Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
L
DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO
Disusun Oleh:
Dita Amanda Sakti
P07120111008
Feri Suhindra
Fery Agustina
P07120111015
P07120111016
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
P07120111008
Feri Suhindra
Fery Agustina
P07120111015
P07120111016
Pembimbing Klinik
Ambarwati, S.Kep.Ns
Pembimbing Akademik
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Lupus adalah nama latin untuk srigala, dan dikenal luas dalam ilmu
kedokteran bahwa ruam kupu-kupu yang dilihat di pipi sebagai penderita lupus serupa
dengan wajah srigala sehingga disebut lupus-erythematosus kali pertama untuk
menyebut kelainan kulit oleh orang Prancis, (Pierre Cazenave, 1851). SLE (Systemisc
Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan antibodi
yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di tubuh, tetapi
dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ tubuh sendiri
(Djauzi, 2009).
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau
imflamasi multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system
imun (Albar, 2003). Secara sederhana, lupus erythemetosus terjadi karena tubuh
menjadi alergi terhadap dirinya sendiri. Dalam istilah immunologi dapat dikatakan, lupus
adalah kebalikan apa yang terjadi kanker maupun AIDS. Pada Lupus, tubuh melakukan
reaksi yang berlebihan terhadap stimulus asing dan memproduksi banyak antibodi atau
protein-protein yang melawan jaringan tubuh sendiri. Karena itu, lupus disebut dengan
penyakit autoimun (auto berarti dengan sendirinya) (Wallace, 2007).
B. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus
Yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang
menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas
eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini
timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di
bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2. Systemics Lupus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap
dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid
dapat
menyebabkan
kerusakan
jaringan
(Albar,
2003)
melalui
mekanime
3. Drug-Induced
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat,
obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk
berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000). Gejala-gejalanya biasanya menghilang
setelah pemakaian obat dihentikan.
Tabel I.1 Obat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2000).
Definitely *tinggi*
Hidralazin
Possible *sedang*
Antikonvulsan
Prokainamid
Metimazol
Isoniazid
Penisilinamin
Klorpromazin
Sulfasalazin
Metildopa
Sulfonamid
Fenitoin
Nitrofurantoin
Kaptropil
Simetidin
Unlikely *rendah*
Propitiourasil
Lisinopril
Enalapril
C. Etiologi
Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik
(24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama
HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi
pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gengen yang
mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) .
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah
struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di
daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat
diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA
DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh
sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini
direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi
antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam amino L-cannavine
dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE
(Delafuente, 2002). Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan
pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral
sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE
(Herfindal et al., 2000).
D. Tanda Gejala
Tanda dan gejala umum dari penyakit lupus antara lain:
1. Demam
2. Lelah
3. Merasa tidak enak badan
4. Penurunan berat badan
5. Ruam kulit
6. Ruam kupu-kupu
7. Ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
8. Sensitif terhadap sinar matahari
9. Pembengkakan dan nyeri persendian
10. Pembengkakan kelenjar
11. Nyeri otot
12. Mual dan muntah
13. Nyeri dada pleuritik
14. Kejang
15. Psikosa.
16. Hematuria (air kemih mengandung darah)
17. Batuk darah
18. Mimisan
19. Gangguan menelan
20. Bercak kulit
21. Bintik merah di kulit
22. Perubahan warna jari tangan bila ditekan
23. Mati rasa dan kesemutan
24. Luka di mulut
25. Kerontokan rambut
26. Nyeri perut
27. Gangguan penglihatan. (Albar, 2003)
E. Patofisiologi
Penyakit
SLE terjadi
akibat
terganggunya
regulasi kekebalan
yang
dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan dengan jaringan target,
disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan sel darah yang
berikatan dengan Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan
pelepasan kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif, dan enzim perusak.
Pada SLE, sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada SLE
adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel
nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali
sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam autoantibodi pada penderita SLE.
Kerusakan organ disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan
komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk 4 istamin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan memudahkan
mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini akan terdeposit pada
organ sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada organ tersebut.
Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan
memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan
manifestasi klinis SLE tergantung dari organ mana yang terkena. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali. (Djauzi, 2009).
F. Manifestasi Klinis
Penyakit SLE menyerang banyak sistem dari tubuh, sehingga kemunculan
dan perjalanan penyakitnya bervariasi. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda
antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda.
