Anda di halaman 1dari 14

A.

DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan istilah Fibromioma,
leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga
dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot
rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak
yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,terutama wanita usai
produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan mioma
mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum,
2003).
B. ETIOLOGI
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui,
namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a)

Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil

b) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche


c)

Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause

d) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri


2. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a) Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita
menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b) Hormon endogen (Endogenous Hormonal)

Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari
hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon
esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang
rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi
estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan
miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus menstruasi
(Djuwantono, 2004).
c) Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali
lipat kekuatan ekspresi dari VEGF- (a myoma-related growth factor)
dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri (Parker, 2007).
d) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi
peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan pprevalensi
mioma uteri (Parker, 2007).
e) Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan
prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi,
daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden
mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak
diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan
dengan mioma uteri (Parker, 2007).
f) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus
kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri
(Manuaba, 2007).
g) Paritas

Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara


dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1
(satu) atau 2 (dua) kali.
h) Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan
penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi
estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007)
C. KLASIFIKASI
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka
tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut :
1.

Mioma intramural : merupakan mioma yang paling banyak ditemukan. Sebagian


besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah, yaitu
miometrium.

2.

Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang
paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya
dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga peritoneum
disebut wandering/parasitic fibroid Ditemukan kedua terbanyak.

3.

Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus paling
dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan
melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt (Chelmow, 2005).

D. PATOFISIOLOGI
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi hal tersebut
diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma sangat bervariasi.
sangat sering ditemukan pada bagian body uterus (corporeal) tapi dapat juga terjadi
pada servik. Tumor subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan
menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat
menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan rongga
uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang menjadi bertangkai dan
menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat menyebabkan terjadi infeksi atau
ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat

dari myoma yang mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba
falofii. Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal
ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir sulit.
E. WOC

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan
dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
1. Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktorfaktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
o Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium
karena pengaruh ovarium
o Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
o Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
o Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara
serabut miometrium
2. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

menstruasi
Pembesaran perut bagian bawah
Uterus membesar merata
Infertilitas
Perdarahan setelah bersenggama
Dismenore
Abortus berulang
Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)

G. DIAGNOSIS
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari:
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain :
a Timbul benjolan diperut bagian bawah dalam waktu relatif lama.
b Kadang-kadang disertai gangguan haid
c Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir mioma bertangkai, atau pecah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a

Pemeriksaan abdomen
Uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen
Teraba benjolan tidak teratur, tetap dan lunak
Ada nyeri lepas yang disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal
Pemeriksaan pelvis
Adanya dilatasi serviks
Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk nodul
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis


mioma uteri , sebagai berikut :
1) Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning (CT
scan) ataupun Magnetic Resonance Image ( MRI), tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal.
2) Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
3) Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
4) Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
5) Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai
kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
6) Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena
bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh
karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat
menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan.

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang harus dipikirkan dengan adanya mioma uteri adalah
kehamilan, neoplasma ovarium, adenomiosis, keganasan uterus.
I. KOMPLIKASI
1) Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 70 % dari
semua sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa

tahun tidak membesar, tapi tiba-tiba mengalami pembesaran, apalagi jika hal itu
terjadi sesudah menopause.
2) Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau
proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut
dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut.
3) Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang
dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada ada
kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder
J. PENATALAKSANAAN
1) Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
dan terbagi atas :
a. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Monitor keadaan Hb
Pemberian zat besi
Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :

Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia


Nyeri pelvis yang hebat
Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma

berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)


Gangguan buang air kecil (retensi urin)
Pertumbuhan mioma setelah menopause
Infertilitas
Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :


a) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus
(Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri

secara umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum
memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2005).
b) Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut
serviks uteri (Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien
tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang
simptomatik atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
1)

Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma


intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi

2)

Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12
minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel
atau enterokel (Callahan, 2005).

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk


histerektomi adalah sebagai berikut :
1)

Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari


luar dan dikeluhkan oleh pasien.

2)

Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan


bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia
akibat kehilangan darah akut atau kronis.

3)

Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan
akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan
penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering
(Chelmow, 2005).

2) Penatalaksanaan Mioma Uteri Pada Wanita Hamil


Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia
dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai
apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila
mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi
mekanik.
K. DATA FOKUS PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (datadata) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan
Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAHBSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :

Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan

pada usia 35 tahun keatas.


Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya

akibat tindakan TAH-BSO.


b. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah
biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri
tersebut adalah :

Lokasi nyeri
Intensitas nyeri
Waktu dan durasi
Kwalitas nyeri.

c. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat
kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan
penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
d. Riwayat Reproduksi
Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa
menopause

Hamil dan Persalinan


Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh
cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada
masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
e. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional
klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ
reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi
menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias
dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa
wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau
hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi
sangat perlu persiapan psikologi klien.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang
atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat
secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan
segera pada klien yang memakai anaestesi general.
b) Sistem Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh
saat operasi, muntah akibat anestesi.
c) Sistem Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori
dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumi turun, Lekosit
turun/meningkat, Eritrosit turun.
b) USG : terlihat massa pada daerah uterus.

c) Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,


konsistensi dan ukurannya.
d) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
e) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
f) ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.
g) Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri.
h) Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan spasme reflek otot uterus
2. Deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan berulang
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung kemih
4. Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan penekanan pada rectum
5. Cemas b.d krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi), ancaman terhadap
konsep diri, perubahan dalam status kesehatan, stres
J. INTERVENSI.
Dx : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan spasme reflek otot uterus
Tujuan : Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan selama ..x 24 jam, diharapkan
respon nyeri pasien dapat terkontrol dengan kriteria hasil sebagai berikut :

Klien mampu mengenal faktor-faktor penyebab nyeri, beratnya ringannya nyeri,

durasi nyeri, frekuensi dan letak bagian tubuh yang nyeri


Klien mampu melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam,

relaksasi dan distraksi


Klien melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan
Klien mampu mengontrol nyeri
Ekspresi wajah klien rileks

Klien melaporkan adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (skala

nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri ringan (skala nyeri : 1 sampai 3)


Klien melaporkan dapat beristirahan dengan nyaman
Nadi klien dalam batas normal (80-100x/menit)
Tekanan darah klien dalam batas normal (120/80 mmHG)
Frekuensi pernafasan klien dalam batas normal (12 20 x/menit)

Intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor resipitasi nyeri.
R/ untuk mengetahui tingkatan nyeri px sehingga dapt menentukn intervensi
selanjutnya
2. Observasi TTV
R/ peningkatan TTV pada pasien menandakan bertambahnya tingkat nyeri px
3. Observasi faktor yang menurunkan toleransi nyeri
R/ dapat mengetahui aktivitas/ kebiasaan yag dapat membantu menurunkan nyer pada
px
4. Berikan posisi yang nyaman pada px
R/ lingkungan dan posisi yang nyaman dapat memberikan situas yang rilex paa px
sehingga tidak meningkatkan rasa nyeri px
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya umpan balik biologis,
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi music, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin) sebelum, dan setelahjika memungkinkan, selama aktivitas yang
menyakitkan, sebelum nyeri terjadi atau sa saat nyeri terjadi, dan selama penggunaan
tindakan pengurangan nyeri yang lain.
R/ teknik relaksasi dan distraksi dapat embantu menurunkan tingkat nyeri
6. Berikan informasi tentang nyeri, seperti peyebab nyeri, seberapa lama akan
berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
R/ agar keluarga dn px dapat mengetahui ttg kondisi px
7. Kolaborasi: pemberian analgesic sesuai dosis yang diprogramkan
R/ analgesik merupakan terapi farmakologi yang dpat menurunkan tingkat nyeri

DAFTAR PUSTAKA
Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the Upper Genital
Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston : Blackwell Publishing,
Chelmow.D. 2005. GynecologicMyomectomy Http://www.emedicine.com/med/topic331
9.html.
Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier
Saunders
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi.
Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta
Hart MD FRCS FRCOG, David McKay. 2000. Fibroids in Gynaecology Illustrated.
London : Churchill Livingstone.
Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadi T.
Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Moore JG. 2001. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates
Panay BSc MRCOG MFFP, Nick et al. 2004. Fibroids in Obstetrics
and Gynaecology. London : Mosby
Parker WH. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87.
Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California :
American Society for Reproductive Medicine
Rayburn WF. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakata. Widya
Medika,

Anda mungkin juga menyukai