Anda di halaman 1dari 6

Darfur adalah sebuah daerah di Sudan bagian barat yang berbatasan dengan Chad,

Republik Afrika Tengah, dan Libya. Darfur atau dalam bahasa Arab yang berarti tanah bangsa
Fur terdiri dari Gharb Darfur (Darfur Barat), Janub Darfur (Darfur Selatan), dan Shamal Darfur
(Darfur Utara) dengan luas keseluruhan 493,180 km2. Darfur memiliki penduduk bermayoritas
muslim dengan jumlah penduduk sekitar 6 juta jiwa terdiri dari 40-80 suku. Suku-suku tersebut
secara umum terbagi menjadi 2 yaitu Kelompok Arab dan Kelompok non Arab, Kelompok Arab
atau Baggara, terdiri dari suku Rezeigat, Maaliyah, Habaniya and others, sebagai pengembala
sapi dan kambing yang berpindah-pindah (nomaden). Kelompok non Arab, yang disebut Afrika
hitam, terdiri dari suku Fur (paling besar), Zaghawa, dan Massaleit, Tunjur, Bergid dan Berti.
Hidup dari bercocok tanam, kecuali suku Zaghawa yang banyak menjadi pengembala unta. Suku
Zaghawa ini sendiri terbagi dalam dua kelompok, Zaghawa Tuer dan Zaghawa Kube. Kelompok
Arab menetap di Darfur Utara dan Darfur Selatan, sedangkan Kelompok non Arab atau Afrika
hitam umumnya mendiami Darfur Tengah dan Darfur Barat. Diantara suku Afrika dan Arab ini
sering terjadi konflik yang disebabkan oleh masalah kepemilikan tanah dan akses ke sumber air
dan diskriminasi dari pemerintah.
Konflik sering terjadi diantara etnis Arab dan Africa, faktor yang menjadi pemicu konflik
adalah masalah kepemilikan tanah dan akses ke sumber air dari Jabal Marra. Pada saat musim
kemarau tiba, etnis Arab mencari air untuk pakan ternaknya di Darfur Barat yaitu tempat tinggal
etnis Afrika. Meskipun demikian, konflik yang ada selalu dapat diselesaikan dengan cara damai
yaitu melalui pertemuan tradisional yang peraturannya dipatuhi oleh keduanya. Pada saat itu
konflik yang terjadi bukan lah konflik etnis tetapi konflik tradisional. Pada masa pemerintahan
Shadiq al Mahdi1, etnik Baggara dilatih dan dipersenjatai oleh pemerintah dengan nama milisi
Murahiliin untuk menghadapi pemberontak Sudan Selatan (SPLA/M)2 yang mencoba masuk
Dafur. Kerjasama keduanya berlanjut hingga pada kepemimpinan Bashir3. Pada 2001, bangsa
Fur ,Zaghawa dan Massalit mempersenjatai diri dan mendapat latihan militer dari Zaghawa yang
sebelumnya telah terlatih secara militer dari tentara Sudan dan Chad. Kepemilikan senjata oleh
etnis Arab dan etnis Afrika ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konflik semakin
berkembang, dan lama-kelamaan konflik semakin sering dan parah. Etnis Afrika kemudian

1Shadiq al Mahdi is a Sudanese political and religious figure. He is head of the National Umma
Party and Imam of the Ansar, a Sufi sect that pledges allegiance to Muhammad Ahmad who claimed to
be Islam's messianic savior, or the Mahdi.
2 The Sudan People's Liberation Army/Movement ( SPLA/M ) is a predominantly
southern Sudanese rebel movement and political party It is composed of the Sudan Peoples Liberation
Army(SPLA) and its political wing, the Sudan Peoples Liberation Movement(SPLM)
3 Omar Hassan Ahmad Al-Bashir (born 1 January 1944) is the current President of Sudan and the head of
the National Congress Party

menamakan dirinya sebagai Front Pembebasan Darfur (DLF)4 yang kemudian berubah menjadi
SLM/A pada Februari 2003 dengan mengedepankan Sudan baru yang bersatu,demokrasi,
sekularisme, dan persamaan derajat sebagai warga negara.
Konflik di Darfur sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Berawal dari konflik tradisional
(perebutan lahan), gerakan kriminal kelompok tertentu dan berkembang menjadi konflik antar
etnik (antara etnik Banggara dengan kelompok pemberontak Sudan Selatan). Gerakan tersebut
meluas dan menjadi gerakan politik dengan munculnya dua kelompok yang menamakan diri
sebagai Justice and Equality Movement (JEM)5, serta Sudaneese Liberation Movement/Army
(SLM/A)6 melawan pemerintah Sudan.
Pemberontakan melawan pemerintahan Sudan yang mengistimewakan suku Arab
berawal pada tahun 2003, dengan dua kelompok pemberontak lokal, Justice and Equality
Movement (JEM) dan Sudaneese Liberation Movement/Army (SLM/A) yang menuduh
pemerintah telah melakukan diskriminasi antara kelompok Arab dan non-Arab, serta dianggap
mengabaikan kelompok non-Arab. Pemerintah juga dituduh melalaikan Darfur sebagai bagian
dari wilayah Sudan. For this reason, pemerintah memberi dukungan serangan darat yang
dilakukan pasukan sipil Arab, Janjaweed7 serta mempersenjatai sebagian milisi untuk
memerangi pemberontak, namun pemerintah Sudan membantah bahwa ada keterkaitan langsung
dengan kelompok tersebut.
Pada awal terjadinya konflik Darfur, pemerintah Sudan menyangkal adanya gerakan
separatisme, hal ini dilakukan guna mencegah internasionalisasi konflik etnis Darfur dimana
pihak asing akan tahu dan masuk wilayah Sudan. Salah satu cara yang digunakan oleh
pemerintah Sudan adalah dengan mengeksploitasi perbedaan etnik yang ada di Darfur.
Pemerintah Sudan pun membalas setiap penyerangan yang dilakukan kelompok pemberontak,
dikarenakan pasukan Sudan sebagian besar berasal dari Darfur maka pemerintah membentuk
milisi Janjaweed yang berasal dari beberapa etnik Arab nomad. Mereka melakukan penyerbuan,
pembunuhan, pembakaran, perampokan dan pemerkosaan terhadap warga sipil Darfur yaitu
etnis non Arab dengan harapan mendapatkan pekerjaan sebagai tentara atau polisi Sudan.
4 The Darfur Liberation Front was a secessionist organization calling for the secession of the area of
Darfur from Sudan
5 JEM is a rebel group involved in the Darfur conflict of Sudan, led by Khalil Ibrahim
6 SLM/A is a Sudanese rebel group. It was founded as the Darfur Liberation Front by members of three
indigenous ethnic groups in Darfur, the Fur, the Zaghawa and the Masalit
7 Janjaweed is a blanket term used to describe mostly armed gunmen in Darfur, western Sudan, and now
eastern Chad

Dukungan pemerintah terhadap pasukan Janjaweed dianggap sebagai perlakuan


tindakan kekerasan Hak Asasi Manusia, termasuk pembunuhan massal, perampasan, serta
pemerkosaan terhadap etnik non-Arab di Darfur. Kelompok tersebut melakukan pembakaran
terhadap rumah-rumah desa, mengakibatkan penduduk melarikan diri ke tempat pengungsian di
Darfur dan Chad, dan kebanyakan dikepung oleh pasukan Janjaweed. Pada tahun 2004,
sebanyak 50-80ribu jiwa terbunuh dan setidaknya satu juta penduduk telah dilarikan dari rumah
nya.
Konflik Darfur merupakan konflik etnis, dimana konflik etnis adalah konflik yang
terkait dengan permasalahan-permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan teritorial antara dua komunitas etnis atau lebih. Dalam hal ini etnis Arab yang telah
menguasai pemerintahan Sudan telah berlaku tidak adil dalam ekonomi, politik, social, dan
budaya. Dari sisi perekonomian, pemerintah selalu mengutamakan pembangunan di wilayah
Utara saja, pengelolaan yang buruk oleh penguasa sejak masa penjajahan hingga sekarang
menyebabkan terjadinya masalah dan perpecahan antara pemilik tanah dan penggarap.
Disamping budaya Afrika, pengaruh budaya Arab sangat kental pada keseharian masyarakat
Sudan, bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di Sudan. Pemerintah juga melakukan perlakukan
yang berbeda, dengan selalu mengutamakan etnis Arab sehingga menciptakan kecemburuan
sosial dan ketidakpuasannya terhadap pemerintah sehingga melakukan pemberontakan.
Konflik Darfur membuat Dewan Keamanan United Nations (UN)8 turun tangan dalam
mengatasi masalah Darfur. Dewan Keamanan United Nations (UN) telah mengeluarkan sejumlah
resolusi, yaitu Resolusi 1547 (2004) mengenai pembentukan U.N Advance Mission in Sudan
(UNAMIS)9. Resolusi 1556 (2004), yang memerintahkan pemerintah Sudan menyatakan Sudan
harus menghentikan kekejian milisi Arab di kawasan Darfur serta melucuti senjata milisi
Janjaweed dalam waktu 30 hari. Resolusi ini juga menuntut agar pemerintah Sudan
menghukum orang-orang yang bertanggungjawab atas kejahatan. Dewan Keamanan United
Nations (UN) menyetujui resolusi untuk menjatuhkan sanksi atas Sudan, jika gagal
menghentikan kekerasan di Darfur dalam jangka waktu yang telah ditentukan (30 hari).
Resolusi ini tidak dipenuhi oleh Sudan, dan menerima sanksi penghentian sementara kegiatan
diplomatik dan ekonomi. Resolusi 1585 (2005) yang memperpanjang mandat UNAMIS.
Resolusi 1591 (Maret 2005) mengenai sanksi Dewan Keamanan United Nations (UN) dalam
wujud larangan bepergian dan pembekuan aset para pejabat Pemerintah dan pihak pemberontak
yang diduga terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Darfur. Resolusi 1593 (April
8 The United Nations (UN) is an international organization whose stated aims are facilitating cooperation
in international law, international security, economic development, social progress, human rights, and
achievement of world peace
9 UNAMIS was mandated to facilitate contacts with the parties concerned and to prepare for the
introduction of an envisaged UN peace support operation

