Anda di halaman 1dari 19

1

I.

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan
maksud dan tujuan kepada orang lain. Bahasa merupakan produk budaya
yang dihasilkan dan digunakan manusia sebagai alat komunikasi. Dengan
kata lain, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia
dalam upayanya berinteraksi dengan sesamanya. Komunikasi melalui
bahasa memungkinkan seseorang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya.
Chaer dan Agustina (2004: 14-15) menyatakan bahasa bersifat
manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki
manusia. Bahasa itu bersifat unik dan universal. Unik artinya memiliki
ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain dan universal berarti
memiliki ciri yang sama yang ada

pada semua bahasa.Keberadaan

bahasa merupakan keniscayaan bagi manusia, karena bahasa merupakan


salah satu pembeda antara hewan dan manusia. Hal ini dikarenakan,
hanya manusialah yang memiliki bahasa. Jadi, sudah seharusnya
disyukuri apa yang telah dikaruniakan oleh Sang Pencipta kepada kita.
Bahasa adalah suatu aktivitas mental yang merupakan satu
kemampuan manusia yang dikembangkan oleh beberapa faktor sejalan
dengan bertambahnya usia. Bila kita mengamati perkembangan
kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan
bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Bertambahnya usia anak maka
kemampuan berbahasa anak mengalami perkembangan dan bermakna
banyak. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk mengetahui
perkembangan anak melalui proses berkomunikasi.
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya
secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak.
Apakah itu pemerolehan bahasa? Istilah pemerolehan dipakai untuk
padanan istilah bahasa Inggris aquisition, yakni proses penguasaan

bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar
bahasa ibunya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat dari
pengamatan sehari-hari terhadap perkembangan seorang anak (anak yang
normal) dalam memproses kecakapan berbahasanya (berkomunikasi)
dalam kebiasaan dirumah.
Menurut Chomsky dalam Chaer (2003:222), bahasa hanya dapat
dikuasai oleh manusia. Hal ini terbukti karena hanya manusialah yang
mempunyai kelebihan dalam berbahasa dan disanalah terletak perbedaan
manusia dengan makhluk lainnya. Semenjak dilahirkan ke dunia,
manusia sudah berbahasa. Menurut Chomsky, anak dilahirkan dengan
dibekali oleh alat pemerolehan bahasa LAD (Language Acquisition
Device). LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus
untuk memproses bahasa. Jadi, dengan dibekali alat tersebut semenjak
lahir anak sudah berbahasa. Hal ini terbukti bahwa semenjak dilahirkan
anak telah menghasilkan variasi suara tangis. Dari suara tangis tersebut,
orang tua mengerti bahwa anak menangis karena ada maksudnya. Entah
karena lapar, kesakitan, atau karena ingin digendong.
Kemudian diteruskan dengan babbling yang merupakan campuran
satu konsonan diikuti satu vokal. Kemudian mengucapkan satu kata atau
bagiaan kata. Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi
karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu, kata itu sering disebut
dengan USK (Ujaran Satu Kata). Kemudian dilanjutkan dengan
mengucapkan dua kata atau disebut dengan UDK (Ujaran Dua Kata)
Dengan adanya dua kata dalam UDK.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat
mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,
yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit. Peneliti merumuskan bahwa pemerolehan bahasa yang
terjadi pada anak mencakup tiga aspek, yaitu pemerolehan fonologi,
pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik. Pemerolehan fonologi

berhubungan dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap anak.


Pemerolehan sintaksis mengkaji tentang kalimat-kalimat, sedangkan
pemerolehan semantik menkaji tentang makna kata.
Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik mengadakan penelitian
kecil mengenai Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis Anak Usia 1
Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran
Dua Kata). Peneliti memilih judul ini, karena judul tersebut dapat
memberikan informasi kepada para pembaca atau para keluarga terkait
kemampuan dan perkembangan anak pada usianya.
B.

Masalah
Berdasarkan tiga aspek pemerolehan bahasa dan sesuai dengan
latar belakang di atas, maka peneliti memfokuskan pada masalah:
Bagaimanakah Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun
7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua
Kata) ?

C.

Tujuan
Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui Pemerolehan Bahasa
Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran
Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua Kata) ?

D.

Kebermaknaan
Penelitian yang berjudul Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis
Anak Usia 1 Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan
UDK (Ujaran Dua Kata) memiliki manfaat secara teoritis dan praktis,
yaitu :
1. Teoritis
Menambah khasanah kajian kebahasaan dan psikologi, memperoleh
dan memperluas penerapan teori pemerolehan bahasa anak bidang
sintaksis, melakukan pengembangan wawasan kajian Psikolinguistik,

sebagai bahan pemikiran untuk mengetahui dan memahami


perkembangan anak Indonesia dalam keseharian.
2. Praktis
Hasil penelitian memberikan informasi bagi berbagai pihak, terutama
keluarga (orang tua) untuk mengetahui perkembangan anak dalam
usianya. Pembaca umumnya, sebagai referensi atau sumber informasi
dalam memperoleh ilmu Psikolinguistik pada umumnya dan ilmu
perkembangan anak pada khususnya. Bagi penikmat Psikolinguistik,
memperoleh pemahaman lebih mendalam mengenai berbagai kajian
terutama pemerolehan bahasa anak.
E.

Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan teknis analisis isi menggunakan kajian
Psikolingustik, Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun
7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua
Kata). Metode kualitatif dipandang relevan untuk penelitian ini, kerena
tujuan, proses dan datanya verbal termasuk acuan teori kebahasaan yang
melandasi analisisnya.

F.

Sumber Data
Muhammad Rifky Pradipta. Biasa dipanggil dede Iki. Dilahirkan di
Jakarta, 9 Oktober 2014 oleh seorang ibu yang bernama Minarti dan ayah
bernama Ngadimin. Anak laki-laki berusia 1 tahun 7 bulan ini,
dibesarkan oleh keluarga yang terbiasa berbicara atau berkomunikasi
dengan bahasa Jawa bercampur bahasa Indonesia. Walaupun Rifky
belum dapat berkomunikasi dengan kata-kata yang sempurna, tetapi
Rifky terus dilatih menggunakan bahasa Jawa sekaligus bahasa Indonesia
dalam proses kesehariannya.
Data penelitian dikumpulkan melalui hasil rekaman tuturan anak
dengan peneliti yang statusnya adalah saudara sepupu. Alat yang
digunakan

untuk

merekam

adalah

hanphone.

Hasil

rekaman

ditranskripkan dengan ejaan fonemik dan diartikan ke dalam bahasa


Indonesia. Perekaman dilakukan selama seminggu, dimulai 15 Juni 2016
di rumah peneliti.

II. KERANGKA TEORITIS


Pada usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya
yang terdiri dari satu kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi
sesungguhnya bermakna banyak. hingga umur enam tahun anak telah siap
menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan
bentuk-bentuk tulisannya. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa
anak.
1.

Perkembangan Sintaksis
Pemerolehan sintaksis, anak

memulai

berbahasa

dengan

mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak,
sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan
lebih dari satu kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil
satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata
mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin
dia

sampaikan

adalah

Dodi

mau

bubuk,

dia

akan

memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)?
Kita pasti akan menerka dia akan memilih buk. Tapi mengapa demikian?

Menurut Dardjowidjojo (2010: 246) bahwa dalam pola pikir yang


masih sederhanapun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan
tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk
memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dari tiga kata pada
kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah
anak memilih buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkatan yang dapat
dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK,
(one word utterance) anak tidak sembarangan saja memilih kata yang
memberikan informasi baru.
Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memmang
hanya terdiri dari satu kata saja; bahkan untuk bahaa seperti bahasa
Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi
semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini memiliki lebih
dari satu makna. Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini
dinamakan ujaran holofrastik (holophrastic). Anak yang mengatakan /bi/
untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:
a.
Ma, itu mobil.
b.
Ma, ayo kita ke mobil.
c.
Aku mau ke mobil.
Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang
ada di awal atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu konsonan saja.
Kata seperti play dan coldmasing-masing akan diucapkan sebagai /pe/
dan /kod/. Kata Indonesia putri (untuk Eyang Putri) diucapkan oleh Echa
mula-mula sebagai Eyang /ti/.
Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanya dari
kategori sintaksis utama (content words), yakni nomina, verba, adjectiva,
dan mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi seperti from, to, dari,
atau ke. Di samping itu, kata-kata itu selalu dari kategori sini dan kini.
Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di sekitar ataupun masa
lalu atau masa depan. Anak juga dapat menyatakan negasi Noatau nggak,

pegulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone atau abis. Lampu
yang mati juga sering dikatakan gone.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK
(Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda
sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa
lampunya telah menyala, Echa, misalnya, bukan mengatakan /lampunala/
lampu nyala tapi /lampu/ /nala/ Lampu. Nyala dengan jeda diantara
lampu dan nyala. Jelas ini semakin lama semakin pendek sehingga
menjadi ujaran yang normal.
Ciri lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata
dengan kategori utama: nomina, verba, adjektifa, atau bahkan adverbia.
Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan dsb. Karena wujud ujaran yang
seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran
telegrafik (telegraphic speech). Pada UDK juga belum ditemukan afiks
macam apa pun. Untuk bahasa Inggris, misalnya, belum ada infleksi s
untuk jamak atau kala kini; belum ada ing untuk kala progresif, dsb.
Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum memakai prefiks meN- atau
sufiks kan, -i, atau an.
Kalau kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan
tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan
kasus (case relations). Pada contoh (a) misalnya, kita dapati bahwa anak
telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan denga objek (actionobject relation). Pada (b) kita temukan hubungan kasus pelaku-objek; pada
(c) hubungan pelaku-perbuatan, dst.
Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga
masih memakai USK. Setelah beberapa lama emakai UDK dia juga mulai
mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih, Jadi, antara kata
dengan jumlah kata yang lain bukan merupakan tahap yang terputus.
Berdasarkan contoh di atas akan dilakukan perekaman terhadap Keyla
anak ibuk kos, perumahan Air Tawar Barat, Padang.

III. PEMBAHASAN
1. HASIL REKAMAN
a. Ujaran Satu Kata (USK)
Percakapan 1
Mba Lia
: dede Iki, lagi ngapain ? Liat apa?
Dede Iki
: Eta...
Percakapan 2
Mba Lia
Dede Iki

: Dede Iki lagi liat apa? Lagi main apa?


: Mam...

Percakapan 3
Mba Lia
Dede Iki

: Hallo coba hallo? Haloo...


: Loo...

Percakapan 4
Mba Lia
Dede Iki

: Coba dede telp ibu, Halo ibu..


: Emoh...

Percakapan 5
Mba Lia
Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki

:
:
:
:
:
:

Dede kemaren liat guguk? Gimana guguknya?


Guk...
Etanya mana dek? mana...
Ni...
Ayah mana dek, Ayah?
bo, bo...

Percakapan 6
Dede Iki
Ibu dede Iki
Dede Iki

: num, num...
: num apa? air putih apa susu?
: num.. num

Ibu dede Iki


Dede Iki

: iya num apa? Tih apa cu?


: cu.. cu

Percakapan 7
Ibu dede Iki
Dede Iki
Ibu dede Iki
Dede Iki
Ibu dede Iki

:
:
:
:
:

Apa? mau ini dede ?


mam, mam...
ni lee...
jatoh...
yah.. jatoh ya le kuenya

b. Ujaran Dua Kata (UDK)


Percakapan 1
Mba Lia
: Dede Iki
Dede Iki
: Iyaah...
Mba Lia
: Ibu mana de?
Dede Iki
: nda ada,
Mba Lia
: kemana gak ada Ibu?
Dede Iki
: ni apah?
Mba Lia
: ini kereta, mana keretanya?
Dede Iki
: enih...
Mba Lia
: dek, ntar ada ondel-ondel loh
Dede Iki
: nda ada...
Percakapan 2

10

2.
a.

Ibu dede Iki


Dede Iki
Ibu Dede Iki
Dede Iki
Dede Iki
Ibu dede Iki
Dede Iki

:
:
:
:
:
:
:

sini mam kuenya le..


num... num
num apa? susu apa air putih ?
num cu...
dah dah...
udah habis susunya? Sini botolnya kasih ibu
Yah.. jatoh

Percakapan 3
Mbak Lia
Dede Iki
Mbak Lia
Dede Iki
Mbak Lia
Dede Iki

:
:
:
:
:
:

ini siapa dek?


Mba ia...
dede mau kemana?
tu.. tu
ayo ayo... Yah, bapak mana dek?
nda ada..

