Anda di halaman 1dari 5

ASFIKSIA NEONATORUM

Defenisi1,2
Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan pada
bayi baru lahir. Disebut sebagai asfiksia primer bila bayi tidak bernafas sejak dilahirkan.
Disebut sebagai asfiksia sekunder bila terjadi kesulitan bernafas setelah sebelumnya dapat
bernafas pada saat dilahirkan.
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir.

Etiologi 3
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Tanda dan gejala 3 :
Tidak bernafas atau sulit bernafas (kurang dari 30 X per menit)
Pernafasan tidak teratur, terdapat dengkuran atau retraksi dinding dada
Tangisan lemah atau merintih
Warna kulit pucat atau biru
Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
Tidak ada denyut jantung atau perlahan (kurang dari 100 X per menit)

Penatalaksanaan :
Cegah kehilangan panas (keringkan dan selimuti tubuh bayi)

Posisikan dengan benar dan bersihkan jalan nafas, kemudian lakukan upaya inisiasi atau
perbaikan pernafasan
Lakukan rangsangan taktil
Bentuk rangsangan
Menepuk bokong
Meremas atau memompa rongga dada
Menekankan kedua paha ke perut
bayi
Mendilatasi sfinkter ani
Kompres atau merendam di air panas
dan dingin
Menguncang-guncang tubuh bayi
Meniupkan oksigen atau udara dingin
ke tubuh bayi

Risiko
Trauma
Fraktur, pneumotoraks, gawat
nafas, kematian
Ruptura hati atau limpa,
perdarahan dalam
Sfinkter ani robek
Hipotermia, hipertermia, luka
bakar
Kerusakan otak
Hipotermia

Pembersihan jalan nafas :


- Bila air ketuban jernih, hisap lendir di mulut, kemudian lendir di hidung
- Bila ada pewarnaan mekoneum, lakukan pengisapan lendir dari mulut dan hidung
saat kepala lahir dan bila setelah lahir bayi menangis dengan kuat, lakukan
asuhan BBL seperti biasa. Bila tidak, lakukan pembersihan jalan nafas ulangan.
Penilaian segera :
- Usaha bernafas atau menangis
- Warna kulit BBL
- Denyut jantung bayi
Temuan dan tindakan :
- Bila bayi menangis, bernafas teratur dan kulit kemerahan maka lakukan asuhan
BBL normal
- Bila tidak menangis, kulit pucat atau kebiruan dan denyut jantung kurang dari
100 X per menit, lakukan tindakan resusitasi
Memposisikan bayi
- Baringkan telentang atau sedikit miring dengan posisi kepala sedikit ekstensi
- Pastikan tali pusat telah dipotong agar pengaturan posisi menjadi leluasa
- Hisap lendir di mulut dan hidung yang mungkin dapat menyumbat jalan nafas
- Jangan menghisap terlalu dalam karena dapat terjadi reaksi vaso-vagal
Rangsangan taktil upaya bernafas
- Gosok dengan lembut punggung, tubuh, kaki atau tangan bayi atau tepuk/sentil
telapak kaki bayi
- Pengeringan tubuh, mengisap lendir dan rangsangan taktil sebaiknya tidak
melebihi dari 30-60 detik
- Jika setelah waktu tersebut bayi masih sulit bernafas, lakukan bantuan pernafasan
dengan ventilasi positif

Langkah resusitasi
1. Pastikan balon dan sungkup berfungsi baik
2. Telah mencuci tangan dan memakai sarung tangan