2005) yang memberikan sanksi tambahan untuk Sudan, antara lain embargo senjata bagi
pemerintah Sudan dan larangan pesawat Pemerintah Sudan melakukan operasi militer dan
mengharuskan Pemerintah Sudan untuk melapor pada Dewan Keamanan United Nations (UN)
jika ingin mengirimkan peralatan militer ke wilayah Darfur. Resolusi juga menyangkut
pengajuan tersangka pelanggar Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Internasional. Pada bulan
Februari sebelumnya, United Nations (UN) mengirimkan International of Inquiry on Darfur.
Upaya perdamaian di Darfur telah dilakukan oleh pemerintah Sudan sendiri dan pihak
internasional. Pada bulan Mei 2005, pihak Pemerintah Sudan dan dua kelompok pemberontak
Darfur SLM/A dan JEM mencapai kesepakatan dengan menandatangani sebuah perjanjian
Darfur Peace Agreement (DPA) dengan mediasi African Union, disertai desakan dari pihak
United States dan Inggris di Abuja, Nigeria. Namun perjanjian damai tersebut tidak juga dapat
menciptakan perdamaian di negeri Darfur. Pada bulan Juni 2006, Delegasi Dewan Keamanan
United Nations (UN) tiba di Sudan untuk pertama kalinya. Mereka mencoba membujuk
Pemerintah Sudan yang selama ini menolak adanya pasukan United Nations (UN) karena
berbagai kekhawatiran, untuk menjelaskan bahwa sebuah operasi penjagaan perdamaian United
Nations (UN) di Darfur tidak sama dengan sebuah invasi, dan bahwa United Nations (UN) tidak
mempunyai niat mengambil alih negara itu. Semenjak perjanjian perdamaian tahun 2005, upayaupaya internasional meningkat untuk membujuk Pemerintah Sudan mengizinkan United
Nations (UN) mengambil alih tugas penjagaan perdamaian di Darfur dari pasukan African
Union yang berjumlah 7 ribu orang dan mengalami kekurangan dana.13
Dewan Keamanan United Nations (UN) menyetujui Resolusi Nomor 1769 Pasal 7 Piagam
United Nations (UN) pada Juli 2007. Dengan resolusi itu, Dewan Keamanan United Nations
(UN) akan mengerahkan 26 ribu tentara dan polisi ke Darfur untuk memperkuat pasukan
African Union. Sesuai dengan Resolusi, pasukan Dewan Keamanan United Nations (UN) akan
bergabung dengan pasukan African Union (UA) hingga menjadi pasukan penjaga perdamaian
baru yang disebut dengan United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID)10. Pasukan
gabungan yang baru akan menggantikan tugas dari 7 ribu tentara UA yang selama ini dianggap
gagal dalam menangani konflik Darfur karena minim perlengkapan. Resolusi 1769 juga
mensyaratkan adanya penerimaan dari Pemerintah Sudan khusus tentang pengerahan United
Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID). Untuk itu, Pemerintah Sudan secara formal
telah bersedia menerima resolusi. Resolusi tersebut juga mendesak Sudan dan gerilyawan agar
bersedia melakukan gencatan senjata yang permanen dan bergabung ke proses perundingan
perdamaian dengan United Nations (UN) sebagai mediator.
Saat ini masyarakat internasional terus berharap bahwa pemerintah Sudan dan gerakan
pemberontak akan membuat sebuah kesepakatan perdamaian yang adil bagi kedua belah pihak.
10 (UNAMID) is a joint African Union and United Nations peacekeeping mission formally approved by
United Nations Security Council Resolution 1769 on July 31, 2007, to bring stability to the war-torn
Darfur region of Sudan while peace talks on a final settlement continue.

Keputusan perdamaian tersebut seharusnya memihak semua etnis baik dari kelompok Arab
ataupun non Arab seperti Afrika. Salah satu dari kesepakatan perdamaian tersebut adalah Darfur
Peace Agreement (DPA) yang di setujui oleh the Sudanese Government dan the Sudan Liberation
Movement. Kesepakatan ini pun tidak mengubah keadaan Darfur dan konflik pun masih terjadi
di mana-mana.
Hingga saat ini (2003-2011), Darfur belum mendapatkan kedamaian. Kelompok pemberontak
membatalkan pertemuan dengan pemerintah sudan untuk membicarakan tentang perdamaian
negeri tersebut. Masing-masing pihak yang berseteru (pihak pemerintah Sudan dan kelompok
pemberontak) menyalahkan pihak lawan atas konflik yang berlarut-larut terjadi di Darfur hingga
menimbulkan banyak korban. Konflik Darfur telah menewaskan kurang lebih 300 ribu jiwa dan
Sudan's President Omar Hassan al-Bashir11 dituduh sebagai mastermind dari genosida tersebut.
Pihak internasional seperti African Union dan United Nations (UN) telah berulang kali mencoba
mendamaikan wilayah ini namun selalu gagal. Walaupun demikian Pemerintah Sudan akan terus
berusaha dengan cara melakukan kontak dengan pihak pemberontak dalam rangka
mempromosikan gencatan senjata.

11 Omar Hassan Ahmad Al-Bashir (born 1 January 1944) is the current President of Sudan and the head
of the National Congress Party

Bibliography

Anda mungkin juga menyukai