I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan
maksud dan tujuan kepada orang lain. Bahasa merupakan produk budaya
yang dihasilkan dan digunakan manusia sebagai alat komunikasi. Dengan
kata lain, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia
dalam upayanya berinteraksi dengan sesamanya. Komunikasi melalui
bahasa memungkinkan seseorang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya.
Chaer dan Agustina (2004: 14-15) menyatakan bahasa bersifat
manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki
manusia. Bahasa itu bersifat unik dan universal. Unik artinya memiliki
ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain dan universal berarti
memiliki ciri yang sama yang ada
bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar
bahasa ibunya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat dari
pengamatan sehari-hari terhadap perkembangan seorang anak (anak yang
normal) dalam memproses kecakapan berbahasanya (berkomunikasi)
dalam kebiasaan dirumah.
Menurut Chomsky dalam Chaer (2003:222), bahasa hanya dapat
dikuasai oleh manusia. Hal ini terbukti karena hanya manusialah yang
mempunyai kelebihan dalam berbahasa dan disanalah terletak perbedaan
manusia dengan makhluk lainnya. Semenjak dilahirkan ke dunia,
manusia sudah berbahasa. Menurut Chomsky, anak dilahirkan dengan
dibekali oleh alat pemerolehan bahasa LAD (Language Acquisition
Device). LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus
untuk memproses bahasa. Jadi, dengan dibekali alat tersebut semenjak
lahir anak sudah berbahasa. Hal ini terbukti bahwa semenjak dilahirkan
anak telah menghasilkan variasi suara tangis. Dari suara tangis tersebut,
orang tua mengerti bahwa anak menangis karena ada maksudnya. Entah
karena lapar, kesakitan, atau karena ingin digendong.
Kemudian diteruskan dengan babbling yang merupakan campuran
satu konsonan diikuti satu vokal. Kemudian mengucapkan satu kata atau
bagiaan kata. Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi
karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu, kata itu sering disebut
dengan USK (Ujaran Satu Kata). Kemudian dilanjutkan dengan
mengucapkan dua kata atau disebut dengan UDK (Ujaran Dua Kata)
Dengan adanya dua kata dalam UDK.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat
mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,
yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit. Peneliti merumuskan bahwa pemerolehan bahasa yang
terjadi pada anak mencakup tiga aspek, yaitu pemerolehan fonologi,
pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik. Pemerolehan fonologi
Masalah
Berdasarkan tiga aspek pemerolehan bahasa dan sesuai dengan
latar belakang di atas, maka peneliti memfokuskan pada masalah:
Bagaimanakah Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun
7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua
Kata) ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui Pemerolehan Bahasa
Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran
Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua Kata) ?
D.
Kebermaknaan
Penelitian yang berjudul Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis
Anak Usia 1 Tahun 7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan
UDK (Ujaran Dua Kata) memiliki manfaat secara teoritis dan praktis,
yaitu :
1. Teoritis
Menambah khasanah kajian kebahasaan dan psikologi, memperoleh
dan memperluas penerapan teori pemerolehan bahasa anak bidang
sintaksis, melakukan pengembangan wawasan kajian Psikolinguistik,
Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan teknis analisis isi menggunakan kajian
Psikolingustik, Pemerolehan Bahasa Bidang Sintaksis Anak Usia 1 Tahun
7 Bulan Ditinjau dari USK (Ujaran Satu Kata) dan UDK (Ujaran Dua
Kata). Metode kualitatif dipandang relevan untuk penelitian ini, kerena
tujuan, proses dan datanya verbal termasuk acuan teori kebahasaan yang
melandasi analisisnya.
F.
Sumber Data
Muhammad Rifky Pradipta. Biasa dipanggil dede Iki. Dilahirkan di
Jakarta, 9 Oktober 2014 oleh seorang ibu yang bernama Minarti dan ayah
bernama Ngadimin. Anak laki-laki berusia 1 tahun 7 bulan ini,
dibesarkan oleh keluarga yang terbiasa berbicara atau berkomunikasi
dengan bahasa Jawa bercampur bahasa Indonesia. Walaupun Rifky
belum dapat berkomunikasi dengan kata-kata yang sempurna, tetapi
Rifky terus dilatih menggunakan bahasa Jawa sekaligus bahasa Indonesia
dalam proses kesehariannya.
Data penelitian dikumpulkan melalui hasil rekaman tuturan anak
dengan peneliti yang statusnya adalah saudara sepupu. Alat yang
digunakan
untuk
merekam
adalah
hanphone.
Hasil
rekaman
Perkembangan Sintaksis
Pemerolehan sintaksis, anak
memulai
berbahasa
dengan
mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak,
sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan
lebih dari satu kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil
satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata
mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin
dia
sampaikan
adalah
Dodi
mau
bubuk,
dia
akan
memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)?
Kita pasti akan menerka dia akan memilih buk. Tapi mengapa demikian?
pegulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone atau abis. Lampu
yang mati juga sering dikatakan gone.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK
(Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda
sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa
lampunya telah menyala, Echa, misalnya, bukan mengatakan /lampunala/
lampu nyala tapi /lampu/ /nala/ Lampu. Nyala dengan jeda diantara
lampu dan nyala. Jelas ini semakin lama semakin pendek sehingga
menjadi ujaran yang normal.
Ciri lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata
dengan kategori utama: nomina, verba, adjektifa, atau bahkan adverbia.
Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan dsb. Karena wujud ujaran yang
seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran
telegrafik (telegraphic speech). Pada UDK juga belum ditemukan afiks
macam apa pun. Untuk bahasa Inggris, misalnya, belum ada infleksi s
untuk jamak atau kala kini; belum ada ing untuk kala progresif, dsb.
Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum memakai prefiks meN- atau
sufiks kan, -i, atau an.
Kalau kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan
tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan
kasus (case relations). Pada contoh (a) misalnya, kita dapati bahwa anak
telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan denga objek (actionobject relation). Pada (b) kita temukan hubungan kasus pelaku-objek; pada
(c) hubungan pelaku-perbuatan, dst.
Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga
masih memakai USK. Setelah beberapa lama emakai UDK dia juga mulai
mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih, Jadi, antara kata
dengan jumlah kata yang lain bukan merupakan tahap yang terputus.
Berdasarkan contoh di atas akan dilakukan perekaman terhadap Keyla
anak ibuk kos, perumahan Air Tawar Barat, Padang.
III. PEMBAHASAN
1. HASIL REKAMAN
a. Ujaran Satu Kata (USK)
Percakapan 1
Mba Lia
: dede Iki, lagi ngapain ? Liat apa?
Dede Iki
: Eta...
Percakapan 2
Mba Lia
Dede Iki
Percakapan 3
Mba Lia
Dede Iki
Percakapan 4
Mba Lia
Dede Iki
Percakapan 5
Mba Lia
Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki
:
:
:
:
:
:
Percakapan 6
Dede Iki
Ibu dede Iki
Dede Iki
: num, num...
: num apa? air putih apa susu?
: num.. num
Percakapan 7
Ibu dede Iki
Dede Iki
Ibu dede Iki
Dede Iki
Ibu dede Iki
:
:
:
:
:
10
2.
a.
:
:
:
:
:
:
:
Percakapan 3
Mbak Lia
Dede Iki
Mbak Lia
Dede Iki
Mbak Lia
Dede Iki
:
:
:
:
:
:
11
Mba Lia
Dede Iki
12
Percakapan 6
Dede Iki
: num, num...
Ibu dede Iki
: num apa? air putih apa susu?
13
Dede Iki
14
Dede Iki
Mba Lia
Dede Iki
: enih...
: dek, ntar ada ondel-ondel loh
: nda ada...
Analisis Percakapan 1 :
Pada percakapan 1 ini terlihat bahwa anak sudah mampu mengucapkan
UDK (Ujaran Dua Kata). Dalam percakapan ini terlihat pada kata nda
ada dan ni apa. Dalam bahasa Jawa pengucapan kata nda ada
memiliki arti tidak ada. Kemudian disusul dengan sebuah pertanyaan
ni apah? yang memiliki arti ini apa?
Kemampuan anak dalam mengucapkan UDK (Ujaran Dua Huruf) ini
adalah sebuah proses. Dalam proses tersebut anak masih teringat
dengan kebiasaan orang tuanya dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa daerah dalam hal ini terlihat ketika mengucapkan kata ndak
ada. Kalau kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan
tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan
kasus (case relations). Hubungan kasus pelaku-objek, ketika mba Lia
menanyakan ibu kemana dan anak (dede Iki) menjawab nda ada atau
tidak ada.
Percakapan 2
Ibu dede Iki
: sini mam kuenya le..
Dede Iki
: num... num
Ibu Dede Iki
: num apa? susu apa air putih ?
Dede Iki
: num cu... (ibu memberikan susu dibotol)
Dede Iki
: dah dah...
Ibu dede Iki
: udah habis susunya? Sini botolnya kasih ibu
Dede Iki
: Yah.. jatoh
Analisis Percakapan 2 :
Pada percakapan 2 ini terlihat bahwa anak sudah mampu mengucapkan
UDK (Ujaran Dua Kata). Terlihat pada kata num cu dan yah jatoh.
Kata num cu memiliki arti minum susu dan kata yah jatoh yang
berarti ada sesuatu yang jatuh.
Kemampuan anak dalam mengucapkan UDK (Ujaran Dua Huruf) ini
terdengar jelas ketika diujarkan oleh sang anak. Nampaknya, anak
15
16
seminggu anak ini mulai mengucapkan UDK (Ujaran Dua Kata). Tetapi
anak belum menunjukkan penguasaannya terhadap susunan sintaksis secara
sempurna.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
17
LEMBARAN PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA PSIKOLINGUISTIK
Ciri media rekaman
Ciri bahasa
I.
: Samsung GT-Duos
: Bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Jwa
Pencerita/Informan
Nama
Tempat, tanggal lahir
Jenis kelamin
Bahasa yang dikuasai
Tanggal perekaman
Tempat Perekaman
18
: Kameliyanti
Jenis kelamin
: Perempuan
Alat rekam
Hubungan peneliti
: Saudara sepupu
19
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA, Kisah Pemerolehan Bahasa Anak
Indonesia. Jakarta: Grasindo.