OBJEK
BPHTB
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas
tanah
dan
Perolehan
hak
1.
atas
atau
tanah
dan
atau
Pemindahan
bangunan.
bangunan
Hak
a.
tersebut
meliputi:
karena
Jual
b.
Beli
Tukar
Menukar
c.
Hibah
d.
Hibah
Wasiat
e.
Waris
f.
Pemasukan
g.
Pemisahan
h.
i.
dalam
Perseroan/Badan
Hak
yang
Penunjukan
Pelaksanaan
Hukum
mengakibatkan
pembeli
putusan
Hakim
j.
yang
lainnya
peralihan
dalam
mempunyai
Lelang
kekuatan
Hukum
Tetap
Penggabungan
Usaha
k.
Peleburan
Usaha
l.
Pemekaran
Usaha
m.
Hadiah
Pemberian
a.
Hak
Baru
Kelanjutan
b.
karena
Pelepasan
Diluar
Hak
Pelepasan
Hak
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur
dalam
pasal
ayat
(3)
a.
UU
BPHTB
meliputi
Hak
b.
Milik
Hak
c.
Guna
Hak
Usaha
Guna
d.
Bangunan
Hak
e.
Hak
Milik
atas
f.
Pakai
satuan
Rumah
Hak
Susun
Pengelolaan
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu
:
1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik
2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan
guna
kepentingan
umum
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain
dengan
5.
6.
B
tidak
Objek
Objek
yang
yang
adanya
diperoleh
diperoleh
orang
orang
perubahan
pribadi/Badan
pribadi/Badan
SUBJEK
karena
nama
karena
kepentingan
WAKAF
IBADAH
BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau
Bangunan.
C.
WAJIB
PAJAK
BPHTB
Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila
dikenakan
kewajiban
TARIF,
membayar
pajak.
DASAR
DAN
PENGENAAN
CARA
A.
MENGHITUNG
BPHTB
Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %. Penentuan tarif tunggal ini
dimaksudkan
untuk
kesederhanaan
B.
dan
kemudahan
perhitungan.
DASAR
PENGENAAN
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai
ketentuan
pasal
Berdasarkan
jenis
perolehan
1.
Jual
2.
Tukar
3.
7.
Menukar
Peralihan
10.
Hak
Pemberian
Penggabungan
Peleburan
12.
Pemekaran
13.
Lelang
Hukum
Putusan
Usaha
Nilai
Pasar
Pasar
Nilai
Nilai
Nilai
Pasar
Pasar
Pasar
Nilai
Pasar
Nilai
Pasar
=
tercantum
Pasar
lainnya
Hakim
Baru
Usaha
yang
Pasar
Nilai
Usaha
Hadiah
Pasar
Nilai
Hak
11.
14.
Hak
karena
Pasar
Nilai
Badan
Transaksi
Nilai
=
berikut
Nilai
=
Perseroan
sebagai
Harga
=
Wasiat
dalam
BPHTB.
adalah
Pemisahan
9.
tersebut
=
Waris
Pemasukan
UU
NPOP
Beli
Hibah
5.
8.
haknya,
Hibah
4.
6.
Nilai
dalam
Pasar
Risalah
Lelang
Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah
dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum
ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena
pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini
dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini
kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak
Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah)
b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Negara
Perumahan
Rakyat
Nomor
03/PERMEN/M/2007
tentang
Pengadaan
Perumahan
dan
Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun
Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi
Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh
sembilan juta rupiah)
c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro
dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha
Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c,
ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada
NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka NPOPTKP untuk perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada
huruf d
f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada
NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka NPOPTKP untuk perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada
huruf
d.
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per
daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang
bersangkutan.
C.
CARA
MENGHITUNG
BPHTB
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara
mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang
adalah
BPHTB
terutang
Tarif
NPOPKP
Contoh
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten
Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP
ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban
Bapak
Sumarno
5%
atau
tsb
(50.000.000
dengan
kata
lain
adalah
60.000.000)
Bapak
Sumarno
tidak
Nihil
terutang
BPHTB.
