Anda di halaman 1dari 22

Pahlawan di masa Pendudukan Belanda

1. Perjuangan Tuanku Imam Bonjol Melawan Penjajahan Belanda

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 wafat dalam
pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah
seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan
yang dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837.
Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden
RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Tuanku Imam Bonjol adalah
sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. Nama asli Imam Bonjol
adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin
Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada
mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan
tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belanda.
Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama
lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pengasas negeri Bonjol.
Pahlawan nasional, bernama asli Muhammad Sahab. Lahir di Tanjung Bunga, Kabupaten
Pasaman, Sumatera Barat, pada tahun 1772. Setelah belajar agama pada beberapa orang nulama
di Sumatera Barat, ia menjadi guru agama di Bonjol. Dari sini ia menyebarkan paham Paderi di
Lembah Alahan Panjang bahkan sampai ke Tapanuli Selatan. Sebagai tokoh Paderi, ia cukup
disegani.

2. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dien adalah salah seorang pemimpin perlawanan rakyat aceh terhadap Belanda.
Rakyat Aceh sangat gigih berjuang mengusir Belanda, dan Belanda kesulitan mematahkan
serangan rakyat Aceh. Perang Aceh berlangsung dari tahun 1873-1903. Untuk mengetahui
kelemahan rakyat Aceh, Belanda mengutus Snouck Hurgronye untuk menyelidiki kelemahan
masyarakat Aceh. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, Belanda menggunakan siasat adu
domba. Caranya dengan memerangi para ulama dan mendekati para ketua adat dan kaum
bangsawan. Selain Cut Nyak Dien, perlawanan rakyat Aceh juga dimpin oleh Teuku Umar,
Teuku Cik Ditiro, dan Panglima Polim.

3. Biografi Sultan Hasanuddin Ayam Jantan Dari Timur

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan
pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan
gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan
Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun
1655).
Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur
karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan Hasanuddin
lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan
Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang
berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah
timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan
Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi
belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia
berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk
melawan Kompeni.

4. Pattimura

.
Pattimura pemimpin perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda pada tahun 1817. Di bawah
pimpinan Pattimura, rakyat Maluku berhasil merebut Benteng Duursteede dan membunuh
hampir semua penghuninya termasuk Residen Van den Berg. Pertempuran demi pertempuran
terus berkobar dan kemenangan terus diraih pasukan Pattimura. Ternyata, perjuangan para
pahlawan untuk mengusir para penjajah dari tanah air tidak pernah surut. Hal itu menunjukkan
semangan nasionalisme yang tinggi terhadap bangsanya. Untuk menghadapi perlawanan
Pattimura, Belanda menggunakan taktik devide et impera (memecah belah). Belanda memperalat
Raja Booi untuk mengetahui tempat persembunyian Pattimura. Pada 16 Desember 1817,

5. Biografi Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 meninggal di Makassar,


Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional
Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar. Diponegoro adalah putra sulung
Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November
1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu
seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro
bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya,
Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya
bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu
Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka
tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng
Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan
Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang
mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan seharihari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak
disetujui Diponegoro.

6. Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu
Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 wafat: Karta (Plered,
Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang
memerintah pada tahun 16131645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi
kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan
menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K.Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3
November
1975.Setelah kekalahan di BataviaSultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya
dengan VOCBelanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk
bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia
menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.
Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak
untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas
pada
tahun 1630.
Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak
tahun 1631. Sultan
Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.
Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri
Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan
menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang
ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik
sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633.
Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada
tahun 1636.

7. Of Teuku Umar

Teuku Umar yang dilahirkan di MeulabohAceh Barat pada tahun 1854, adalah anak
seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan
Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dari Minangkabau. Salah seorang
keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu
terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Insiden Kapal
NiceroTahun 1884KapalInggris Nicero terdampar. Kapten dan awak kapalnya disandera oleh
raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai. Oleh Pemerintah
Kolonial Belanda Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian
tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal Nicero merupakan pekerjaan yang
berat sebab tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya
kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan senjata yang banyak
sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal
Bengkulen ke Aceh Barat membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa panglimanya.
Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut,
dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang lainnya dirampas. Sejak itu
Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga
menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya[

8. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2]atau 1809[3][4][5][6] eninggal
di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober1862 pada umur 53 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia.Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret1862, beliau
dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala
suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu
Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[Perang Banjar pecah saat Pangeran
Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda
di Pengaron tanggal 25 April1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi
Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan
pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu
Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.[15]
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan
pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh
bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan
Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada
pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel
Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861

9. Sisingamangaraja XII

Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari1845 meninggal di Dairi, 17 Juni1907 pada


umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang
melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun
1953.[1]
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan
Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada
tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain
itu
ia
juga
disebut
juga
sebagai raja
imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan
dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing
yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte
Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana
kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda
sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda
ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan
hingga puluhan tahun.

10. I Gusti Ketut Jelantik

I Gusti Ketut Jelantik (??? 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal
dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan dalam Perang
Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Perlawanan ini bermula karena pemerintah
kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak
bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta
seluruh isinya. Ucapannya yang terkenal ketika itu ialah Apapun tidak akan terjadi. Selama aku
hidup aku tidak akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini. Perang ini berakhir sebagai
suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya
sampai titik darah penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung Batur, Kintamani.
Pada saat inilah beliau gugur.[r

11.Kartini

Biografi R.A Kartini Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa
Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus
dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh
orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih
dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka.
Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu
pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok
(pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk
surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang
dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada
kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus
mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan
tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca
dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama
ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri
Belanda.

12.Dewi Sartika

Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden
Somanagara. Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh
menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh
oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya itu, ia
mendapatkan
pengetahuan
mengenai kebudayaan
Sunda,
sementara
wawasan
kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.
Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih
kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik
di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan.
Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.
Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan
oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan
oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena waktu itu belum ada anak (apalagi anak
rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Setelah remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada ibunya di Bandung. Jiwanya yang telah
dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh
pamannya, Bupati Martanagara, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski
keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat
mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu, membuat
pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namun karena kegigihan semangatnya yang tak
pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan
sekolah untuk perempuan.

13.Ki Hadjar Dewantara

Raden MasSoewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar
Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki
Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei1889 meninggal di Yogyakarta, 26 April
1959 pada umur 69 tahun[1]; selanjutnya disingkat sebagai Soewardi atau KHD) adalah
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi
kaum pribumiIndonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman
Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk
bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi sloganKementerian Pendidikan
Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal erang Indonesia, KRI
Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun
emisi 1998.[2]Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 28 November1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959)[3].

14. Eduard Douwes Dekker

Eduard Douwes Dekker (lahir di Amsterdam, Belanda, 2 Maret1820 meninggal di Ingelheim


am Rhein, Jerman, 19 Februari1887 pada umur 66 tahun), atau yang dikenal pula dengan nama
penaMultatuli (dari bahasa Latinmulta tuli banyak yang aku sudah derita) , adalah
penulis Belanda yang terkenal dengan Max Havelaar (1860), novel satirisnya yang berisi kritik
atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Hindia-Belanda.Eduard
memiliki saudara bernama Jan yang adalah kakek dari tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker yang dikenal pula dengan nama Danudirja
Setiabudi.Ketika ayahnya pulang dari perjalanannya, dilihatnya perubahan kehidupan dan
keadaan dalam diri Eduard. Hal ini melahirkan niat pada diri ayahnya untuk membawanya dalam
sebuah perjalanan. Pada saat itu, di Hindia Belanda terdapat kesempatan untuk mencari kekayaan
dan jabatan, juga bagi kalangan orang-orang Belanda yang tidak berpendidikan atau
berpendidikan rendah. Karena itu, pada tahun 1838 Eduard pergi ke pulau Jawa dan
pada 1839 tiba di Batavia sebagai seorang kelasi yang belum berpengalaman di kapal ayahnya.
Dengan bantuan dari relasi-relasi ayahnya, tidak berapa lama Eduard memiliki pekerjaan
sebagai pegawai negeri (ambtenaar) di kantor Pengawasan Keuangan Batavia. Tiga tahun
kemudian dia melamar pekerjaan sebagai ambtenaarpamong praja di Sumatera Barat dan oleh
Gubernur Jendral Andreas Victor Michiels ia dikirim ke kota Natal yang saat itu terpencil
sebagai seorang kontrolir.

Tokoh-tokoh pergerakan nasional

1. Dr.Soetomo

Beliau lahir di Nganjuk, 30 Juli 1888. Lalu beliau masuk STOVIA pada tahun 1903.
Pada tahun 1908, beliau bersama beberapa mahasiswa mendirikan Budi Utomo.
Tahun 1930, beliau mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935, beliau
mendirikan Partai Indonesia Raya yang menjadi wadah perjuangannya merintis
kemerdekaan

2. KH.Samanhudi

Beliau lahir di Laweyan, Solo pada tahun 1868 dari keluarga pedagang. Pada tahun 1905,
beliau mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI), organisasi yang menentang Belanda dan
memperjuangkan martabat pedagang pribumi. SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI)
pada tahun 1912 dan pada kongres tahun 1913, beliau terpilih menjadi ketua. KH. Samanhudi

juga terlibat dalam gejala politik pasca kemerdekaan dengan membentuk Barisan
Pemberontak Indonesia yang melawan Belanda NICA, dan lascar rakyat yang bernama
Gerakan Kesatuan Alap-Alap.

