentosa tidak
berespon dengan baik dan hordeolum tersebut sudah masuk dalam stadium
supuratif, maka prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat drainase
pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi
topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan
prokain atau lidokain di daerah hordeolum. Hordeolum internum dibuat insisi
pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus (vertikal) pada margo palpebral dan
pada hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar (horizontal) dengan
margopalpebra.
2.10
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hordeolum adalah selulitis
palpebral yang merupakan radang jaringan ikat longgar palpebral di depan
septum orbita, serta abses palpebral.
2.11
Prognosis
Walaupun hordeolum tidak berbahaya dan komplikasinya sangat
jarang, tetapi hordeolum sangat mudah kambuh. Hordeolum biasanya sembuh
sendiri atau pecah dalam beberapa hari sampai minggu. Dengan pengobatan
yang baik hordeolum cenderung sembuh dengan cepat dan tanpa komplikasi.
Prognosis baik apabila hordeolum tidak ditekan atau ditusuk karena infeksi
dapat menyebar ke jaringan sekitar.

BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Luh Nyoman Nayra Deswitha P. BG
Umur
: 4 Tahun
Alamat
: Banjar Blumbang
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan
:Agama
: Hindu
Suku Bangsa : Bali, Indonesia
2. Anamnesa
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sebelumnya

: Benjolan dikelopak mata kiri bawah.


: Benjolan sudah dirasakan sejak satu bulan
yang lalu dan telah diberikan pengobatan

Riwayat Penyakit Terdahulu

menggunakan obat tetes mata.


: Dari hasil allowanamnesa pasien sebelumnya

Riwayat Sosial

pernah mengalami hal seperti ini.


: di teman sekitarnya terdapat penyakit yang

serupa.
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat Badan
: 14,5 Kg
Tinggi Badan:
: 90 Cm
Suhu
: 36,5 C
Nadi
: 65 Kali/menit
Respirasi Rate
: 16 Kali/menit
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
4. Pemeriksaan Fisik Khusus / Status Oftamologi
NO
1
2
3
4

PEMERIKSAAN

OKULI

Visus

DEKSTRA (OD) SINISTRA (OS)


Following object Following object

Refraksi/Pin Hole
Supra Cilia
Madarosis
Sikatriks
Palpebra superior
Edema
Hiperemis
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Palpebra Inperior
Edema
Hiperemis
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
PungtumLakrimalis
Sumbatan
Hiperemis
Benjolan
KonjungtivaPalpebra Superior
Sekret Mata

OKULI

(+)
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

(+)
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada

Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada

Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

10
11

12

13

14

Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
Lain lain
Konjungtiva Palpebra Inferior
Sekret Mata
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
Lain lain
Konjungtiva Bulbi
Kemosis
Hiperemis
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah
Konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Sklera
Arkussenilis
Lain lain
Kornea
Sikatriks
Infiltrat
Ulkus
Keratikpresifitat
Bilik Mata Depan
Kedalaman
Hypema
Hipopion
Iris/Pupil
Bentuk
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Lensa
Subluksasi

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Dislokasi
Tes Bayangan Iris

Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada

Pemeriksaan Lokal
OD
Following Object (+)
Visus
Edema (+), Massa (+) dan Palpebra

OS
Following Object (+)
Edema (+), Massa (+) dan

Hiperemis (+)
Tenang
Normal
Jenih
Dalam
Normal
RP (+) Bulat ditengah
Jernih
-

Hiperemis (+)
Tenang
Normal
Jernih
Dalam
Normal
RP (+) Bulat ditengah
Jernih
-

5.

6.

7.

Konjungtiva
Sklera
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
Refleks Fundus
TIO

Diagnosis Banding
Kalazion
Blefaritis
Tumor Palpebra
Diagnosis Kerja
Hordeola
Usulan Pemeriksaan

8.

9.