HASIL TRANSKRIP DAN HASIL ANALISIS


Ujaran Satu Kata (USK)
Percakapan 1
Mba Lia
: dede Iki, lagi ngapain ? Liat apa?
Dede Iki
: Eta... (kereta) melihat video kereta Thomas
Analisis Percakapan 1:
Berdasarkan segi fonologinya, bunyi konsonan k dan r belum
dapat diujarkan. Maka anak tersebut (dede Iki) tidak mengucapkan
bunyi /k/, /e/, /r/ yang terdapat pada kata kereta. Ditinjau dari
kajian sintaksis, pada saat itu anak (dede Iki) sudah mampu
menggunakan apa yang dinamakan USK (Ujaran Satu Kata), yaitu
ketika menyebutkan kata eta. Kata tersebut bisa saja merupakan
kata yang memiliki makna penuh baginya, namun saat ini yang
diucapkannya baru satu kata atau sebagian kata, ini terdapat pada
kata kereta yang menjadi eta.

Hubungan tata bahasa dengan

situasi (konteks) dirasa sudah sesuai sehingga tepat memperoleh


sebuah informasi pada Ujaran Satu Kata yakni pengucapan kata eta
situasinya saat itu anak sedang melihat video kereta Thomas di tab
mbak Lia.
Percakapan 2

11

Mba Lia
Dede Iki

: Dede Iki lagi liat apa? Lagi main apa?


: Mam... (melihat game Pou dan meminta Pou
diberi makan)
Analisis Percakapan 2:
USK (Ujaran Satu Kata) yang diucapkan oleh anak (dede Iki) yaitu
kata mam seharusnya kata sempurnanya adalah makan namun
karena pengucapan bunyi konsonan /k/ dan /n/ masih terlalu sulit
selain itu karena kebiasaan keluarga yang sering mengucapkan kata
makan menjadi mam atau maem maka anak mengikutinya.
Hubungan tata bahasa dengan apa yang ditanyakan sebenarnya
kurang tepat, tetapi jika dihubungkan dengan situasi (konteks)
menjadi tepat karena situasinya saat itu mba Lia bertanya lagi main
apa? anak (dede Iki) sedang memegang tab dan menjawab mam
maksudnya meminta agar Pou (permainan di tab) tersebut diberi
makan.
Percakapan 3
Mba Lia
: Hallo coba hallo? Haloo...
Dede Iki
: Loo... (handphone mama diletakan dekat telinga)
Analisis Percakapan 3:
Pengucapan USK (Ujaran Satu Kata) yang terlihat adalah kata Loo
yang memiliki arti Halo bunyi konsonan /h/ ternyata juga belum
siap atau belum mampu diucapkan oleh anak (dede Iki). Situasi
(konteks) saat itu terlihat menyenangkan, serta tingkat pemahaman
dan keinginannya anak (dede Iki) mengikuti sebuah perintah terlihat
baik dan tepat. Terbukti ketika handphone mama diletakan dekat
telinganya, kemudian diperintahkan mengucapkan kata halo maka
anak langsung mengikuti perintah tersebut.
Percakapan 4
Mba Lia
: Coba dede telp ibu, Halo ibu..
Dede Iki
: Emoh...
Analisis Percakapan 4:
Dari segi fonologi anak lebih cepat mengucapkan bunyi-bunyi vokal,
seperti /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/ terbukti ketika anak ini (dede Iki)

12

mengucapkan kataemoh (dalam bahasa Jawa) yang memiliki arti


tidak mau. Vokal yang diawali huruf e dan o mempermudah
dalam proses pengucapan, terlebih anak mampu mengiringi dengan
pengucapan bunyi konsonan m dan h. Ujaran Satu Kata (USK)
tersebut sudah menjadi kebiasaan anak (dede Iki) ketika menyatakan
sesuatu yang tidak diinginkannya. Itu terjadi, karena kebiasaan
komunikasi orang tua yang menggunakan bahasa daerah (Jawa).
Percakapan 5
Mba Lia
: Dede kemaren liat guguk? Gimana guguknya?
Dede Iki
: Guk...
Mba Lia
: Etanya mana dek? mana...
Dede Iki
: Ni... (menunjuk kearah tab)
Mba Lia
: Ayah mana dek, Ayah?
Dede Iki
: bo, bo...
Analisis Percakapan 5:
Dilihat dari segi sintaksisnya, penggunaan Ujaran Satu Kata (USK)
yakni pada kata guguk menjadi guk, kata ini menjadi ni dan
kata bobo menjadi bo. Bunyi konsonan /g/ diawal kata guguk
dirasa memiliki kesulitan tersendiri bagi anak ini sehingga saat ini
baru mampu menyebutkan kata guk. Begitu juga dengan
pengucapan vokal /i/ di awal kata ini juga sulit diucapkan.
Apabila dikaitkan dengan teori, maka hubungan tata bahasa dengan
situasi (konteks) sudah sesuai. Terlihat dari perjalanan pecakapan
yang memang tepat dengan situasinya. Saat mbak Lia bertanya
Etanya mana dek? kemudian dede Iki segera menunjuk tabnya dan
mengatakan Ni. Begitupun dengan pengucapan katabobo menjadi
kata bo dan sesuai dengan situasi saat itu Ayah anak (dede Iki)
memang sedang tidur.

Percakapan 6
Dede Iki
: num, num...
Ibu dede Iki
: num apa? air putih apa susu?

13

Dede Iki

: num.. num.. nuum (tidak sabar meminta minum)

Ibu dede Iki


: iya num apa? Tih apa cu?
Dede Iki
: cu.. (tangannya bergaya mengocok dot susu)
Analisis Percakapan 6 :
Bunyi USK (Ujaran Satu Kata) yang diucapkan oleh anak (dede Iki)
yaitu kata num memiliki arti minum dan kata cu memiliki arti
susu.

Jadi pada dasarnya yang diminta adalah minum susu.

Adapun hubungan tata bahasa dengan situasi (konteks) yang


berlangsung terjadi tepat dan interaktif sekali antara anak dengan
Ibunya. Yakni ketika ibunya menanyakan kembali apakah ingin
meminum air putih atau susu botol, akhirnya anak memilih susu
botol dengan ekspresi terburu-buru ingin minum.
Percakapan 7
Ibu dede Iki
: Apa? mau ini dede ? (menawarkan kue)
Dede Iki
: mam, mam...
Ibu dede Iki
: ni lee... (menyuapi kue)
Dede Iki
: jatoh...
Ibu dede Iki
: yah.. jatoh ya le kuenya
Analisis Percakapan 7 :
Bunyi vokal /a/ dan /o/ sudah fasih diucapkan. Kemudian
konsonan /j/, /t/, dan /h/ juga sudah mampu diucapkan. Ditinjau dari
kajian sintaksis, pada saat itu anak (dede Iki) sudah terlihat lebih
jelas dalam mengucapkan USK (Ujaran Satu Kata). Terlebih pada
kata jatoh begitu jelas dan menggemaskan ketika mendengarnya.
Pemilihan kata dalam pengucapan USK (Ujaran Satu Kata) yang
bervariasi sudah mampu dilalui oleh anak (dede Iki).
b. Ujaran Dua Kata (UDK)
Percakapan 1
Mba Lia : Dede Iki
Dede Iki : Iyaah...
Mba Lia : Ibu mana de?
Dede Iki : nda ada,
Mba Lia : kemana gak ada Ibu?
Dede Iki : ni apah?
Mba Lia : ini kereta, mana keretanya?

14

Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki

: enih...
: dek, ntar ada ondel-ondel loh
: nda ada...

Analisis Percakapan 1 :
Pada percakapan 1 ini terlihat bahwa anak sudah mampu mengucapkan
UDK (Ujaran Dua Kata). Dalam percakapan ini terlihat pada kata nda
ada dan ni apa. Dalam bahasa Jawa pengucapan kata nda ada
memiliki arti tidak ada. Kemudian disusul dengan sebuah pertanyaan
ni apah? yang memiliki arti ini apa?
Kemampuan anak dalam mengucapkan UDK (Ujaran Dua Huruf) ini
adalah sebuah proses. Dalam proses tersebut anak masih teringat
dengan kebiasaan orang tuanya dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa daerah dalam hal ini terlihat ketika mengucapkan kata ndak
ada. Kalau kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan
tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan
kasus (case relations). Hubungan kasus pelaku-objek, ketika mba Lia
menanyakan ibu kemana dan anak (dede Iki) menjawab nda ada atau
tidak ada.
Percakapan 2
Ibu dede Iki
: sini mam kuenya le..
Dede Iki
: num... num
Ibu Dede Iki
: num apa? susu apa air putih ?
Dede Iki
: num cu... (ibu memberikan susu dibotol)
Dede Iki
: dah dah...
Ibu dede Iki
: udah habis susunya? Sini botolnya kasih ibu
Dede Iki
: Yah.. jatoh
Analisis Percakapan 2 :
Pada percakapan 2 ini terlihat bahwa anak sudah mampu mengucapkan
UDK (Ujaran Dua Kata). Terlihat pada kata num cu dan yah jatoh.
Kata num cu memiliki arti minum susu dan kata yah jatoh yang
berarti ada sesuatu yang jatuh.
Kemampuan anak dalam mengucapkan UDK (Ujaran Dua Huruf) ini
terdengar jelas ketika diujarkan oleh sang anak. Nampaknya, anak

15

sudah mulai fasih dalam mengucapkan ujaran dua kata. Bahkan


ditambahkan dengan sebuah gerakan ketika proses pengucapan num
cu terjadi yaitu dengan menggoyangkan tangannya seperti mengocok
botol susu miliknya. Ketika botol susu itu diserahkan dan jatuh, anak
mengucapkan dengan gemasnya Yah jatoh dengan ekspresi dirinya.
Kalau kita amati percakapan di atas dengan teliti maka akan tampak
bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus
(case relations). Pada contoh (a) misalnya, kita dapati bahwa anak
telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan dengan objek seperti
botol susunya yang jatuh. Pada (b) kita temukan hubungan kasus
pelaku-objek terlihat ketika mengucapkan num cu. Jadi UDK (Ujaran
Dua Kata) pada percakapan diatas berhasil diujarkan dengan jelas dan
IV.

keluarga atau para pendengar mengerti apa yang diucapkannya.


SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pemerolehan Bahasa
Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran
Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua Kata) yang sudah diuraikan di atas, maka
peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
Pada anak usia 1 tahun 7 bulan ini, USK (Ujaran Satu Kata) yang
mampu diujarkan yakni kata kereta menjadi eta, kata makan menjadi
mam,

kata hallo menjadi Lo kemudian kata tidak mau menjadi

terucap dengan bahasa Jawa yaitu emoh.


Sedangkan untuk pengucapan UDK (Ujaran Dua Kata) juga
sebagian telah mampu diujarkan, yakni kata nda ada yang memiliki makna
tidak ada lalu kata ni apah memiliki makna ini apa kemudian kata Yah
jatoh artinya yaitu sesuatu yang jatuh. Ujaran Dua Kata tersebut mampu
diujarkan dengan jelas dan pendengar dapat memahami.
Jadi melalui proses dalam keseharian, anak (dede Iki) mampu belajar
memahami pengucapan bahasa Indonesia dan terkadang bercampur dengan
bahasa Jawa. Terlihat ada peningkatan kosa kata yakni mulai dari USK
(Ujaran Satu Kata) kemudian dalam waktu tidak terlalu lama kurang lebih

16

seminggu anak ini mulai mengucapkan UDK (Ujaran Dua Kata). Tetapi
anak belum menunjukkan penguasaannya terhadap susunan sintaksis secara
sempurna.

LAMPIRAN - LAMPIRAN

17

LEMBARAN PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA PSIKOLINGUISTIK
Ciri media rekaman
Ciri bahasa

I.

: Samsung GT-Duos
: Bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Jwa

Pencerita/Informan
Nama
Tempat, tanggal lahir
Jenis kelamin
Bahasa yang dikuasai
Tanggal perekaman
Tempat Perekaman

: Muhammad Rifky Pradipta


: 9 Oktober 2014
: Laki Laki
: Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
: 15 Juni 2016-08-04
: Jalan Prof. Moch. Yamin No.51
(Rumah mba Lia)

18

II. Pengumpul data:


Nama

: Kameliyanti

Tempat, tanggal lahir

: Bekasi, 27 Oktober 1992

Jenis kelamin

: Perempuan

Alat rekam

: Handphone Samsung GT-Duos

Kajian yang diteliti

: USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua


Kata)

Hubungan peneliti

: Saudara sepupu

19

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA, Kisah Pemerolehan Bahasa Anak
Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai