Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

LEUKEMIA

Pembimbing:
dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Penyusun:
Putri Caesarrini
030.11.234

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 10 OKTOBER 17 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa

: Putri Caesarirni

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Periode

: Periode 10 Oktober 17 Desember 2016

Judul

: Leukimia limfositik akut

Pembimbing

: dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.

Jakarta,

Oktober 2016

dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul Leukimia limfositik akut dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode
10 Oktober 17 Desember 2016. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang sindroma nefrotik.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
2

laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta,

Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................3
DAFTAR ISI .............................................................................................................4
BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................................5

BAB II

LAPORAN KASUS ...............................................................................6

BAB III

ANALISIS KASUS ...............................................................................16

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................18
3.1 Definisi..............................................................................................18
3

3.2 Epidemiologi....................................................................................18
3.3 Etiologi.............................................................................................18
3.5 Patofisiologi.....................................................................................19
3.6 Patologi............................................................................................20
3.6 Manifestasi klinis.............................................................................21
3.7 Diagnosis..........................................................................................22
3.8 Penatalaksanaan...............................................................................23
4.0 Prognosis..........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian
kanker pada orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil
dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari
data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat ini
memperlihatkan kecenderungan meningkat, dibandingkan dua dasa warsa yang lalu.
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33%
dari kegasanasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira
75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun.
Leukemia mieloblastik d akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan
insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa
remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK)
jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1
tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama
disebabkan oleh rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit hitam. Gambaran
klinis yang umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan
kerusakan hebat fungsi sum-sum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium
spesifik berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan
dalam prognosis.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Keterangan

Pasien
An. H
9 tahun
Laki-laki

Ayah
Ibu
Tn. M
Ny. S
37
34 tahun
Laki-laki
Perempuan
Jl. Nurul Iman RT 08/RW 01, Kota Bekasi
Islam
Islam
Islam
Betawi
SMA
SMA
Karyawan
Ibu rumah tangga
Hubungan dengan
orang tua: Anak

Tanggal Masuk

Kandung
9 November 2016

RS
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 12 November 2016 di bangsal Melati
RSUD Bekasi.
a.

Keluhan Utama

Demam 10 hari SMRS.


b. Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, pucat, lemas, sulit makan.
c.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi pada tanggal 9 November 2016
oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS. Demam naik
turun seharian tidak tentu kapan demam turun dan naik. Demam turun ketika
diberi obat penurun panas, namun kemudian demam timbul kembali. Demam
tidak diukur menggunakan termometer oleh keluarga pasien. Bersamaan
dengan demam, pasien juga terlihat pucat, lemas disertai batuk berdahak.
Dahak berwarna kuning dan kental. Selain itu, pasien sulit makan dan pasien
terlihat lebih kurus dimana berat badan pasien sebelumnya 27 kg dan sekarang
20 kg. Pasien menyangkal adanya gangguan BAB, BAK, mual dan muntah,

mimisan, gusi berdarah, dan trauma yang membuat pasien terlihat pucat.
Pasien juga belum berobat dalam 10 hari ini.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Thypoid
Otitis
Parotis

Umur
-

Penyakit
Candidiasis
Diare
Kejang
Gastritis
Herpes

Zooster
Operasi

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang paru
Tuberkulosis

Umur
-

paru
Morbili

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
KEHAMILAN

KELAHIRAN

Morbiditas

Tidak ada

Perawatan antenatal

Rutin kontrol, 1x perbulan

Tempat kelahiran

Klinik

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

Spontan

Masa gestasi

Cukup bulan (37 minggu)

Keadaan bayi

BBL: 3000 gram


PB: 50 cm
Tidak ada kelainan

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I

: usia 5 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor
Tengkurap

: 6 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Duduk

: 6 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: 10 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: 15 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Bicara

: 15 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik


h. Riwayat Makanan
Umur (bulan)

ASI/PASI

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

0-2

2-4

4-6

6-7

8-10

Kesan : Pasien mendapat ASI hingga pasien berusia 18 bulan.


i. Riwayat Imunisasi
Vaksin

Dasar (umur)

Ulangan (umur)

BCG

Lahir

DPT

2 bln

4 bln

6 bln

18 bln

5 thn

Polio

Lahir

2 bln

4 bln

6 bln

18 bln

5 thn

Campak

9 bln

24 bln

6 thn

Hepatitis B

Lahir

1 bln

6 bln

Kesan : Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.

j. Riwayat Keluarga
Ayah

Ibu

Nama

Tn. M

Ny. S

Perkawinan ke

Umur perkawinan

10 tahun

10 tahun

Keadaan kesehatan

Sehat

Sehat

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah kontrakan, dinding terbuat dari tembok, atap
terbuat dari genteng, dan ventilasi cukup. Dalam 1 rumah terdapat 4 anggota
keluarga. Menurut pengakuan keluarga pasien, lingkungan rumah padat
penduduk. Sumber air bersih berasal dari sumur.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 12 November 2016 di bangsal Melati
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis (Anak laki-laki, 9 tahun, BB: 20 kg, TB: 130 cm)
a. Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

b. Tanda Vital

Kesadaran

: Compos mentis

Frekuensi nadi

: 132 x/m

Frekuensi pernapasan

: 28 x/m

Suhu tubuh

: 38,10C

c. Data antropometri

Berat badan

: 20 kg

Tinggi badan

:130 cm

o BB/TB

: 74% (kurus)

o BB/U

: 71% (kurus)

o TB/U

: 97% (gizi baik)

10

d. Kepala

Bentuk

: Normocephali, ubun-ubun cembung(-)

Rambut

: Rambut hitam, distribusi merata

Mata

: CA +/+, perdarahan subkonjungtiva -/-

Telinga

: Normotia, sekret -/-, otalgia -/-

Hidung

: Bentuk normal, sekret -/-, epistaksis (-)

Mulut

: Bibir kering, gusi berdarah (-)

Leher

: Bentuk simetris, pembesaran KGB (-)

e. Thorax

Paru :
o Inspeksi

: Gerakan dada simetris kanan dan kiri

o Palpasi

: Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru, Tidak

terdapat nyeri pada bagian dada.

Perkusi

: Redup pada hemithorax kiri setinggi ICS V-VIII linea


axillaris anterior kiri

o Auskultasi

: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-)

Jantung :
o Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis tak terlihat

o Palpasi

: iktus kordis teraba di ics IV, 1 cm medial dari linea

midclavicuaris sinistra, thrill


o Auskultasi

: S1-S2 reguler, murmur-, gallop

f. Abdomen

Inspeksi

: Perut datar

Auskultasi

: Bising usus normal, frekuensi 2x/menit

Palpasi

: Supel, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae

kanan dengan tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-), lien tidak teraba

Perkusi

: nyeri ketuk (-)

g. Kulit

: Pucat (+), ikterik (-), petekie (-)

h. Ekstremitas

: Akral hangat, tampak pucat pada palmar manus

dan plantar pedis, sianosis (-), udema (-), CRT < 2 detik.
i. Status neurologis

11

Kesadaran kuantitatif : GCS (E4 V6 M5 = 15)

12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium hematologi (09/11/2016)
Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Hemoglobin

4.4 g/dL

13 17,5

Hematokrit

13.4 %

40 54

Eritrosit

1.74 juta/uL

45

Leukosit

40.1 ribu /uL

5 10

Trombosit

10 ribu/uL

150 400

MCV

77,1 fL

82 92

MCH

25,0 pg

24 30

MCHC

32,5 %

32 37

GDS

97 mg/dL

60 - 110

Natrium

130 mmol/L

135 145

Kalium

3.4 mmol/L

3,5 5,0

Clorida

88 mmol/L

94 - 111

Apusan Darah Tepi (09/11/2016)


Eritrosit : Normositik normokrom, roeleaux +
Ret HE

: 27.7 pg (26-37pg)

Leukosit : Kesan jumlah meningkat ditemukan sel blast, ukuran


bervariasi, beberapa sel dengan inti berlekuk, anak inti tidak jelas,
limfosit atipik +.
Hitung Jenis : Blas

23%

Eosinofil

0%

Promielosit

0%

Batang

0%

Mielosit

0%

Segmen

5%

Metamielosit

0%

Limfosit

70%

Basofil

0%

Monosit

2%

Eritrosit berinti/100 leukosit


Trombosit: Kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai
Kesan

: Leukemia akut (LLA ?)