Usulan Terapi
Kompres hangat
Cendo Xitrol dosis 4 x 1 tetes mata
Cendo Genta 0,3% dosis 3 x 1 tetes mata
Cefrodoxil sirup dosis 2 x 1 sendok teh
Prognosis
Baik

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus
Pasien perempuan berumur 4 tahun datang bersama kedua orang tuanya
dengan keluhan utama ada benjolan dikelopak mata bawah sejak 1 bulan yang lalu,
sebelumnya pasien pernah berobat di dokter umum dan diberikan obat tetes mata.
Karena benjolan tersebut tidak mengalami perbaikan dan ditambah adanya benjolan
baru di kelopak mata atas, kedua orang tua membawa putrinya untuk berobat di
rumah sakit umum bangli. Untuk menegakkan diagnosis pada pasien tersebut, kita
dapat menggunakan anamnesa dan pemeriksaan ofthamologi. Dari hasil anamnesa,
didapatkan data berupa adanya benjolan pada kelopak mata kiri bawah. Benjolan ini
pada awalnya kecil berwarna kemerahan disertai bengkak pada kelopak mata kiri.
Benjolan ini kemudian semakin membesar dan nyeri saat disentuh. Keadaan ini

sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa hordeolum awalnya hanya berupa benjolan
kecil yang berwarna kemerahan yang semakin lama semakin membesar disertai nyeri.
Benjolan ini menjadi besar dan mengalami reaksi radang akibat infeksi kuman
stafilokokus atau streptokokus pada kelenjar Meibom.
Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya edema dan hiperemi pada
palpebra inferior okulus sinistra dan okulus dextra. Benjolan menonjol ke arah kulit
konjungtiva tarsal tanpa pergerakan kulit. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa hordeolum internum merupakan infeksi pada kelenjar Meibom
sehingga bertumbuh ke arah konjungtiva tarsal dan tidak ikut bergerak dengan
pergerakan kulit.
Pada palpebral superior okulus sinistra didapatkan juga benjolan yang menonjol
ke arah kelopak mata. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa hordeolum eksterna
atau radang kelenjar zeis atau moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah
kulit kelopak. Pada hordeolum eksterna nanah dapat keluar dari pangkal rambut.
Penanganan pada pasien yaitu dengan kompres hangat yang dilakukan tiga kali
sehari selama sepuluh menit yang dilanjutkan dengan pemberian antibiotik lokal
berupa obat salep mata gentamycin 3 kali sehari, pemberian kortikosteroid tetes mata
xitrol enam kali sehari serta pemberian obat sistemik berupa cafadroxil sirup yang
diminum dua kali sehari. Maksud pemberian kompres hangat yaitu untuk
mempercepat proses peradangan kelenjar. Sedangkan pemberian antibiotika sistemik
dan topikal adalah untuk mengobati infeksi akibat kuman stafilokokus atau
streptokokus. Pemberian obat kortikosteroid dimaksudkan untuk mengobati

10

peradangan yang terjadi akibat kuman stafilokokus atau streptokokus. Apabila dengan
terapi konservatif tidak ada perbaikan atau nanah tidak dapat keluar maka dapat
dilakukan tindakan operatif berupa insisi untuk mengeluarkan nanah pada benjolan,
diteruskan kuretase seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya.
Prognosis pada pasien ini adalah baik, asalkan kebersihan daerah mata tetap
dijaga dan dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.
Pada penderita juga dianjurkan untuk menghindari terlalu banyak menyentuh daerah
yang sakit dan menjaga kebersihan daerah mata untuk mempercepat penyembuhan
penyakit dan mencegah terjadinya infeksi sekunder. Apabila tindakan konservatif
tidak berhasil pasien dianjurkan kembali untuk melakukan tindakan operatif.

BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu ditemukan adanya benjolan pada
kelopak mata kiri atas sejak 1 bulan yang lalu, juga ditemukan adanya edema,
hiperemi, dan nyeri pada pemeriksaan oftalmologi. Dengan adanya tanda-tanda
demikian maka dapat ditegakkan diagnosis yaitu hordeola.
Demikian telah dilaporkan suatu kasus dengan diagnosis hordeolum internaum
palpebra inferior okulus sinistra yang mencakup diagnosis, pemeriksaan oftalmologis,
penanganan dan prognosisnya.

11

Daftar Pustaka
Ilyas, Sidarta. Yulianti, Sri Rahayu. 2013. Ilmu Penyakit Mata, Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
Mailangkay, H. H. B. 2010. Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Penerbit Sagung Seto. Jakarta.
Medicalmininote. 2016. Ophthalmology. Medical Mini Note; Makassar.
Riordan, Paul. Whitcher, Jhon P. 2010. Oftamologi Umum. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta.

12

13

Anda mungkin juga menyukai