3. H.O.S Cokroaminoto

Beliau lahir di Ponorogo,pada tahun 1882 dari keluarga R.M Cokroamiseno, seorang pegawai
pemerintahan yang pernah menjabat sebagai bupati. Sepak terjang politiknya menonjol pada
tahun 1912. Saat itu beliau mendirikan SDI yang kelak akan berubah menjadi SI. Kata
mutiaranya yang termasyhur setinggi-tinggi ilmu,semurni-murni tauhid dan sepintar-pintar
siasat.

4. KH.Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah tokoh pergerakan nasional yang lama belajar pengetahuan Agama di
Mekkah. Beliau mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.
Tujuan Muhammadiyah adalah mengajarkan Agama Islam dengan Al-Quran dan Hadist.

5. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Bersama dengan
Danudirja Setiabudi (Douwes Dekker), dan Cipto Mangunkusumo, beliau mendirikan
Indische Partij. Mereka bertiga dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Indische Partij
menuntut kemerdekaan Indonesia. Beliau juga mendirikan Perguruan Taman Siswa.
Perguruan ini mengajarkan kepada siswanya sifat kebangsaan. Karena peranannya sangat
besar dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara diberi julukan sebagai Bapak Pendidikan
Nasional.

6. Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah putra Hasyim Ashari, pelopor dan pendiri NU (Nahdatul Ulama).
Tujuan NU adalah memecahkan berbagai persoalan umat Islam baik dalam hal Agama
maupun kehidupan di masyarakat. Tahun 1938, Wahid Hasyim bergabung dengan NU. Empat
tahun kemudian beliau diangkat sebagai ketua NU. Perkembangan NU sebagai organisasi
politik

dan

keagamaan

tidak

terlepas

dari

peranannya.

7. Douwes Dekker

Beliau mendirikan Nationale Indische Partij pada tahun 1912 yang merupakan sebuah partai
politik. Menilai Budi Utomo terbatas pada bidang kebudayaan saja, maka Douwes Dekker
mendirikan sebuah partai politik. Ernest Franois Eugne Douwes Dekker masih terhitung
saudara dengan pengarang buku Max Haveelar, Eduard Douwes Dekker. Douwes Dekker
sendiri yang tidak sepenuhnya berdarah Indonesia, namun ia dengan segenap jiwa dan raga

berjuang untuk pergerakan nasional Indonesia. National Indische Partij pun aktif dalam
berbagai organisasi internasional, seperti Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan,
serta Liga Demokrasi Internasional untuk menarik perhatian dunia internasional. Douwes
Dekker mencurahkan pikiran dan tenaganya demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

8. Dr. Cipto Mangunkusumo

Beliau merupakan dokter profesional yang cenderung lebih dikenal sebagai tokoh
pergerakan nasional. Bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker, beliau
mendirikan partai politik Nationale Indische Partij. Pada awalnya Dr. Cipto Mangunkusumo
bergerak sebagai dokter pemerintahan dibawah Belanda. Namun karena beberapa
tulisannya dalam De Express yang cenderung mengkritik kekejaman pemerintahan Belanda,
akhirnya beliau diberhentikan sebagai dokter pemerintahan. Hal tersebut membuat beliau
semakin intens melakukan perjuangan, dengan sepenuh hati memperjuangkan kemerdekaan
bangsaIndonesia.

9. Soekarno

Kebangkitan nasional bukan saja pada masa berdirinya organisasi-organisasi pergerakan


nasional, namun hingga saat ini juga. Soekarno berjasa besar bagi bangsa Indonesia.
Perjuangannya menjelang detik-detik proklamasi tidak dapat dilupakan. Aktif dalam
organisasi PUTRA yang berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia pun tidak dapat
dilupakan. Walaupun setelah kemerdekaan, pada masa demokrasi terpimpin ia bertindak
bagaikan diktator, semua jasanya tak dapat dilupa. Pada saat agresi militer I ketika
Indonesia terdesak, beliau memerintahkan Syafrudin Prawiranegara untuk melanjutkan
perjuangan Indonesia dengan mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Walaupun
dengan risiko ditangkap oleh Belanda karena kondisi Yogyakarta pada saat itu masih sangat
rawan.

Inilah

semangat

perjuangan

yang

harus

dimiliki

segenap

bangsa.