Secara umum, manifestasi klinis penyakit SLE dapat dibedakan menjadi
manifestasi umum dan manifestasi khusus sesuai dengan organ targetnya. Manifestasi
SLE adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi Umum
a. Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE.
b. Demam pada SLE dapat mencapai > 40oC tanpa leukositosis. Demam pada
penyakit ini biasanya tidak disertai dengan menggigil.
c. Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat demam dan menurunnya nafsu
makan.
d. Gejala konstitusional lain yang sering dijumpai pada penyakit SLE, yang timbul
sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya antara lain adalah rambut
rontok, mual muntah dan hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah
bening, bengkak dan sakit kepala.
Jika ditemukan trias demam, nyeri sendi dan rash pada wanita usia subur, harus
dipikirkan kemungkinan terjadinya SLE. Ini karena, ketiga gejala ini merupakan
manifestasi klinis yang paling sering pada penderita SLE.
2. Manifestasi Khusus
a. Manifestasi Muskuloskeletal
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang
panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
b. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh
sinar matahari.
c. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam
selsel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal
yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
d. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa
terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.
Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
e. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
f.
perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat dari keadaan tersebut.
g. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.
h. Manifestasi Gastrointestinal
Mual, seringkali dengan muntah, dan diare dapat menjadi manifestasi dari suatu
serangan SLE, seperti nyeri abdominal difus yang disebabkan oleh peritonitis
autoimun.
i.
Manifestasi Okuler
Sindrom Sicca atau Sindrom Sjgren dan konjungtivitis nonspesifik umum terjadi
pada SLE namun jarang membahayakan penglihatan. Berbeda dengan vaskulitis
retinal dan neuritis optik yang merupakan manifestasi berat. Kebutaan dapat
terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Manifestasi okuler pada SLE
disebabkan oleh pelbagai mekanisme. Antaranya adalah deposit kompleks imun,
vaskulitis dan thrombosis. Antibodi anti fosfolipid dapat menyebabkan penyakit
vasooklusif pada retina. Gambaran kelainan mata yang dapat ditemukan antara
lain adalah pada:
1) Palpebra : Kelainan palpebra inferior dapat merupakan bagian dari erupsi
kulit yang tak jarang mengenai pipi dan hidung.
2) Konjungtiva : Sindroma mata kering (konjungtivitis Sicca) dan konjungtivitis
nonspesifik umum terjadi pada SLE namun jarang membahayakan
penglihatan. Pada permulaannya konjungtiva menunjukkan sedikit sekret
yang mukoid disusul dengan hiperemia yang intensif dan edema membran
mukosa. Reaksi ini dapat lokal atau difus. Reaksi konjungtiva yang berat
dapat menyebabkan pengerutan konjungtiva.
3) Sklera : Pada sklera dapat ditemukan skleritis anterior yang difus atau
noduler yang makin lama makin sering kambuh dan setiap kali kambuh
keadaan bertambah berat. Dengan bekembangnya penyakit, skleritis berubah
menjadi skleritis nekrotik yang melanjut dari tempat lesi semula ke segala
jurusan sampai dihentikan dengan pengobatan.
4) Uvea : Terjadi kelainan akibat radang sklera. Jarang menimbulkan sinekia.
5) Retina : Dapat menimbulkan retinopati pada kira-kira 25% penderita.
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh
proses peradangan. Keterlibatan retina pada SLE merupakan manifestasi
terbanyak kedua setelah keratokonjungtivitis sicca. Penderita retinopati SLE
memiliki penyakit sistemik yang aktif dan penurunan angka kesembuhan
yang signifikan. Oleh karena itu, monitoring ketat dan pengobatan yang
aggresif pada pasien-pasien dengan retinopati SLE sangatlah penting.
Keluhan nyeri pada mata atau gangguan penglihatan pada pasien SLE
memerlukan tindakan yang segera dan specialistik (Djauzi, 2009).
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat penyakitnya
sendiri ataukomplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit SLE sendiri yang
paling seringterjadi adalah infeksi sekunder karena system immune penderita yang
immunocompromised.Selain itu, sering juga terjadi komplikasi penyakit aterosklerosis
akibat peningkatanantiphospholidip antibody. Komplikasi akibat pengobatan SLE adalah
infeksi oportunistik akibat terapiimunosupresan jangka panjang, osteonekrosis, dan
penyakit aterosklerosis dan infark miokardprematur
Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :
1. Serangan pada Ginjal
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau Miocarditis
f.
Gagal jantung
Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an:
a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif
terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus
lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut
berbentuk koin.
b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area
yang luas di bagian tubuh
c. Lesi non spesifik
d. Rambut rontok (alopecia)
e. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung
jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok
f.
a. ANA test = Anti Nuclear Antibody test. Nuclear adalah inti sel (nukleus). Antibodi
adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel kekebalan tubuh kita (limfosit) untuk
memerangi kuman-kuman yang menyerang kita. Nah, pada Lupus, antibodi ini
justru menyerang sel-sel kita sendiri terutama inti dan struktur di dalam inti.
