Anda di halaman 1dari 39

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : By. Ny. A
Umur

: 1 hari

Jenis kelamin : Perempuan


Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Tembalang

Nama ayah

: Tn. M

Umur

: 32 tahun

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Pendidikan

: SMU

Nama ibu

: Ny. A

Umur

: 28 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMU

Bangsal

: Peristi

No. CM

: 235692

Masuk RS

: 30 Oktober 2012

II. DATA DASAR


1. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan perawat ruang Perinatologi
dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2012 pukul 15.30 WIB di ruang Perinatologi dan
Dewi Kunthi dan serta didukung catatan medis.
Keluhan utama

: pada waktu lahir tidak langsung menangis

Riwayat Penyakit Sekarang


Sebelum masuk RS:

Ibu G1P0A0, usia 28 tahun, hamil 40 minggu, HPHT 23 Januari 2012, riwayat
haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 7 hari per siklus. Ibu rutin
memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x. Riwayat
trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat dengan dukun pijat
1

disangkal, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal,


riwayat minum jamu jamuan disangkal oleh ibu.

10 jam sebelum ke IGD RSUD Semarang, ibu mengeluh perutnya terasa


mulas semakin lama semakin sering dan keluar lendir darah dari jalan lahir.
5 jam sebelum masuk rumah sakit keluar cairan ngepyok dari jalan lahir.
Akhirnya ibu datang ke IGD RSUD Semarang, lalu dirawat di ruang VK,
dengan hasil pemeriksaan VT pembukaan 2 cm, KK (-) his jarang, DJJ 1211-12, letak kepala, punggung kanan Hodge I. Kemudian di lakukan
pengawasan. 4 jam setelah masuk rumah sakit kemajuan persalinan VT
pembukaan 6 cm KK (-) his jarang DJJ 11-11-12 H II. 10 jam setelah masuk
rumah sakit ada kemajuan persalinan VT pembukaan 10 cm, KK (-), DJJ 88-8 dan letak bawah janin sudah melewati Hodge III. Ibu merasa ingin
mengejan, kemudian dipimpin mengejan. Setelah satu jam dipimpin
mengejan tidak lahir, akhirnya kemudian dilakukan vacum ekstraksi dan
lahir bayi perempuan pukul 10.08 wib di ruang VK RSUD Kota Semarang
dengan Berat Badan Lahir 2950 gram, bayi tidak menangis sesaat setelah
dilahirkan.
Dengan Apgar Score 5 6 7.

Setelah masuk RS:

Pukul 10.08, lahir bayi perempuan di ruang VK RSUD Kota Semarang


berat badan lahir: 2950 gram. Panjang badan: 48cm. Lingkar kepala: 33
cm. Lingkar dada: 31 cm.

Ketuban berwarna jernih, bau khas.

Saat lahir, bayi meringis, tonus otot sedang, pernafasan tidak teratur, HR:
100, dengan warna merah jambu ujung2 biru.

5 menit setelah diresusitasi bayi meringis, ekstremitas fleksi sedikit,


pernafasan tidak teratur, HR> 100, dengan warna merah jambu.

10 menit setelah diresusitasi, bayi meringis, ekstremitas fleksi sedikit,


pernafasan mulai teratur, HR>100, dengan warna merah jambu.

Apgar score didapatkan 5-6-7.

Plasenta lahir secara manual, kotiledon lengkap, infark (-), hematom (-).

Bayi kemudian dirawat dan diobservasi di Perinatologi:

Usia 0 hari (30/10/12)


2

o O2 nasal 2 liter/menit
o Dilakukan pemasangan infus kemudian diambil darah untuk
diperiksakan di laboratorium.
o Infus D 10% 180cc/24/8 tpm
o Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg iv
o Injeksi Gentamisin 1 x 15 mg iv
o Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua iv pelan
o Injeksi vit K 1 x 1mg im
o Gerakan bayi kurang aktif, BAB(+), BAK (+), menangis kuat (-),
merintih (-), ikterik (-) . muntah (-) , napas spontan (+)
o Diet ditunda