3. Selimuti bayi dengan kain kering dan hangat (kecuali muka dan dada) letakkan di
lingkungan yang hangat
4. Posisikan tubuh dan kepala bayi dengan benar
5. Pasang sungkup melingkupi dagu, mulut dan hidung
6. Tekan balon dengan dua jari atau seluruh jari (tergantung ukuran yang tersedia)
7. Periksa pertautan sungkup dengan bayi dan gerakan dada dengan 2 kali ventilasi
8. Bila semuanya baik, lakukan ventilasi dengan oksigen atau udara ruangan
9. Kecepatan ventilasi sekitar 40 kali per 30 detik dan perhatikan gerakan dinding dada
10. Bila dada tidak bergerak naik-turun, periksa kembali pertautan sungkup-bayi atau fungsi
balon
11. Setelah ventilasi 30 detik, lakukan penilaian pernafasan, warna kulit dan denyut jantung
12. Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan BBL seperti biasa
13. Bila belum normal, ulangi ventilasi positif selama 30 detik kedua dan nilai kembali
14. Bila masih megap-megap dan terdapat retraksi dinding dada, ulangi kembali ventilasi
positif dengan oksigen murni
15. Bila setelah 20 menit bayi masih kesulitan bernafas, pasang pipa nasogastrik untuk
mengurangi atau mengosongkan udara dalam lambung, kemudian rujuk ke fasilitas
rujukan
16. Bila setelah 20 menit ventilasi positif ternyata bayi tetap tidak bernafas maka resusitasi
dihentikan. Bayi dinyatakan meninggal dan beritahukan pada keluarga bahwa upaya
penyelamatan gagal dan beri dukungan emosional kepada mereka
Asuhan pascaresusitasi
1. Jaga temperatur tubuh bayi, baik dengan selimut ataupun didekap oleh ibunya
2. Minta ibu untuk segera menyusukan bayinya
3. Cegah infeksi ikutan atau paparan bahan tidak sehat
4. Pantau kondisi kesehatan bayi secara berkala, termasuk kemampuan menghisap ASI
5. Rujuk bila terdapat tanda-tanda gawatdarurat (demam tinggi, ikterus, lemah, tidak dapat
menghisap ASI, kejang-kejang)
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, AB. 2009. Masalah Bayi Baru Lahir. dalam.Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Cetakan
Kelima. Jakarta, hal. 347 54.
2. Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. dalam. Neonatologi Praktis. Anugrah
Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 115 31.
3. Depkes. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Jakarta : Dinkes
RI. hal 6-8
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Defenisi
Hiperemesis gravidarum ialah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) di mana penderita
mengalami mual-muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas
dan kesehatan penderita secara keseluruhan.

Etiologi 2
Faktor biologis berupa peningkatan kadar human Chorionic gonadotropin (hCG) dan
progesteron.
Faktor Risiko 3
- usia ibu
- usia gestasi
- jumlah gravida
- tingkat sosial ekonomi
- kehamilan ganda
- kehamilan mola
- kondisi psikologis ibu
- infeksi H.pilory
Klasifikasi 4,5
Tingkat I
- Muntah yang terus-menerus
- Penurunan nafsu makan dan minum
- Terdapat penurunan berat badan
- Nyeri epigastrium.
- Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per
- Tekanan darah sistolik menurun
- Mata cekung
- Lidah kering
- Penurunan turgor kulit
- Penurunan jumlah urin.
Tingkat II
- Memuntahkan semua yang dimakan dan diminum
- Berat badan cepat menurun
- Ada rasa haus yang hebat
- Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit
- Tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmhg
- Terlihat apatis
- Pucat
- Lidah kotor
- Kadang icterus
Ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
-

Tingkat III
-

Sangat jarang terjadi


Kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II
Ditandai dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti,
Kesadaran pasien menurun (delirium sampai koma)
Icterus
Sianosis
Nistagmus
Gangguan jantung
Urin ditemukan bilirubin dan protein.

Penatalaksanaan 3,4,5
Non Farmakologi
Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi :
- Istirahat dan menghindari makanan yang merangsang
- Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman dalam
porsi yang kecil namun sering
- Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi peroral
- Menu makanan yang banyak mengandung
Manajemen stres.2
Farmakologi
Tingkat I :
-

anti emetic
roboransia

Tingkat II :
-

Rehidrasi
Anti emetic
Puasa hingga muntah berkurang
Psikoterapi

DAFTAR PUSTAKA
1. Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC: 2004. hal 72-74
2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425
3. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-67
4. Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu
Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2005. hal 275-279
5. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004

Anda mungkin juga menyukai