Anda di halaman 1dari 7

Borang Portofolio

Nama Peserta : dr. Yan Fahrul Habibi


Nama Wahana : RSUD Besuki
Topik : Close Fraktur tibia sinistra
Tanggal (kasus) :
Nama Pasien : Tn. S
Tanggal Presentasi :
Tempat Presentasi : RSUD Besuki
Obyektif Presentasi :

No. RM 16 02 00 58
Nama Pendamping : dr. Faradilla S. W.

Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi : Lelaki, Kecelakaan Lalu Lintas saat mengendarai sepeda motor


Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan penanganan awal Fraktur tibia
Bahan bahasan :

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara membahas :

Diskusi

Presentasi dan diskusi

Email

Pos

Data pasien :
Nama : Tn. S
Nomor registrasi : 16 02 00 58
Nama klinik: RSUD Besuki
Telp :
Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Fraktur Tibia kiri / nyeri paha kiri
2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat kesehatan/Penyakit : 4. Riwayat keluarga : 5. Riwayat pekerjaan :Buruh
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) : Tinggal bersama kedua orang tuanya dan adiknya
7. Riwayat imunisasi : Tidak diketahui
8. Lain lain :
Pemeriksaan Fisik :

Kesadaran : CM (GCS E34M5V6)


Keadaan umum : Cukup
TD : 130/80 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : 23 x/menit
T : 36,5 C

Status Generalisata :
Mata : conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 2 mm / 2 mm
Telinga/Hidung/Leher : Normal
Leher : Kelenjar tiroid, KGB tidak teraba
Thorax : Cor : S1,S2 regular 100 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara pernafasan vesikular, suara tambahan (-/-)
Abdomen : simetris, soepel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba, timpani (+), peristaltik (+) Normal
Ekstremitas : superior : akral hangat merah kering
inferior : akral hangat, edema (-)/(-), kaki kiri bengkak, dingin dan pucat, 1/3 distal tibia terdapat deformitas

Diagnosis Banding
1. Fraktur 1/3 distal tibia
2. Fraktur 1/3 distal tibia + compartment syndrome

Diagnosis Sementara
Fraktur 1/3 distal tibia + compartment syndrome

Pengobatan Awal
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 G
pemasangan bidai

Daftar Pustaka

1. Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi V Jilid 3. Interna Publishing; 2009. Hal 1900-1905


2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor 5 Tahun 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer. Hal 419-423


3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe II di Indonesia 2011. Hal 45-46
4. Amiel SA, Dixon T, Mann R. Jameson K. Review Article : Hypoglycaemia in Type 2 Diabetes. Diabet. Med. 2008; 25: 245254
5. Seaquist ER, et. al. Hypoglycemia and Diabetes: A Report of a Workgroup of the American Diabetes Association and The Endocrine

Society. Diabetes Care. 2013; 36:13841395


Hasil Pembelajaran :
1. Gejala Klinis Hipoglikemia
2. Patogenesis Hipoglikemia
3. Diagnosis Hipoglikemia
4. Tatalaksana Hipoglikemia

RANGKUMAN
Subjective : Pasien dibawa oleh keluarga pasien dengan keluhan penurunan kesadaran yang dialami pasien sejak 4 jam yang lalu, secara tibatiba. Pasien juga menderita hipertensi dan Diabetes Melitus tipe II yang teratur kontrol dan mendapat terapi amlodipin, glibenclamide, dan
metformin. Pada kaki kiri pasien terdapat luka (ulkus diabetikum) yang sudah lama diderita pasien. Dalam 1 hari terakhir, pasien juga sudah
tidak selera makan dan minum. Keluhan subjective berupa penurunan kesadaran sudah sangat dikenal oleh masyarakat, oleh karena itu dokter

harus mencermati dan berusaha mengidentifikasi keadaan/penyakit yang mengakibatkan penurunan kesadaran antara lain hipoglikemia, stroke,
sinkope, syok, dan lain-lain.
Objective : Hasil anamnesis, pemeriksaan jasmani, riwayat penyakit pasien, dan hasil pemeriksaan laboratorium membantu penegakan
diagnosis dan penyingkiran DD. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gejala Klinis : Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit terdahulu : Penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus
Riwayat pemakaian obat : Amlodipine, Glibenclamide, Metformin
Pemeriksaan Fisik : Kesadaran Koma (GCS E1M1V1), ditemukan Ulkus diabetikum o/t pedis sinistra
Hasil Pemeriksaan Laboratorium : penurunan kadar glukosa darah sewaktu (23 mg/dl)
Assessment : Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa darah <80
mg/dL. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari penyandang diabetes melitus dan geriatri. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan
sulfonilurea dan insulin. Selain itu hipoglikemia dapat terjadi karena beberapa hal antara lain kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif
menurun, seperti pada gagal ginjal kronik atau pasca persalinan. Penyebab lain yaitu kegiatan jasmani berlebihan serta asupan makan tidak
adekuat.1,2,3

Faktor paling utama dalam yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf
pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya
menyimpan glukosa (dalam membentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa
dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat,
gangguan kognisi, dan koma.1
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada pasien. Dampak fatal yang dapat timbul penurunan kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa kejang. Koma

hipoglikemi dapat mengakibatkan kerusakan sel otak permanen sampai meninggal. Jadi pada pasien ini, keadaan penurunan kesadaran
disebabkan oleh hipoglikemia pada Diabetes Melitus yang sudah lama diderita pasien.3,4
Karena hipoglikemia merupakan kegawatan yang dapat menyebabkan dampak yang fatal jika tidak dilakukan penatalaksanaan yang cepat dan
tepat, maka dokter perlu segera dapat mendiagnosis dan memberikan terapi awal pada pasien.
Plan : Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui adanya
tanda-tanda hipoglikemia antara lain rasa gemetar, perasaan lapar, pusing, keringat dingin, jantung berdebar, gelisah, terjadi penurunan
kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa kejang. Dari anamnesis juga dapat diketahui riwayat penyakit terdahulu pasien, riwayat
pemakaian obat, waktu makan terakhir, jumlah asupan makanan, aktivitas fisik yang dilakukan.2,4
Dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai beberapa kelainan yaitu pucat, diaphoresis/keringat dingin, tekanan darah menurun, frekuensi denyut
jantung meningkat, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu sisi tubuh) sesaat.2,4
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaaan laboratorium berupa pemeriksaan KGD ad random dengan KGD <60 mg/dl serta
pemeriksaan laboratorium lain yang mungkin diperlukan seperti pemeriksaan darah rutin.2,3
Pada pasien dengan hipoglikemia terdapat trias Whipple yang dapat mendukung untuk menegakkan diagnosis. Trias Whipple untuk
hipoglikemia secara umum berupa1,2 :

Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia

Kadar glukosa plasma rendah

Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

Pengobatan : Pengobatan hipoglikemia dapat dibagi menjadi stadium permulaan (sadar) dan stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak
sadar dan curiga hipoglikemia)2
a. Stadium permulaan (sadar)

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula
diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat
2. Hentikan obat hipglikemik sementara. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
3. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
4. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto maupun allo anamnesis
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena.
2. Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf.
3. Periksa GD sewaktu (GDs),kalau memungkinkan dengan glukometer:
Bila GDs < 50 mg /dL bolus dekstrosa 40% 50 ml IV.
Bila GDs < 100 mg /dL bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.
4. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
Bila GDs < 50 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.
Bila GDs <100 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.
Bila GDs 100 200 mg /dL tanpa bolus dekstrosa 40 %.
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10 %.
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturutturut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.
6. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs > 200
mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %.
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam:
Gula Darah (mg/dL) Reguler Insulin (unit, subkutan)
<200
0

200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti: adrenalin,kortison dosis tinggi, atau glukagon
0,5-1 mg IV/ IM (bila penyebabnya insulin).
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL. Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus
dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam, cari penyebab lain penurunan kesadaran.
Rencana Tindak Lanjut
a. Mencegah timbulnya compartment syndrome.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi spesialis bedah. Konsultasi ini merupakan upaya untuk mendapat penanganan yang
lebih spesifik dan menyeluruh dari kejadian fraktur tersebut.
Rujukan : Pasien fraktur tertutup atau terbuka rujuk ke spesialis bedah setelah mendapat penanganan awal

Situbondo, Februari 2017


Peserta

(dr. Yan Fahrul Habibi)

Pembimbing

(dr. Faradilla S.W.)

Anda mungkin juga menyukai