HIPERTENSI
HIPERTENSI
OLEH:
NAMA
NIM
KELAS
HARI
: RAHMA WATI
: 163202104
:B
: SELASA
HIPERTENSI
1.
Pengetian
Hipertensi
dikenal
secara
luas
sebagai
penyakit
kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.1
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal
maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap
tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang
(Bakti Husada, 2006).
Pengertian hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Palmer,
2007). Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan
darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten.
Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai
darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Palmer, 2007).
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena
alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa
disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,
otak ataupun ginjal.
Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan
sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan
darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna.
Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey
(NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi
mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang
diinginkan dibawah 140/90 mmHg.3 Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan
kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya
menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih
besar.
2.
Jenis Hipertensi
Jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (Palmer, 2007):
1. Hipertensi esensial (primer) --- Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus
tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan
Penyebab hipertensi
Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama
yang esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor resiko terkena darah
tinggi, misalnya kelebihan berat badan, kurang berolahraga, mengkonsumsi
makanan berkadar garam tinggi, kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar
dan terlalu banyak minum alkohol
5.
Gejala Klinis
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
Hipertensi
Merokok
Obesitas (BMI 30)
Immobilitas
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55
tahun atau perempuan < 65 tahun)
Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan
berat badan ideal
b.
c.
Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan
tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d.
e.
Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f.
buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak
jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara
teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging,
berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana
yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit
kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan
dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok. .
Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan tekanan darah, range
1. Diuretik
Obat-obat yang bekerja menurunkan tekanan darah dengan mengeluarkan
natrium tubuh dan mengurangi volume darah. Akibat dari penggunaan obat
diuretik adalah keletihan atau kejang (kram) karena kehilangan kalium, impotensi
dan kemungkinan juga timbul serangan penyakit gout (asam urat), yaitu suatu
kelainan metabolik yang dirasakan seperti rematik atau encok persendian karena
meningkatnya
sebagai obat
antihipertensi pilihan utama dan seyogyanya digunakan sebagai terapi awal bagi
kebanyakan penderita tekanan
demikian, karena risiko bradikardinya, harus hati-hati bila digunakan bersamasama beta bloker.
4. Penghambat adrenergik
Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari
pasca ganglion saraf adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya dibagi menjadi dua,
yaitu: antagonis adrenoreseptor meliputi alfa blocker contohnya prazosin dan
labetolol, beta blocker contohnya propanolol dan alprenolol. Penghambat saraf
adrenergik yaitu reserpin dan klonidin.
5. Vasodilator
Obat yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos vaskular
sehingga mendilatasi pembuluh darah resisten, contohnya hidralazin dan
nifedipin.
Tujuan pengobatan secara keseluruhan adalah menurunkan tekanan darah
serendah mungkin dengan efek samping yang minimal, mengembalikan segala
ketidaknormalan yang terkait dengan hipertensi, memperpanjang masa hidup dan
memelihara mutu kehidupan penderita, sehingga obat harus diketahui untuk
menentukan dan menyesuaikan aturan dosis obat terpilih (Katzung, 1995)
Pedoman terapi JNC VII
Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi
untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua
dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis
lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10
mmHg di atas target, dapat dipertimbangkan untuk terapi dengan dua obat.
MALARIA
Malaria merupakan penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah dan
ditangani apabila intervensi terkini yang direkomendasikan telah sepenuhnya
diterapkan mulai dari kontrol terhadap vektor sampai penanganan dengan obat
antimalaria yang sesuai (WHO, 2012). Malaria sendiri masih merupakan salah
tahun
mencanangkan
2009
Departemen
Kesehatan
(Depkes)
RI
telah
DIAGNOSIS MALARIA
Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan malaria
berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis
ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan
dengan pemeriksaan SD secara mikroskopis atau RDT.
A. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
B. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera (mata) ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali) Pedoman Manajemen Malaria 28
C.
Pemeriksaan laboratorium
1)
MALARIA BERAT
Jika ditemukan P.falciparum atau P.vivax stadium aseksual atau RDT positif
ditambah satu atau beberapa keadaan di bawah ini:
a. Gangguan kesadaran atau koma
b. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan tanpa bantuan)
c. Tidak bisa makan dan minum
d. Kejang berulang lebih dari dua episode dalam 24 jam
e. Sesak napas, Respiratory Distress ( pernafasan asidosis)
f. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: < 50
mmHg)
g. Ikterus disertai adanya disfungsi organ vital
h. Black Water Fever
i. Perdarahan spontan
j. Edema Paru (secara radiologi)
PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI
Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan
ACT (Artemisinin based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini untuk
meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi
diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau
Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
ATAU
ATAU
Dosis obat :
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb
Artesunat = 4 mg/kgbb.
Catatan :
a.
b.
Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan
c.
Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal
d.
ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 dan Primakuin tidak
boleh diberikan pada ibu hamil.