13

Anjuran : BMP, sitokimia, immunophenityping


Pemantauan hematologi
Faal hati, faal ginjal, asam urat
IV. RESUME
An. A, 9 thn, BB 20 kg, datang ke IGD RSUD Bekasi pada tanggal 09
November 2016 oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS.
Demam naik turun seharian tidak tentu kapan demam turun dan naik. Demam
turun ketika diberi obat penurun panas, namun kemudian demam timbul kembali.
Bersamaan dengan demam, pasien juga terlihat pucat, lemas disertai batuk
berdahak. Dahak berwarna kuning dan kental. Selain itu, pasien sulit makan dan
pasien terlihat lebih kurus dimana berat badan pasien sebelumnya 27 kg dan
sekarang 20 kg.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, cm,
gizi kurang. Nadi 132 x/m, pernapasan 28 x/m, suhu 38,10C. Konjungtiva anemis
+/+, rhonki +/+, hepatomegali (+), nyeri tekan (+). Pada ekstremitas palmar
manus dan plantar pedis pucat (+), sianosis (-).
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh Hb 4,4 g/dL, Ht 13,4 %, leukosit 40,1
ribu, trombosit 10 rb, Na 130 mmol, kalium 3,4 mmol/L, klorida 88 mmol/L.
ADT: kesan leukemia akut (LLA ?), rontgen toraks (-).
V. DIAGNOSIS KERJA
Leukemia limfositik akut
Gizi kurang
VI. DIAGNOSIS BANDING
Anemia aplastik
VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
-

Bone marrow puncture

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

14

IVFD RL 20 tpm/makro
Infus paracetamol 2x200 mg
Ceftazidime 2x1 gr
Transfusi PRC 100 cc, pertengahan transfusi Lasix 20 mg/iv
IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
10/11/2016

11/11/2016

Demam (+), mencret


(-), batuk (+),
mimisan/gusi
berdarah (-), BAB
hitam (-).

KU: CM, TSS


RR: 30 x/mnt
T: 37,70C
HR: 90 x/mnt
Mata: ca+/+, si-/-,
Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh +/+, wh -/Abd: supel,
hepatomegali, nyeri
tekan (-), BU (+)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), pucat (+)

Anemia ec LLA

- IVFD RL 20
tpm/makro
- infus
paracetamol
2x200 mg
- ceftazidim 2x1
gr (2)
- trf PRC 175 cc/3
jam
pertengahan
transfusi Lasix 20
mg/iv
(transfusi 4 unit)

Anemia ec LLA

- IVFD RL 20
tpm/makro
- infus
paracetamol
2x200 mg
- ceftazidim 2x1
gr (3)
- trf PRC 150 cc/3
jam
pertengahan
transfusi Lasix 20
mg/iv

Demam (-), muntah


1x setelah batuk
berisi air.

Leu: 17,3 ribu/uL


Hb: 5,8 g/dL
Ht: 16,9 %
Trombo: 10 rb/uL
KU: CM, TSS
HR: 88x/m
RR: 28x/m
T: 37,40C
Mata: ca+/+, si-/-,
Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh +/+, wh -/Abd: supel,
hepatomegali, nyeri
tekan (+), BU (+)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), pucat (+)

15

12/11/2016

Batuk berdahak (+),


mau makan, lebih
segar

Leu: 12,4 ribu/uL


Hb : 9,3 g/dL
Ht : 26,4%
Trombo: 25 rb/uL
KU: CM, TSS
HR: 100/m
RR: 28x/m
T: 36,90C
Mata: ca +/+, si -/Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh +/+, wh -/Abd: supel,
hepatomegali, nyeri
tekan (+), BU (+)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), pucat (+)

Anemia ec LLA

- IVFD RL 20
tpm/makro
- infus
paracetamol
2x200 mg
- ceftazidim 2x1
gr (4)
- rencana rujuk
RSCM
- rencana pulang

Leu: 16,0 ribu/uL


Eri: 3,99 juta/uL
Hb: 11,0 g/dL
Ht: 33,2 %
Trombo: 10rb/uL

16

BAB III
ANALISIS KASUS
No
.
1.

Kasus

Demam

Teori

Demam terjadi akibat reaksi antigen antibodi


yang memicu keluarnya mediator inflamasi
terutama IL-1, IFN-gamma, TNF-alfa, IL-2 dan
histamin, dimana IL1, TNF-alfa dan IFN gamma
dikenal sebagai pirogen endogen yang dapat
menimbulkan

demam

dimana

IL-1 bekerja

langsung pada pusat termoregulator sedangkan


TNF-alfa

dan

IFN-gamma

bekerja

untuk

merangsang pelepasan IL-1. IL-1 dapat merubah


asam

arakidonat

selanjutnya

menjadi

PGE2

prostaglandin-E2,

akan

berdifusi

ke

hypothalamus dengan hasil akhir peningkatan


thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi
sistem saraf simpatis untuk menahan panas
(vasokonstriksi) dan memproduksi panas.

Batuk

Batuk diakibatkan adanya koloni bakteri yang


mengganggu motilitas silia mukosa saluran nafas
sehingga mengganggu clearance pathogen dan
menimbulkan batuk.

Anemia menyebabkan sirkulasi O2 untuk sampai

Lemas dan gizi

ke jaringan berkurang sehingga akan terjadi

kurang

gangguan dari metabolisme lemas, gizi kurang

Cadangan
aktivitas

energi
sel-sel

tubuh
leukemik

dipergunakan
ganas,

oleh

sehingga

semakin lama cadangan lemak dalam jaringan


adiposa berkurang lemas, gizi kurang

Demam

juga

menyebabkan

peningkatan

metabolisme sehingga pengeluaran panas lebih

17

banyak.

2.

PemeriksaanFisik

Abdomen: supel,
hepatomegali

Infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam organ salah


satunya ke jaringan hepar hepatomegali

Akibat Hb yang rendah (anemia)

Gangguan hematologi pada LLA dimana terjadi

Ekstremitas:
manusdanplantar
pucat

PemeriksaanPenunjang

proses infiltrasi di sumsum tulang mengakibatkan

Hb menurun: 4,4

sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik seeing

gr/dL

terjadi penurunan jumlah megakariosit yang


berakibat menurunnya produksi trombosit dan

Ht:13,4%

eritrosit.

Kegagalan

sumsum

tulang

18

Leukosit: 40,1
ribu

Trombosit:10rb

mengakibatkan anemia dan trombositopenia.

Banyaknya leukosit di dalam pembuluh darah


kemungkinan
misalnya

merupakan

promielosit

yang

sel

yang

muda,

dilepaskan

sumsum tulang.

19

oleh

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Leukimia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietic yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik.1 Leukemia limfositik akut (LLA) adalah
keganasan sel yang terjadi akibat proliferasi sel limfoid yang diblokir pada
tahap awal deferensiasinya.2

II.

Epidemiologi
LLA meupakan kanker dengan angka kejadian yang paling tinggi pada
anak, 75% terjadi pada anak di bawah 6 tahun (Association for Clinical
Cytogenetics, 2011).2 Setiap tahunnya anak didiagnosa leukemia sekitar
3,250 anak dibawah usia 15 tahun di US. Kasus leukemia pada anak
sebesar 77% adalah leukemia limfositik akut.3
Etiologi3

III.

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan


penyebab tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain:

Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab


leukemia pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari
leukemiasel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan
sejak saat itudiisolasi dari sampel serum penderita leukemia sel T.

Faktor

Genetik.

Pengaruh

genetik

maupun

faktor-faktor

lingkungankelihatannya memainkan peranan, namun jarang terdapat


leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari saudara
kandung anak-anak yang terserang, dengan insidensi yang meningkat
sampai 20% pada kembar monozigot (identik).

Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom


Down, kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali
lipat.

Faktor lingkungan

20

Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia


yang timbul bertahun-tahun kemudian.
Zat

Kimia.

Zat

kimia

misalnya

benzen,

arsen,

kloramfenikol,

fenilbutazon, dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang


meningkat khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat
pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun kemoterapi.

IV.

Patofisiologi dan patogenesis


Patogenesis

utama

adalah

adanya

blokade

maturitas

yang

menyebabkan proses diferensiasi sel-sel progenitor terhenti pada sel-sel


muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast disumsum tulang.
Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan trombositopenia).
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus
yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan
pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari flora
bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel

21

blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum
tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan
lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan
segala akibatnya.
V.

Patologi4
Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologi dan
imunologi, dan genetik sel induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya
didasarkan pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang. Gambaran sitologi
sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal,
sehingga tidak ada satu klasifikasi yang memuaskan. Sistem PrancisAmerika-Inggris membedakan tiga subtipe morfologi L1, L2 dan L3. Pada
limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih
besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak, bentuk inti ireguler,
dan nukleoli nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti homogen dan
berbintik halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi
nyata. Karena perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2 dan
korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang sedikit, hanya
subtipe L3 yang mempunyai arti klinis.
Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik,
imunologik dan kariotip. Dengan antibodi monoklonal yang mengenali
antigen permukaan sel yang terkait dengan jalur sel dan antigen
sitoplasma. Maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan kasus.
Umumnya berasal dari sel progenitor, lebih kurang 15% berasal dari sel
progenitor T, dan 1% berasal dari sel B yang relatif matang. Imunotipe ini
mempunyai implikasi prognostik maupun terapeutik. Kelainan kromosom
dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak. Kariotip dari sel
leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik. Mereka
menunjukan tepat sisi bagi penelitian molekuler untuk mendeteksi gen
yang mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA anak dapat juga
diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy)
dan atas penyusunan kembali (rearrangement) kromosom struktural
misalnya translokasi.

22

Penanda biologik lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas


terminal deoksinukleotidil tranferase (TdT), yang umumnya dapat
diperlihatkan pada LLA sel progenitor-B dan sel T. Karena enzim ini tidak
terdapat pada limfoid normal, ia dapat berguna untuk mengidentifikasikan
sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya, aktivitas TdT
dalam

sel

dari

cairan

serebrospinal

mungkin

menolong

untuk

membedakan relaps susunan saraf sentral awal dengan meningitis aseptik.


Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran
pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan
adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah. Limpa, hati, kelenjar limfe
biasanya ikut terlibat. Karena itu, tidak ada sistem pembagian stadium
(staging) untuk LLA.
VI.

Manifestasi klinis3
Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda
penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama
biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Mungkin
ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak
mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang
progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan
demam (neutropenia, keganasan) gambaran ini biasanya mendorong
pemeriksaan ke arah diagnosis.
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa:
lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit)
infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih
perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita, dan lebih kurang 50%
menunjukan petekiae atau perdarahan mukosa. Sekitar 25% demam, yang
mungkin disebabkan oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran napas atau
otitis media. Limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali (biasanya
kurang dari 6 cm di bawah arkus kosta), dijumpai pada lebih kurang 66%.
Hepatomegali kurang lazim. Kira-kira 25% ada nyeri tulang yang nyata

23

dan atralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia pada tulang


perikondrial atau sendi atau oleh ekapansi rongga sumsum tulang akibat
sel leukemia. Jarang ada gejala kenaikan tekanan intrakranial seperti nyeri
kepala dan muntah, yang menunjukan keterlibatan selaput otak. Anak
dengan LLA sel T umumnya dari kelompok umur lebih tua dan lelaki lebih
banyak, 66% menunjukkan massa mediastionum anterior, suatu gambaran
yang sangat berkaitan dengan subtipe leukemia.
VII.

