Anda di halaman 1dari 6

RUMUSAN MASALAH

1. Masih Minimnya Pengetahuan Petani Mengenai Pentingnya Sertifikasi


Sertifikasi sistem jaminan mutu dan kemanan pangan atau yang biasa disebut
Sertifikasi Prima adalah serangkain kegiatan pemberian sertifikat kepada pelaku
usaha atau petani atau kelompok tani sebagai bukti pengakuan bahwa pelaku usaha
atau petani atau kelompok tani tersebut telah memenuhi persyaratan dalam
menerapkan sistem jaminan mutu dan kemanan pangan secara konsisten yang
dikeluarkan kementrian pertanian. Sertifikasi diperlukan karena adanya persyaratan
standar mutu dan keamanan pangan di pasar internasional yang semakin ketat,
bahkan beberapa standar pangan internasional telah diperlakukan wajib di negara
maju.

Sertifikasi Prima merupakan sertifikasi yang diberikan pada suatu produk yang
diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami dan menghindari bahan kimia
sintetis serta memperhatikan isu kelestarian lingkungan. Sertifikasi Prima lebih
menekankan pada lingkungan, produktivitas dan standar proses. Sertifikasi Prima
diberikan untuk tanaman pangan segar asal tumbuhan. Pemberian Sertifikat Prima di
Lampung dimulai sejak tahun 2010 oleh OKKPD (Otoritas Kompetensi Keamanan
Pangan Daerah) Provisi Lampung dibawah Naungan BKPD (Badan Ketahanan
Pangan Daerah) Provinsi Lampung dan Sertifikasi Prima diberikan kepada pelaku
usaha. Pelaku usaha yang telah mendapat sertifikat prima merupakan pelaku usaha
yang telah dan mengikuti tahapan dan prosedur yang berlaku yang telah melewati
tahapan-tahapan sertifikasi. Pelaku usaha tersebut merupakan perorangan atau
kelompok tani, komuditas buah dan sayuran di Lampung hanya mendapat sertifikat
prima 3 an 2 belum prima 1. Beberapa komuditas pertanian unggulan Lampug yang
terjamin keamanan pangannya (Pima 3) adalah : manggis, nanas, buah naga, jambu
Kristal, belimbing, wortel, tomat, pisang, kencur, jeruk, papaya California, salak, dan
cabai.

Kabupaten Tanggamus merupakan sentra terbesar penghasil manggis di Provinsi


Lampung. Praktik budidaya manggis secara organik merupakan salah satu cara untuk
menerapkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sehingga
kelestarian lingkungan dapat terjaga. Sertifikasi Prima mewajibkan petani untuk
melakukan usahatani manggis secara organik sesuai standar SNI. Praktik budidaya
manggis secara organik dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami sebagai
input produksi.
Penggunaan bahan-bahan alami sebagai input produksi akan menekan biaya produksi
manggis karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Minimisasi input
produksi dari luar selain ditujukan untuk mencegah degradasi lahan dan lingkungan
juga ditujukan untuk meningkatkan efisiensi biaya dalam usahatani manggis .
Efisiensi biaya akan meningkatkan besarnya manfaat bersih yang diterima oleh petani
manggis. Budidaya manggis secara organik juga diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas manggis sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi petani. Harga
manggisyang sudah tersertifikasi umumnya lebih tinggi dari manggis yang dihasikan
petani nonsertifikasi. Perbedaan harga ini disebut sebagai premium price (harga
premium).
Praktik usahatani manggis yang dilakukan secara organik akan meningkatkan daya
dukung lingkungan bila dibandingkan dengan usahatani manggis anorganik.
Usahatani manggis anorganik atau biasa disebut usahatani manggis konvensional
tidak mengedepankan aspek keberlanjutan secara lingkungan maupun sosial. Praktik
usahatani manggis konvensional menggunakan bahan kimia sintetis untuk
meningkatkan produksi.. Selama ini pola pikir petani telah terjebak dalam
peningkatan produksi melalui pupuk kimia. Pengelolaan hama, penyakit dan gulma
dilakukan dengan pestisida, herbisida dan bahan-bahan kimia lainnya.
Perbedaan praktik usahatani manggis secara organik maupun konvensional akan
memberikan dampak terhadap lingkungan maupun kehidupan sosial petani.

Sertifikasi Prima diharapkan mampu memberikan manfaat dalam mengembangkan


budidaya manggis organik yang berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus, sehingga
penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dalam aspek sosial maupun
lingkungan perlu dilakukan melalui penilaian praktik usahatani manggis secara
organik.
2. Budidaya Manggis Belum Mengarah ke Pertanian Organik.
Pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang
berazaskan daur ulang hara secara hayati (Sutanto, 2002). Pertanian organik
merupakan keseluruhan sistem pengelolaan produksi yang mendorong dan
mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus
biologis dan aktivitas biologis tanah. Pertanian ini menekankan pada praktik-praktik
pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm dan memperhitungkan
kondisi regional sistem yang disesuaikan secara lokal. Pertanian organik merupakan
salah satu metode produksi yang ramah lingkungan, sehingga dapat menjamin
keberlanjutan ekologi, sesuai dengan filosofi kembali ke alam atau selaras dengan
alam.
Perkembangan pertanian organik di Indonesia dimulai pada awal 1980-an
yang ditandai dengan bertambahnya luas lahan pertanian organik, dan jumlah
produsen organik Indonesia dari tahun ke tahun. Perkembangan pertanian organik
ternyata juga diikuti oleh perkembangan trend atau gaya hidup organik masyarakat
yang mensyaratkan konsumsi produkproduk organik. Hal ini kemudian mendorong
isu sertifikasi sebagai jaminan atas dipraktikkannya pertanian organik yang menjadi
sebuah pembicaraan hangat dari tahun 2003. Semakin terbukanya pasar organik,
ternyata masih belum membuat Indonesia cukup mampu menjadi produsen utama
produk organik di dunia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, seperti:
India, Amerika Serikat, dan Argentina. Padahal, Indonesia sebagai negara agraris
sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen organik di

level internasional. Sementara itu, jumlah pelaku pertanian organik di Indonesia yang
telah tersertifikasi relatif sedikit, demikian pula dengan jumlah total area pertanian
organik di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan lagi. Petani belum banyak yang
sadar akan pentingnya produk yang bersifat organik, Seperti halnya untuk komoditas
hortikultura dan tanaman pangan segar, petani Indonesia masih memilih cara bertani
yang konvensional sehingga tidak memperhatikan dampak langsung dan tidak
langsung yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar atas praktik pertanian
tersebut.

3. Produk Pertanian Yang Tidak Tersertifikat Sulit Masuk Pasar


Produk Agribisnis ekspor Indonesia mengalami tantangan besar dalam perdagangan
internasional. Kesulitan yang dialami antara lain dalam memenuhi persyaratan dari
negara pengimpor, terutama berkaitan dengan standar mutu yang ditetapkan. Dilain
pihak pasar dalam negeri Indonesia kebanjiran produk impor yang lebih kompetitif
dan lebih diminati oleh masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang rasional,
termasuk produk Agribisnis sehingga produk Agribisnis Indonesia tidak bisa menjadi
tuan rumah di negeri sendiri.
Keamanan pangan telah menjadi salah satu isu sentral dalam perdagangan produk
pangan. Penyediaan pangan yang cukup disertai terjaminnya keamanan, mutu dan
gizi pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar dalam
pemenuhan kebutuhan pangan. Tuntutan konsumen akan keamanan pangan yang juga
turut mendorong kesadaran produsen menuju persaingan sehat yang berhulu pada
jaminan keamanan pangan bagi konsumen. Untuk menjamin bahwa penanganan
pangan hasil pertanian dilaksanakan dengan baik, maka unit usaha pangan hasil
pertanian harus mendapatkan pengakuan jaminan mutu pangan hasil pertanian.
Pengakuan tersebut diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap pelaku usaha yang
dinyatakan mampu dan memenuhi persyaratan.

Sertifikat prima adalah proses pemberian sertifikat sistem budidaya produk yang
dihasilkan setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi
semua persyaratan untuk mendapatkan label produk Prima Satu (P-1), Prima Dua (P2), dan Prima Tiga (P-3). Tujuan dari pelaksanaan sertifikasi prima tersebut adalah
memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan, memberikan jaminan dan
perlindungan masyarakat/konsumen, mempermudah penelusuran kembali dari
kemungkin penyimpangan mutu dan keamanan produk, dan meningkatkan nilai
tambah dan daya saing produk. Prima Satu (P-1) merupakan penilaian yang
diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman
dikonsumsi, bermutu baik, dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan. Prima
Dua (P-2) yaitu penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani dimana
produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. Sedangkan Prima Tiga
(P-3) adalah penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani dimana produk
yang dihasilkan aman di konsumsi.
Pemberian sertifikasi tersebut dilakukan oleh lembaga pemerintah yaitu Otoritas
Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD), dan Otoritas Kompetensi
Keamanan Pangan Pusat (OKKPP). Pemberian sertifikat kepada pelaku usaha
pertanian merupakan pengakuan bahwa pelaku usaha tersebut telah memenuhi
persyaratan dalam menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian.
Sertifikasi Prima Tiga atau Prima Dua dikeluarkan oleh OKKPD, sedangkan
sertifikasi Prima Satu dikeluarkan oleh OKKPP. Sekretariat Otoritas Kompetensi
Keamanan Pangan Daerah Provinsi Lampung berada di Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Propinsi Lampung. Produk-produk pertanian yang belum tersertifikasi
akan sulit masuk pasar bahkan pasar dalam negeri sehingga sulit untuk produk
pertanian dapat bertahan dalam persaingan perdagangan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut :

1. Apakah sertifikasi Prima dapat memberikan manfaat dari segi ekonomi ditinjau
dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, pendapatan usahatani,
nilai tambah pengolahan manggisserta praktik usahatani manggis yang
berkelanjutan secara ekonomi?
2. Apakah sertifikasi Prima dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik
budidaya manggis yang memperhatikan lingkungan?
3. Apakah sertifikasi organik Prima memberikan manfaat terhadap keberlanjutan
usahatani manggis organik?

Anda mungkin juga menyukai