Usia 1 hari (31/10/12),


o O2 nasal kanul 2 liter/menit
o Infuse D 10% 8 tpm
o Injeksi Ampicilin 2x150 mg iv (2)
o Injeksi Gentamisin 1 x 15 mg iv (2)
o Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua iv pelan
o Gerakan bayi kurang aktif, BAB(+), BAK (+). menangis kuat (+),
minum kuat (-), napas spontan (+)
o Pasang OGT Diet ASI 6 x 5 cc (minimal feeding 2 cc/kgBB)

HR
RR
T

30/10/1

31/10/1

2
150 x/m
58 x/m
37,8C

2
130 x/m
48 x/m
35,6C

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat ibu menderita demam tinggi (-)
Riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan (-)
Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal,
alergi, anemia, penyakit kelainan darah sebelum hamil disangkal.
Riwayat ibu menderita penyakit menular seksual selama kehamilan atau pada saat
proses persalinan seperti misalnya gonorea, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis,
vaginalis disangkal.
3

Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya hamil
disangkal.
Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan
paru selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan
disangkal.
Riwayat ibu merokok disangkal
Riwayat ayah merokok (+)
Riwayat Pemeriksaan prenatal
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x.
Riwayat trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat disangkal, riwayat
penyakit darah tinggi (-). riwayat kencing manis disangkal, riwayat minum jamu
jamuan disangkal oleh ibu
Kesan : pemeliharaan prenatal baik
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Bayi jenis kelamin perempuan dari ibu G 1P0A0, usia 28 tahun, dengan hamil 40
minggu, lahir secara vacum ekstraksi a.i. partus macet, dan ditolong oleh dokter
spesialis kandungan RSUD Semarang.
Saat lahir bayi meringis, tidak ada gerakan, pernafasan tidak teratur, dan tidak
peka rangsang. Berat badan lahir 2950 gram panjang badan 48 cm, lingkar kepala 33
cm, lingkar dada 31 cm. APGAR score 5 6 7.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan, BBLC, asfiksia sedang, observasi
neonatal infeksi.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan
-

Berat badan lahir : 2950 gram

Panjang badan

: 48 cm

Lingkar kepala

: 33 cm

Lingkar dada

: 31 cm

Perkembangan
-

Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi

Riwayat Makan dan Pertumbuhan Anak


Pada hari pertama tunda diet karena riwayat asfiksia sedang, pada hari kedua mulai

diberi ASI melalui NGT.


Terpasang infus umbilical D 10 %
4

Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : BCG
:Polio
:Kesan : Anak belum pernah mendapat imunisasi
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien menggunakan KB suntik 3 bulan sebelum hamil ini.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp 800.000. Ibu
pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Menanggung 1 orang anak. Biaya
pengobatan ditanggung Jampersal.
Kesan : sosial ekonomi kurang
Data Obstetri
Anak ke

Tahun

Jenis,pembantu,tempat,penyuli

Jenis

Keadaan anak

t persalinan,usia kehamilan

kelamin,

sekarang

BBL
1

2012

Partus dengan vacum, dokter

Perempuan

Asfiksia sedang,

spesialis kandungan, RSUD

, 2950

obs.neonatus

Ketileng Semarang, penyulit

gram

infeksi

persalinan (-), 40 minggu


Data Keluarga

Perkawinan

Ayah
1

Ibu
1

Umur
Konsanguitas
Keadaan sehat

32 tahun
Sehat

28 tahun
Sehat

Data Perumahan
Kepemilikan rumah
Keadaan rumah

buah kamar mandi di dalam rumah.


Sumber air bersih
: sumber air minum dari air sumur, limbah buangan dialirkan

: rumah orang tua


: dinding rumah terbuat dari tembok, 3 buah kamar tidur, 1

ke selokan yang ada di belakang rumah


Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan, cukup padat.
2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 31 Oktober 2012, pukul 16.00 WIB di ruang
perinatologi. Bayi perempuan usia 1 hari, berat badan lahir 2950 gram, panjang badan
48 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 31 cm.
Kesan umum :
Compos mentis, ditemukan tanda-tanda neonatus aterm, nafas spontan, gerakan
kurang aktif.
Tanda vital

Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: tidak dilakukan pemeriksaan


: 140x/menit, isi dan tegangan cukup
: 50x/menit
: 36,5C (Axilla)

Status Internus

Kepala
Mesocephale, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih terbuka,
ukuranya 2 cm, tidak tegang dan tidak menonjol, caput succedaneum (+), cephal
hematom (-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala

kebiruan.
Mata
pupil bulat, isokor, 2 mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih, sklera

ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)


Hidung
bentuk normal, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga
bentuk normal, bila dilipat cepat membalik, discharge (-/-)
Mulut
sianosis (-), trismus (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Thorax
Paru
Inspeksi
:simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

suprasternal dan epigastrial (-), intercostalis (-).