Diagnosis1
Pada pemeriksaan awal umumnya terdapat anemia, meskipun hanya
kira-kira 25% mempunyai Hb 6%. Kebanyakan penderita juga
trombositopeni, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3.
Sekitar 50% penderita dengan hitung sel darah putih kurang dari
10.000/mm3, sekitar 20% memiliki hitung sel darah putih yang lebih
besar dari 50.000/mm3. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang,
normal ataupun bertambah, tetapi jumlah sel darah merah dan trombosit
hampir selalu berkurang. Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel
blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan
sumsum tulang, yang biasanya diganti sama sekali oleh limfoblas
leukemia. Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit)
bisa memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Kadangkadang, sumsum tulang pada awalnya hiposeluler. Pemeriksaan
sitogenetik

pada

kasus-kasus

ini

mungkin

bermanfaat

untuk

mengidentifikasi abnormalitas spesifik yang berkaitan dengan sindroma


preleukemia. Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi atau cuplikannya
hiposeluler, maka diperlukan sumsum tulang. Cairan serebrospinal harus
diperiksa untuk menemukan sel leukemia karena keterlibatan awal
Susunan Saraf Sentral (SSS) mempunyai implikasi prognostik penting.
Kadar asam urat dan fungsi ginjal harus ditentukan sebelum terapi
dimulai.

24

VIII. Penatalaksanaan3
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu
dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Terapi
LLA masa kini didasarkan atas bukti resiko klinis, tidak ada bukti
kelompok resiko universal. Pada umumnya, penderita dengan resiko baku
atau rata-rata untuk relaps adalah antara umur 1 tahun dan 10 tahun,
mempunyai jumlah leukosit 100.000/mm3, tidak ada bukti adanya massa
mediastinum atau leukemia SSS, dan mempunyai immunofenotipe sel
progenitor B. Adanya translokasi kromosom spesifik tertentu harus
disingkirkan. Rencana terapi untuk kelompok resiko baku meliputi
pemberian kemoterapi induksi sampai sumsum tulang tidak lagi
memperlihatkan sel-sel leukemia yang dapat dikenali secara morfologis,
kemudian terapi profilaksis pada SSS, dan terapi lanjutan. Contoh
rencana terapi diringkas pada Tabel 2. Suatu kombinasi prednison,
vinkristin (Oncovin), dan asparaginase akan menghasilkan remisi pada
kira-kira 98% dari anak dengan LLA resiko-standar, khas dalam 4 minggu.
Kurang dari 5% penderita memerlukan 2 minggu terapi induksi lagi.
Terapi lanjutan sistemik, biasanya terdiri dari antimetabolit metotreksat
(MTX) dan 6-merkaptopurin (Purinetol), harus diberikan selama 2,5-3
tahun.
Tanpa terapi profilaksis, SSS merupakan tempat awal relaps pada lebih
dari 50% penderita. Sel leukemia biasanya ditemukan di selaput otak pada
saat diagnosis, walaupun sel-sel iti tidak dapat dilihat pada cairan
serebrospinal. Sel-sel ini bertahan hidup dari kemoterapi sistemik karena
penetrasi sawar darah otak obat jelek. Iradiasi kranium mencegah leukemia
SSS tersembunyi pada kebanyakan penderita tetapi menyebabkan efek
lambat neuropsikologik, terutama pada anak kecil. Karena itu, penderita
resiko standar khas hanya diberi terapi intratekal saja untuk mencegah
keterlibatan SSS klinis.

