Anda di halaman 1dari 22

BAB III

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan


Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah bidang Sanitasi ini banyak
dilakukan dengan pendekatan mengkaji dan menemukenali pola-pola kegiatan pengembangan
Sanitasi di Kabupaten Sigi, yang secara rinci dapat dilihatdi bawah ini :

1. Pengumpulan data sekunder


Data Sekunder merupakan data dasar yang akan dijadikan dasar oleh Konsultan untuk
menyusun Profil Umum Wilayah, memetakan Profil Sanitasi, dan menganalisis guna
mendapatkan gambaran secara menyeluruh.
Sumber yang biasa digunakan untuk mendapatkan data sekunder di antaranya adalah:
Dokumen RTRW, RPJMD, Kota/Kabupaten Dalam Angka, RPIJM, Renstra dan Renja SKPD,
Laporan Realisasi APBD, Outline atau Masterplan Air limbah/Persampahan/Drainase.
Kelengkapan dan keakuratan data yang diperoleh akan menentukan kualitas Buku Putih
Sanitasi yang akan disusun.
2. Tinjauan terhadap dokumen-dokumen/peraturan dan kebijakan terkait Sanitasi
Kegiatan ini lebih mengarah kepada kajian secara kualitatif, mengenai dokumen-dokumen
perencanaan terkait Sanitasi, kebijakan kebijakan yang telah di keluarkan oleh PEMDA
Kabupaten Parigi.
Metode yang digunakan adalah metode wawancara, kajian literatur, serangkaian FGD, serta
analisa kasualitatif mengenai dampak dari produk-produk tersebut.
3. Melakukan updating kajian peran swasta dalam sektor Sanitasi
Kajian peran serta swasta dalam penyediaan layanan Sanitasi (Sanitation Supply Assessment)
merupakan sebuah pendekatan studi yang digunakan untuk mengetahui dengan jelas peta dan
potensi penyedia layanan Sanitasi di Kabupaten/Kota. Penyedia layanan Sanitasi mencakup
beberapa stakeholders, di antaranya:
(i)
(ii)
(iii)
(iv)

Pemerintah,
Dunia Usaha terkait Sanitasi,
LSM/KSM terkait Sanitasi, dan
Dunia usaha pada umumnya.

Dalam kajian ini lebih di fokuskan untuk penyedia layanan selain pemerintah.
Lingkup peran swasta sebagai penyedia layanan mencakup di antaranya: pengoperasian TPA
sampah, kontrak pekerjaan penyapuan jalan protokol dan pengangkutan sampah, jasa
penyedotan lumpur tinja dari tangki septik, pengelolaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT), pengelolaan atau daur ulang sampah 3R, pengadaan sarana dan prasarana Sanitasi
dan lain-lain.
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menggambarkan peta peran swasta dalam penyediaan
layanan Sanitasi, pembelajaran yang dapat diambil serta potensinya dalam pembangunan
Sanitasi di kabupaten/kota.
Hal lain yang lebih penting adalah pada saat pelaksanaan kaijan juga hendaknya terjadi proses
advokasi kepada para responden. Selanjutnya dari hasil advokasi tersebut diharapkan ada
tindak lanjut berupa usaha penggalangan sinergi atau partsipasi antara para penyedia layanan
Sanitasi tersebut dengan pihak pemerintah serta ada peluang pendanaan dalam
pembangunan Sanitasi.
4. Penyusunan Visi dan Misi
Visi dan misi merupakan elemen yang menjadi ruh bergeraknya sebuah organisasi. Visi dan
misi digunakan agar dalam operasionalnya bergerak pada track yang diamanatkan oleh para
stakeholder dan berharap mencapai kondisi yang diinginkan dimasa yang akan datang
(junaedy; 2006).
Pada saat perumusan visi & misi biasanya merupakan proses yang melelahkan bahkan sering
menjadi perdebatan sendiri antar anggota organisasi. Tetapi pada saat visi dan misi sudah
terbentuk, pelaksanaannya menjadi tidak sesuai.
Jadi sungguh disayangkan sekali jika proses perumusan visi misi yang melelahkan pada
akhirnya hanya menjadi hiasan dinding semata. Dalam sebuah blognya (Heru; 2006)
mengungkapkan Sering kali pernyataan visi misi organisasi kurang tepat menggambarkan
tujuan organisasi sehingga sering di jumpai adanya kesulitan pada saat melakukan deploy visi
misi menjadi set of action yang akan digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dengan
menggunakan metode balance scorecard.
Pertanyaannya adalah kenapa hal ini bisa terjadi? Tentunya ada yang salah dengan visi misi
tersebut sehingga hanya dijadikan hiasan dinding semata.

Jansen Sinamo (2005) yang memberikan 7 kriteria mengenai visi dan misi yang hidup dan
efektif, yaitu:
a. Visi-misi harus sesuai dengan roh zaman dan semangat perjuangan organisasi
b. 2. Visi-misi harus mampu menggambarkan sosok organisasi idaman yang
mampu memikat hati orang
c. Visi-misi harus mampu menjelaskan arah dan tujuan organisasi
d. Visi-misi harus mudah dipahami karena diungkapkan dengan elegan sehingga
mampu menjadipanduan taktis dan strategis
e. Visi-misi harus memiliki daya persuasi yang mampu mengungkapkan harapan,
f.

aspirasi, sentimen, penderitaan para stakeholder organisasi


Visi-misi harus mampu mengungkapkan keunikan organisasi dan menyarikan
kompetensi khas organisasi tersebut yang menjelaskan jati dirinya dan apa

yang mampu dilakukannya


g. Visi-misi harus ambisius, artinya ia harus mampu mengkiristalkan keindahan,
ideal kemajuan, dan sosok organisasi dambaan masa depan, sehingga mampu
meminta pengorbanan dan investasi emosional dari segenap stakeholder
organisasi.
Dalam hal perumusannya, terdapat perbedaan pendapat mengenai mana yang harus ditetapkan
terlebih dahulu; visi atau misi? Terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah misi dulu yang
dietapkan baru misi atau sebaliknya.

Fred R. David (2003) berpendapat visi dirumuskan lebih dulu baru misi
Gerry Johnson dan Kevan Scholes (1996) serta Robert S. Kaplan dan David P. Norton

(2003) berpendapat misi yang dirumuskan terlebih dulu


Peter F Drucker berpendapat hanya Terlepas dari apakah misi atau visi yang ditetapkan
terlebih dahulu, pernyataan misi hendaknya dapat dengan jelas menunjukkan alasan
keberadaan dan bisnis atau kegiatan pokok organisasi yang bersangkutan yang

berkenaan dengan nilai dan harapan para stakeholder


Rusydi berpendapat (2004) Menerapkan visi tanpa mendefenisikan misi terlebih dulu
adalah seperti mau ke Bandung, tap kagak tau kenapa harus ke Bandung atau
mau ngapain di sana.

Visi adalah suatu pandangan yang memproyeksikan tujuan global dari sebuah perusahaan
atau institusi. Visi berfungsi sebagai tujuan global yang membantu perusahaan atau institusi
untuk selalu bisa merencanakan strategi manajemen yang relevan.

Visi merupakan dasar utama yang menjadi patokan sebuah perusahaan atau institusi untuk
merencanakan dan menentukan strategi manajemen.
Sejak sebelum berdiri, sebuah perusahaan harus menentukan visi yang menjadi tujuan global
dari pembentukannya. Visi yang lengkap merupakan salah satu ciri perusahaan yang
menerapkan manajemen strategis.
Tanpa visi yang jelas, baik visi jangka panjang maupun pendek, perusahaan/institusi/lembaga
tidak akan bisa menentukan srategi untuk pelaksanaan manajemen berkualitas. Oleh karena
itu, penentuan visi menjadi langkah pertama terpenting untuk kelancaran manajemen strategis
di masa depan.
Setelah visi jangka pendek dan panjang dibentuk, langkah selanjutnya adalah menuangkannya
ke dalam target kerja yang nyata dan lebih spesifik.
Setelah visi disusun dan dijadikan acuan, langkah berikutnya adalah menjadikan visi tersebut
sebagai rangkaian sasaran yang lebih nyata. Dengan kata lain, laporan manajerial harus bisa
diubah dari visi global serta strategi bisnis yang umum ke target kerja yang lebih nyata, spesifik
dan lebih terukur.

5. Identifikasi dan analisis isu strategis, permasalahan & tantangan


Identifikasi dan analisis isu strategis, permasalahan dan tantangan pengembangan Sanitasi
merupakan langkah bagi Tim Konsultan untuk menganalisis isu, permasalahan, potensi,
kelemahan, peluang serta tantangan jangka menengah yang sekiranya akan dihadapi dalam
rangka implementasi Jakstra Pengembangan Sanitasi nantinya.
Analisis terhadap isu, permasalahan, potenssi, kelemahan, peluang serta tantangan tersebut
dapat dilakukan dengan menganalisis perubahan-perubahan kebijakan yang akan terjadi, baik
pada lingkungan internal organisasi, maupun eksternal organisasi.
Inti dari langkah ini adalah untuk menemukan permasalahan apa yang sekiranya dihadapi
dalam melaksanakan pengembangan sanitasi di daerah yang bersangkutan.

6. Perumusan Tujuan dan Sasaran

Banyak arti atau pengertian dari tujuan dan sasaran, yang salah satu pengertian dari tujuan
dan sasaran tersebut antara lain:
Tujuan adalah sesuatu yang telah menjadi niat organisasi/lembaga untuk dicapai pada suatu
saat,

sedangkan

Sasaran

adalah

Sesuatu

yang

ingin

dicapai/dihasilkan

oleh

organisasi/lembaga dalam jangka waktu tertentu.


Dari pengertian tersebut, perumusan sasaran diharapkan dapat menghasilkan suatu
pernyataan spesifik yang menyangkut pencapaian tujuan yang bersifat terukur dan
mempunyai kerangka waktu dalam pencapaiannya.
Dalam penentuan Tujuan dapat digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Tujuan harus sejalan dengan visi dan misi, serta berlaku pada periode Jasktra
Pengembangan Sanitasi (periode 5 tahun/jangka menengah).
b. Tujuan harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai paling kurang pada
periode Jasktra Pengembangan Sanitasi
c. Tujuan harus dapat dicapai dengan kemampuan yang dimiliki organisasi pelaksana
Jakstra Pengembangan Sanitasi
d. Tujuan harus dapat mengarahkan perumusan sasaran, strategi dan kebijakan dalam
rangka merealisasikan misi.
e. Pernyataan Tujuan pada umumnya relatif tidak dapat ditarik kejelasan dan
keterincian, oleh karena itu Sasaran berfungsi untuk memperjelas maksud, rincian
dan ukuran ketercapaian Tujuan.
Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka rumusan tujuan dan sasaran dari
Jasktra Pengembangan Sanitasi disusun berdasarkan hasil identifikasi dari isu, permasalahan
dan tantangan yang akan dihadapi pada langkah sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi
dan melaksanakan misi Jasktra Pengembangan Sanitasi.
Sedangkan untuk kerangka waktu pencapaian dari sasaran ditetapkan untuk kurun waktu atau
masa berlakunya Jakstra Pengembangan Sanitasi, yaitu 5 (lima) tahun.

7. Perumusan Kebijakan dan Strategi


a. Skenario Pengembangan Sanitasi

Sebelum menguraikan langkah-langkah perumusan kebijakan dan strategi, perlu kiranya


diuraikan terlebih dahulu tentang skenario pengembangan Sanitasi. Skenario secara umum
dapat diartikan sebagai suatu urutan cerita yang disusun agar sesuatu peristiwa terjadi sesuai
dengan yang diinginkan.
Dengan menggunakan pengertian tersebut, skenario pengembangan Sanitasi akan
menguraikan kondisi pengembangan Sanitasi yang telah dapat dicapai oleh daerah sampai
dengan saat ini (pada saat Jakstra disusun); kondisi capaian layanan Sanitasi dan peran
masyarakat dalam pengembangan Sanitasi; proyeksi target yang harus dicapai daerah pada
kurun waktu 5 tahun mendatang dengan mendasarkan pada target Nasional Pengembangan
Sanitasi, MDGs, RPJMN, dan RPJMD; serta prioritas atau fokus yang dipilih dari serangkaian
sasaran yang ada, sehingga pengembangan Sanitasi daerah dapat berjalan dan berhasil
seperti yang diharapkan.
Uraian skenario pengembangan Sanitasi intinya adalah pada rumusan prioritas atau fokus
yang dipilih dari serangkaian sasaran pengembangan Sanitasi yang ada.

b. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sanitasi


Secara umum kebjakan dan strategi disusun sebagai pendekatan dalam memecahkan
permasalahan yang penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam kurun waktu
jangka menengah serta mempunyai dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran.
Dengan demikian kebijakan dan strategi akan memuat langkah-langkah berupa programprogram indikatif untuk memecahkan permasalahan penting dan mendesak tersebut, yang bisa
mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran, sebagai upaya untuk mencapai visi dan misi
kebijakan dan strategi pengembangan Sanitasi.
Perlu dijelaskan, bahwa dalam satu kebijakan pengembangan Sanitasi dapat dirumuskan lebih
dari satu strategi, yang tentunya hal ini sangat berhubungan erat dan tergantung dari hasil
analisis dari masing-masing isu strategis dan permasalahan yang telah dilakukan dalam
tahapan sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kebijakan pengembangan Sanitasi yang dipilih dan
ditulis dalam Jakstra Daerah Pengembangan Sanitasi dapat menggunakan kebijakan dengan
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi masing-masing daerah.

Pemilihan dan penulisan strategi untuk satu kebijakan dilakukan dengan menuliskan
kebijakannya terlebih dahulu, kemudian disusul dengan penulisan strategi-strategi yang dipilih
untuk kebijakan yang bersangkutan.

3.2. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Metodologi dalam kegiatan ini adalah tata cara kerja atau pedoman yang sistematis untuk memahami
obyek kegiatan dengan menggunakan alat dan melalui prosedur (tata kerja) ilmiah untuk mencapai
tujuan dan sasaran.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini sama dengan prosedur penelitian di bidang ilmu lain, hanya
ada spesifikasi tertentu yang membedakannya, yaitu terletak pada lingkup substansi yang diteliti dan
pendekatan yang digunakan. metode yang diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain
sebagai berikut :
a. Metode Sosialisasi
Sosialisasi adalah alat utama dalam pendekatan partisipatif untuk mencapai tujuan. Dalam
partisipasi, sosialisasi bersifat menerus, dan harus bisa menembus semua lapisan pelaku baik
pelaku aktif, maupun pasif dalam rangka pelaksanaan kegiatan PPIP. Pemilihan media sosialisasi
dan cara penyampaian yang tepat merupakan kunci utama dalam keberhasilan sebuah sosialisasi.
Dalam kegiatan ini terdapat beberapa simpul pelaku yang harus dilakukan sossialisasi baik itu
secara formal, maupun informal, agar kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar adalah dengan
melakukan Sosialisasi tingkat pemda, melakukan koordinasi pada tiap dinas/instansi yang terkait
mengenai sanitasi dan komponennya.
b. Metode dokumenter, alat pengumpul datanya disebut format pencatatan dokumenter, dan sumber
datanya berupa catatan atau dokumen yang tersedia. Untuk kegiatan pendataan dasar dalam
rangka kegiatan ini, maka metode dokumenter akan lebih tepat untuk diterapkan dalam pendataan
tentang:

Profil kab/kota yang meliputi variabel-varibel seperti posisi geografis, batas-batas administrasi, kondisi
jaringan jalan, kondisi penggunaan lahan, data kependudukan (jumlah dan komposisinya), struktur
penghasilan dan pengeluaran, kondisi fasilitas kota, kondisi utilitas kota, status tanah, harga tanah,
Data kondisi perumahan dan permukiman eksisting.

Peta-peta yang diperlukan.


c. Metode wawancara, yakni suatu metode pendekatan melalui proses bertanya yang
pertanyaannya dapat diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan informan) atau
tertulis (menggunakan angket). Dalam kegiatan ini digunakan gabungan dari kedua metode
tersebut, yaitu bertanya dengan daftar pertanyaan dan dikemukakan secara lisan di hadapan
informan, dan jawabannya dicatat langsung atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).

d. Metode Observasi, alat pengumpulnya disebut panduan observasi. Metode ini menggunakan
pengamatan atau penginderaan langsung terhadap obyek suatu benda, kondisi, situasi, proses,
atau perilaku.
Dalam hal ini lebih tepat diterapkan untuk mengobservasi secara langsung tentang situasi dan
kondisi kawasan, kondisi prasarana dan sarana permukiman, dan sebagainya. Untuk dapat
mendokumentasikan situasi dan kondisi lapangan dapat dilakukan pengambilan gambar secara
langsung (pemotretan) di lapangan.
e. Koordinasi dan Konsultansi,

Kegiatan ini sangat efektif karena dapat memudahkan pelaksanaan kegiatan yang terkait
bidang sanitasi.

Setiap tingkatan, baik pada tingkat dinas/instansi teknis terkait maupun pada tingkat
kecamatan, kelurahan, tokoh masyarakat serta masyarakat sasaran.

f. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan, upaya memaksimalkan kegiatan ini diperlukan monitoring dan
evaluasi dengan metode :

Mengevaluasi output dari kegiatan ini, untuk mengetahui apakah kegiatan dapat dilaksanakan
sesuai jadwal dan target program.

3.3. Metode Analisis Data


Metode yang diterapkan dalam analisis data untuk kegiatan Konsultan Manajemen Kabupaten Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) ini adalah sebagai berikut :

Metode Deskriptif, atau biasa disebut dengan analisis taksonomik dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai fenomena atau kenyataan di bidang pembangunan
infrastruktur dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah
perumahan dan permukiman. Dalam pengolahan dan analisis data, lazimnya menggunakan
pengolahan tabel atau statistik yang bersifat deskriptif.

Metode Superimpose, atau juga disebut metode overlaping dmaksudkan untuk melihat gejala
perubahan dari dua variabel/kondisi atau lebih yang berbeda dari waktu yang berbeda pula.

Metode Prediksi, digunakan untuk memprediksi suatu fenomena atau kondisi dengan
menggunakan rumus empiris (regresi dan polinomial). Misalnya, prediksi terhadap kebutuhan

sarana dan prasarana tahun mendatang, maka dapat digunakan meode perhitungan empiris
yang biasa digunakan dalam proyeksi jumlah penduduk.
Dalam kegiatan ini, perlu ditetapkan sejumlah variabel atau jenis data yang akan digunakan dalam
analisis pada tahap penyusunan laporan akhir nantinya. Penetapan variabel atau jenis data tersebut
seluruhnya mengacu pada pedoman pelaksanaan.

3.4. Alat Bantu / tools Pada Analisa Data


Pada prinsipnya metode-metode analisa dalam penyusunan rencana dapat dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu :
1. Metode analisa kualitatif.
2. Metode analisa kuantitatif.
Kedua macam metode tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dibanding
dengan yang lain.
Penggunaan metode-metode analisa tergantung pada :
1. Tujuan dan hasil analisa yang dibutuhkan.
1. Kondisi dan kelengkapan data yang diperoleh.
2. Hasil analisis yang diharapkan.
Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa alternatif metoda analisis yang akan digunakan dalam
proses kajian kebijakan dan strategi pengembangan sanitasi daerah Kabupaten Sigi

A. Model Penentuan Hirarki


Kegunaan metoda ini adalah untuk mencari tingkat kekotaan suatu daerah yang selanjutnya akan
dapat ditentukan pusat pelayanan, orde, akses dan sistem perwilayahan dan tingkat kekotaan.
Aspek yang dinilai adalah kependudukan, fasilitas, dan aksesibilitas. Sementara metoda yang
digunakan adalah pembobotan, rasio, indeks, aksesibilitas, klasifikasi, hirarki, penggabungan dan
sistem perwilayahan, bentuk struktur dan pusat pelayanan, tingkat kekotaan, dan arah
kecenderungan.

B. Model Demografi
Model-model demografi yang digunakan dalam proses analisis penyusunan rencana ini antara lain
adalah model pertumbuhan penduduk chort sprague multiplier dan lain-lain.
1. Model Pertumbuhan Penduduk
Model pertumbuhan penduduk ini digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada
masa yang akan datang berdasarkan kecenderungan perkembangan yang ada. Beberapa
model pertumbuhan penduduk, yaitu:
a) Model pertumbuhan penduduk linier,
b) Model pertumbuhan penduduk eksponensial,
c) Model modifikasi pertumbuhan eksponensial,
d) Model eksponensial ganda dan logistik, dan
e) Motode komparatif.
Pemilihan model analisis didasarkan pada kecenderungan perkembangan penduduk kota atau
regional yang direncanakan selama minimal 5 tahun ke belakang dan pengujian statistik.
2. Metode Cohort
Teknik perhitungan ini didasarkan pada selisih angka kematian dan angka tetap hidup pada
berbagai kelompok usia, kelamin dan lain-lain. Umumnya penduduk dikelompokkan menurut
usia. Secara singkat penggunaan metode ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui pertambahan keseluruhan kelompok umur yang tetap hidup dijumlahkan.
b) Untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk masing-masing kelompok umur digunakan
daftar kematian tiap-tiap kelompok umur dan juga angka kesuburan wanita tiap kelompok
umur.
c) Untuk setiap selang (interval) usia, pertambahan jumlah penduduk diperhitungkan dari:

Jumlah wanita dilahirkan pada tiap kelompok usia

Jumlah tetap hidup dengan menggunakan laju kematian pada tiap kelompok usia.

Teknik ini digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk berdasarkan struktur umur yang
nantinya akan sangat bermanfaat sekali bagi penaksiran jumlah usia sekolah, penyediaan
lapangan kerja dan lain-lain.

3. Model Sprague Multiplier


Metoda ini digunakan untuk mengolah data kependudukan sedemikian rupa dari data menurut
struktur umur selang lima tahunan (0-4, 5-9, dan seterusnya) dapat diperoleh data penduduk
berdasarkan usia sekolah. Usia sekolah yang biasa dibutuhkan adalah:

Kelompok umur TK

: 5-6 tahun

Kelompok umur SD

: 7-12 tahun

Kelompok umur SLTP

: 13-15 tahun

Kelompok umur SMP : 16-18 tahun

Teknik analisis dari metoda Spague Multiplier ini adalah sebagai berikut:
a) Metoda Sprague Multiplier ini pada dasarnya dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok
perhitungan, yaitu:

First End Panel (FEP) untuk mendistribusikan kelompok umur 0-4 tahun.

First Next To-End Panel (FNTEP) untuk mendistribusikan kelompok umur 5-9 tahun.

Mid Panel (MP) untuk mendistribusikan kelompok umur 10-14, 15-19, sampai dengan
55-59 tahun.

Last Next To-End Panel (LNTEP), untuk mendistribusikan golongan umur 60-64 tahun.

Last End Panel (LEP) untuk mendistribusikan golongan umur 65 tahun ke atas.

b) Data penduduk yang digunakan dalam analisis ini adalah kelompok umur dari 0-29 tahun,
karena kelompok umur yang akan dicari adalah umur 5-18 tahun.
Dengan diketahuinya jumlah usia sekolah tersebut selanjutnya merupakan dasar untuk
menentukan jumlah kebutuhan fasilitas sanitasi

C. Model Analisis Tingkat Pelayanan Fasilitas Kota


Tingkat pelayanan fasilitas adalah kemampuan suatu jenis fasilitas dalam melayani kebutuhan
penduduknya. Untuk mengetahui kelengkapan fasilitas umum suatu kota dihitung tingkat pelayanannya
dengan model-model analisis yang umum dipergunakan sebagai berikut:
a) Metoda Skoring

Metoda skoring digunakan untuk menilai tingkat pelayanan kota sehingga dapat ditentukan
fungsi kota yang bersangkutan. Rumusan matematisnya adalah sebagai berikut:
Bi = Pi/p x 1000
dimana:
Bi = bobot dari kegiatan atau fasilitas.
Pi = jumlah aktivitas atau fasilitas i di kota yang bersangkutan (dalam hal ini dapat berupa
produksi maupun pelayanan sosial seperti hasil pertanian, fasilitas pendidikan,
jumlah fasilitas kesehatan dan lain-lain).
P = jumlah penduduk di kota yang bersangkutan.
Makin tinggi nilai Bi dapat diinterpretasikan bahwa kota atau daerah tersebut mempunyai
tingkat pelayanan yang semakin optimal/potensial.
b) Metoda Sentralitas
Merupakan metoda penentuan hirarki tingkat pelayanan desa-desa atau bagian-bagian
wilayah kota. Perhitungan merupakan kelanjutan dari hasil yang diperoleh dengan metoda
skalogram. Berdasarkan penilaian terhadap jumlah fasilitas yang terdapat di setiap desa
(bagian wilayah kota). Selanjutnya desa-desa tersebut dikelompokkan menurut hirarkinya,
yaitu hirarki I, II, atau III.
c) Metoda Threshold
Dalam konsep pengembangan tata ruang kota atas beberapa bagian wilayah kota yang
mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan
permasalahan yang memilikinya. Untuk menentukan tingkat pelayanan fasilitas dari setiap
bagian wilayah kota digunakan pendekatan batas ambang penduduk minimal bagi
kehadiran suatu fasilitas yang dikenal dengan metoda threshold. Metoda analisis ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

Urutan setiap bagian wilayah kota (unit administratif yang tersedia datanya)
berdasarkan jumlah penduduk dengan demikian dapat diperoleh jenjang bagian wilayah
kota berdasarkan jumlah penduduk.

Susun ke samping fasilitas yang ada pada kota yang direncanakan serta diisikan pada
kecamatan tersebut kode penomoran fasilitas. Kode tersebut adalah berdasarkan ada
tidaknya fasilitas yang bersangkutan. Kode tersebut adalah sebagai berikut:

Angka 1 = untuk jenis fasilitas yang ada


Angka 0 = untuk jenis fasilitas yang tidak ada

Tentukan batas pada jenis fasilitas sedemikian rupa sehingga jumlah kode 0 sama
dengan jumlah kode 1. Batas tersebut merupakan batas ambang suatu jenis fasilitas.

D. Analisis Kebutuhan Ruang


Analisis kebutuhan ruang kota untuk menampung perkembangan kegiatan kota di masa depan
didasarkan pada hasil analisis kebutuhan penduduk, baik untuk pemukiman maupun kegiatankegiatan kota serta prasarana pemukiman dan fasilitas sosial ekonomi.
Sebagai standar kebutuhan ruang dalam hal ini akan digunakan:

Pedoman standard lingkungan pemukiman (DPMB, dan Dep. PU).

Pedoman standard pembangunan perumahan sederhana (DPMD, dan Dep. PU).

Peraturan geometris jalan raya dan jembatan (Bina marga, dan Dep. PU).

Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta

Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 Prasarana dan Lalu Lintas Jalan

Namun demikian standar-standar tersebut masih perlu dimodifikasi lagi sesuai dengan
karakteristik wilayah perencanaan.
.
E. Analisis SWOT
i.

Pengertian

Dalam bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi. Dalam konteks
penyusunan Jakstrada Bidang Sanitasi, strategi adalah rencana tentang serangkaian manuver, baik
yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk lebih menjamin keberhasilan mencapai tujuan
pembangunan sanitasi. Mengingat perumusan strategi adalah untuk mencapai tujuan organisasi, maka
tentu saja sebelum merumuskan strategi harus dipahami dulu tujuan (termasuk sasaran) yang ingin di
capai.
Pemahaman akan tujuan pembangunan sanitasi akan menumbuhkan spirit Shared Purposes guna
menyatukan kepentingan bersama dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Apabila sudah tumbuh
spirit Shared Purposes maka diharapkan ego sektoral yang kadang muncul bisa diminimasi.

Salah satu cara atau metode digunakan dalam perencanaan strategis adalah SWOT. Metode ini
mengkaji kondisi internal dan eksternal suatu oraganisasi/lembaga/entitas tertentu dari aspek empat
(4), yaitu Strenght (Kekuatan), Weaknsess (Kelemahan), Opportunities (Peluang/kesempatan)
dan Threat (Ancaman). Dalam penyusunan Jakstrada, SWOT digunakan sebagai pilihan metode
perumusan strategi dengan tiga (3) pertimbangan berikut:
Analisis SWOT ini sudah sering digunakan oleh SKPD dalam menyusun rencana strategisnya.
Merupakan cara yang paling baik, realistis dan dapat dilaksanakan oleh SKPD terkait.
Menumbuhkan semangat kebersamaan dan menyatukan kepentingan-kepentingan stakeholder
dalam mencapai tujuan.

ii.
1

Langkah-langkah Pelaksanaan Analisis SWOT

Identifikasi isu di dalam elemen SWOT


Kegiatan ini bisa dilakukan dengan beberapa tahapan rinci sbb :

Lakukan proses curah pendapat (brainstorming) untuk mengidentifikasi isu pengelolaan


sanitasi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan sanitasi.

Kelompokkan isu-isu tersebut apakah termasuk Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness),


Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threath)

Cermati hasil proses curah pendapat ini dan periksa ulang hasil yang didapatkan dengan
memperhatikan dua hal utama berikut:

Kekuatan dan Kelemahan merupakan kondisi yang ada di dalam wadah pemerintah kabupaten/kota
atau ada dalam kendali pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian hal yang diidentifikasikan adalah
hal-hal yang melekat pada SKPD, peraturan, SDM, sarana dan prasarana yang ada dalam kendali
pemerintah kabupaten/kota.

Peluang dan Ancaman merupakan kondisi yang ada diluar pemerintah kota/ kabupaten atau ada di
luar kendali pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu hal yang diidentifikasikan adalah aspek yang
ada di luar SKPD, misalnya hal-hal yang ada di masyarakat, legislative, swasta, kondisi geografis, atau
hal-hal yang terjadi di lingkungan pemerintah provinsi, Pemerintah Pusat, dll, kondisi social, budaya,
ekonomi.

Pembobotan atas isu di dalam elemen SWOT

Klasifikasikan isu yang dihasilkan di langkah 1 di atas sesuai dengan aspek-aspek yang terkait
langsung dengan pengelolaan sanitasi baik aspek teknis maupun non teknis. Dalam analisis
selanjutnya sudah harus diklasifikasikan sebagai berikut; Internal meliputi aspek: teknis
opresaional, kelembagaan, keuangan, komunikasi dan suberdaya manusia. Sedangkan
Eksternal meliputi aspek: teknis operasional (termasuk kondisi geofrafis), kelembagaan,
keuangan, komunukasi, partisipasi masyarakat, swasta, praktik jender (sosial budaya) dan
kemiskinan.
Contoh Keterkaitan Aspek Dalam elemen SWOT untuk Pembobotan

Untuk mendapat hasil analisis yang baik dan mendalam, minimal 10 isu perlu diidentifikasi
untuk masing-masing aspek berdasarkan data dan fakta yang ada baik data sekunder maupun
hasil-hasil studi yang telah dilakukan. Hal ini penting karena akan membantu dalam penentuan
isu-isu stratagis dalam langkah berikut.

Lakukan pembobotan atas isu yang telah diklasifikasn tersebut. Gunakan instrumen
pembobotan sebagaimana digambarkan berikut ini.

Komponen (Air Limbah, Persampahan dan Drainase Lingkungan) : ..


No.

Faktor Internal

KEKUATAN (STRENGHTS)
1

Aspek Kelembagaan

Skor
1,00

2,00

Angka
3,00

4,00

No.

Faktor Internal

Skor
1,00

2,00

Angka
3,00

4,00

1.1
1.2

Aspek Keuangan

2.1
2.2

Aspek Teknis Operasional

3.1
3,2

Aspek Komunikasi

4.1
4.2

SDM

5,1
5,2

JUMLAH NILAI KEKUATAN

0,00

Pembobotan/skoring dilakukan dengan memberikan nilai masing-masing aspek yang telah


diidentifikasi dari sisi penting dan pengaruhnya aspek tersebut. Nilai yang diberikan berkisar
antara 1 sampai dengan 4, dengan penjelasan masing-masing nilai adalah sebagai berikut:
4 = sangat penting dan berpengaruh
3 = penting dan berpengaruh
2 = agak penting dan berpengaruh
1 = tidak penting penting dan berpengaruh

Maksud dari rentang nilai tersebut adalah apabila suatu aspek dipandang sangat penting dan
berpengaruh untuk digunakan sebagai kekuatan (untuk mencapai tujuan), maka diberi nilai 4
dan bila isu tersebut sangat tidak penting dan tidak berpengaruh maka diberi nilai 1.

Lakukan pembobotan/scoring untuk Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman untuk


semua komponen, yaitu Air Limbah Domestik, Persampahan, Drainase dan aspek PHBS
terkait sanitasi.
Berikut ini salah satu contoh hasil pembobotan sebagai ilustrasi saja.

Komponen : PERSAMPAHAN

No.

Faktor Internal

Skor
1,00

2,00

3,00

4,00

Angka

KEKUATAN (STRENGHTS)
1
1.1

2
2.1

3
3.1

4.1
5
5,1

Aspek Kelembagaan
Perda mengenai Retribusi Daerah (sampah)
sudah ada

4,00

Aspek Keuangan
Tren pembiayaan/alokasi anggaran bagi
pengelolaan sampah relatif mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun

2,00

Aspek Teknis Operasional


TPA Penujah memiliki 2 Bulldozer dan 1
Excavator

4,00

4,00

Aspek Komunikasi
Komunikasi di internal lembaga (DPU Bidang
Taru PK) sudah relatif baik, dengan adanya
rakor mingguan antara Kabid dengan operator
armada sampah)
SDM
Jumlah tenaga kerja lepas untuk penyapuan
jalan dan angkutan sampah cukup

JUMLAH NILAI KEKUATAN

3,00
17,00

Tetapkan isu strategis


-

Lakukan proses penetapan isu strategis berdasarkan hasil langkah 2. Proses ini dilakukan
dengan cara hanya memilih aspek-aspek yang memiliki bobot/skor dengan nilai 3 dan 4. Isu
strategis didefinisikan sebagai isu yang paling relevan dan memberikan efek penyelesaian
paling besar terhadap pencapaian tujuan.

Tetapkanlah isu strategis untuk setiap komponen. Jumlah isu strategis yang ditetapkan untuk
masing-masing komponen berkisar antara 5 sampai 7 isu.

Sepakati isu strategis ini diantara Pokja

Tentukan posisi pengelolaan sanitasi


-

Lakukan analisis untuk mendapatkan posisi kuadran pengelolaan sanitasi.

Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung selisih antara nilai Kekuatan dan Kelemahan
serta selilisih antara Peluang dan Ancaman. Kedua selisih tersebut akan menentukan posisi
kuadran pengelolaan sanitasi. Gambar berikut memberikan ilustrasi proses analisis untuk
menentukan posisi pengelolaan sanitasi.

Gambar-2 Cara menentukan posisi pengelolaan sanitasi

Kuadran dalam analisis posisi pengelolaan sanitasi digambarkan berikut ini.


Gambar-3 Posisi Awal Pengelolaan Sanitasi

Keterangan

Kuadran 1, menggambarkan bahwa selisih antara Kekuatan dan Kelematan menunjukkan nilai positif demikian juga
selilisih antara Peluang dan Ancaman bernilai positif.
Kuadran 2, menggambarkan bahwa selisih antara Kekuatan dan Kelematan menunjukkan nilai negatif sedangkan
selilisih antara Peluang dan Ancaman bernilai positif.
Kuadran 3, menggambarkan bahwa selisih antara Kekuatan dan Kelematan menunjukkan nilai negatif demikian juga
selilisih antara Peluang dan Ancaman bernilai negatif.
Kuadran 4, menggambarkan bahwa selisih antara Kekuatan dan Kelematan menunjukkan nilai positif demikian juga
selilisih antara Peluang dan Ancaman bernilai negatif.

Rumuskan strategi
-

Perumusan strategi dilakukan menggunakan matriks SWOT sebagaimana digambarkan berikut


ini.

Tabel -1 MATRIKS SWOT untuk merumuskan strategi

Faktor internal

Faktor eksternal

KEKUATAN (S):

KELEMAHAN (W):

1
2
3
4

1
2
3
4

Isu strategis 1
Isu strategis 2
.....
.... dst

Isu strategis 1
Isu strategis 2
...
dst.

PELUANG (O):

Strategi S-O :

Strategi W-O:

1
2
3

[menggunakan kekuatan untuk


memanfaatkan peluang]

[mengatasi kelemahan untuk meraih peluang]

Isu strategis 1
Isu strategis 2
......

Strategi 1

Dst

2
3

Strategi 2
dst

1
2
3

Strategi 1
Strategi 2
dst.

ANCAMAN (T):

Strategi S-T:

Strategi W-T:

1
2
3
4

Isu strategis 1
Isu strategis 2
..
...dst

[menggunakan kekuatan untuk


mengatasi ancaman]

[mengatasi kelemahan untuk mengantisipasi


ancaman]

1
2
3

1
2
3

Tuliskan isu-isu strategis yang telah disepakati pada tempat yang sesuai dengan kategorinya

Strategi 1
Strategi 2
dst.

Strategi 1
Strategi 2
dst

yaitu Kekuatan-Strength (S), Kelemahan-Weakness (W), yang merupakan faktor-faktor internal


atau Internal Factor Analysis Summary (IFAS); dan kemudian Peluang-Opportunity (O),
Ancaman-Threat (T) sebagai faktor-faktor eksternal atau External Factor Analysis Summary
(EFAS).
-

Selanjutnya, padukan kekuatan dengan peluang (Strategi S-O) , maupun kekuatan dengan
ancaman (Strategi S-T) dapat dituliskan pada kisi-kisi yang tersedia. Demikian pula untuk
strategi yang memadukan kelemahan dengan peluang (Strategi WO), dan kelemahan dengan
ancaman (Strategi W-T).

Lakukan pencermatan terhadap rumusan strategi.


Rumuskan terlebih dahulu strategi utama yaitu yang terkait langsung dengan Posisi
Pengelolaan Sanitasi saat ini sesuai kuadran yang telah ditetapkan; apakah S-O, W-O, S-T
atau W-T. Setelah itu baru merumuskan strategi pendukung yang akan mempercepat
pencapaian tujuan dan sasaran. Teliti kembali rumusan strategi yang telah disiapkan:

Rumusan strategi yang benar adalah perkawinan antara dua elemen (S-O, W-O, S-T, WT)

Rumusan strategis menggunakan kata kerja dalam kalimat aktif. Beberapa kata kunci yang
umumnya digunakan adalah:
Meningkatkan,....
Mendayagunakan,....
Mengoptimalkan,.....

Mengefektifkan,....
Memaksimalkan,....
Mensinergikan,....
Mengejawantahkan,....dll

Periksa kembali apakah pernyataan yang dihasilkan sudah benar merupakan rumusan
strategi ataukah merupakan rumusan program atau kegiatan.

Melengkapi rumusan yang sudah ada dengan mempertimbangkan aspek teknis


operasional, karena dalam menyusun strategi diperlukan data konkrit, yang diperoleh dari
hasil kaji ulang Buku Putih (pembekalan 1), hasil pembekalan 2 - zona, sistem sanitasi dan
opsi teknologi, serta pertimbangan jangka panjang/pendek. Untuk aspek non-teknis, yang
meliputi kelembagaan, keuangan, komunikasi, keterlibatan Bisnis,

dan PMJK perlu

mempertimbangakan hasil studi yang telah dituangkan dalam Buku Putih dan pandangan
dari masing-masing tenaga ahli bilamana diperlukan.
-

Anda mungkin juga menyukai