Antibodi jahat ini secara umum dinamakan sebagai autoantibodi. Jadi, ANA
adalah autoantibodi yang menyerang inti sel kita. ANA test termasuk dalam salah
satu kriteria penting untuk mendiagnosa lupus. ANA test positif tidak selalu
terkena lupus. Karena ANA test positif bisa terjadi pada beberapa penyakit lain.
b. AntidsDNA = anti double stranded DNA. DNA (deoxyribonucleic acid) adalah
pembentuk gen kita, yang tersusun dalam rantai ganda (double stranded/ double
helix). Gen ada di dalam inti sel kita. Jadi antidsDNA ini merupakan bagian dari
ANA, yang menyerang DNA. AntidsDNA ini cukup spesifik untuk Lupus. Artinya,
pada penyakit lain, jarang didapatkan.
c. Antibodi terhadap DNA, antibodi terhadap DNA (Anti ds-DNA) dapat digolongkan
dalam antibodi yang reaktif terhadap DNA natif ( double stranded-DNA). Anti dsDNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada 73% SLE dan mempunyai
arti diagnostik dan prognostik.
d. Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal ditemukan 4 kriteria
yang positif. Inilah kesebelas item kriteria itu:
1) Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash). Kulit pada kedua
pipi dan batang hidung menjadi berwarna kemerahan, kalau menyembuh
akan berwarna gelap. Jika dilihat, bentuknya seperti kupu-kupu. Ruam ini
menjadi signature sign dari Lupus, meskipun tidak selalu terdapat pada
semua penyandang Lupus.
2) Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan, kalau menyembuh
akan berwarna kehitaman.
3) Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti sariawan, yang berulang
di mulut, kadang juga di lidah.
4) Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka terhadap cahaya
matahari, atau lebih spesifik lagi sinar ultra violet. Kalau terkena sinar, maka
kulit penyandang Lupus akan menjadi kemerahan, dan bahkan gejala
Lupusnya bisa kambuh atau memberat.
5) Radang sendi (arthritis). Sendi-sendi akan terasa nyeri, bahkan kemerahan
dan kadang juga bengkak.
6) Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal atau infeksi ginjal,
melainkan keradangan ginjal. Lebih tepatnya lagi keradangan pada filter
ginjal (glomerulus). Gangguan ini mudah diperiksa dengan pemeriksaan urin
lengkap pada saat tidak mens. Disini akan didapatkan protein dan sel darah
merah pada urin yang normalnya tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah
yang sangat sedikit.
Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan
gejala.
1. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala ringan:
a. NSAID : untuk mengatasi gejala reumatik, radang selaput dada dan radang
lainnya
b. Krim kortikosteroid : untuk mengatasi gejala ruam pada kulit
c. Obat anti malaria (hydroxychloroquine) : untuk mengatasi gejala di kulit dan
artritis
d. Pembatasan diet
1) Rendah garam
2) Tinggi asam folat : Alpukat, daging, kuning telur
3) Omega 3 : minyak ikan, ikan tuna, salmon
4) Cukup kalsium : susu, keju, bayam, brokoli
5) Rendah lemak : hindari gorengan, jeroan, daging berlemak tinggi, santan
2. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala berat
a. Glukokortikoid sistemik
b. Sitotoksik imunosupresif
Contoh obat: Cyclophosphamide
i. Mychophenolate Mofetil
ii. Azathioprine
3. Pendidikan Kesehatan
a. Penjelasan tentang lupus dan etiologinya
b. Klasifikasi dan gejalanya masing-masing
c. Masalah fisik
d. Masalah psikis
e. Pemakaian obat dan efek samping
f.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Hari, tanggal
Jam
Tempat
Oleh
Sumber data
Metode pengumpulan data
1. Identitas Klien
Nama
: An.L
Tempat, tanggal lahir :Bantul, 15 April 2010
Umur
: 3 tahun 4 bulan 20 hari
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 5 September 2013
Dx Medis
: Systemic Lupus Eritematosus
Alamat
:Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
No.RM
: 1.55.96.04
Identitas Penanggung jawab
Nama
:Tn.N
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Hub.dengan pasien : Ayah kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas beraktivitas karena
nyeri di persendian
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS terdapat
nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak belum terlalu pucat,
tidak mau makan minum demam dan batuk pilek menetap. 4 hari SMRS anak
demam tinggi, suhu tidak diukur, tidak dapat berjalan, muncul bercak merah
dari perut hingga tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam nglemeng,
batuk pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Antenatal
Selama kehamilan ibu klien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia 6-7 bulan
plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah darah dan vitamin
selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan.
b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB 49 cm di
PKU Bantul. Anak tidak langsung menangis, diberikan resusitasi tahap awal.
c. Postnatal
Tidak ada trauma lahir, imunisasi lengkap di bidan
d. Penyakit yang pernah diderita
Klien menderita kekurangan zat kapur di usia 6 bulan, ISK diusia 8 bulan, flek/
TB paru di usia < 1 tahun.
e. Riwayat Hospitalisasi
Klien sebelumnya pernah dirawat di PKU Bantul dengan ISK
f. Riwayat Injury
Klien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan
g. Riwayat Alergi
Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat dan
makanan
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar :
Hepatitis
: 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan)
BCG
: 1 kali (2 minggu)
DPT
: 3 kali
Polio
: 3 kali
Campak
: 1 kali
i. Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan ISK usia 8 bulan, terapi pijat dan ekstra zat kapur usia 6
bulan, TB paru usia <1 tahun.
4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Personal sosial
Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka ditinggal
sendiri
b. Motorik halus
Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-coret pada
usia 1,5 tahun. Saat ini klien senang bermain boneka dan menyusun lego
c. Motorik kasar
Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi
d. Bahasa
Anak dapat mengucapkan 1-3 kata namun tidak membentuk kalimat.
5. Riwayat Keluarga
a. Status ekonomi
Status ekonomi keluarga
Ayah Tn. N 37 th
Klien An.L3 th
: meninggal
: perempuan
: laki-laki
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal serumah
: 88 cm
: Baik
LK : 45 cm
Jantung
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis normal
Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal
Auskultasi : S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising jantung.
4) Abdomen
Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada asites.
Auskultasi : Terdapat bising usus normal
Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran lain
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
5) Genitalia
Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche
6) Ekstermitas
Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang teraba dingin,
palmar kadang pucat
Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak (-)
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kimia darah (14 september 2013)
No
1
2
3
4
Pemeriksaan
SGOT/AST
SGPT/ALT
BUN
Creatine
Hasil
39
33
7,8
0,30
satuan
u/L
u/L
Mg/dL
Mg/dL
Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCHC
RDW
HDW
EOS%
LUC%
Neutrofil #
Leukosit #
Hasil
17,37
2,90
8,5
28,0
30,4
23,1
3,05
4,6
5,2
11,11
0,9
Nilai Rujukan
3,6-11
3,6-5,2
11,7-15,5
32-47
32-36
11,5-14,5
2,2-3,2
1-3
0-4
1,9-8
0-0,4
1-2
0
0-1
0
0
3-4
0
0
Hialin
Granuler
Epitel
Eritrosit
Leukosit
Kristal
Ca-oksalat
Tn fosfat
Silinder
0
0
0
0
0
0
0
0
Satuan
103/uL
106/uL
g/dL
%
fL
g/dL
%
g/dL
%
103/uL
103/uL
Asam urat
Hasil
44,85 UI/ml
Nilai normal
<23 IU/ml
Metode
ELISA
Dosis
360 mg/hari
Waktu
5 hari
Rute
IV
12 mg/hari
7 hari
Oral
0,5-2mg/kg BB/hari
1-1-0,5 tablet
b. Transfusi WBC Gol AB 150 cc 6 September 2013 (Hb 4,6 gr/dL)
B. Analisis Data
Nama Klien
Usia
: An. L
: 3 tahun 4 bulan tahun
Data
Tanggal
Jam
: 17 September 2013
: 10.00 WIB
Masalah
Penyebab
DS :
Gangguan
penurunan
perfusi jaringan
komponen
DS :
-
Ibu klien
mengatakan anak
tidak mau
seluler
yang
diperlukan
untuk
pengiriman
oksigen / nutrisi ke
sel
Resiko infeksi
Prosedur invasif
Intoleransi
Nyeri
aktivitas
persendian
pada
Kurang
Kurang
pengetahuan
informasi
orang tua
perawatan SLE
menderita
kelainan
imun
dan
belum
terpapar
tentang
DS :
-
September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti pada tanggal 16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri pada persendian d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau berjalan karena nyeri sendi tungkai
DO :
Anak tampak sering tiduran, digendong atau hanya di tempat tidur saja
- WBC : 17,3x103 / uL
4. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi d.d
DS :
-
Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak menderita kelainan imun dan
belum mengetahui perawatan anak SLE
DO :
D. Rencana Keperawatan
Nama Klien
: An. L
Usia
: 3 tahun
N
o
1.
Tanggal
Jam
Diagnosis Keperawatan
Perencanaan
Intervensi
Tujuan
Gangguan perfusi jaringan b.d
sel d.d
dengan kriteria :
DS :
1.
2.
3.
4.
DO :
TTV normal
Hb 10-14 gr/dL
CRT<2
Konjungtiva, kulit,
Hb 8,5 gr/dL
: 17 September 2013
:10.00 WIB
Dita
perfusi jaringan
2. Pengembangan paru akan lebih
maksimak sehingga pemasukan
oksigen lebih adekuat
3. Mengurangi kerja jantung dan
paru-paru
4. Mengurangi risiko kelelahan yang
membutuhkan supply oksigen dan
energy lebih banyak
5. Sayuran hijau dan daging
darah
Dita
CRT 2
Rasional
Dita
agak anemis
2.
DS :
keperawatan selama 3 x 24
Ibu
klien
mengatakan
3.
tanda
kriteria hasil:
1. Tidak
muncul
tanda-
tanda
infeksi
(kalor,
16 september 2013
DO :
laesa)
Suhu : 37oC
WBC : 17,3x103 / uL
Hb 8,5 gr/dL
dengan
gangguan homeostatis
3. Mengurangi risiko infeksi
sekali
4. Anjurkan
untuk
prosedur invasif
4. Kebersihan daerah threeway
menjaga
Feri
2. Tanda-tanda
dalam
batas
Feri
vital
normal
way
Intoleransi Aktivitas b.d nyeri
10.00
DS :
dilakukan anak
2. Berikan latihan gerak sesuai
anak
2. Mencegah timbulnya kekakuan
toleransi
3. Anjurkan untuk mengubah posisi
DO :
kriteria :
Prednison 12 mg
beraktivitas
ADL terpenuhi sesuai
infeksi
WBC : 17,3x103 / uL
toleransi anak
Selasa, 17 September 2013
Fery
1.
Fery
1.
Menentu
berhubungan
terpapar
dengan
tentang
DS :
perawatan
informasi
kurang
Ibu
hanya
klien
mengatakan
mengetahui
anak
mengetahui
perawatan
pertanyaan
2.
Gali
pengetahuan
3.
keluarga.
4.
definisi,
gejala
penyakit
pada
tentang
cara
5.
menyebutkan 5 dari 10
perawatan
perawatan
gambaran
an
yang
benar
dapat
memberikan
5.
yang
harus
Meyakin
kan terserapnya informasi yang
Definisi
dasar
ketika dirumah
SLE
macam
Jelaskan
penyakit
dan
dari
klien
proses
DO :
selama
klien.
tanda
anak SLE
klien
2.
diberikan
6.
Redemo
nstrasi
meningkatkan
kepahaman klien
Dita
tingkat
Kegiatan
Evaluasi
.
1.
tidak demam
O : Suhu tubuh :37 oC
Nadi : 130x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
S : Ibu klien mengatakan nafsu
Jam 12.00
anjuran perawat
P : Periksa kadar Hb
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 100x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36 oC
Nadi : 90x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 110x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
S:-
Jam 10.00
Membentu
menyiapkan
spesimen
darah vena
Jam 10.00
threeway
A : Risiko infeksi
Jam 14.00
threeway
daerah threeway
setiap 3 hari
S:-
Jam 10.00
plebitis
balutan
A : Risko infeksi
P : Lakukan ganti threeway dan
12.00
rute oral
mg tablet
A : Intoleransi aktivitas
14.00
A : Intoleransi aktifvitas
S :-
06.00
rute oral
mg tablet
A : Intoleransi aktivitas
Jam 12.00
rute oral
mg
A : Intoleransi aktivitas
Selasa 17 September2013
informasi
Berikan
informasi
tentang
perawtan SLE
S : Ibu klien mengatakan lebih paham
tentang
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan dx medis
Sistemik Lupus Eritematosis didapatkan 4 diagnosis keperawatan yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sel penyalur
oksigen dan nutrisi
B. Saran
Untuk perawat
1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin antara
sesama perawat maupun tim kesehatan lain
2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan asuhan
keperawatan sesuai standar
3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah kepada klien
Untuk praktikan
1. Diharapkan mampu menerapkan teori yangsudah dipelajari dengan praktik nyata di
Ruang Melati 4 RSUP Dr Sardjito
2. Diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan yang singkat untuk mendapatkan
pembelajaran
3. Diharakan aktif bertanya kepada perawat maupun tim kesehatan lainnya apabila ada
hal yangbelum dimengerti
Untuk Keluarga Klien
1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada
2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi
untuk
3.