Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

PENCAMPURAN OBAT SITOSTATIK

DISUSUN OLEH :
Agnes Vera Delawati
Fitria Dian Fauziah
Ismayati
Rada Cania
Raina Siti Anggraeni
Resa Nur Resti Yanti
Rizka Mutia Rahmah

P17335114013
P17335114025
P17335114014
P17335114026
P17335114038
P17335114009
P17335114067

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


D-III FARMASI
2016

I.

DEFINISI LIMBAH SITOSTATIK

Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang dapat bersifat toksik untuk menghambat
dan menghentikan pertumbuhan sel kanker. Sifat utama sel kanker ditandai dengan
hilangnya kontrol pertumbuhan dan perkembangan sel kanker tersebut. Kanker merupakan
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan diikuti proses invasi ke jaringan sekitar serta
penyebarannya (metastasis) ke bagian tubuh lain.
Mengobati sel dengan senyawa sitotoksik dapat mengakibatkan berbagai nasib sel.
Sel-sel dapat mengalami nekrosis, dimana sel akan kehilangan integritas membran dan
mati dengan cepat akibat lisis. Sel dapat berhenti tumbuh secara aktif (penurunan
kelangsungan hidup sel) dan sel dapat mengaktifkan program genetik yang menyebabkan
kematian sel dikendalikan (apoptosis).
Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel-sel secara fraksional
(fraksi tertentu mati), sehingga 90% berhasil dan 10% tidak berhasil. Bahan sitostatika
adalah obat atau zat yang dapat merusak, membunuh sel normal dan sel kanker, serta
digunakan untuk menghambat pertumbuhan tunor malignan. Istilah sitostatika biasa
digunakan untuk setiap zat yang mungkin genotoksik, mutagenik, onkogenik, teratogenik ,
dan sifatnya berbahaya lainnya.
Sitostatika tergolong obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang
tinggi terhadap sel, terutama dalam reproduksi sel sehingga dapat menyebabkan
karsinogenik, mutagenik, dan tertogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat sitostatika
membutuhkan penanganan khusus untuk menjamin keamanan, keselamatan penderita,
perawat, profesional kesehatan, dan orang lain yang tidak menderita sakit. Tujuan
penanganan bahan sitostatika adalah untuk menjamin penanganannya yang tepat dan aman
di rumah sakit.
II. PERSYARATAN RUANGAN
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penanganan sitostatika diantaranya
A. Ruang
1. Persyaratan Ruang Aseptik
-

Ruang tidak ada sudut atau siku

Dinding terbuat dari epoksi

Partikel udara sangat dibatasi : kelas 100, 1000, 10.000 partikel/liter

Aliran udara diketahui dan terkontrol

Tekanan ruangan diatur

Suhu dan kelembaban udara terkontrol (suhu : 18-220C dan kelembaban 35-50%)

Ada hepa filter

2. Ruang Transisi
Ruangan ini terletak antara ruang cuci tangan dan ruang aseptik. Petugas
menggunakan perlengkapan steril.
3. Ruang Cuci Tangan
Ruangan ini digunakan untuk membersihkan tangan sebelum dan sesudah
melakukan penanganan obat sitostatika.
B. Alat
1. Pass Box
Jendela antara ruang administrasi dan ruang aseptik berfungsi untuk keluar
masuknya obat ke dalam ruang aseptik.
2. Laminan Air Flow (LAF)
LAF yang digunakan untuk pecampuran sitostatika adalah tipe Biological Safety
Cabinet (BSC). Validasi hepa filter dilakukan setiap 6 bulan dengan jalan kalibrasi.
Hepa filter diganti setiap 4 tahun sekali. Aliran udara yang masuk kedalam LAF
harus konstan.
3. Biological Safety Cabinet (BSC)
Biological Safety Cabinet digunakan untuk pencampuran sitostatika. Fungsi
BSC adalah untuk melindungi petugas, materi yang dikerjakan dan lingkungan
sekitar. Prinsip kerja dari alat ini adalah tekanan udara di dalam lebih negatif dari
tekanan udara di luar sehingga aliran udara bergerak dari luar ke dalam BSC. Di
dalam BSC udara bergerak vertikal membentuk barier sehingga ketika peracikan
obat sitostatika tidak mengenai petugas. Untuk validasi, alat ini harus dikalibrasi
setiap 6 bulan (Depkes RI, 2009).
III. PERSYARATAN KEAMANAN PETUGAS
Alat pelindung diri yang harus dikenakan meliputi baju pelindung, penutup
kepala, masker kemoterapi, sarung tangan, dan sepatu. Baju pelindung harus berlengan
panjang dan bermanset dengan bahan yang tidak menyerap cairan. Sarung tangan latex
tebal dan tidak mengandung bedak, dianjurkan digunakan ganda / double.
Kelengkapan APD terdiri dari (Peng,2010) :
a. Baju

: Terdiri dari pakaian dalam dan pakaian luar. Pakaian terbuat


dari bahan yang tidak mengandung serat dan harus menutupi
seluruh anggota badan kecuali muka. Idealnya pakaian ini
sekali pakai, berbahan tidak tembus air dan berlengan
panjang.

b. Topi / tutup kepala

: Harus menutupi kepala sampai leher. Harus menutupi


rambut agar sediaan tidak terkontaminasi oleh partikel atau

c. Masker

kotoran dari rambut.