: aerola mammae tampak seperti titik tonjolan 2 mm, teraba
: sulit dinilai
: suara dasar vesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak melebar
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi
:bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
6

Abdomen
Inspeksi

: datar, tali pusat insertion di tengah, segar, tidak tampak layu

Auskultasi
Palpasi

dan tidak kehijauan, terpasang infuse umbilicalis


: bising usus (+) normal
: supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Perkusi

: timpani

Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida
Genitalia
Perempuan, ambigous genitalia (-), labia mayora sudah menutupi labia minora
Anorektal
Anus (+)
Anggota gerak
Rajah tangan dan kaki sempurna
Kulit
Lanugo berkurang, sianotik (-), ikterik (-)
Ekstremitas
Superior
- /- /- /- /< 2 detik
Normotoni

Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT
Tonus

Inferior
- /- /- /- /< 2 detik
Normotoni

Refleks Primitif :
Refleks Oral :
- Refleks Hisap

:(+)

- Refleks Rooting

:(+)

- Refleks Moro

:(+)

Refleks Tonic Neck

:(+)

Refleks Palmar Grasp

:(+)

Refleks Plantar Grasp

:(+)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal

Hb (gr/dl)

Ht (%)

Leukosit

Trombosit
7

30-10-2012

15,8

49,80

(mm3)
26,1

(mm3)
317

Pemeriksaan Kimia Darah dan elektrolit

Pemeriksaan Khusus :
Ballard Score

Maturitas neuromuskuler

Poin Maturitas fisik


4
Kulit
Natrium
Kalium

Poin
3
Calcium

GDS
Sikap tubuh
Jendela siku-siku
4
Lanugo
3
30/10/2012
103
mg/dl
135
mmol/L
4,7
mmol/L
1,38
Rekoil lengan
4
Lipatan telapak kaki
3 mmol/L
Sudut popliteal
4
Payudara
2
Tanda Selempang
3
Bentuk telinga
3
Tumit ke kuping
3
Genitalia (perempuan)
4
Total
22
Total
18
New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik
= 22 + 18 = 40 minggu
Kesan : kelahiran aterm 40 minggu
KURVA LUBCHENKO

BBL : 2950 gr
Usia Kehamilan : 40 minggu
Hasil : sesuai masa kehamilan
APGAR SCORE
Klinis

10

Appearance

Pulse

Grimace

Activity

Respiratory Effort

Kesan : Asfiksia sedang

BELL SQUASH SCORE


1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infus tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil : 3 observasi neonatal infeksi
GUPTE SCORE
Prematuritas
Cairan amnion berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
Vagina tidak bersih
KPD
Hasil : 3

3
2
2
2
1
2
1

III. RESUME
Telah lahir bayi perempuan dari ibu G 1P1A0 usia 28 tahun, hamil 40
minggu, lahir secara vakum ekstraksi, ditolong oleh Spesialis Obsgyn RSUD
Semarang. Saat lahir, bayi hanya meringis, tonus otot lemah, pernafasan tidak
teratur, HR> 100, dengan warna merah jambu ujung2 biru. Berat badan lahir
2950 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 33 cm, dan lingkar dada 31 cm.
Apgar score 5 6 7.
Kesan Umum :
Compos mentis, ditemukan tanda-tanda neonatus aterm, tampak kurang aktif,
nafas spontan, sianosis (-)
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 31 Oktober 2012 didapatkan :
Tanda vital

Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: tidak dilakukan pemeriksaan


: 140x/menit, isi dan tegangan cukup
: 50x/menit
: 36,5C (Axilla)
10

KU/KS
Hidung
Mata
Thorak
Abdomen
Ekstremitas
Kulit

: Compos mentis, nafas spontan, gerakan kurang aktif.


: napas cuping hidung (-/-)
: sclera ikterik (-/-)
: cor/paru dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: Lanugo merata, sianotik (-), ikterik (-).

Pemeriksaan Khusus :

Ballard score = usia kehamilan 40 minggu

Kurva Lubhchenco = sesuai masa kehamilan

Apgar Score = Asfiksia Sedang

Bell squash score = 3 observasi neonatal infeksi

GDS

Natrium

Kalium

Calcium

30/10/2012
103 mg/dl
135 mmol/L
4,7 mmol/L 1,38 mmol/L
Pemeriksaan laboratorium (Pemeriksaan Darah Rutin)
Tanggal

Hb (gr/dl)

30-10-2012
15,8
Kesan : Leukositosis

Ht (%)

Leukosit

Trombosit

49,80

(mm3)
26,1

(mm3)
317

Pemeriksaan Kimia Darah dan elektrolit

Kesan: dalam batas normal


Kesan : neonatus aterm, lahir secara vacum ekstraksi, asfiksia sedang, observasi
neonatal infeksi.

IV. DIAGNOSIS BANDING


a.

1. Neonatus aterm
Aterm
11

b.
c.

Preterm
Postterm
2. BBLC
a. SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
b. BMK (Besar Masa Kehamilan)
c. KMK (Kecil Masa Kehamilan)
3. Asfiksia sedang
a.Faktor ibu (hipertensi, perdarahan, CPD, SC berulang, partus lama,
kelahiran dengan ekstraksi forceps atau vakum)
b.

Faktor Janin (letak sungsang ,bayi besar, gemeli, BBLR, fetal


distress)

c.Faktor Placenta (solusio placenta, placenta previa, lilitan tali pusat)


4. Observasi infeksi neonatal
a. Early onset (< 72 jam)
- Ketuban pecah dini
- Infeksi pada ibu (TORCH, TBC, infeksi virus, trikomoniasis,
kandidiasis vaginalis, gonorrhoea, non gonococcal servitis, sifilis,
kondiloma akuminata, ulkus molle, limfogranuloma inguinal)
b. Late onset (>72 jam)
- Infeksi nosokomial
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Neonatus aterm
2. BBLC
3. Asfiksia Berat
4. Observasi Neonatal Infeksi
VI. TERAPI
A. TERAPI AWAL

Medikamentosa
o Diberikan O2 nasal 2 liter/menit
o Infus D 10% 180cc/24/8 tpm
o Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg iv (1)
o Injeksi Gentamisin 1 x 15 mg iv (1)
o Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua iv pelan

Diet
12

Tunda diet 1x 24 jam


B. TERAPI HARI PERAWATAN 1

O2 nasal kanul 2 liter/menit

Infuse D 10% 8 tpm

Injeksi Ampicilin 2x150 mg iv

Injeksi Gentamisin 1 x 15 mg

Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua iv pelan

Gerakan bayi kurang aktif, BAB(+), BAK (+). menangis kuat (+),
minum kuat (-), napas spontan (+)

Pasang OGT Diet ASI 6 x 5 cc (minimal feeding 2 cc/kgBB)

VII. PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital

Awasi tanda-tanda gangguan pernafasan

Jaga kehangatan

Rawat tali pusat

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

IX. USUL

Pemeriksaan darah rutin ulang

Pemeriksaan GDS

Konsul spesialis mata

X. NASEHAT

Jaga kehangatan bayi

Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan


13

Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah


menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.

Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus
di pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan
suara.

Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis


membersihkan tinja anak.

Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu
gejala sisa

Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :


Mempunyai masalah bernafas
Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau
mengerang kesakitan
Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
Suhu tubuh 38C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun
beraknya
Mengalami gemetar pada kaki dan tangan
Kejang

Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan


kesehatan terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan
serta pemberian imunisasi dasar pada bayi

Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan
terhadap infeksi pernapasan

NEONATAL INFEKSI

A. Definisi
14

Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection
(infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat
adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular
dari orang lain
B. Patofisiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya
dalam 3 golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan
masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini
ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,
cytomegalic inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan
listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui
infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan
akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan
amnion tersebut.

2.

Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya
ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting
terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor
yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak
15

langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan
oral trush .
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
C. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat
ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan
yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis
dini dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus
terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak
menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba tiba tingkah
lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
-

Malas minum

Bayi tertidur

Tampak gelisah

Pernapasan cepat

Berat badan turun drastic

Terjadi muntah dan diare

16

Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal

Pergerakan aktivitas bayi makin menurun

Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran


hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang

Terjadi edema

Sklerema

Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi :


a. Bell Squash score
-

Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang)

Ketuban tidak normal

Kelainan bawaan

Asfiksia

Preterm

BBLR

Infeksi tali pusat

Riwayat penyakit ibu

Riwayat penyakit kehamilan

Hasil
< 4 observasi NI
4 NI

b. Gupte score
Prematuritas

Cairan amnion berbau busuk

Ibu demam

Asfiksia

Partus lama

Vagina tidak bersih

KPD

Hasil
3-5 Screening NI
5 NI

D. Klasifikasi

17

Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua
golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
a. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum,
infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.

1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejalagejala sistemik.
Faktor risiko :
-

Persalinan (partus) lama

Persalinan dengan tindakan

Infeksi/febris pd ibu

Air ketuban bau, warna hijau

KPD lebih dr 18 jam

Prematuritas & BBLR

Fetal distress

Tanda & gejala :


-

Reflek hisap lemah

Bayi tampak sakit, tidak aktif, dan tampak lemah

Hipotermia atau hipertermia

Merintih

Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus

Prinsip pengobatan:
-

Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik

Pemeriksaan laboratorium rutin

Biakan darah dan uji resistensi

Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi

18

2. Meningitis pada Neonatus


Tanda dan gejala :
- Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis
- Kejang
- UUB menonjol
- Kaku kuduk
Pengobatan :
- Gunakan antibiotic yang dapat menembus sawar otak dan diberikan dalam minimal 3
minggu
- Pungsi lumbal (atas indikasi)
3. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAM terjadi pada intrauterin karena inhalasi mekonium dan sering
menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex menelan
dan batuk yang belum sempurna.
Gejala :
-

Pada waktu lahir ditemukan meconium staining

Letargia

Malas minum

Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)

Dicurigai bila ketuban keruh dan bau

Rhonki (+)

Pengobatan :
-

Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining


dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan napas

Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET

Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi

Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik

Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram

4. Tetanus neonatorum
Etiologi
-

Perawatan tali pusat yang tidak steril


19

Pembantu persalinan yang tidak steril

Gejala
-

Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang
otot rahang dan faring (tenggorok)

Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)

Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus

Tangan mengepal (boxer hand)

Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan

Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru

Tindakan
-

Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari


pemberian IM karena dapat merangsang muscular spasm)

Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia

Pasang IV line dan OGT

Pemberian ATS 3000 6000 unit IM

Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari

Rawat tali pusat

Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya


rangsangan

5. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir
Dibagi menjadi 3 stadium
-

Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme,
mungkin terdapat pseudomembran

Stadium supuratif

20

Berlangsung 2 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret


bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak
(muncrat) saat palpebra dibuka
-

Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu
hebat lagi.

Penatalaksanaan
-

Bayi harus diisolasi

Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap jam disusul


dengan pemberian salep mata penisilin

Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari

Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM

E. Pencegahan
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
o

Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.

Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi


menularkan infeksi.

Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.

Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan.

Gunakan teknik aseptik.

Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.

Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang
sampah.

Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

21

ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI). Sedangkan menurut WHO, asfiksia
neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami
episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari
berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a.

Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian


obat analgetika atau anestesia dalam.

b.

CPD

c.

Penyakit pada ibu

Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan

Hipertensi

Infeksi TORCH

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya kalsifikasi plasenta, solusio plasenta,
plasenta previa dan lain-lain.
3. Faktor Janin
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
a. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial.
22

b. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika


atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
c. Fetal distress

Tabel 3.1 Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum


C. Patofisiologi
1. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada
di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
(pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, Sehingga darah
dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara
akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar
alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
23

Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh


darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah
bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran
pada duktus arteriosus menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami
relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya
melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil
banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh
darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan
atau setelah lahir. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi
jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih banyak
berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit
menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus,
sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat
peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah
ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan
pasokan oksigen. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung
terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke
seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi
24

oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak


yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital
pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah
periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu
primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan
menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen
terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megapmegap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan
menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu


Sumber Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5, 2006
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu
primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder
(kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode
hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan
seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama
persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah
berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat
membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan
yang membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang,
itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam
keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang
bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk
25

dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi yang


adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan
gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.
D. Penegakkan Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
-

Bayi tidak bernapas atau menangis

Denyut jantung kurang dari 100 x / menit

Tonus otot menurun

Ditemukan meconium staining

BBLR / BBLSR / BBLASR

Reflek fisiologis berkurang atau hilang


Untuk menilai berat ringannya asfiksia neonatorum, menggunakan

APGAR score
Klinis

Appearance

Seluruh tubuh

Badan merah,

Seluruh tubuh

biru / putih

kaki biru

merah

Pulse

Tidak ada

< 100 x/menit

> 100 x/menit

Grimace

Tidak ada

Perubahan mimic

Bersin /
menangis

Activity

Lumpuh

Resipiration effort

Tidak ada

Extremitas sedikit Gerakan aktif,


fleksi

extremitas fleksi

Lemah

Menangis keras

Score 10 8 : Vigorous Baby


Score 7

: Asfiksia ringan

Score 6-4

: Asfiksia sedang

Score 3-0

: Asfiksia berat

26

2. Pemeriksaan Penunjang
-

Darah rutin, GDS, elektrolit, Bilirubin

BGA
o PaO2 < 50 mm H2O
o PaCO2 > 55 mm H2
o pH < 7,30

Baby gram

USG kepala

E. Resusitasi Neonatus
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan
sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Bayi prematur (usia
gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki
paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami
kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur
dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki
volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis
serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas
dan rentan terhadap infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah
persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan
medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang.
Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan
gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda
setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan
lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent.

27

Gambar 3.1 Algoritma Resusitasi Bayi Baru Lahir


1. Ventilasi Tekanan Positif
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi
lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau
frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP
28

harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika,


karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu
sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam
waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau
pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra
indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan
ventilasi pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki cara kerja yang
berbeda dengan keuntungan dan kerugian yang berbeda.

Tabel Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif

29

Gambar 2. Alat pada VTP

2. Kompresi Dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi
dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada,
yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan
intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh.
Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga
diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif. Satu orang
menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi
tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah
-

Topang bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah

Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada
1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis
khayal yang menghubungkan kedua puting susu. (Teknik ibu jari lebih
direkomendasikan

pada

resusitasi

bayi

baru

lahir

karena

akan

menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.)

30

Gambar Lokasi Kompresi


-

Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada


sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan
dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri
dari satu tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke
bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi
curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari (tergantung
metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan

Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan


aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi
30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung
selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi

Penghentian kompresi: setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi


jantung. Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian
dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada
dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit.
Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan
kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus
dilakukan.

Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas
spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih
mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan.
31

Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan


ke ruang perawatan.
3. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka
intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan
tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan
napas.
b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan
kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif
berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk
membantu memudahkan ventilasi.
c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi
antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi
ventilasi tekanan positif.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka
cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea
melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena.
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan
selang endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai
diantaranya melalui pelatihan khusus.

4. Pemberian Obat-obatan

Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari
60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi
selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan
ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi
oksigen

otot

jantung.

Dosis

yang

diberikan

0,1-0,3

ml/kgBB

larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui


selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila
32

frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika


pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.

Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi
baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya
perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan
dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau
tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada
bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis
metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4
ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat
dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan
tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan
indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum
diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan
pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika,
sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara
pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik
33

dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan


0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2
konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.
F. Komplikasi
Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan
dapat pula terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan
hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti
otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak
dibandingkan organ lain seperti kulit, jaringan muskuloskeletal serta organ-organ
rongga abdomen dan rongga toraks lainnya seperti paru, hati, ginjal, dan traktus
gastrointestinal.
Pada

hipoksia

yang

berkelanjutan,

kekurangan

oksigen

untuk

menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses


glikolisis anerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat)
menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH
darah

sehingga

terjadilah

asidosis

metabolik.

Perubahan

sirkulasi

dan

metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik


sementara ataupun menetap.
Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat
dibandingkan dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor
redistribusi aliran darah terutama aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya
gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan periventrikular lebih tinggi.

34

Tabel 3.2 Komplikasi Asfiksia Neonatorum

1. Susunan Saraf Pusat


Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih
dipertahankan dari pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan
hemodinamik di otak dan penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang
selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak.
Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering
ditemukan pada masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI).
Pada bayi cukup bulan keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut,
sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan lebih sering timbul sekunder
pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi gambaran klinik bervariasi
tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan
iskemianya.

35

Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca


hipoksia terjadi dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab
perdarahan peri/intraventrikular. Pada proses pertama, hipoksia akut yang
terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan peninggian aliran darah
serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan darah arterial
yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi kapiler
di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan. Selanjutnya
keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca
perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua,
perdarahan dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia akibat adanya
proses reperfusi dan hipotensi sehingga menimbulkan iskemia di daerah
mikrosirkulasi periventrikular yang berakhir dengan perdarahan.

2. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita
asfiksia neonatus masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori
mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat langsung hipoksia dan
iskemianya atau dapat pula terjadi karena adanya disfungsi ventrikel kiri,
gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen ataupun penggunaan
ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.

3. Sistem Kardiovaskular
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi
miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium
terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan kerusakan sel
miokard terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua bilik
jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa bising jantung
akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi khas
yang menunjukkan iskernia miokardium.

4. Sistem Urogenital

36

Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan


perfusi dan dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah yang
kurang menyebabkan nekrosis tubulus dan perdarahan medula.

5. Sistem Gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang
terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan
koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus.
Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat
sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi makanan atau
adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi saluran cerna,
enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.

6. Sistem Audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi
secara langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung
akibat hipoksia iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait
yang menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan penglihatan.
Retinopati yang ditemukan ternyata tidak hanya karena peninggian tekanan
oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita disebabkan oleh hipoksemia
yang menetap. Selain retinopati, kelainan perdarahan retina dilaporkan pula
pada bayi penderita perinatal hipoksia.
Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked
responses yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan
gangguan fungsi pendengaran pada sejumlah bayi.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2003. Angka Kematian Bayi Menurun (artikel) 31
Desember 2003. http://www. Depkes.org.id.
2. Diyah, Indri. 2009. Askep Sepsis http://www.wordpress.com Neonatorum. FKP
UNAIR.
3. Djaja, S. 2003. Penyakit Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir dan Sistem
Pelayanan
Kesehatan
yang
Berkaitan
di
Indonesia.http://www.litbang.depkes.go.id
4. Djaja, Sarimawar dan Soeharsono Soemantri, 2003. Penyebab Kematian Bayi
Baru Lahir (Neonatal) dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di
Indonesia Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001. Buletin Penelitian
Kesehatan Vol. 31 No. 3, Jakarta.
5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20.
6. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 512-21.
7. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 247-50.
8. Gomella. TL, 2004. Neonatology Management, procedures, On-Call Problems,
Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. Lange Medical Books/McGrawHill, New York.
9. HTA (Health Technology Assessment) Dep. Kes. RI Tahun 2008. Sepsis
Neonatorum. http://www.scribd.com/doc/12912905/Final-Koreksi-Draft-Akhir
10. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/bayi-berat-lahir-rendah-bblr/
11. Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal
resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 2-25.
12. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah
bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI,
MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 42-8.
13. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79.
14. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 58-63.
15. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark
AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams
&Wilkins, 2004;
185-222.
16. Monintja, HE. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

38

17. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London : Arnold, 2002; 62-88
18. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London : Arnold, 2002; 414-31.
19. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR,
eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins,
2004; 53-71.

39

Anda mungkin juga menyukai