2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas
sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan
bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus
dipenuhi
oleh
5%
PENGENAAN
DAN
A.
Bapak
Ali
(600.000.000
BPHTB
BPHTB
adalah
50.000.000)
KARENA
PEMBERIAN
PENGENAAN
tersebut
=
WARIS,
KARENA
WARIS
Rp27.500.000,-
HIBAH
HAK
WASIAT
PENGELOLAAN
DAN
HIBAH
WASIAT
Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat
diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1
Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang.
2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan
3. Dasar
pengenaan
(NPOP)
adalah
nilai
pasar
pada
saat
pendaftaran
hak.
4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :
a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu
derajat
b.
ke
bawah
Maksimum
Rp60
dengan
juta
pemberi
terhadap
hibah
penerima
wasiat
hibah
wasiat
termasuk
selain
suami/istri.
dari
yang
diatas.
Contoh
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar
pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan
PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan
sebesar
Rp250
juta
maka
BPHTB
yang
terutang
adalah
sebesar
2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar
pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB
pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut
ditentukan
50%
sebesar
Rp50
5%
juta
maka
(Rp300
juta
BPHTB
yang
Rp50
terutang
juta
adalah
sebesar
Rp6.250.000,-
3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu Al-Jannah menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang
tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila
NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar
oleh
Yayasan
50%
B.
5%
tersebut
PENGENAAN
Rp800
BPHTB
juta
KARENA
adalah
sebesar
Rp60
juta)
PEMBERIAN
HAK
Rp18.500.000,PENGELOLAAN
Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur
dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000
tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagianbagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain
dan
b.
Perum
50%
dari
BPHTB
yang
seharusnya
Perumnas
terutang
untuk
selain
yang
diatas.
c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak
Pengelolaan
d.
Dasar
pengenaan
NPOP)
adalah
Nilai
Pasar
e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.
Contoh
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas 5 Ha
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas
tersebut
adalah
2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak pengelolaan dari
pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan
hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan
NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka
besarnya
50%
BPHTB
x
yang
5%
harus
SAAT
dibayar
oleh
(Rp1,25
BUMD
milyar
DAN
tersebut
Rp50
TEMPAT
SERTA
juta)
adalah
=
juta
TERUTANG
CARA
SAAT
sebesar
Rp30
PAJAK
TATA
A.
Perpakiran
PEMBAYARAN
TERUTANG
PAJAK
Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah
dan
atau
1.
Jual
2.
Tukar
3.
bangunan
Beli
Sejak
Menukar
Sejak
Hibah
sebagai
tanggal
Sejak
dibuat
tanggal
tanggal
berikut
&
dibuat
dibuat
ditandatanganinya
&
ditandatanganinya
&
ditandatanganinya
:
Akta
Akta
Akta
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
5.
Pemasukan
dalam
Perseroan
6.
Pemisahan
Hak
7.
Lelang
Sejak
Sejak
Sejak
tanggal
tanggal
dibuat
dibuat
tanggal
&
&
ditandatanganinya
ditandatanganinya
penunjukan
pemenang
Akta
Akta
Lelang
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian
Hak
11.
Penggabungan
12.
Peleburan
13.
Pemekaran
14.
Hadiah
Usaha
Usaha
Usaha
:
:
:
Sejak
Sejak
:
Sejak
tanggal
dibuat
&
ditandatanganinya
Akta
tanggal
dibuat
&
ditandatanganinya
Akta
tanggal
dibuat
&
ditandatanganinya
Akta
Sejak
tanggal
dibuat
&
ditandatanganinya
Akta
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak
BPHTB
adalah
B.
merupakan
TEMPAT
saat
PAJAK
untuk
wajib
membayar
TERUTANG
pajak.
:
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan
atau bangunan
C.
TATA
CARA
PEMBAYARAN
Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang
kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut :
a.
Pembayaran
tidak
mendasarkan
kepada
adanya
Surat
Ketetapan
Pajak.
b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos
atau
Tempat
Pembayaran
lain
yg
ditunjuk
c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan
Kewajiban
Bayar
1.
Dibuat
2.
Hak
Ditandatanganinya
Putusan
TATA
Pengadilan
CARA
A.
Tata
SK
untuk
Waris
penetapan
&
Pemberian
Hak
yang
dalam
hal
mempunyai
Hibah
Wasiat
Lelang
pemberian
kekuatan
PENETAPAN
BPHTB
Akta
pemenang
TATA
cara
ditandatanganinya
Ditunjuknya
5.
saat
&
Pendaftaran
3.
4.
pada
hukum
DAN
didalam
pasal
Baru
tetap
PENAGIHAN
CARA
diatur
Hak
PENETAPAN
11
dan
12
sebagai
berikut
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang
bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan
Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka
waktu
24
bulan
48%
).
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor
Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)
ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum
ada pemeriksaan
Contoh
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003 dengan
harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada
tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu
pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah
tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor Pelayanan
PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal
1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan
SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP
ditentukan
sebesar
Rp50.000.000,-
Jawab :
1.
BPHTB
5%
2.
yang
telah
x
BPHTB
5%
yang
seharusnya
kurang
:
50.000.000)
pada
tanggal
yang
2%
seharusnya
terutang
kurang
(
1.
pasal
100.000,-
Maret
2003
13,
14
dan
15
Rp15.000.000,Rp
2.500.000,Rp
2.500.000,5.000.000,PENAGIHAN
UU
BPHTB
maka
apabila
tidak/kurang
administrasi
berupa
bayar
Rp17.500.000,-
terutang
kena
CARA
Dari
WP
Rp
Rp
Pajak
2.
tanggal
TATA
dengan
2.500.000,2.600.000,-
100%
Rp15.000.000,-
dibayar
B.
2003
Rp12.500.000,-
50.000.000)
bayar
SKBKBT
Pebruari
Rp
pada
Rp12.500.000,-
Rp2.500.000,-
telah
administrasi
adalah
Rp
yang
Sanksi
2003
=
x
(400.000.000
BPHTB
dibayar
BPHTB
3.
Januari
bayar
BPHTB
Sesuai
50.000.000)
telah
SKBKB
5%
terutang
-
yang
BPHTB
tanggal
(350.000.000
BPHTB
3.
pada
(300.000.000
Denda
dibayar
bayar
denda/bunga
maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per
bulan
Surat
maksimum
Tagihan
BPHTB
24
setara
dengan
Surat
bulan.
Ketetapan
Pajak
(SKP)
Penagihan
Pajak.
Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu) bulan sejak
diterima
oleh
KEBERATAN,
A.
wajib
pajak,
lewat
batas
BANDING
waktu
dapat
ditagih
DAN
dengan
SURAT
PAKSA.
PENGURANGAN
KEBERATAN
Keberatan
diatur
dalam
pasal
16
dan
17
yang
dapat
dirinci
sebagai
berikut
1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP Pratama atas :
SKBKB,
2.
SKBKBT,
Secara
tertulis
dalam
SKBLB,
bahasa
Indonesia
dengan
SKBN
alasan
yang
jelas
;
dan
dilampiri
a.Copy SSB ;
b.Asli
SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
c.Copy
Akta/Risalah
Lelang
SK
Pemberian
Hak
Putusan
d.Copy
Hakim
identitas
waktu 3(tiga)
bulan sejak
diterimanya
SK oleh wajib
pajak
4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak dipertimbangkan
5.
Keberatan
tidak
menunda
kewajiban
membayar
pajak
6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak, lewat waktu
dianggap
diterima
7.
Keputusan
a.
mengabulkan
dapat
berupa
seluruhnya
b.
sebagian
menolak,
c.
menambah
atau
besar
pajak
terutang
8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan
banding
ke
B.
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Pajak
sekarang
I
Pengadilan
Pajak
)
G
Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat disarikan sebagai berikut :
Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK Keputusan
Keberatan
Pengajuan
banding
tidak
menunda
kewajiban
pembayaran
pajak
Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga 2%/bulan
maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB
Lebih
Bayar
C.
PENGURANGAN
Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan
BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK
No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut :
1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :
a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan tidak
mempunyai
kemampuan
ekonomis
mendapat
pengurangan
sebesar
75%
b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau
bangunan
secara
fisik
lebih
dari
20
tahun
mendapat
pengurangan
sebesar
50%
c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS langsung dari
pengembang
dan
membayar
secara
angsuran
mendapat
pengurangan
sebesar
25%
d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan kebawah mendapat
pengurangan
sebesar
50%
a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah
NJOP
mendapat
pengurangan
sebesar
50%.
b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah untuk kepentingan
umum
yang
memerlukan
persyaratan
khusus,
mendapat
pengurangan
sebesar
50%
c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan
perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai
kebijaksanaan
pemerintah,
mendapat
pengurangan
sebesar
75%
d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank
Exim
dalam
rangka
merger,
mendapat
pengurangan
sebesar
100%
e. WP Badan melakukan Merger atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan
likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan pengunaan Nilai Buku dlm rangka penggabungan
atau
peleburan
usaha
tersebut
dari
Dirjen
Pajak,
mendapat
pengurangan
sebesar
50%
f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi karena bencana alam dlsb
yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%
g. WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya) yang memproleh hak
atas
tanah
dan
atau
bangunan
rumah
dinas
pemerintah,
mendapat
pengurangan
75%
h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaaan
perumahan
bagi
anggota
Korpri/PNS,
mendapat
pengurangan
sebesar
100%
i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai
kelanjutan dari pelaksanaan KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan
Reasuransi,
mendapat
pengurangan
sebesar
50%.
j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang memperoleh
hak atas tanah dan atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek
pajaknya terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan Kepulauan
Nias,
Sumatera
Utara,
mendapat
pengurangan
sebesar
100%.
k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian Propinsi
Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya
bencana,
diberi
pengurangan
sebesar
100%.
l. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai Selatan
Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya
bencana,
diberi
pengurangan
sebesar
100%.
3. Tanah dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak mencari keuntungan
mendapat
pengurangan
sebesar
50%
4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi berlangsung digunakan untuk
kepentingan
sosial/pendidikan
yang
semata-mata
pengurangan
tidak
untuk
mencari
keuntungan
mendapat
sebesar
TATA
CARA
100%.
PERMOHONAN
PENGURANGAN
1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP / Dir.Jen.Pajak
dalam
bahasa
a.
b.
Indonesia
Fotokopi Surat
Fotokopi
Akta
Setoran
Risalah
Lelang
c.
2.
lampiran
Bea
Kep.Pemberian
Hak
SSB
Baru
Putusan
Hakim
Fotokopi
d.
e.
dengan
Surat
Keterangan
Fotokopi
Permohonan
identitas
persetujuan
dalam
Lurah/Kepala
Merger
waktu
3(tiga)
dari
bulan
Desa
Dirjen
sejak
tanggal
Pajak
pembayaran
3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh Notaris/PPAT
4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam Berita Acara
5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak
dipertimbangkan
KEPUTUSAN
PENGURANGAN
1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak terima permohonan dari
Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima. Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat)
bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan.
2.
Bentuk
Keputusan
3.
mengabulkan
seluruhnya
Wewenang
a.
Ketetapan
sampai
b.
Ketetapan
diatas
dengan
2,5
atau
menolak
Keputusan
2,5
sebagian
sampai
oleh
Kepala
dengan
Kantor
M
:
PBB/
oleh
KPP
Pratama
KAKANWIL
DJP
c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak
PENGURANGAN
YANG
DIHITUNG
SENDIRI
OLEH
WP
Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum pembayaran
BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda pengurangan dihitung sendiri dan jumlah setoran setelah
pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syaratsyarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar
maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut ,
maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali
RESTITUSI
DAN
SERTA
IMBALAN
PEMBAGIAN
A.
HASIL
RESTITUSI
BUNGA
PENERIMAAN
DAN
BPHTB
IMBALAN
BUNGA
Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 yang
dapat
dirinci
1.
sebagai
berikut
Sebab-sebab
a.
Pajak
dibayar
>
Restitusi
pajak
terutang
Permohonan
yang
disebabkan
oleh
pengurangan
dikabulkan
Permohonan
keberatan
dikabulkan
Permohonan
banding
dikabulkan
Perobahan
peraturan
b.
Pajak
dibayar
tidak
2.Tata
Cara
Pengajuan
Restitusi
seharusnya
dan
terutang
Imbalan
Bunga
a. Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam bahasa Indonesia dengan alasan dan dilampiri :
1)
Asli
2)
Surat Setoran
Fotokopi
3)
Fotokopi
SK
Akta
4)
Bea
Keberatan
Risalah
Lelang
Fotokopi
/
/
SSB
Banding
Keputusan
Hak
identitas
/
Baru
)
Pengurangan
Putusan
Wajib
Hakim
Pajak
b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan
c.
Berdasarkan
pemeriksaan
atas
permohonan,
KPPBB/KPP
Pratama
menerbitkan
1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang.
2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya dengan jumlah pajak yang terutang
3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari jumlah pajak terutang
d. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu 12 bulan tersebut terlampaui,
maka permohonan tersebut dianggap diterima dan paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus terbit
SKBLB dan apabila penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan dihitung
sejak
lewat
waktu
sampai
dengan
terbit
SKBLB.
e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB
(SKPKPB)
yang
dikirim
ke
WP,
BO,
KPKN
dan
Kanwil
DJP.
f. Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran
BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan.
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan Surat Perintah Membayar
Imbalan
Bunga
SPMIB
B.
PEMBAGIAN
HASIL
PENERIMAAN
BPHTB
Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam pasal 23 Undang-undang BPHTB dan pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No:519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000
sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian
bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran
berjalan.
2.
Pemerintah
Daerah
mendapat
a.16%
bagian
sebesar
80%
untuk
b.64%
yang
dibagi
sebagai
Daerah
untuk
berikut
Propinsi
Daerah
Kabupaten/Kota
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil
BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran
melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini
dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan
SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank
Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi
penerimaan
BPHTB
tahun
anggaran
berjalan
dan
dilaksanakan
secara
mingguan.
Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada minggu
pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan
nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang
dilampiri dengan: 1)asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan 2)fotokopi keputusan
kepala daerah mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara
Umum
KEWAJIBAN,
A.
Daerah
yang
disahkan
PELAPORAN
KEWAJIBAN
oleh
DAN
kepala
daerah.
SANKSI
PEJABAT
Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang mengatur tentang kewajiban
bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB yaitu :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat menandatangani Akta pada saat WP
menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan menyerahkan fotokopi dan menunjukkan aslinya.
2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat WP menyerahkan SSB.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah
hanya dapat menandatangani dan menerbitkan SK dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB.
4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat
Pertanahan
Kabupaten/Kota
pada
saat
WP
menyerahkan SSB.
B.
PELAPORAN
Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang BPHTB yang mengatur
hal-hal sebagai berikut :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib menyampaikan laporan
tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP
Pratama
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberitahukan perolehan hak atas tanah karena
pemberian
hak
baru
kepada
Kepala
KPPBB/KPP
Pratama
disertai
salinan SSB.
C.
berikutnya.
Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26 Undang-undang BPHTB
sebagai berikut :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang melanggar ketentuan
Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.7.500.000,- setiap pelanggaran dan
denda sebesar Rp.250.000,- untuk setiap laporan.
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan bagi pejabat dikenakan sanksi
sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.