25

Kebanyakan penderita dengan LLA sel T mengalami relaps dalam 3-4


tahun jika diterapi dengan regimen resiko standar. Dengan regimen obat
ganda yang lebih intensif , 50% atau lebih penderita mengalami remisi
jangka panjang. Dikembangkan suatu terapi sasaran yang dimaksudkan
untuk mengeksploitasi sifat unik dari sel T leukemia. Suatu contoh dari
pendekatan ini adalah antibodi monoklonal terhadap antigen permukaan
sel T yang dikonjugasikan pada imunotoksin. Kompleks antibodiimunotoksin akan menempel pada limfoblas T, mengalami endositosis, dan
membunuh sel.
Tabel 2 Regimen terapi yang efektif bagi leukemia limfoblastik akut
resiko-rendah.

Induksi Remisi (4-6 minggu)


Vinkristin 1,5 mg/m2 (maks 2 mg) IV/minggu
Prednison 40 mg/m2 (maks. 60 mg) PO/hari
Asparaginase (E.coli) 10.000U/m2/hari 2 mingguan IM
Terapi Intratekal
Terapi tripel : MTX*, HC*, Ara-C*
Mingguan 6 x selama induksi dan kemudian tiap 8 minggu untuk 2 tahun
Terapi Lanjutan Sistemik
6-MP 50 mg/m2/hari PO
MTX 20 mg/m2/minggu PO,IV,IM
Atur MTX 6-MP diberikan dengan dosis tinggi
Penambahan
Vinkristin 1,5 mg/m2/ (maks. 2 mg) IV tiap 4 minggu
Prednison 40 mg/m2/hari PO 7x hari tiap 4 minggu
MTX= metotreksat; HC=Hidrokortison; Ara-C=sitarabin; IV=intravena;
PO=peroral; IM=intramuscular; 6-MP=6-merkaptopurin.

Dosis pengobatan intratekal disesuaikan dengan umur

Umur

MTX

HC

Ara-C

1 tahun

10 mg

10 mg

20 mg

2-8 tahun

12,5mg

12,5 mg

25 mg

26

9 tahun

15 mg

16 mg

30 mg

Kasus sel B dengan morfologi L3 dan imunoglobulin permukaan dulu


mempunyai prognosis buruk. Pendekatan demikian paling baik diterapi
dengan regimen pendek (3-6 bulan) tetapi intensif yang dikembangkan untuk
limfoma sel B. Dengan pendekatan ini, angka kesembuhan membaik secara
dramatis, dari 20% satu dekade yang lalu menjadi 70% atau lebih.
Relaps
Sumsum tulang adalah tempat relaps paling umum, meskipun hampir
semua bagian tubuh dapat dipengaruhi. Di banyak pusat, sumsum tulang
diperiksa secara berkala untuk memastikan remisi yang berkelanjutan. Apabila
terdeteksi relaps sumsum tulang, terapi ulang intensif yang meliputi obat-obat
yang tidak digunakan sebelumnya dapat mencapai kesembuhan 15-20% dari
penderita, terutama yang pernah mengalami remisi lama (18 bulan). Untuk
penderita yang mengalami relaps sumsum tulang, kemoterapi intensif diikuti
Conventional Stem Cell Transplantation (CST) dari donor sekandung yang
cocok memberi kesempatan sembuh yang lebih besar. Transplan dari bukan
keluarga yang cocok atau keluarga yang tidak cocok atau autolog merupakan
pilihan bagi penderita yang tidak memiliki donor sekandung atau
histokompatibel.
Sisi relaps ekstrameduler yang paling penting adalah SSS dan testis.
Manifestasi awal yang umum dari leukemia SSS disebabkan oleh kenaikan
tekanan intrakranial dan meliputi muntah-muntah, nyeri kepala, edema papil,
dan letargi. Meningitis kimiawi sekunder akibat terapi intratekal dapat
menimbulkan gejala yang sama dan harus dipertimbangkan. Kejang dan
kelumpuhan saraf kranial sendiri dapat terjadi pada leukemia SSS ataiu efek
samping vinkristin. Keterlibatan hipotalamus jarang tetapi harus dicurigai bila
ada perubahanh kenaikan berat badan atau perubahan perilaku. Pada
kebanyakan kasus, tekanan cairan serebrospinal meningkat, dan cairan
menunjukkan pleiositosis karena sel leukemia. Jika jumlah sel normal, sel
leukemia mungkin dapat dijumpai pada preparat apus cairan serebrospinal
setelah sentrifugasi.

27

Penderita dengan relaps SSS harus diberi kemoterapi intratekal tiap 4-6
minggu sampai limfoblas menghilang dari cairan serebrospinal. Dosis harus
disesuaikan dengan umur karena volume cairan serebrospinal tidak sebanding
dengan luas permukaan badan. Iradiasi kranium mereupakan satu-satunya cara
yang dapat melenyapkan leukemia SSS jelas dan harus diberikan setelah terapi
intratekal. Terapi harus lebih intensif karena penderita ini mempunyai resiko
tinggi untuk kemudian relaps sumsum tulang. Akhirnya, terapi SSS profilaksis
harus diulangi pada setiap penderita yang mengalami relaps di sumsum tulang
atau lokasi ekstramedular manapun.
Relaps testikuler biasanya menyebabkan pembengkakan tidak nyeri
pada satu atau kedua testis. Penderita sering tidak menyadari kelainan tersebut,
karena itu perlu sekali perhatian pada ukuran testis pada waktu diagnosis dan
pemantauan. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Terapi harus meliputri
iradiasi gonad. Karena relaps testis biasanya mengisyaratkan adanya relaps
sumsum tulang mengancam, maka terapi sistemik harus lebih diperkuat bagi
penderita yang masih didalam terapi. Seperti yang dikemukakan diatas, terapi
yang terarah ke SSS harus juga diulang.
IX. Prognosis3, 4
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan
meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari
90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi
awal. Banyak gambaran klinis telah dipakai sebagai indikator prognosis, tetapi
kehilangan arti karena keberhasilan terapi. Misalnya, imunofenotip penting
dalam mengarahkan terapi ke arah resiko, tetapi arti prognostiknya telah
lenyap berkatregimen terapi kontemporer. Karena itu, terapi merupakan faktor
prognositik penting. Hitung leukosit awal mempunyai hubungan liner terbalik
dengan kemungkinan sembuh. Umur pada waktu diagnosis juga merupakan
peramal yang dapat dipercaya (reliable). Penderita berumur lebih dari 10
tahun dan yang kurang dari 12 bulan yang mempunyai penyususnan kembali
(rearrangement) kromosom yang menyangkut regio 11q23, jauh lebih buruk
dibanding anak dari kelompok umur pertengahan (intermediete). Beberapa

28

kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi lebih dari 50


kromosom berkaitan dengan hasil terapi baik dan memberi respon terhadap
terapi berbasis antimetabolit. Dua translokasi kromosom t(9;22), atau
kromosom Philadelpia, dan t(4;11) mempunyai prognosis buruk. Beberapa
peneliti menganjurkan CST selama remisi inisial pada penderita dengan
translokasi tersebut. LLA progenitor sel B dengan t(1;19) mempunyai
prognosis kurang baik dibandingkan kasus lain dengan imunofenotip ini,
hanya 60% dari penderita akan remisi setelah 5 tahun jika tidak mendapat
terapi sangat intensif.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Dia Z. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan
Andalas. Padang: Jurnal FK Unand; 2012 (2). p. 68-72.
2. Pertiwi N, Niruri R, Ariawati K. Gangguan Hematologi Akibat
Kemoterapi Pada Anak dengan Leukemia Limfositik Akut di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah. Bali: Universitas Udayana; 2013. p. 5961.
3. The Leukemias. In: Tubergen D, Bleyer A, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2437-42.
4. Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
Leukemia Akut; Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar
Hematologi Onkologi Anak. 2010. p. 236-325.

30

Anda mungkin juga menyukai