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat
harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan
artemeter intramuskular dosis awal (3,2mg/kgbb).
B. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau RS
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan artemeter intramuskular atau kina drip.
Bila kasus sudah dapat minum obat (per-oral), setelah pemberian Artesunat
intravena atau artemeter intramuskular atau kina drip maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen DHP + primakuin selama 3 hari atau Artesunat +
Amodiakuin + primakuin selama 3 hari.
Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat
ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/artemeter
intramuskular dan pada ibu hamil trimester pertama. Dikemas dalam bentuk
ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg/ 2 ml. Setelah
pemberian kina drip maka pengobatan dilanjutkan dengan kina tablet per-oral
dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama
doksisiklin, atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil.
Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama. Catatan
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
- Dosis kina maksimum untuk dewasa: 2.000 mg/hari.
C. Pengobatan Malaria berat pada ibu hamil
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan kina
HCl drip intravena pada trimester pertama dan artesunat/artemeter injeksi untuk
trimester 2 dan 3.
diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita defisiensi G-6PD. Efek samping
yang pernah dilaporkan yaitu gangguan saluran pencernaan (mual, muntah dan
sakit
perut),
gangguan
sistem
hemopoietik
(anemia,
leukopenia,
dan
methemoglobinemia). Sampai saat ini belum ada cara dan penelitian untuk
mengetahui Plasmodium resisten terhadap primakuin.1
1.2 Blood Schizontocide (Skizontosida Darah)
Obat ini paling banyak digunakan untuk malaria, obat ini bekerja pada
stadium eritrositik, tidak hanya pada skizon tetapi juga stadium aseksual yang lain
seperti bentuk cincin, trofozoit stadium lanjut. Contoh obat ini yaitu :
1.2.1 Klorokuin
Penggunaannya cukup luas karena efektif, murah dan aman, hanya saja
kasus resistensi terhadap klorokuin telah dilaporkan terjadi hampir diseluruh
dunia, khususnya di Asia tenggara termasuk Indonesia. Bahkan di Thailand,
resistensi terhadap klorokuin telah mencapai 100%, sehingga tidak efektif lagi.1,2
Efek samping klorokuin yang pernah dilaporkan yaitu pusing, vertigo,
pandangan kabur, mual, muntah, sakit perut, dan pruritus. Keracunan dapat terjadi
pada anak-anak karena kecelakaan (tertelan) dan pada orang dewasa pada
percobaan bunuh diri, gangguan yang terjadi dapat merupakan gangguan
neurologis (kelemahan otot, pusing, kejang-kejang, dll), saluran pencernaan
(mual, muntah, dan diare), saluran nafas (nafas pendek dan dangkal, pernafasan
lumpuh), kardiovaskular (hipotensi, blokade atrioventrikular, aritmia dan jantung
lumpuh).
1.2.2 Sulfadoksin-Pirimetamin
Mulai dipakai sebagai obat alternatif sejak tahun 1990 dengan angka
kesembuhan 90%. Tetapi timbulnya resistensi terhadap pirimetamin dan
kombinasinya telah dilaporkan sejak tahun 1975 dan ada kecenderungan
meningkat. Di Thailand, pemakaian fansidar sudah dihentikan, dan sejak tahun
1985 digunakan obat kombinasi lain yaitu MSP (Meflokuin-SulfadoksinPirimetamin).
Obat ini tidak diberikan untuk bayi. Efek samping yang pernah dilaporkan
yaitu timbul bercak kulit kemerahan disertai rasa gatal, dan sindroma steven
jhonson.
1.2.3 Kuinin atau kina
Obat ini masih merupakan obat yang efektif bagi malaria, meskipun
sempat bergeser penggunaannya oleh pemakaian klorokuin. Sejak meningkatnya
angka resistensi terhadap klorokuin hampir diseluruh bagian dunia, maka seja
tahun 1960 kuinin mulai dipertimbangkan lagi penggunaannya dan ternyata masih
tetap unggul sampai sekarang. Kombinasi kuinin dengan tetrasiklin dipakai
sebagai terapi standard terhadap P.falciparum yang resisten bahkan dapat
meningkatkan angka kesembuhan dari 75% menjadi lebih dari 95%.1,2 Pada
pengobatan kina parenteral dapat terjadi hipoglikemia, dan efek samping lain yang
sering dilaporkan yaitu pusing, tinnitus, dan mual.
1.2.4 Kuinidin
Kuinidin adalah obat jantung yang diperkenalkan sebagai pengganti
kuinin. Efek antimalaria kuinidin lebih kuat dibandingkan dengan kuinin untuk
malaria falsiparum. Berdasarkan penelitian di Bangkok Hospital for Tropical
Disease pada tahun 1982, angka kesembuhan kuinidin untuk malaria bisa
mencapai 100%. Walaupun demikian penggunaan kuinin tidak terlampau luas
karena efek sampingnya terhadap sistem kardiovaskular.
1.2.5 Meflokuin
Obat ini mulai diperkenalkan tahun 1980-an. Dengan dosis 15mg/kgBB
dosis tunggal oral tingkat kesembuhannya mencapai 95%. Tetap pada tahun 1982
telah ada laporan timbulnya resistensi terhadap obat ini. Kombinasi dengan
sulfadoksin-pirimetamin (MSP) telah dicoba untuk mengatasi keadaan ini.
Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan upaya antisipasi timbulnya resistensi
terhadap berbagai macam obat.1,2 Efek samping yang pernah dilaporkan yaitu
gangguan neuropsikiatri (cemas, halusinasi, sulit tidur, psikosis, ensefalopati, dan
kejang-kejang), pusing, mual, muntah, sakit perut, diare, dan gangguan
kardiovaskular (bradikardia dan sinus aritmia).
1.3 Gametocide (Gametosit)
Primakuin adalah contoh obat yang membunuh stadium seksual gametosit
dalam darah manusia terutama terhadap P. falciparum.
1.4 Sporontosida (Sporontocide)
Primakuin, proguanil, dan pirimetamin dikenal sebagai obat yang dapat
menghambat pertumbuhan parasit dalam tubuh nyamuk. Bila diberikan kepada
Gametocyte carrier akan mencegah terjadinya penularan.
1.5 Anti Relaps
Primakuin digunakan untuk mencegah relaps/rekurensi pada infeksi P.
Vivax dan P. Ovale, biasanya diberikan setelah pemberian obat skozontosida
darah.
1.6 Obat-obat antimalaria baru
1.6.1 Halofantrin
Obat baru untuk stadium aseksual pada malaria falsiparum yang resisten
terhadap berbagai macam obat (multidrug resistance). Obat ini tidak mempunyai
efek terhadap stadium hipnozoit maupun gametosit.1,2 obat ini tidak diberikan
pada anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, ibu hamil dan menyusui. Obat
ini dapat membentuk kompleks dengan feriprotoporfirin IX yang terbentuk waktu
plasmodium mencerna hemoglobin, sehingga kompleks yang terbentuk bersifat
toksik dan dapat mematikan schizont. Efek samping yang pernah dilaporkan yaitu
gangguan saluran pencernaan (mual, sakit perut, dan diare), pruritus, bercak
merah
pada
kulit,
disritmia
ventrikuler,
kejang-kejang,
dan
hemolisis
intravaskuler.
1.6.2 Derivat Artemisin (Artesunat, Artemeter, dan Dihidroartemisinin)
1.6.2.1 Artesunat
Merupakan obat dari golongan sequiterpenelactone, hasil ekstraksi
tumbuhan dari China yaitu Qing-Hao-Su. Obat ini sangat efektif terhadap stadium
aseksual P. falciparum yang resisten terhadap berbagai macam obat, juga P.vivax.
Obat ini juga mengurangi parasit 95% dalam 24 jam, tetapi tidak dapat membunuh
hipnozoit dan hanya sedikit berpengaruh terhadap gametosit. Pemberian harus
dilakukan dengan dosis awal yang lebih tinggi dari dosis berikutnya.
1.6.2.2 Artemeter
Dari hasil uji pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di daerah
resisten klorokuin (Irian Jaya), artemeter 450mg/5 ahri per oral menunjukkkan
efikasi yang baik dan aman. Demikian pula hasil uji coba pengobatan malaria
berat atau dengan komplikasi di daerah yang resisten multidrug (Kalimatan
Timur) menunjukkan hasil yang cukup baik dan aman. Efek samping yang pernah
dilaporkan yaitu gangguan saluran cerna, demam, dan retikulositemia.
1.6.2.3 Dihidroartemisin
Obat ini belum pernah di uji coba di indonesia. Di Cina, uji pengobatan
malaria dengan dosis 248 mg/3 hari, 360 mg/ 5 hari, dan 480 mg/ 7 hari
menunjukkan efikasi yang baik pada kelompok yang diobati dengan dosis 360
mg/5 hari dan 480 mg/7 hari. Efek samping yang pernah ditimbulkan yaitu bercak
merah di kulit dan retikulositemia.
1.6.3 Atovakon
Obat ini bekerja sebagai skizontocid, namun obat ini memiliki mekanisme
kerja yang berbeda dengan obat antimalaria skizontocid lainnya, sehingga
diperkirakan tidak terjadi resistensi silang dengan obat-bat tersebut. Atovakon
bekerja dengan mengganggu pembentukan asam nukleat parasit. Pada penelitian
in-vitro ditemukan ada interaksi antagonis dengan obat antimalaria golongan
kuinolon (klorokuin, kina, meflokuin), halofantrin, dan artesunik acid; sedangkan
dengan tetrasiklin, dan proguanil berinteraksi sinergistik. Apabila obat ini
digunakan tanpa kombinasi ternyata kurang efektif karena lebih dari 30% akan
berkembang menjadi kasus rekrudesen.
REFERENSI