Tokoh-tokoh yang Berjuang Melawan Jepang


a. Teuku Abdul Jalil
Teuku Abdul Jalil merupakan tokoh dari Aceh yang melakukan perlawanan kepada penjajah
Jepang. Beliau merupakan seorang ulama dari Cot Plieng, Aceh. Perlawanan tersebut dilakukan
tidak lama setelah Jepang masuk ke Indonesia. Masyarakat Aceh tidak suka terhadap Jepang

karena tindakan sewenang- wenang tentara Jepang. Mereka juga tidak menghormati kehidupan
beragama umat Islam yang ada di Indonesia.

Pasukan Jepang menyerang Cot Plieng pada 10 November 1942. Serangan tersebut dilakukan
pada saat masyarakat sedang melaksanakan salat subuh di masjid. Namun, dengan kesigapan
masyarakat Aceh berhasil menahan serangan tersebut.Jepang kemudian melakukan serangan
kedua. Mereka membakar masjid yang sedang digunakan oleh masyarakat untuk salat. Pada
penyerangan ini, Teuku Abdul Jalil dapat meloloskan diri. Namun akhirnya, Teuku Abdul Jalil
ditembak saat sedang melakukan salat dan beliau pun meninggal.

b. K.H. Zaenal Mustafa


K.H. Zaenal Mustafa adalah seorang ulama dari Singaparna, yaitu sebuah daerah di Tasikmalaya,
Jawa Barat. Beliau memimpin masyarakat daerahnya untuk melawan penjajahan Jepang. Awal
perlawanan tersebut yaitu penolakan K.H. Zaenal Mustafa untuk membungkukkan badan
menghormat Kaisar Jepang Teno Heika yang berada di Tokyo, Jepang.
Pada 25 Februari 1944, seusai salat Jumat, meletuslah perlawanan bersenjata antara masyarakat
Sukamanah dan pasukan Jepang. Pasukan Jepang berniat menggempur Sukamanah dan
menangkap K.H. Zaenal Mustofa. Pada pertempuran ini, banyak tentara Jepang terluka karena
perlawanan masyarakat Sukamanah. Demikian pula di pihak rakyat Sukamanah, ratusan orang
menjadi korban. Hal ini terjadi karena pasukan Jepang menggunakan senjata api, sedangkan
rakyat Sukamanah hanya bersenjata tajam.K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya ditangkap
oleh pemerintah Jepang. Mereka dimasukkan ke dalam tahanan di Tasikmalaya. K.H. Zaenal
Mustofa dan kawan-kawannya yang diangap penting dipindahkan ke Jakarta. Di penjara, K.H.
Zaenal Mustofa disiksa dengan siksaan yang berat. Setelah disiksa, K.H. Zaenal Mustofa
dihukum mati dan dimakamkan di Ancol. Kemudian, jenazahnya dipindahkan ke Singaparna.

C.Supriyadi
Supriyadi merupakan anggota Peta, yaitu organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang. Pasukan
Peta terdiri atas beberapa batalyon, salah satunya ditempatkan di Blitar. Mereka bertugas untuk
melakukan latihan-latihan dan mengawasi romusha yang dikerahkan untuk membuat kubu-kubu
pertahanan di daerah pantai Blitar Selatan. Mereka menyaksikan betapa beratnya pekerjaan
romusha dan betapa sengsaranya mereka. Makanan yang diberikan tidaklah mencukupi sehingga
tubuhnya kurus-kurus dan pakaiannya pun compang-camping
Melihat keadaan tersebut, para tentara Peta merasa terpanggil untuk membela rakyat dari
kekejaman Jepang. Di bawah pimpinan Shodanco Supriyadi, mereka sepakat melakukan
perlawanan terhadap Jepang. Kemudian, pecahlah perlawanan tentara Peta pada 14 Februari
1945. Mereka meninggalkan Blitar setelah membunuh orang-orang Jepang di Blitar. Sebagian di
antara mereka menuju ke lereng gunung Kelud, dan sebagian lagi lari ke daerah Blitar Selatan.
Perlawanan ini cukup menggoncangkan pemerintah pendudukan Jepang, tetapi pada akhirnya
perlawanan ini dapat ditumpas. Alasan dapat ditumpasnya perlawanan ini antara lain:a. kurang
matangnya perencanaan perlawanan;b. tidak adanya kerjasama antara batalyon di satu wilayah
dengan batalyon di wilayah lainnya;c. tidak siapnya dukungan dari rakyat; dan
d. mudahnya bangsa kita terkena tipu muslihat Jepang.

Anda mungkin juga menyukai