: Tidak boleh menggunakan surgical mask, melainkan masker
respiratori, sebab surgical mask tidak melindungi terhadap

d. Sarung tangan

terhirupnya aerosol.
: Digunakan setiap waktu dan diganti tiap 30-60 menit.
Sarung

tangan

di-double,

tidak

mengandung

bedak,

berbahan lateks, nitrile, karet neoprene atau poliurethane.


e. Sepatu
: Terbuat dari bahan yang tidak tembus benda tajam
f . Kaca mata
: Melindungi mata terutama dari percikan obat sitostatik
Untuk mencegah paparan (NIOSH, 2004).
a. Tidak makan, minum atau merokok di tempat dimana obat disiapkan atau diberikan
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan dan melepaskan alat
perlindungan diri seperti baju pelindung disposibel dan sarung tangan disposibel
c. Menangani sampah secara terpisah dengan sampah lain
d. Membersihkan tumpahan obat sesegera mungkin dengan menggunakan metode
kewaspadaan yang tepat
e. Mempelajari dan mengakses jurnal serta publikasi yang berhubungan dengan
penanganan obat kemoterapi yang aman
IV. PENANGANAN LIMBAH SITOSTATIK
Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitostatika, seperti
bekas ampul, vial, spuit, needle, dll., harus dilakukan sedemikian rupa hingga tidak
menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009).
1. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Menempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk benda-benda tajam seperti
spuit, vial, ampul, ditempatkan di dalam wadah yang tidak tembus benda tajam.
Untuk limbah lain ditempatkan dalam kantong berwarna (standar internasional warna
ungu) dan berlogo sitostatika.
3. Memberi label peringatan pada bagian luar wadah.
4. Membawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
5. Memusnahkan limbah dengan incinerator 1000oC.
6. Mencuci tangan.
V. PENANGANAN TUMPAHAN OBAT SITOSTATIK

Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan petugas atau meminta
pertolongan orang lain dengan menggunakan chemotherapy spill kit yang terdiri dari:
1. Membersihkan tumpahan di luar BSC dalam ruang steril
a. Meminta pertolongan dan tidak meninggalkan area sebelum diizinkan.
b. Memberi tanda peringatan di sekitar area.
c. Petugas penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
d. Mengangkat partikel kaca dan pecahan-pecahan dengan menggunakan alat seperti
sendok serta menempatkannya dalam kantong buangan.
e. Menyerap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan membuangnya ke dalam
kantong buangan
f. Menyerap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan dan membuangnya ke dalam
kantong buangan
g. Mencuci seluruh area dengan larutan detergen.
h. Membilas dengan aquadest.
i. Mengulangi pencucian dan pembilasan sampai seluruh obat terangkat.
j. Menanggalkan glove luar dan tutup kaki, serta menempatkannya dalam kantong
pertama.
k. Menutup kantong dan menempatkannya pada kantong kedua.
l. Menanggalkan pakaian pelindung lainnya dan sarung tangan dalam, kemudian di
tempatkan dalam kantong kedua.
m. Mengikat kantong secara aman dan dimasukan ke dalam tempat penampung
khusus untuk dimusnahkan dengan incenerator.
n. Mencuci tangan.
2. Membersihkan tumpahan di dalam BSC
a. Menyerap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau handuk basah untuk
tumpahan serbuk.
b. Menanggalkan sarung tangan dan membuangnya, kemudian memakai 2 pasang
sarung tangan baru.
c. Mengangkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus dengan alas
kerja,meja, atau penyerap dan menempatkannya dalam wadah buangan.
d. Mencuci permukaan dan dinding bagian dalam BSC dengan detergen, kemudian
dibilas dengan aquadestilata menggunakan kassa. Kassa dalam wadah di buang
pada buangan.
e. Mengulangi pencucian sebanyak tiga kali

f. Mengeringkan dengan kassa baru, dan di buang ke dalam wadah buangan.


g. Menutup wadah dan membuangnya dalam wadah buangan akhir.
h. Menanggalkan APD dan membuang sarung tangan serta masker ke dalam wadah
buangan akhir untuk dimusnahkan dengan inscenerator.
i. Mencuci tangan.
VI. CONTOH OBAT SITOSTATIK
A. Obat sitostatika berdasarkan resiko
Resiko tinggi

: Asparginase

Rendah s/d sedang : Bleomycin, Carboplatin, Cisplatin, Cycloposporine,Docitaxel,


Melphalan
Resiko jarang

: Cytarabine, Cyclophosphamide,Chlorambucil,Dacarbazine, 5
Fluoro uracil, l-fosfamide

B. Alkilator (alkylating agent)


Zat pengalkil seperti CTX (Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA
dengan demikian menahan replikasi sel. Contoh : cyclophosphamide dan cisplatin.
Kontraindikasi

:
Hipersensitivitas, kelainan sumsum tulang, hamil dan
laktasi (IAI,2013).

Efek Samping

:
Mual, muntah, depresi sumsum tulang, disfungsi hati
dan hiperpigmentasi (IAI,2013).

Konseling pada Pasien

:
Obat sebaiknya ditelan utuh dan diminum saat perut
kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan)

C. Anti metabolit
Merupakan jenis obat kemoterapi yang banyak digunakan. Obat ini
menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh MTX, menghambat

pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin. Contoh :


methotrexate dan 6MP-merkaptopurin.
Kontraindikasi

:
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponen lain
dari sediaan, kerusakan hebat ginjal dan hati, pasien
yang mengalami supresi sumsum tulang dengan
psoriasis atau reumatoid artritis, penyakit alkoholik hati,
AIDS, alkoholisme, darah diskariasis, kehamilan dan
menyusui (IAI,2013).

Efek Samping

:
Leukopenia, mual, muntah, tidak enak badan, pusing,
demam,

penurunan

resistensi

terhadap

infeksi

(IAI,2013).
D. Antibiotika
Mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan
demikian menghambat produksi mRNA. Contoh : Doxorubicin.
Kontraindikasi

:
Depresi sumsum tulang berat, infeksi yang tidak
terkendali, hamil dan laktasi (IAI,2013).

Efek Samping

:
Myelosupresi
antitumor

(menginduksi

oleh

perlakuan

agen

atau radioterapi) dan cardiotoxicity, pada

gastrointestinal terjadi mual, muntah dan stomatitis yang


Interaksi Obat

dimulai sebagai sensasi terbakar (IAI,2013).


: Pengobatan bersamaan dengan cyclophospamide,
dactinomycin atau mytomycin dapat menyadarkan hati
untuk efek kardiotoksik dari doksorubisin. Propanolol
dapat meningkatkan cardiotoxicity dari doksorubisin.
Doksorubisin dapat meningkatkan konsentrasi dosis
asam urat darah agen antigout (misalnya Allopurinol,
Kolkisin)

Konseling pada Pasien

:
Urine akan berwarna oranye tetapi jangan khawatir
karena hanya ini bersifat sementara selama pengobatan

saja (IAI,2013).
E. Vinka alkaloid
Merupakan salah satu kemoterapi yang luas dan banyak digunakan dalam
pengobatan berbagai leukemia, kanker payudara, paru, limfoma non-hodgkin. Dengan
mekanisme kerja menghambat pembelahan sel kanker menjadi sel kanker yang baru,
dimana golongan ini akan menghambat fungsi mikrotubuli sel kanker. Contoh :
Vinkristin
Kontraindikasi

:
Hipersensitif terhadap alkaloid vinka atau manitol.
hamil dan laktasi (IAI,2013).

Efek Samping

:
Neurotoksisitas, umumnya berupa neuropati perifer,
Mual dan muntah, konstipasi, gangguan fungsi saluran

Interaksi Obat

kemih (IAI,2013).
: Obat yang bekerja

pada

susunan

saraf

tepi

meningkatkan neurotoksisitas. Alopurinol meningkatkan


efek sitotoksis (IAI,2013).
F. Steroid
Steroid sebagai terapi hormonal biasanya digunakan sebagai obat kemoterapi
dalam bentuk kortikosteroid. Preparat yang banyak digunakan dalam pengobatan
kanker antara lain : prednisolon, metilprednisolon dan dexamethasone. Alasan
digunakannya steroid dalam pengobatan kanker antara lain adalah untuk mematikan
sel kanker itu sendiri, mengurangi inflamasi, menekan respon imun, mengurangi
perasaan sickness akibat kemoterapi dan meningkatkan nafsu makan.
Efek samping yang ditimbulkan diantaranya iritasi lambung, peningkatan
nafsu makan dan berat badan, retensi air, peningkatan resiko infeksi, peningkatan
kadar gula darah dan osteoporosis.
G. Selective estrogen receptor modulator (SERM)

Selective estrogen receptor modulator (SERM) adalah obat kimia yang dibuat
untuk bekerja seperti estrogen pada jaringan tertentu seperti tulang dan tidak seperti
estrogen pada jaringan lain seperti payudara. Penggunaan SERMs adalah mengambil
keuntungan dari manfaat estrogen dan menghindari risiko yang berhubungan dengan
estrogen. Contoh : Tamoxifen
Kontraindikasi

:
Hamil dan laktasi (IAI,2013).

Efek Samping

:
Penambahan berat badan, datang haid yang tidak teratur
kekeringan pada vagina dan risiko terjadi katarak
(IAI,2013).

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan
Sediaan Sitostatika.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Jakarta :
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
IAI. 2013. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta : PT. Isfi Penerbitan
NIOSH. 2004. Antineoplastic Agents : Occupational Hazards in Hospital. Columbia :
Department Of Health And Human Services Centers for Disease Control and
Prevention National Institute for Occupational Safety and Health
Peng, Wong Yuet. 2010. Safe Handling of Chemotherapy. Dalam Laporan Khusus
Seminar dan Mini Workshop : Safety Handling Chemotherapy.29 Juli. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai