Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT DALAM MENEMPUH


PROGRAM DOKTER INTERNSIP
DI UPT PUSKESMAS SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO

Oleh :
dr. Stephanie Natasha Djuanda

Pendamping:
dr Herry Boediono

PUSKESMAS SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO
2017

DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ..........................................................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................................................i
Bab I. Pendahuluan.................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2. Rumusan masalah .....................................................................................................1
1.3. Tujuan ......................................................................................................................2
1.4. Manfaat ....................................................................................................................2
Bab II. Tinjauan Pustaka.........................................................................................................3
2.1. Definisi kejang demam.............................................................................................3
2.2. Epidemiologi............................................................................................................3
2.3. Klasifikasi.................................................................................................................3
2.4. Faktor risiko..............................................................................................................4
2.5. Diagnosis..................................................................................................................6
2.6. Tata laksana ..............................................................................................................7
2.7. Prognosis.................................................................................................................11
Bab III. Laporan Kasus..........................................................................................................13
3.1 Identitas...................................................................................................................13
3.2. Anamnesis...............................................................................................................13
3.3. Pemeriksaan Fisik...................................................................................................14
3.4. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................16
3.5. Diagnosis...............................................................................................................16
3.6. Tata Laksana...........................................................................................................16
Bab IV. Pembahasan..............................................................................................................17
Bab V. Penutup......................................................................................................................18
5.1. Kesimpulan.............................................................................................................18
5.2. Saran.......................................................................................................................18
Daftar Pustaka.......................................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang
neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua,
sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. 1,2 Kejang
demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan
tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan susunan saraf
pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya
kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi,
apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah
berapa kali dan waktu anak berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu
kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh,
penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat
kehamilan ibu serta kelahiran bayi.2,3
Kejang demam jarang menjadi epilepsi, dan kejang demam ini secara spontansembuh
tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada
masa anak.1 Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama,
tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. 4 Setiap serangan kejang pada anak harus
mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama
dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa
pada anak atau bahkan menyebabkan kematian
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di
AS, Amerika Selatan,dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi.
Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani
secara lebih teliti.3,5
1.2. Rumusan masalah
1.2.1. Pengertian kejang demam dan klasifikasinya
1.2.2. Faktor risiko terjadinya kejang demam dan rekurensinya
1.2.3. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
1.2.4. Penatalaksanaan kejang demam dan pencegahan kejang selanjutnya serta edukasinya
1.3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1.3.1. Memahami mengenai kejang demam, klasifikasi, diagnosias dan tata laksananya
1.3.2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran
1.3.3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Internsip di Puskesmas Sooko

1.4. Manfaat
2

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberi informasi kepada tenaga kesehatan
dan masyarakat mengenai kejang demam dan terutama penanganannya sehingga dapat diterapkan
baik pada pasine maupun bagi orang di sekitarnya karena kasus kejang demam cukup sering terjadi
pada anak-anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Jadi, kejang yang terjadi bukan
3

disebabkan karena infeksi sistem saraf pusat atau penyebab lain misalnya gangguan elektrolit pada
anak yang diketahui tidak memiliki riwayat epilepsi sebelumnya. 2,3,4
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam sebelumnya, lalu saat ini mengalami kejang
demam kembali bukan termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi kurang
dari 1 bulan (neonatus) tidak termasuk dalam kejang demam. 1,3

2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Bila anak berumur < 6 bulan
atau > 5 tahun maka sebaiknya dipikirkan kemungkinan lain, misalnya Infeksi SSP atau epilepsy
yang kebetulan terjadi bersana demam. 1 Angka kejadian kejang demam lebih banyak pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbadingan 1.42 : 1. 3

2.3. Klasifikasi1,2,3,4
2.3.1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Yaitu kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam atau dalam satu episode demam3. Kejang demam sederhana
merupakan 80% dari seluruh kejang demam.
2.3.2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. kejang lama > 15 menit
2. kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%

kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial
Kejang berulang adalah kejang 2x atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak

sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam. 1
Status epileptikus adalah kejang yang berlangsung 30 menit atau lebih. 3

2.4. Faktor Resiko


4

Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kejang demam adalah :


2.4.1. Umur
a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada
anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
2.4.2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki.
2.4.3 Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada
saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk
setiap anak, berkisar antara 38,3C 41,4C. Adanya perbedaan ambang kejang ini
menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat
sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat
tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam
akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.
2.4.4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa
penulis mendapatkan bahwa 25 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota
keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurangkurangnya sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang demam cenderung
timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam
tinggi.3,4
2.4.5. Faktor lain
Faktor-faktor lain yang dipercaya dapat meningkatkan risiko kejang demam pada anak di
antaranya adalah:

Faktor Prenatal misalnya penyakit ibu sebelum hamil, ibu perokok, dan peminum alkohol

atau gangguan fertilitas6


Faktor perinatal misalnya gangguan selama kehamilan
Vaksinasi DPT dan MMR. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa risiko anak mengalami

kejang demam meningkat setelah pemberian vaksinasi DPT dan MMR. Akan tetapi angka

kejadiannya sangat sedikit. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per
100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. 1,4,6

Faktor-faktor di atas masih belum diketahui kebenarannya secara jelas karena beberapa
studi menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh sangat sedikit atau bahkan
tidak sama sekali.

2.4.6. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :
1.
2.
3.
4.

Riwayat kejang demam1,4 atau epilepsi4 dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan1
Temperatur yang rendah saat kejang1,4
Cepatnya kejang setelah demam1,4

Bila semua faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut, kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

2.4.7. Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko lain adalah kemungkinan berkembangnya kejang demam menjadi epilepsi di
kemudian hari. Faktor risiko epilepsi adalah
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%.
Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam.1,5

2.5. Diagnosis
2.5.1. Anamnesis

Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum /saat kejang,

frekuensi,interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.


Riwayat perkembangan kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
Singkirkan penyebab kejang yang lainnya.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik :

Kesadaran,
Tanda tanda vital
tanda rangsang meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial,
tanda infeksi diluar SSP2,3,5

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang


2.5.3.1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya GEA dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. 1,3

2.5.3.2. Pungsi lumbal


Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirikan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah


0.6-6.7%.
Pada bayi kecil sulit sekali untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 1
2.5.3.3. EEG
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejag atau memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsy pada pasien kejang demam, sehingga pemeriksaan ini
tidak direkomendasikan, tapi masih dapat dilakukan untuk kejang demam yang tidak khas,

misalnya kejang demam kompleks, kejang pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang
demam fokal1

2.5.3.4.Pencitraan
Foto Xray kepala dan pecitraan seperti CT scan atau MRI jarang sekali dikerjakan, hanya
dikerjakan dengan indikasi sebagai berikut:
1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. paresis nervus VI
3. papilledema1

2.6. Tata Laksana


2.6.1. Tata laksana akut saat kejang
Yang penting diamankan terlebih dahulu adalah Airway, Breathing, Circulation
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Jika pada saat datang anak masih kejang, maka kejang harus segera dihentikan. Setelah itu harus
dilakukan pengukuran temperatur apakah anak sedang dalam keadaan demam. Sangat penting untuk
menentukan apakah kejang yang terjadi adalah karena demamnya. 3
Jika datang pada saat kejang:
1.
2.
3.
4.

Pakaian yang ketat dibuka


Pasien dimiringkan apabila muntah, untuk mencegah aspirasi
Pembebasan jalan napas , oksigenasi terjamin
Atasi kejang dengan diazepam rektal, intra vena (bagan 1) -> seringkali kejang berhenti

sendiri
5. Pastikan apakah anak demam . Jika ya, turunkan panas dengan medikamentosa disertai
dengan kompres hangat1

Bagan 1. Penatalaksanaan anak dengan kejang1

Bagan 2. Assessment pasien dengan kejang2

2.6.2. Pemberian obat saat demam untuk pencegahan


2.6.2.1 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Antipiretik yang
digunakan biasanya adalah Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali dapat diberikan 4x
sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Bisa juga diberikan ibuprofen dengan dosis 5-10
mg/kg/kali 3-4x sehari.1

10

2.6.2.2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kg tiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0.5
mg/kg tiap 8 jam pada anak dengan suhu > 38.5 OC. Akan tetapi dosis tersebut cukup tinggi dan
dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Sedangkan
penggunaan fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.1

2.6.3. Pemberian obat rumatan


Pemberian obat rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut salah
satu).
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental hidrosefalus. Kelainan neurologis tidak nyata
misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumatan.
3. Kejang fokal (kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik).
Dipertimbangkan pemberiannya bila:
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam 4x/ tahun1

2.6.3.1. Jenis antikonvulsan yang diberikan untuk pengobatan rumatan


Obat yang biasa digunakan adalah fenobarbital atau asam valproat. Pemberian obat-obatan
ini terbukti efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat justru dapat
menyebabkan efek samping. Karena itu pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dalam jangka pendek.
Penggunaan fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Karena itu, obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama pada anak yang berusia < 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat adalah 15-40mg/kg/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital adalah 34mg/kg/ hari dalam 1-2 dosis
11

Pengobatan dengan obat rumatan diberikan dalam 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan1

2.6.4. Edukasi pada orang tua


Orang tua umumnya pasti sangat cemas jika mengetahui anaknya kejang hingga
beranggapan bahwa anaknya telah meninggal, karena itu sangat peting mengurangi kecemasan
tersebut.
1.
2.
3.
4.

Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tapi harus diingat adanya efek
samping obat1,2

Cara penanganan kejang yang harus dijelaskan pada orang tua:


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakainan yang ketat terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemingkinan lidah tergigit jangan memasukkan
4.
5.
6.
7.

sesuatu ke dalam mulut


Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
Tetap bersama pasien saat kejang
Berikan diazepam rektal. Diazepam rektal tidak usah diberikan bila kejang telah berhenti
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang telah berlangsung 5 menit atau lebih. 1

2.7. Prognosis
Prognosis dari kejang demam, terutama kejang demam sederhana umumnya baik

2.7.1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan adanya kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.
2.7.2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan .
12

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama
Jenis kelamin
Usia

: An. F
: Laki-laki
: 1 tahun
13

Pekerjaan
Alamat
Agama
Tanggal masuk

:: Trowulan
: Islam
: 27 Desember 2016 pk 07.38

3.2. Anamnesis
1. Keluhan utama : kejang seluruh tubuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya pasien datang diantar orang tuanya dengan keluhan demam dan diare, tetapi
pada saat datang tiba-tiba pasien kejang. Kejang terjadi 1x selama 10-15 menit. Kejang
terjadi di seluruh tubuh, pasien terlihat kaku dan kelonjotan, mata mendelik ke atas.
Sebelumnya pasien tidak pernah kejang. Setelah kejang pasien sadar dan menangis.
Pasien BAB cair selama 5 hari kurang lebih 4-5x sehari, tidak ada lendir dan darah,
ampas +. Tiap kali BAB sekitar 1/3 gelas belimbing. Nafsu makan dan minum anak masih
baik. Mual muntah disangkal. Tidak terdapat batuk pilek, nyeri perut dan riwayat
perdarahan spontan.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu : demam tifoid. Riwayat kejang sebelumnya disangkal
4. Riwayat Pengobatan : Pasien dibawa ke bidan 2 hari sebelumnya dan diberi obat. Ibu
tidak tahu nama obatnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat kejang dalam keluarga disangkal
6. Riwayat kehamilan dan kelahiran : Selama mengandung pasien, ibu pasien rutin
memeriksakan kehamilan di bidan. Pasien dilahirkan di bidan, dengan persalinan
normal, cukup bulan dengan panjang badan 50 cm dan berat badan 3000 g. Tidak
ada penyulit dalam kelahiran. Setelah lahir, bayi langsung menangis kuat
7. Riwayat imunisasi : Pasien sudah mendapatkan semua imunisasi dasar yang sesuai
dengan usianya
8. Riwayat tumbuh kembang : Pasien saat ini berusia 1 tahun. Pertumbuhan sesuai
dengan usianya

3.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang, compos mentis, nafas spontan
GCS : E4 M6 V5, pasien menangis kuat
2. Tanda Vital
a. Laju nadi
: 135x ,teratur, kuat, penuh
b. Laju pernafasan : 40x
14

: 39.5OC

c. Suhu
3. Antropometri :
Berat Badan
Tinggi Badan
4. Kepala
Bentuk

: 9 kg
: 75 cm

: normosefal, simetris, deformitas(), rambut hitam, sulit dicabut, ubun-ubun

Wajah
Mata

datar
: deformitas (-)
: konjungtiva: anemis (-/-) sklera: ikterik (-/-), pupil isokor, awalnya miosis,

Telinga
Hidung

setelah diberikan stesolid RC +/+


: perforasi membran timpani (-/-), discharge (-/-), rash (-), KGB (-)
: deformitas (-), perdarahan (-), hiperemis (-), edema (-), deviasi septum nasi

Mulut

(-), nafas cuping hidung (-)


: mukosa sianosis (-), perdarahan gusi (-), sariawan (-)

5. Leher
a. Inspeksi
b. Palpasi
6. Thoraks
Inspeksi

: simetris, jejas (-)


: trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe regional (-), vertebra
cervicalis stabil, kaku kuduk : bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (-), deformitas (-)

Jantung
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
: kesan batas jantung normal
: bunyi jantung S1,S2 normal, reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
a. Inspeksi

: gerakan dinding dada kanan kiri saat bernafas simetris, retraksi

dinding dada (-)


b. Palpasi
: stem fremitus dalam batas normal
c. Perkusi
: sonor di semua lapang paru
d. Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

7. Abdomen
a. Inspeksi
: datar, pelebaran pembuluh vena (-), rash (-), striae (-), jejas (-)
b. Auskultasi
: bising usus (+) meningkat
c. Perkusi
: timpani
d. Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
Hepar: tidak teraba besar, Lien: tidak teraba besar
8. Ekstremitas
Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-), ptechiae 15

STATUS NEUROLOGIS
Tanda Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Kerniq (-)
Refleks Patologis :
Babinski (-)
Openheim (-)
Refleks fisiologis :
refleks biseps +/+
Refleks triseps +/+
Refleks patella +/+
Refleks achilles +/+

3.4. Pemeriksaan Penunjang


DL

: Hb
Hct
Leukosit
Trombosit

: 10.6 g/dl
: 31
: 9.300
: 366.000

Widal : S typhii O 1/160

Rencana UL, pemeriksaan elektrolit , dan Pungsi Lumbal jika diperlukan


3.5. Diagnosis
Kejang demam sederhana
DD/ :
- Kejang Demam Kompleks
- Infeksi SSP (meningoencephalitis)

3.6. Tata Laksana


Airway
Breathing
Circulation
-

: Posisi supine, miringkan pasien


: Beri O2 2-3 lpm dengan nasal kanul
: IVFD RL 900cc/24 jam

Pemberian Diazepam per rectal 5 mg


Inj Cefotaxime 3x150 mg iv
Inj Antrain 3x100 mg iv
Observasi 1x24 jam Inj Diazepam iv 4 mg 1x jika masih kejang setelah itu rujuk ke
RS
P.o :
Zinc 1 x 20mg
Lacto B 2 x sach

16

BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis kejang demam sederhana pada pasien di atas dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien
mengalami kejang saat demam sebanyak 1x dalam 24 jam, dengan durasi 10-15 menit. Kejang
bersifat umum, yaitu tonik klonik. Tidak didapatkan gerakan fokal saat kejang. Selama kejang pasien
tidak sadar dan setelah kejang pasien menangis. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang
demam sederhana. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk
menyingkirkan diagnosis epilepsi. Dari alloanamnesis dengan orang tua pasien, didapatkan bahwa
pasien mengalami BAB cair selama 5 hari, kurang lebih 4-5x per hari, berwarna kuning, tidak
didapatkan lendir maupun darah. Selama 5 hari, pasien masih mau makan dan minum. Kemungkinan
penyebab infeksi adalah dari gastroenteritis yang diderita pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya suhu tubuh yang tinggi, yaitu 39.5 C, sedangkan
tanda vital yang lain masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus
yang meningkat. Tidak adanya tanda peningkatan TIK, rangsang meningeal, refleks patologis
menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial
walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal.
Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang telah dilakukan, tidak didapatkan hasil yang
terlalu bermakna. Kadar leukosit masih dalam batas normal dan walaupun didapatkan hasil Widalnya
1/160 untuk S typhii, hal tersebut tidak terlalu bermakna karena pasien memiliki riwayat pernah
terpapar dengan uman tifoid. Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah
untuk menyingkirkan kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal
juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk
terjadinya kejang.
Penatalaksanaan untuk kasus di atas adalah pengamanan ABC dahulu pada saat pasien kejang
sambil diberikan Diazepam per rektal sebanyak 5 mg karena bobot pasien < 10 kg. Setelah itu dicari
akases intravena dan diberikan cairan infus berupa RL 900 cc/24 jam. Pasien diberikan obat injeksi
berupa antipiretik dan antibiotik karena pasien demam tinggi dan hasil Widal yang positif, sehingga
dianggap sebagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Setelah itu pasien diobservasi selama 1x24
jam, jika masih terdapat kejang, maka diberikan diazepam iv sebanyak 0,3-0,5 mg/kg dan sebaiknya
psaien dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut.

BAB V
PENUTUP
17

5.1. Kesimpulan
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi
pada anak yang berumur 6 bulan - 5 tahun. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting
adalah demam. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang
tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.
Kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu sederhana dan kompleks. Kejang demam
sederhana (simple febrile seizure) berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) adalah kejang dengan salah
satu ciri berikut : kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial; berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratoriumyang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan cairan
serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi SSP.
Pada kejang demam, penatalaksanaan yang penting adalah bagaimana menghentikan
kejang pada fase akut, memberikan obat-obatan antipiretik dan antikonvulsan serta
menghilangkan fokus infeksi untuk menghindari berulang kembalinya kejang, memberikan
pengobatan rumatan pada beberapa kasus dan bagaimana mengedukasi orang tua untuk
penanganan kejang di rumah.
5.2. Saran

Bagi dokter dan perawat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk
menambah pengetahuan tentang penanganan kejang demam pada anak dan dewasa
yang berguna bagi profesinya dan dirinya sendiri. Bagi masyarakat diharapkan dapat
memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang penanganan kejang
demam pada anak dan dewasa yang berguna bagi kesehatan. Alangkah baiknya jika
setiap orang tua yang memiliki anak balita menyediakan obat demam dan antikejang di
rumah sebagai penanganan awal. Selain sebaiknya di setiap puskesmas juga disediakan
diazepam per rektal, baik untuk peserta BPJS maupun pasien umum.

DAFTAR PUSTAKA

18

1.

Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S (ed). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2006. p. 1-14

2. Ardnt D, Levisohn P, Berman S. Seizure disorders: febrile. In: Bermans Pediatric Decision
Making. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2011. p. 3547
3. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures: overview and implications. International J Med
Sci. 2007 Apr 7;4(2):1104.
4. Millar JS. Evaluation and treatment of the child with febrile seizure. Am Academy Fam Physicians.
2006 May 15;73(10):17614.
5. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan
medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.
6. Sun Y, Vertergaard M, Christensen J, Zhu JL, Bech BH, Olsen J. Epilepsy and febrile seizures in
children of treated and untreated subfertile couple. Hum Reprod. 2007;22(1):21520.

19

Anda mungkin juga menyukai