Anda di halaman 1dari 74

i

ii

KONTRIBUTOR
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2014
Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan; Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo; Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek;
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung; Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar; Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri;
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang; Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang; Dinas Kesehatan Kabupaten Jember;
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi; Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso;
Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo; Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo;
Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo; Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto;
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang; Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk; Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun;
Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan; Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi; Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro;
Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban; Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan; Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik;
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang;
Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep; Dinas Kesehatan Kota Kediri;
Dinas Kesehatan Kota Blitar; Dinas Kesehatan Kota Malang; Dinas Kesehatan Kota Probolinggo;
Dinas Kesehatan Kota Pasuruan; Dinas Kesehatan Kota Mojokerto; Dinas Kesehatan Kota Madiun;
Dinas Kesehatan Kota Surabaya; Dinas Kesehatan Kota Batu;
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur;
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur :
Seksi Kesehatan Keluarga; Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus; Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang;
Seksi Pemberantasan Penyakit; Seksi Penyehatan Lingkungan; Seksi Promosi Kesehatan;
Seksi Gizi; Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan Masalah Kesehatan;
Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan; Seksi Pembiayaan Kesehatan;
Seksi Perencanaan, Pendayagunaan dan Pengembangan SDM Kesehatan; Sub Bagian Penyusunan Program;
Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan;

iii

SAMBUTAN
KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Taala, bahwa buku Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 ini dapat diterbitkan setelah beberapa lama
berproses dalam penyusunannya. Disadari sepenuhnya bahwa penyusunan buku Profil
Kesehatan ini masih memiliki beberapa kendala, khususnya dalam pengelolaan data dan
informasi di tingkat kabupaten/kota sebagai bahan dasar Profil Kesehatan.
Atas terbitnya Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014, kami
memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan jajarannya, pimpinan instansi lintas sektor, serta Tim Penyusun Profil
Kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah berupaya
memberikan kontribusinya, serta kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
data dan informasi guna penyusunan buku Profil Kesehatan ini.
Di tahun mendatang, kiranya Buku Profil Kesehatan dapat diterbitkan lebih awal
dengan memuat data dan informasi berkualitas, serta tetap memperhatikan kedalaman
analisa dan konsistensi datanya, sehingga buku Profil Kesehatan ini dapat dijadikan
rujukan penting dan utama dalam proses manajemen pembangunan kesehatan
khususnya di Jawa Timur.
Semoga Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2014 ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik di lingkungan pemerintahan, akademisi, organisasi profesi, swasta serta
masyarakat umum yang membutuhkan informasi di bidang kesehatan. Kami tetap
mengharapkan kritik, saran atau masukan dari para pembaca guna penyempurnaan Profil
Kesehatan di masa datang.
Surabaya,

Desember 2015

KEPALA DINAS KESEHATAN


PROVINSI JAWA TIMUR

dr. HARSONO
Pembina Utama Madya
NIP. 19560703 198312 1 001

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR TABEL

vii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Sistematika Penyajian

BAB II GAMBARAN UMUM JAWA TIMUR

II.1 Kondisi Geografis dan Administrasi

II.2 Topografi

II.3 Hidrografi

II.4 Iklim

II.5 Kependudukan

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN

III.1 Angka Kematian (Mortalitas)

III.2 Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH)

11

III.3 Angka Kesakitan (Morbiditas)

13

III.4 Status Gizi Masyarakat

27

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN

29

IV.1 Pelayanan Kesehatan Dasar

29

IV.2 Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Khusus

43

IV.3 Ketersediaan Obat

45

IV.4 Perbaikan Gizi Masyarakat

47

IV.5 Perilaku Masyarakat

51

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

ii

IV.6 Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat

52

IV.7 Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

54

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

56

V.1 Sarana Kesehatan

56

V.2 Tenaga Kesehatan

61

V.3 Anggaran Kesehatan

62

BAB VI PENUTUP

64

LAMPIRAN

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.2

Peta Topografi Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.3

Piramida Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur


Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.1

Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKI (per 100.000


Kelahiran Hidup) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.2

Proporsi Penyebab Kematian Ibu Provinsi Jawa Timur Tahun 20102014

Gambar 3.3

Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKB (per 1.000


Kelahiran Hidup) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.4

Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi


Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.5

Perkembangan Capaian dan Target Renstra AHH (satuan Tahun)


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.6

Pemetaan Angka Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.7

Perkembangan Persentase CDR dan Success Rate TB Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.8

Perkembangan Kasus HIV, AIDS dan Jumlah Kematian per Tahun


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.9

Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Penderita, Provinsi


Jawa Timur Sampai Dengan Tahun 2013 dan Tahun 2014

Gambar 3.10

Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita, Provinsi


Jawa Timur Sampai Dengan Tahun 2014

Gambar 3.11

Persentase Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.12

Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan Provinsi Jawa Timur


Tahun 2009-2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

iv

Gambar 3.13

Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan Provinsi Jawa Timur


Tahun 2009-2014

Gambar 3.14

Lokasi KLB Malaria di Kabupaten Sumenep Tahun 2014

Gambar 3.15

Perkembangan Kasus Campak Provinsi Jawa Timur Tahun 20102014

Gambar 3.16

Perkembangan

Kasus Difteri

dan

Distribusi

Kasus

Difteri

di

Kabupaten/Kota Tahun 2010-2014


Gambar 3.17

Perkembangan Kasus TN dan Kematian Akibat TN, Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.18

Perkembangan Persentase Status Gizi Balita BB/U Provinsi Jawa


Timur Tahun 2009-2014

Gambar 4.1

Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.2

Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.3

Perkembangan Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh


Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.4

Perbandingan Jumlah Desa dan Jumlah Bidan Tinggal di Desa


Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.5

Perkembangan Persentase Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.6

Perkembangan Persentase Cakupan KN Lengkap Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.7

Perkembangan Persentase Neonatal Komplikasi Ditangani Provinsi


Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.8

Perkembangan Persentase Cakupan (Kunjungan) Bayi Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.9

Cakupan Peserta KB Aktif Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.10

Cakupan Peserta KB Baru Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.11

Perkembangan Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Timur


Tahun 2010-2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.12

Perkembangan Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.13

Perkembangan Hasil Program UKGS (Perawatan Gigi) Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.14

Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di


Puskesmas Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.15

Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di


Rumah Sakit di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.16

Perkembangan Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3 pada Ibu Hamil


Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.17

Perkembangan Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak


Balita Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.18

Cakupan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Provinsi Jawa Timur


Tahun 2014

Gambar 4.19

Cakupan Sanitasi Rumah Sehat di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 5.1

Perkembangan Persentase Strata Posyandu Provinsi Jawa Timur


Tahun 2010-2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Pencapaian Program Pemberantasan Penyakit Kusta Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Tabel 3.2

Pencapaian Hasil Kinerja Program DBD Provinsi Jawa Tahun 2014

Tabel 3.3

Pencapaian Hasil Kinerja Program Malaria Provinsi Jawa Timur Tahun


2010-2014

Tabel 4.1

Dukungan Dana APBD Provinsi dan APBN Kegiatan Kesehatan Ibu


dan Anak, Kesehatan Reproduksi serta Kesehatan Anak Remaja dan
Usia Lanjut Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Tabel 4.2

Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit di Provinsi Jawa


Timur Tahun 2012-2014

Tabel 4.3

Persentase Ketersediaan Obat per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa


Timur Tahun 2014

Tabel 5.1

Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan di Provinsi Jawa Timur


Tahun 2014

Tabel 5.2

Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010-2014

Tabel 5.3

Jumlah Tenaga Medis, Paramedis dan Tenaga Kesehatan Lainnya di


Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

vii

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia
adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau merasakan derajat kesehatan
setinggi-tingginya, sehingga Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan
tidak hanya berpihak pada kaum tidak punya, namun juga berorientasi pada pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs).
Dari 8 (delapan) agenda pencapaian MDGs, 5 (lima) di antaranya merupakan bidang
kesehatan, yakni terdiri dari memberantas kemiskinan dan kelaparan (Tujuan 1);
menurunkan angka kematian anak (Tujuan 4); meningkatkan kesehatan ibu (Tujuan 5);
memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (Tujuan 6) dan melestarikan
lingkungan hidup (Tujuan 7).
Untuk mendukung keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tersebut, salah
satunya dibutuhkan adanya ketersediaan data dan informasi yang akurat bagi proses
pengambilan keputusan dan perencanaan program. Selain itu, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 17 Ayat 1 menyebutkan
bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi,
edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada Pasal 168 juga menyebutkan bahwa untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi
kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor,
dengan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan
pada pasal 169 disebutkan pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat
untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Salah satu produk dari penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan adalah Profil
Kesehatan Provinsi yang diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk
memantau dan mengevaluasi pencapaian program. Profil Kesehatan merupakan salah
satu indikator dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2011-2014,

yakni

tersedianya

buku

Profil

Kesehatan

Indonesia,

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota. Sejalan dengan penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur ini, di
tingkat Kabupaten/Kota juga disusun Profil Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai salah
satu paket penyajian data/informasi kesehatan yang lengkap. Dengan kata lain,
penyusunan

Profil

Kesehatan

disusun

secara

berjenjang,

dimulai

dari

tingkat

Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Profil Kesehatan berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber
daya kesehatan serta data/informasi lainnya yang menggambarkan kinerja sektor
kesehatan di suatu wilayah, baik pemerintah maupun swasta selama satu tahun.
Akhirnya dengan pembangunan yang intensif, berkeninambungan dan merata, serta
didukung dengan data/informasi yang tepat, maka diharapkan pembangunan di bidang
kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Jawa Timur.
I.2 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 terdiri dari beberapa bagian, yakni
sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan.
Bab ini berisi penjelasan latar belakang pembangunan kesehatan, maksud dan tujuan
penyusunan Profil Kesehatan serta sistematika penyajiannya.
Bab II Gambaran Umum.
Bab ini menyajikan gambaran umum Provinsi Jawa Timur meliputi keadaan geografis,
data kependudukan dan informasi umum lainnya.
Bab III Situasi Derajat Kesehatan.
Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator derajat kesehatan yang mencakup angka
kematian, angka/umur harapan hidup, angka kesakitan dan status gizi masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Bab IV Situasi Upaya Kesehatan.


Bab ini menguraikan pelaksanaan program pembangunan di bidang kesehatan, yang
meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan (dan penunjang),
pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi masyarakat serta pembinaan kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar.

Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan.


Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, kefarmasian dan
perbekalan kesehatan, anggaran kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.

Bab VI Penutup.

Lampiran Data Profil Kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 2
GAMBARAN UMUM JAWA TIMUR

II.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa yang memiliki luas wilayah
daratan 47.959 km2 (sumber Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur). Jawa
Timur berada pada 1110 hingga 1144 Bujur Timur (BT) dan 712 hingga 848 Lintang
Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai berikut :

sebelah utara : Laut Jawa

sebelah selatan : Samudera Hindia

sebelah barat : Selat Bali

sebelah timur : Provinsi Jawa Tengah


Gambar 2.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur

Sumber : http://navperencanaan.com/appe/peta/viewmap?prov_code=jatim
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Provinsi Jawa Timur memiliki 229 pulau, yang terdiri dari 162 pulau bernama dan 67
pulau tidak bernama, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 km. Pulau Madura
merupakan pulau terbesar yang saat ini sudah terhubung dengan wilayah daratan Jawa
Timur melalui jembatan Suramadu. Di sebelah timur Pulau Madura terdapat gugusan
pulau-pulau, yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah
Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan Provinsi Jawa Timur, terdapat 2 (dua) pulau
kecil, yakni Nusa Barung dan Pulau Sempu. Sedangkan di bagian utara terdapat Pulau
Bawean yang berada 150 km sebelah utara Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi memiliki
wilayah paling luas di antara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Timur.
Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 kabupaten, 9 kota, 662
kecamatan dan 8.505 desa/kelurahan (dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan
Tabel 1). Kabupaten Malang memiliki kecamatan terbanyak (33 kecamatan) dan
Kabupaten Lamongan dengan desa/kelurahan terbanyak (474 desa/kelurahan).
II.2 TOPOGRAFI

Gambar 2.2 Peta Topografi Provinsi Jawa Timur

Sumber : http://navperencanaan.com/appe/peta/viewmap?prov_code=jatim
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Letak ketinggian wilayah di Provinsi Jawa Timur dari permukaan air laut terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

Dataran tinggi (> 100 meter dari permukaan air laut) meliputi :
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Magetan, Kota Blitar, Kota Malang dan Kota Batu

Dataran sedang (45-100 meter dari permukaan air laut) meliputi :


Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Lumajang,

Kabupaten

Jember,

Kabupaten

Nganjuk,

Kabupaten

Madiun,

Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bangkalan, Kota Kediri dan Kota Madiun.

Dataran rendah (< 45 meter dari permukaan air laut) meliputi :


Kabupaten Pacitan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Sumenep, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto dan Kota
Surabaya.

II.3 HIDROGRAFI

Provinsi Jawa Timur memiliki 2 (dua) sungai terpenting, yaitu Sungai Brantas dan
Sungai Bengawan Solo. Sungai Brantas memiliki mata air di daerah Malang dan sampai
di Mojokerto terpecah menjadi 2 (dua) yaitu Kali Mas dan Kali Porong yang keduanya
bermuara di Selat Madura. Sementara Sungai Bengawan Solo berasal dari Provinsi Jawa
Tengah dan bermuara di Kabupaten Gresik.
Di lereng Gunung Lawu di dekat perbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah terdapat
Telaga Sarangan, yang merupakan sebuah danau alami. Selain itu, juga terdapat
bendungan di Provinsi Jawa Timur antara lain Bendungan Sutami dan Bendungan
Selorejo yang keduanya digunakan untuk irigasi, pemeliharaan ikan dan pariwisata.

II.4 IKLIM

Provinsi Jawa Timur memiliki iklim basah. Dibandingkan dengan wilayah Pulau Jawa
bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan yang relatif lebih sedikit.
Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu
rata-rata berkisar antara 21-34 C. Suhu di daerah pengunungan relatif lebih rendah dan
bahkan di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru) suhu mencapai minus 4 C, yang
menyebabkan turunnya salju lembut.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

II.5 KEPENDUDUKAN

Berdasarkan data hasil proyeksi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, jumlah
penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 38.610.202 jiwa dengan rincian
jumlah penduduk laki-laki 19.051.636 jiwa dan penduduk perempuan 19.558.566 jiwa.
Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya (2.833.924 jiwa),
sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kota Mojokerto (124.719 jiwa).
Kepadatan penduduk di kota relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten. Kota
Surabaya memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan 8.683,16 km/jiwa.
Gambar 2.3 Piramida Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Proyeksi Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur Tahun 2014


Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2014

Dari grafik piramida di atas, komposisi penduduk terbesar adalah kelompok umur 1014 tahun dan 15-19 tahun, masing-masing sebesar 8,02%. Sedangkan komposisi
penduduk paling sedikit adalah kelompok umur 70-74 tahun, yakni 2,06 %. (Data
kependudukan dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 2).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 3
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Situasi derajat kesehatan di Provinsi Jawa Timur digambarkan empat indikator


pembangunan kesehatan, yaitu Angka Kematian (Mortalitas), Angka/Umur Harapan
Hidup, Angka Kesakitan (Morbiditas) dan Status Gizi Masyarakat.

III.1 ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir (outcome) dari
berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Kejadian kematian di
suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran perkembangan derajat
kesehatan masyarakat, di samping seringkali digunakan sebagai indikator dalam
penilaian keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesehatan.
Data kematian di komunitas pada umumnya diperoleh melalui data survei kerena
sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas
kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Perkembangan tingkat kematian di
tahun 2014 akan diuraikan di bawah ini.

III.1.1 ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dampak Kegiatan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), di samping Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB
merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah dan juga digunakan sebagai
salah satu pertimbangan dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Angka Kematian Ibu di Jawa Timur cenderung menurun tiga tahun terakhir. Hal ini
bisa dipahami mengingat selama ini telah dilakukan dukungan dari provinsi ke
kabupaten/kota berupa fasilitasi baik dari segi manajemen program KIA maupun sistem
pencatatan dan pelaporan, peningkatan klinis keterampilan petugas di lapangan serta
melibatkan multi pihak dalam pelaksanaan program KIA. Menurut MDGs tahun 2015,
target untuk AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2014, AKI Provinsi
Jawa Timur mencapai 93,52 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 97,39 per 100.000 kelahiran hidup.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.1 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKI (per 100.000 Kelahiran Hidup)
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/Kota Tahun 2010 - 2014


Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data pada Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 6. Kota Surabaya
memiliki angka tertinggi jumlah kematian ibu yakni 39 kematian, sedangkan Kota Batu
dan Kota Mojokerto memiliki angka terendah yakni 1 kematian.
Gambar 3.2 Proporsi Penyebab Kematian Ibu
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/Kota


Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dilihat dari penyebab kematian ibu tahun 2013-2014, terjadi peningkatan pada faktor
Pendarahan dan infeksi, sedangkan faktor PE/E mengalami penurunan. Dari proporsi
tahun 2014, faktor PE/E masih menjadi faktor dominan (31,04%) penyebab kematian ibu
di Jawa Timur seperti digambarkan pada grafik 3.2 di atas.
III.1.2 ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)

Keadaan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) yang
diperoleh dari laporan rutin relatif sangat kecil, sehingga data AKB yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (Provinsi Jawa Timur) diharapkan mendekati kondisi di lapangan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Jawa Timur Tahun 20112013, AKB Provinsi Jawa Timur tahun 2013 sebesar 27,23 per 1.000 kelahiran hidup.
Namun, berdasarkan data yang direlease AKB Provinsi Jawa Timur tahun 2014 di bawah
target RENSTRA, namun masih di atas target MDGs yang ditetapkan.
Untuk mencapai target MDGs, dukungan lintas program dan lintas sektor serta
organisasi profesi yang terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
sangat diharapkan.
Gambar 3.3 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKB (per 1.000 Kelahiran Hidup)
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Angka Kematian Bayi (AKB) di atas 26,66 per 1.000 kelahiran hidup masih
didominasi oleh kabupaten/kota wilayah timur dan utara, hal ini dapat disebabkan sosial
budaya serta ekonomi, tidak semata-mata karena ratio petugas kesehatan dengan
penduduk yang cukup besar, dan juga karena sarana/prasarana yang kurang berkualitas.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

10

Jumlah kabupaten/kota yang memiliki AKB di atas angka provinsi adalah 20


kabupaten/kota (52,63 %). AKB tertinggi di Kabupaten Probolinggo yang mencapai 61,48
per 1.000 kelahiran hidup sedangkan terendah pada Kota Blitar sebesar 17,99 per 1.000
kelahiran hidup. Komposisi kedua kabupaten/kota tertinggi dan terendah tersebut masih
sama dengan tahun 2013.
Gambar 3.4 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

III.2 ANGKA/UMUR HARAPAN HIDUP (AHH/UHH)

Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH) secara definisi adalah perkiraan rata-rata


lamanya hidup yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk dari sejak lahir. AHH dapat
dijadikan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah pada keberhasilan
pembangunan kesehatan serta sosial ekonomi di suatu wilayah, termasuk di dalamnya
derajat kesehatan. Data AHH diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025.
Pada tahun yang sama, AHH Nasional diperkirakan mencapai 73,7 tahun (sumber Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional). Pada tahun 2014, berdasarkan data BPS Provinsi
Jawa Timur, AHH Provinsi Jawa Timur mencapai 70,43 tahun. Angka ini meningkat
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 70,19 tahun. Perkembangan AHH Provinsi
Jawa Timur dapat dilihat di grafik berikut ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

11

Gambar 3.5 Perkembangan Capaian dan Target Renstra AHH (satuan Tahun)
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan pemetaan, AHH dapat ditampilkan seperti gambar 3.7 di bawah ini,
dimana kabupaten/kota yang memiliki AHH di bawah angka provinsi didominasi oleh
wilayah timur dan wilayah utara Jawa Timur, seperti halnya persebaran AKB.
Gambar 3.6 Pemetaan Angka Harapan Hidup
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2014, kabupaten/kota dengan AHH tertinggi adalah Kota Blitar sebesar
73,28 tahun yang diikuti Kabupaten Trenggalek sebesar 72,55 tahun dan Kota Mojokerto
sebesar 72,35 tahun. Sedangkan AHH terendah terdapat di Kabupaten Probolinggo

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

12

sebesar 62,16 tahun yang diikuti Kabupaten Jember sebesar 63,58 tahun dan Kabupaten
Situbondo sebesar 63,81 tahun. Komposisi tiga kabupaten/kota yang memiliki angka
tertinggi dan terendah di tahun 2014 sama dengan tahun 2013 dan 2012.

III.3 ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)

Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi


epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu sisi, kasus gizi kurang serta
penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih tinggi.
Namun di sisi lain, penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan akibat
kecelakaan juga meningkat. Masalah perilaku tidak sehat juga menjadi faktor utama yang
harus dirubah terlebih dahulu agar beban ganda masalah kesehatan teratasi.
Angka kesakitan (Morbiditas) pada penduduk berasal dari community based data
yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans), terutama yang diperoleh dari fasilitas
pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta insidentil.
Sementara untuk kondisi penyakit menular, berikut ini akan diuraikan situasi beberapa
penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB).
III.3.1 PENYAKIT MENULAR LANGSUNG

III.3.1.1 TUBERKULOSIS (TB)

Capaian indikator program, Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedua di


Indonesia dalam jumlah penemuan penderita TB BTA positif kasus baru (di bawah Jawa
Barat). Akan tetapi dari angka penemuan kasus baru BTA positif (Case Detection
Rate/CDR), Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedelapan dari 33 provinsi di
Indonesia. CDR pada tahun 2014 adalah 52%, dengan jumlah kasus TB BTA positif
sebanyak 21.036 penderita. Target CDR yang ditetapkan adalah minimal 70%. Dari sisi
kesembuhan penderita yang diobati, angka yang didapatkan adalah 85%. Angka tersebut
merupakan data pasien yang diobati pada tahun 2013 yang telah menyelesaikan
keseluruhan pengobatannya. Target kesembuhan yang ditetapkan adalah 85%.
Sedangkan angka keberhasilan (Success Rate) penderita TB BTA positif kasus baru di
Jawa Timur pada tahun 2014 sudah sebesar 91%, sedangkan taget yang ditetapkan
adalah lebih dari 90%.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

13

Dengan succes rate >90%, menggambarkan semakin banyak masyarakat yang


menderita TB bisa disembuhkan. Mayoritas penderita TB adalah usia produktif, sehingga
dengan sembuhnya masyarakat dari penyakit TB berarti produktifitas mereka bisa
meningkat dan mereka bisa hidup secara normal di masyarakat. Maka impact-nya adalah
masyarakat Jawa Timur terbebas dari TB dan masalah-masalah sosial ekonomi yang
diakibatkan karena penyakit TB.
Gambar 3.7 Perkembangan Persentase CDR dan Success Rate TB
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program TB


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.1.2 KUSTA

Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Provinsi Jawa Timur mulai dilaksanakan


pada tahun 1989 yang meliputi wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Pada tahun 1994 mulai dikembangkan
seluruh kabupaten/kota dimana pada saat itu jumlah penderita Kusta yang diobati
sebanyak 11.427 dengan prevalensi rate 3,40 per 10.000 penduduk, sampai dengan
Desember tahun 2014 jumlah penderita yang diobati sebanyak 4.114 orang dengan
prevalensi rate 1,07 per 10.000 jumlah penduduk.
Penurunan ini merupakan dampak dari keberhasilan peningkatan cakupan MDT
(Multi Drug Therapy) coverage 100% pada unit pelayanan kesehatan (Puskesmas dan
RSUD) serta serta keberhasilan pengobatan (RFT rate) mencapai 90%. Setiap tahun
penderita Kusta yang dapat menyelesaikan pengobatan dengan MDT rata-rata 5.300
orang, sampai dengan Desember 2014 Program Pemberantasan Penyakit (P2) Kusta di

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

14

Provinsi Jawa Timur telah menyembuhkan 137.801 penderita Kusta. Untuk pencapaian
RFT rate di tingkat provinsi mencapai 90,3%, sedangkan pencapaian RFT rate sebesar >
90% ada di 24 kabupaten/kota.
Hasil dari intensifikasi kegiatan penemuan penderita terlihat dari penurunan
endemisitas (prevalensi rate) di beberapa kabupaten/kota. Pada tahun 2011 ada kegiatan
penemuan penderita baru secara intensif di 8 (delapan) kabupaten/kota maka
kabupaten/kota endemis menjadi 17 kabupaten/kota. Sedangkan untuk tahun-tahun
selanjutnya kabupaten/kota endemis berkurang menjadi 16 pada tahun 2012, 12
kabupaten/kota pada tahun 2013 dan 13 kabupaten/kota pada tahun 2014.
Untuk pencapaian program baik berdasarkan target Rencana Strategis, indikator
kinerja dari rencana kerja dan target program secara lengkap tergambar pada tabel
berikut :
Tabel 3.1 Pencapaian Program Pemberantasan Penyakit Kusta
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

No

Target
2014

Indikator Program

Prevalensi Rate / 10.000


penduduk

Penemuan Penderita Baru

Penderita Baru Usia Anak


(0-14 tahun)
% Anak

Pencapaian
2010

2011

2012

2013

2014

>1

1,48

1,63

1,46

1,12

1,07

4.600

4.653

5.284

4.807

4.132

4.110

515

574

435

359

387

12

11

11

598

697

676

509

527

<5

Penderita Baru yang Cacat


2
% Cacat 2

<5

13

13

14

12

13

RFT Rate (%)

90

91

88

90

87

90

% Kabupaten/Kota yang
Mencapai Target RFT Rate

80

78

89

73

67

63

Sumber : Laporan Program Kusta


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

15

III.3.1.3 HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED


IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS)

Sampai dengan Desember 2014, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 12.630
orang, dan 26.433 kasus HIV. Dari jumlah tersebut 3.058 (24,2%) diantaranya meninggal
dunia. Angka tersebut sesungguhnya jauh lebih kecil dibandingkan angka yang
sebenarnya terjadi, dan dari hasil estimasi sampai dengan tahun 2012 diperkirakan
jumlah ODHA di Jawa Timur mencapai 57.321 orang. Dan sejak September 2003,
Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai wilayah dengan prevalensi HIV yang
terkonsentrasi bersama 5 (lima) provinsi lainnya, yaitu DKI Jakarta, Papua, Bali, Riau dan
Jawa Barat.
Secara teoritis WHO membagi tingkat epidemi HIV menjadi 3 tingkat, yaitu :
1. Tingkat epidemi HIV rendah (low level epidemic), dimana prevalensi HIV pada
kelompok risiko tinggi masih di bawah 5%.
2. tingkat epidemic HIV terkonsentrasi (concentrated level epidemic), dimana pada sub
populasi tertentu (kelompok risiko tinggi) seperti kelompok Pekerja Seks Komersial
(PSK), kelompok Injecting Drug Users/Use (IDU), kelompok Waria, Narapidana di
Lembaga Permasyarakatan dan sebagainya, prevalensi HIV sudah lebih dari 5%
secara konsisten (dalam beberapa tahun pengamatan) dan atau prevalensi HIV pada
ibu hamil masih di bawah 1%.
3. tingkat epidemic HIV meluas (generalized level epidemic), dimana pada wilayah
dengan tingkat epidemic HIV terkonsentrasi ditambah prevalensi HIV pada ibu hamil
sudah lebih dari 1%.
Berdasarkan waktu, maka nampak sekali pesatnya peningkatan jumlah penderita
HIV/AIDS dari waktu ke waktu. Kalau tahun 1989 hanya 1 orang penderita yang
dilaporkan maka mulai tahun 1999 meningkat tajam sekali dari tahun ke tahun dan
jumlahnya terus bertambah hingga Desember 2014.
Penambahan kasus AIDS dari tahun ke tahun sebagian besar berasal dari faktor
seksual. Sampai Desember 2014 secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
12.630 kasus dimana 3.058 (24%) diantaranya sudah meninggal. Sedangkan Kasus HIV
yang ditemukan melalui VCT sebanyak 26.433 kasus. Dari 38 kabupaten/kota, semua
sudah melaporkan adanya kasus AIDS dan berdasarkan tempat asal penderita di seluruh
kabupaten/kota sudah ada kasus AIDS. Berdasarkan tempat tinggal, sebagian besar
ditemukan di Kota Surabaya, Kabupaten Sidarjo, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kab
Malang.
Namun sangat disadari bahwa kasus AIDS tersebut masih jauh lebih sedikit
dibandingkan kasus yang sesungguhnya mengingat tidak seluruh kasus AIDS yang ada
atau baru sebagian kecil yang dilaporkan (under reported).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

16

Ditinjau dari cara penularan pada kasus AIDS dari data laporan Surveilans nampak
bahwa, faktor risiko yang tertinggi adalah heteroseksual 9.871 kasus, kemudian
penggunaan narkoba suntik (IDU) 1.673 kasus dan homoseksual 467 kasus yang selama
ini mendominasi sebagai faktor risiko. Dan yang perlu mendapat perhatian adalah kasus
AIDS sudah nampak penularan dari ibu ke janinnya 463 kasus.
Gambar 3.8 Perkembangan Kasus HIV, AIDS dan Jumlah Kematian per Tahun
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Gambar 3.9 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Penderita


Provinsi Jawa Timur, Sampai Dengan Tahun 2013 dan 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

17

Dari segi jenis kelamin, kasus AIDS didominasi kelompok laki-laki sebesar 7.864
kasus (62,3 %) dan wanita sebesar 4.766 kasus (37,7 %). Namun proporsi perempuan
cenderung mengalami peningkatan secara tajam dari tahun ke tahun. Dan dari segi
kelompok umur, maka kasus AIDS didominasi oleh kelompok umur seksual aktif, yang
tertinggi adalah kelompok usia 25-29 tahun 2.854 kasus, disusul kelompok usia 30-34
tahun dengan 2.783 kasus, serta kelompok usia 35-39 tahun dengan 1.862 kasus.
Disamping itu kasus HIV sudah ada yang manifestasi menjadi AIDS di kalangan anakanak dengan 446 kasus usia 0-9 tahun.
Gambar 3.10 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita
Provinsi Jawa Timur, Sampai Dengan Tahun 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.1.4 PNEUMONIA

Pada tahun 2014, dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, hanya 1 (satu)
kabupaten/kota yang telah mencapai target penemuan penderita Pneumonia. Sedangkan
yang lain masih belum mencapai target nasional sebesar 100%. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik cakupan penemuan penderita Pneumonia di Jawa Timur tahun
2014.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

18

Gambar 3.11 Persentase Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program Pneumonia


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dari grafik terlihat mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2014, cakupan penemuan
Pneumonia di Jawa Timur belum pernah mencapai target nasional yang telah ditentukan.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pelaksana program maupun
pengambil kebijakan serta masyarakat.
Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur hanya 1 (satu) kabupaten/kota yang
memenuhi target cakupan penemuan penderita Pneumonia balita, yaitu Kabupaten
Gresik. Beberapa kabupaten/kota yang sudah mendekati dengan capaian > 60% adalah
Kabupaten Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Tuban, Kota Pasuruan dan Kabupaten Bangkalan. Sedangkan untuk kabupaten/kota
lainnya masih belum bahkan masih jauh dari target nasional. Masih ada kabupaten/kota
yang capaiannya < 10% seperti : Kota Blitar, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Sumenep, yang perlu kerja keras dan komitmen
untuk meningkatkan capaian penemuan dan tatalaksana penderita secara cepat dan
tepat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

19

III.3.1.5 DIARE

Cakupan pelayanan penyakit Diare dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir
cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013 mencapai 118,39 %, dan sedikit menurun
pada tahun 2014 menjadi 106 %. Hal ini terjadi karena penurunan angka morbiditas dari
tahun 2012 yang sebesar 411/1.000 penduduk menjadi 214/1.000 penduduk pada tahun
2013. Kualitas tata laksana program Diare dari sisi pelaporan dalam kurun waktu 6
(enam) tahun terakhir belum seluruhnya mencapai target karena angka penggunaan
Oralit kurang dari 100 % dan angka penggunaan infus lebih besar dari 1 %.

Gambar 3.12 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan


Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014

Sumber : Laporan Program Diare


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dari grafik 3.11 di atas terlihat bahwa mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2014,
capaian penemuan kasus diare cenderung meningkat setiap tahunnya. Dan dari trend
pada gambar 3.12 di bawah, kasus Diare selama tahun 2009 2014, perlu diwaspadai
terjadinya peningkatan kasus pada bulan Februari, Juli, dan Nopember. Puncak kasus
terjadi awal tahun yaitu bulan Januari. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari semua
pihak, baik pelaksana program maupun pengambil kebijakan serta masyarakat.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

20

Gambar 3.13 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan


Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014

Sumber : Laporan Program Diare


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.2 PENYAKIT MENULAR BERSUMBER BINATANG

III.3.2.1 DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Insiden rate (Incidence Rate) Provinsi Jawa Timur atau Angka Kesakitan Demam
Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2014 mengalami penurunan, yakni 39 per 100.000
penduduk pada tahun 2013 menjadi 24,1 per 100.000 penduduk pada tahun 2014. Angka
ini masih di bawah target nasional 51 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami
penurunan angka tersebut, di beberapa kabupaten/kota masih terjadi peningkatan jumlah
penderita DBD dibandingkan sebelumnya.
Tabel 3.2 Pencapaian Hasil Kinerja Program DBD
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

No

Indikator

Satuan

Target

Realisasi

per 100.000
penduduk

52

24,1

Angka Kesakitan (Incidence Rate)

Angka Kematian (Case Fatality Rate)

persen

1,16

Angka Bebas Jentik (ABJ)

persen

95

86

Sumber : Laporan Program DBD


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

21

Dari tabel 3.2 di atas, angka kematian pada tahun 2014 berada di atas target, yakni
mencapai 1,16 %. Ini menunjukkan bahwa perlu peningkatan diagosa dini dan tata
laksana kasus DBD di rumah sakit serta sosialisasi tentang penyakit DBD perlu
ditingkatkan. Wilayah dengan Case Fatality Rate melebihi 1 % mencapai 17
kabupaten/kota (dari target 5 kabupaten/kota), serta rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ)
menunjukkan bahwa di sekitar rumah penduduk masih banyak ditemukan vektor penular
DBD, sehingga penularan DBD masih terus terjadi.
III.3.2.2 MALARIA

Hasil surveilans rutin Malaria sampai dengan tahun 2014, menginformasikan


terdapat penderita Malaria sebanyak 592 penderita, dan dari jumlah tersebut terdapat
penderita Malaria Indigenous (tertular setempat sebanyak 75 penderita). Penularan
setempat ini terjadi di Pulau Sadulang Besar dan Pulau Saular Kecamatan Sapeken
Wilayah Kabupaten Sumenep. Penularan setempat diduga berasal dari nelayan yang
datang dari daerah endemis Malaria di wilayah kepulauan Kalimantan. Penanganan
peningkatan penderita Malaria sudah dilakukan sesuai dengan standart penanganan
kejadian peningkatan penularan malaria setempat.
Gambar 3.14 Lokasi KLB Malaria di Kabupaten Sumenep Tahun 2014

Sumber : Laporan Program Diare


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

22

Tabel 3.3 Pencapaian Hasil Kinerja Program Malaria


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

No

Indikator

Satuan

2010

2011

2012

2013

2014

Jumlah Sediaan Darah


Diperiksa

ribuan

56,1

23,6

35,4

31,9

28,43

ABER

persen

1.06

0,46

1,8

0,1

0,1

SPR

persen

3.3

3,4

2,1

Penderita Malaria

orang

947

1.222

1.074

1.070

592

API

permil

0,18

0,24

0,2

0,028

0,015

Proporsi Plasmodium
Falsiparum

persen

46,5

50,7

35.7

32,1

39,8

Proporsi Kasus
Indigenous

persen

10.67

11,7

0,8

0,1

13,7

Proporsi Malaria Import

persen

85.4

87,4

92,4

99,9

86,3

Desa HCI

desa

Sumber : Laporan Program Malaria


Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data tersebut diatas, Provinsi Jawa Timur sudah memenuhi sebagai
wilayah eliminasi Malaria, mengingat API sudah dibawah 1 per 1.000 penduduk. Tetapi
belum bisa dinyatakan daerah bebas Malaria bila dilihat dari kasus Indigenous masih
terdapat kasus di 3 (tiga) tahun terakhir. Wilayah Jawa Timur masih terdapat daerah
reseptif yang siap menularkan malaria setempat.
Sebaran penderita Malaria di Provinsi Jawa Timur terbanyak di wilayah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Madiun, Kabupaten Malang, Kabupaten
Banyuwangi dan Kabupaten Sumenep. Untuk kabupaten/kota dengan 0 (nol) penderita
atau tidak menemukan penderita masih perlu dilakukan pembinaan pengendalian Malaria
terutama dalam diagnosis dini penemuan Malaria.
Pada tahun 2014 terdapat peristiwa penting dalam pengendalian Malaria di Provinsi
Jawa Timur, yaitu diterimakannya Sertifikat Eliminasi Malaria pada 34 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur, dan masih tersisa 4 (empat) kabupaten/kota yang belum menerima
sertifikat tersebut, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Madiun, Kabupaten Pacitan
dan Kabupaten Trenggalek.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

23

III.3.3 PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)


III.3.3.1 CAMPAK

Campak adalah penyakit yang disebabkan virus Morbili, yang disebarkan melalui
droplet bersin/batuk dari penderita. Gejala awal dari penyakit ini adalah demam, bercak
kemerahan, batuk-pilek, mata merah (conjunctivitis) yang kemudian menimbulkan ruam di
seluruh tubuh.
Kasus Campak mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun
2011. Pada tahun 2011 telah dilakukan Kampanye Campak untuk mengurangi kasus ini,
sehingga di tahun 2012 kasus Campak mengalami penurunan menjadi 1.085 kasus. Pada
tahun 2013, kasus Campak meningkat mencapai 2.529 dan pada tahun 2014 kembali
turun mencapai 762 kasus.
Grafik perkembangan kasus campak tampak fluktuatif dan membentuk siklus dua
tahunan. Untuk mencegah kenaikan kasus di tahun tahun yang akan datang, diperlukan
peningkatan pembinaan secara terpadu, koordinasi dan kemitraan dengan organisasi
massa yang ada.
Campak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 digambarkan dalam gambar
3.15 di bawah ini. Sedangkan data jumlah kasus Campak bisa dilihat di Lampiran Data
Profil Kesehatan Tabel 20.
Gambar 3.15 Perkembangan Kasus Campak
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans Campak


Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

24

III.3.3.2 DIFTERI
Difteri merupakan kasus re-emerging disease di Jawa Timur karena kasus Difteri
sebenarnya sudah menurun di tahun 1985, namun kembali meningkat di tahun 2005 saat
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Bangkalan. Sejak saat itulah, penyebaran
Difteri semakin meluas dan mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebanyak 955 kasus
dengan 37 kematian karena Difteri dan sudah tersebar di 38 kabupaten/kota (dapat dilihat
di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 21).
Pada tahun 2014, kasus Difteri mengalami penurunan menjadi 442 kasus dengan 9
kematian karena Difteri. Kota Surabaya memiliki kasus terbanyak, yakni 47 kasus, diikuti
Kabupaten Sidoarjo (37 kasus) dan Kabupaten Malang (35 kasus).
Upaya yang dilakukan untuk menekan kasus Difteri adalah dengan melakukan
imunisasi dasar pada bayi dengan vaksin Difteri-Pertusis-Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB). Vaksin tersebut diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
Selain itu, karena terjadi lonjakan kasus pada umur anak sekolah maka imunisasi
tambahan Tetanus Difteri (TD) juga diberikan pada anak Sekolah Dasar (SD) dan
sederajat kelas 4-6 serta Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Gambar 3.16 Perkembangan Kasus Difteri dan Distribusi Kasus Difteri di Kabupaten/Kota
Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans Difteri


Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

25

III.3.3.3 TETANUS NEONATORUM (TN)

Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan Clostridium Tetani pada
bayi (umur < 28 hari) yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan Tetanus
Neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah upaya pencegahan melalui
pertolongan persalinan yang higienis dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil serta
perawatan tali pusat.
Gambar 3.17 Perkembangan Kasus TN dan Kematian Akibat TN
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans TN


Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Seperti yang digambarkan pada grafik 3.16 di atas, TN mengalami peningkatan


kasus menjadi 33 kasus dengan kasus kematian 15 orang.

III.3.3.5 ACUTE FLACID PARALYSIS (AFP) NON POLIO

AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan


otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Sedangkan Non
Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. AFP Rate Non Polio dihitung
berdasarkan per 100.000 penduduk/populasi anak usia < 15 tahun. Di tahun 2014, angka
AFP Rate Non Polio Jawa Timur sebesar 2,83 (atau 254 kasus). Angka ini mengalami

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

26

kenaikan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 2,46 (atau 222 kasus). Angka AFP
Rate pada tahun 2014 ini telah mencapai target nasional yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan RI sebesar minimal 2/100.000. Data jumlah kasus AFP Non Polio
dan AFP Rate Non Polio masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran Data
Profil Kesehatan Tabel 18.

III.4 STATUS GIZI MASYARAKAT

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status gizi balita, anemia gizi besi pada ibu
dan pekerja wanita, serta Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Status gizi
balita merupakan salah satu indikator MDGs yang perlu mendapatkan perhatian dan akan
banyak dibahas (di samping BBLR) pada sub bagian berikut ini.
III.4.1 STATUS GIZI BALITA

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam


MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat
badan (BB), tinggi badan (TB). Ketiga variabel ini disajikan dalam bentuk tiga indikator
antropometri, yaitu : Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Gambar 3.18 Perkembangan Persentase Status Gizi Balita BB/U
Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014

Sumber : Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2009, 2010, 2012, 2013 dan 2014
Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

27

Provinsi Jawa Timur, dalam hal ini Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
memiliki kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) untuk mengukur ketiga indikator
tersebut. Adapun hasil PSG untuk indicator BB/U tahun 2009, 2010, 2012, 2013 dan 2014
disajikan pada gambar 3.17 di atas.
Prevalensi kurang gizi merupakan salah satu indikator MDGs dan Rencana Strategis
(Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, diukur dari Berat Badan menurut Umur
(BB/U), yakni dari angka berat badan (BB) sangat kurang dan berat badan (BB) kurang.
Dan berdasarkan hasil PSG tahun 2014, Jawa Timur sudah berhasil mencapai angka di
bawah target MDGs (15,0%) dan Renstra (15,0%) yakni sebesar 12,3% (Berat Badan
Kurang 10,3% dan Berat Badan Sangat Kurang 2,0%).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

28

BAB 4
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilakukan upaya pelayanan


kesehatan yang melibatkan masyarakat sebagai individu dan masyarakat sebagai bagian
dari kelompok atau komunitas. Upaya kesehatan mencakup upaya-upaya pelayanan
kesehatan, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit
menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, penanggulangan bencana dan sebagainya. Upaya kesehatan di Provinsi Jawa
Timur tergambar dalam uraian di bawah ini.
IV.1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal dalam memberikan


pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar yang
cepat, tepat dan efektif diharapkan dapat mengatasi sebagian masalah kesehatan
masyarakat. Pada uraian berikut dijelaskan jenis pelayanan kesehatan dasar yang
diselenggarakan di sarana pelayanan kesehatan.
IV.1.1 PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA

Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa


upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta dapat mengurangi angka kematian
ibu sebagai salah satu indikator Renstra dan MDGs. Upaya kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada Undang-Undang tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan kegiatan prioritas mengingat
terdapat indikator dampak, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah, khususnya
pembangunan kesehatan. Indikator ini juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan
dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

29

Untuk melihat kinerja kesehatan ibu dan anak, maka perlu untuk melihat secara
keseluruhan indikator kesehatan ibu dan anak, diantaranya :
IV.1.1.1 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1

Berdasarkan data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), capaian cakupan ibu hamil K1 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah 96,20
%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 95,07%. 4
(empat) Kabupaten/Kota memiliki capaian 100 % yaitu Kota Surabaya, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Sidoarjo. Terdapat penurunan
dibandingkan tahun 2013 bahwa terdapat sebanyak 7 (tujuh) kabupaten/kota yang
memiliki capaian 100 %. Capaian cakupan K1 terbesar dimiliki oleh Kota Surabaya yakni
sebesar 100,81 %. Dan sama seperti tahun 2013, Kota Blitar tetap memiliki cakupan
terendah di tahun 2014 yakni sebesar 87,96 %. Cakupan K1 per kabupaten/kota dapat
dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 29. Pada tahun 2012, cakupan K1
mengalami penurunan dikarenakan adanya perubahan data sasaran program, yakni
sasaran ibu hamil yang bersumber dari data estimasi BPS Provinsi Jawa Timur.
Gambar 4.1 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

30

IV.1.1.2 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4

Capaian cakupan ibu hamil K4 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah 88,66
%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 87,35%.
Capaian cakupan ibu hamil K4 tertinggi dimiliki oleh Kota Madiun yakni sebesar 98,23 %
dan terendah dimiliki oleh Kabupaten Jember yakni sebesar 75,44 %. Cakupan ibu hamil
K4 per kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 29. Sama
halnya pada capaian cakupan ibu hamil K1, cakupan ibu hamil K4 pada tahun 2012 juga
mengalami penurunan dikarenakan sebab yang sama.
Gambar 4.2 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.3 CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN

Capaian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes) untuk


Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 mencapai 92,45 %. Angka ini mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 92,04 %. Seperti yang ditunjukkan
gambar 4.3 di bawah ini, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Namun terdapat
pengecualian di tahun 2012 yang mengalami penurunan capaian. Salah satu
penyebabnya adalah karena perubahan sasaran Ibu Bersalin (Bulin) yang disesuaikan
dengan data sasaran BPS Provinsi Jawa Timur. Namun, dari sisi angka absolut (jumlah)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

31

capaian Jawa Timur mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, seperti yang
disajikan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Perkembangan Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2014, target untuk program ini adalah 95 %. Dengan kondisi ini, angka
cakupan Provinsi Jawa Timur masih belum mencapai target. Dari 38 Kabupaten/Kota, 10
Kabupaten/Kota telah mencapai target. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
ini adalah dengan melakukan pemetaan dan pemantauan ibu hamil dengan melibatkan
multi pihak. Selain itu, peningkatan bidan di desa yang menempati desa, mengingat pada
tahun 2014, jumlah bidan yang tinggal di desa hanya mencapai 85 % dari 9.253 bidan.
Data pada Gambar 4.4 menunjukkan perbandingan antara jumlah desa dengan jumlah
bidan yang tinggal di desa. Dan dari jumlah bidan yang ada (15.094), hanya 70,7 % yang
telah mengikuti APN. Bila keterampilan ini dimiliki oleh lebih banyak bidan, diharapkan
pelayanan yang diberikan kepada ibu bersalin akan lebih berkualitas.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

32

Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Desa dan Jumlah Bidan Tinggal di Desa
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.4 CAKUPAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DITANGANI

Berdasarkan data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), 4 (empat) kabupaten/kota masih di bawah target Provinsi (80%) dan 14
kabupaten/kota memiliki cakupan di bawah cakupan Provinsi, yakni 91,48 %. Untuk itu
perlu penguatan Puskemas PONED agar cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
dapat mencapai target yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota yang belum memenuhi
target pada umumnya karena kelengkapan tim PONED sudah tidak lengkap, sedangkan
simulasi PONED perlu untuk segera dilakukan agar tetap dapat melakukan penanganan
Komplikasi Kebidanan.
Jika dilihat dari perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani dari tahun
2010 sampai dengan 2014, Jawa Timur mengalami kenaikan dikarenakan karena adanya
perubahan definisi operasional (DO) dari maternal komplikasi ditangani menjadi
komplikasi kebidanan ditangani, serta dikarenakan menurunnya fungsi Puskesmas
PONED yang disebabkan karena adanya mutasi tim PONED atau promosi ke Puskesmas
yang bukan PONED. Trend perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani
disajikan pada gambar 4.5 di bawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

33

Gambar 4.5 Perkembangan Persentase Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.5 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL (KN) LENGKAP

Cakupan Kunjungan Neonatal (KN) Lengkap sebagai salah satu program Kesehatan
Anak juga memiliki kasus yang sama dengan indikator-indikator program Kesehatan Ibu
terkait perubahan sasaran. Tahun 2014 masih terdapat 10 kabupaten/kota yang belum
mencapai target 95% dan capaian cakupan terendah dimiliki oleh Kabupaten Pacitan
(90,79 %) dan capaian cakupan terbesar dimiliki oleh Kota Mojokerto (104,97 %). Namun,
pada tahun 2014, cakupan KN Lengkap mengalami peningkatan menjadi 97,42 %. Angka
ini telah mencapai target (95 %) dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan angka cakupan indikator ini adalah
dengan fasilitasi, baik dari segi manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
maupun pencatatan dan pelaporan, peningkatan klinis keterampilan petugas di lapangan
serta melibatkan multi pihak dalam pelaksanaan program dimaksud. Kabupaten/Kota
yang belum mencapai target diharapkan melakukan pelayanan neonatal yang berkualitas
dengan memulai pemetaan serta pemantauan mulai ibu hamil serta melakukan pelayanan
AnteNatal Care (ANC) yang berkualitas.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

34

Gambar 4.6 Perkembangan Persentase Cakupan KN Lengkap


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.6 CAKUPAN NEONATAL KOMPLIKASI DITANGANI

Pada tahun 2014, Angka cakupan Neonatal Komplikasi yang tertinggi terdapat pada
Kota Kediri dengan angka 110,88 sedangakan yang terendah adalah Kabupaten Sidoarjo
dengan angka 39,56. Terdapat 9 (Sembilan) kabupaten/kota yang belum mencapai target
(77 %) pada tahun 2014 yaitu Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo. Untuk itu, perlu
dilakukan upaya untuk menvalidasi kembali fungsi Puskesmas PONED bagi 9 (Sembilan)
kabupaten/kota dimaksud. Hal ini, mengingat banyaknya Tim PONED yang sudah tidak
lengkap karena mutasi atau promosi ke Puskesmas bukan PONED.
Angka Provinsi Jawa Timur untuk cakupan neonatal komplikasi ditangani adalah
80,75%. Jika dilihat dari perkembangan cakupan indikator ini, terdapat peningkatan setiap
tahun. Seperti yang tersaji pada gambar 4.7.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

35

Gambar 4.7 Perkembangan Persentase Cakupan Neonatal Komplikasi Ditangani


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.7 CAKUPAN (KUNJUNGAN) BAYI

Target pelayanan bayi paripurna selama 5 (lima) tahun telah tercapai. Pelayanan bayi
ini berkaitan erat dengan cakupan KN Lengkap. Cakupan (kunjungan) bayi Provinsi Jawa
Timur pada tahun 2014 mencapai 95,43 %, dan hanya 3 (tiga) kabupaten/kota belum
mencapai target yang ditentukan (90 %). Kabupaten/kota tersebut adalah Kota Blitar,
Kabupaten Jember dan Kabupaten Situbondo. Angka cakupan kunjugan bayi tertinggi
pada tahun 2014 terdapat pada Kabupaten Bojonegoro dengan angka 106,23 dan yang
terendah terdapat pada Kota Blitar dengan angka 80,95. Bagi kabupaten/kota yang belum
mencapai target perlu dilakukan upaya peningkatan pelayanan yang berkualitas pada
bayi paripurna yang sudah mendapatkan ASI Eksklusif, vitamin A serta pelayanan lainnya
sehingga diharapkan pada tahun 2015 semua kabupaten/kota dapat memberikan
pelayanan kepada bayi secara berkualitas.
Angka cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 yaitu 95.43 %.
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat trend peningkatan sejak tahun 2010 seperti
yang tersaji pada gambar 4.8 di bawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

36

Gambar 4.8 Perkembangan Persentase (Cakupan)Kunjugan Bayi


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.8 PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB)

Cakupan peserta KB Aktif pada tahun 2014 Provinsi Jawa Timur mencapai 72,80 %.
Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 73,48 %. Hal
ini dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya KB atau
sistem pelaporan yang kurang tepat.
Gambar 4.9 Cakupan Peserta KB Aktif
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2014

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

37

Sedangkan untuk KB Baru mengalami peningkatan dari 12,25 % pada tahun 2013
menjadi 14,70 % pada tahun 2014. Cakupan KB Aktif dan KB Baru masing-masing
kabupaten/kota tersaji pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.10 Cakupan Peserta KB Baru
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2014

IV.1.1.9 DUKUNGAN DANA APBD DAN APBN UNTUK PROGRAM KESEHATAN


KELUARGA

Sebagai program prioritas, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mendapatkan
dukungan dana dari APBD Provinsi Jawa Timur dan APBN, seperti yang tersaji pada
tabel 4.1 di bawah ini. Harapan ke depan, dengan dukungan dana yang memadai
diharapkan target MDGs goal 4 dan 5 pada tahun 2015 dapat tercapai, dengan secara
terus-menerus melakukan kegiatan yang terintegrasi dan komprehensif bersama mitra
terkait.
Tabel 4.1 Dukungan Dana APBD Provinsi dan APBN Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kesehatan
Reproduksi serta Kesehatan Anak Remaja dan Usia Lanjut
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Kegiatan

Kesehatan Ibu dan Anak

Tahun

APBD Provinsi
(Rp.)

APBN (Rp.)

2010

2.800.000.000

8.323.912.000

2011

2.850.000.000

2.912.774.000

2012

2.728.655.000

3.598.958.000

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

38

Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Anak Remaja


dan Usia Lanjut

2013

2.220.000.000

3.728.309.000

2014

1.500.000.000

6.087.514.000

2010

800.000.000

1.723.963.000

2011

500.000.000

621.631.000

2012

500.000.000

586.602.000

2013

360.000.000

881.620.000

2014

350.000.000

1.230.824.000

2010

900.000.000

1.220.672.000

2011

1.520.000.000

533.584.000

2012

550.000.000

770.123.000

2013

420.000.000

811.081.000

2014

1.000.000.000

1.207.487.000

Sumber : Laporan
Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.3 PELAYANAN IMUNISASI

Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemutusan


mata rantai penularan pada Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi adalah angka
UCI (Universal Child Immunization).
Pada awalnya UCI dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% untuk tiga jenis antigen yaitu DPT3, Polio dan Campak. Namun sejak tahun
2003, indikator perhitungan UCI sudah mencakup semua jenis antigen, yakni BCG 1
(satu) kali, DPT 3 (tiga) kali, HB 3 (tiga) kali, Polio 4 (empat) kali dan Campak 1 (satu)
kali. Adapun sasaran program imunisasi dalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, Wanita Usia
Subur (WUS) dan murid SD.Upaya peningkatan kualitas imunisasi dilaksanakan melalui
kampanye, peningkatan skill petugas imunisasi, kualitas penyimpanan vaksin dan
sweeping sasaran.
Cakupan desa/kelurahan UCI di Jawa Timur tahun 2014 sebesar 87,50 %. Angka ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014 (yakni 87,50%). Adapun trend capaian
cakupan desa/kelurahan UCI dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 disajikan pada
gambar 4.16 di bawah ini.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

39

Gambar 4.11 Perkembangan Cakupan Desa/Kelurahan UCI


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010 2014


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

IV.1.4 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Kesadaran masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut mengalami peningkatan, di


tahun 2013 yang mendapatkan tindakan tumpatan gigi tetap sebesar 166.998 orang, dan
di tahun 2014 sebesar 166.968 orang. Sedangkan tindakan pencabutan gigi tetap
mengalami peningkatan yakni pada tahun 2013 sebesar 216.502 orang dan tahun 2014
sebesar 201.922 orang.
Sedangkan pemeriksaan gigi terhadap anak SD/MI melalui program Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) terhadap kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat
sehubungan dengan jumlah murid SD/MI mengalami peningkatan. Di tahun 2013 jumlah
murid SD/MI sebanyak 6.011.009 anak dan ditahun 2014 sebanyak 2.623.594 anak. Pada
tahun 2013 yang memerlukan perawatan gigi sebanyak 575.284 anak dan di tahun 2014
sebanyak 462.832 anak. Jadi, jumlah murid yang memerlukan perawatan mengalami
penurunan sebesar 112.452 anak. Dari kegiatan UKGS tersebut, jumlah murid yang
memerlukan perawatan dan di rujuk untuk mendapatkan perawatan di Puskesmas
semakin menurun. Data tahun 2013 murid yang mendapatkan perawatan sebanyak
390.391 anak terhadap yang memerlukan perawatan sebanyak 575.284 anak.
Sedangkan, tahun 2014 yang mendapatkan perawatan sebanyak 305.400 anak terhadap
yang memerlukan perawatan sebanyak 462.832 anak. Oleh karenanya, diperlukan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

40

kerjasama antara petugas kesehatan dengan pihak sekolah untuk meningkatakan


pengetahuan dan kesehatan tentang pentingnya kesehatan gigi.
Gambar 4.12 Perkembangan Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Gambar 4.13 Perkembangan Hasil Program UKGS (Perawatan Gigi)


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

41

IV.1.5 KUNJUNGAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Sebagian besar sarana pelayanan di Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan


pelayanan kesehatan dasar bagi penderita melalui pelayanan rawat jalan dan rawat inap
bagi Puskesmas dengan dlengkapi tempat tidur (Puskesmas perawatan). Sementara
rumah sakit yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas merupakan sarana rujukan bagi
Puskesmas terhadap kasus-kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut melalui
perawatan rawat inap, disamping tetap menyediakan pelayanan rawat jalan bagi
masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit.
Pada tahun 2013 jumlah masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan
Puskesmas sebanyak 24.605.285 orang untuk rawat jalan dan 512.386 orang untuk rawat
inap. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah masyarakat yang telah memanfaatkan
pelayanan Puskesmas sebanyak 20.579.633 orang untuk rawat jalan dan 528.595 orang
untuk rawat inap. Angka perbandingan pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat dalam
mencari pertolongan kesehatan pada tahun 2010 sampai dengan 2014 terlihat pada
gambar 4.14 dibawah ini.
Gambar 4.14 Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di Puskesmas
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan angka dan gambar tersebut, menunjukkan bahwa terjadi penurunan


kunjungan rawat jalan dan peningkatan kunjungan rawat inap di Puskesmas, dari tahun
2013 ke 2014 yakni pada kunjungan rawat jalan menurun sebesar 4.025.652 jiwa dan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

42

kunjungan rawat inap meningkat sebesar 16.209 jiwa. Hal ini menunjukan bahwa
keberadaan Puskesmas masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik yang
memerlukan pelayanan rawat jalan maupun bagi masyarakat yang memerlukan rawat
inap. Di samping itu, Puskesmas juga semakin memberikan pelayanan yang berkualitas,
antara lain dengan memenuhi standar input,proses maupun output. Standar input yang
harus ada di Puskesmas adalah SDM yang mempunyai kompetensi, sarana prasarana
yang memenuhi standar serta sistem manajemen yangmemenuhi standar.Sedangkan
standar proses adalah setiap pelayanan harus mempunyai Standar Operasional Prosedur
(SOP)di masing-masing pelayanan. Standar outputnya adalah hasil capaian kinerja dari 6
(enam) upaya program pokok dan upaya pengembangan. Jika standar-standar tersebut
terpenuhi, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berkunjung ke
Puskesmas.

IV.2 PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN KHUSUS

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor44 Tahun2009,rumah sakit merupakan


institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan dan gawat
darurat.Dan berdasarkanPeraturan Menteri Kesehatan RI 856/Menkes/SK/IX/2009
klasifikasi pelayanan gawat darurat terdiri dari :
-

Gawat darurat level IV sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas A

Gawat darurat level III sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas B

Gawat darurat level II sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas C

Gawat darurat level I sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas D

Jumlah pelayanan gawat darurat rumah sakit pemerintah di Jawa Timur sebanyak
54 rumah sakit dari 66 rumah sakit pemerintah di Jawa Timur (81,82 %), hal ini
disebabkan kurangnya sumber daya manusia terlatih kegawatdaruratan di rumah
sakit.Menurut standar Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
perbandingan jumlah penduduk dan tempat tidur yang tersedia adalah 1:1000, sedang
menurut standar Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 228 SK III Tahun 2002
perbandingan jumlah penduduk dan tempat tidur yang tersedia adalah 1:1500. Selama
periode tahun 2012-2014 jumlah tempat tidur (TT) semakin meningkat, sehingga
diharapkan bisa menampung kebutuhan TT rawat inap seluruh daerah di Jawa Timur.
Kapasitas tempat tidur yang mencukupi akan menunjang mutu pelayanan. Jumlah tempat
tidur (TT) yang tersebar di seluruh rumah sakit di Jawa Timur tahun 2013 sebanyak
33.578 TT dan meningkat di tahun 2014 menjadi 170.985.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

43

Dalam kurun tahun 2010-2014, rumah sakit di Jawa Timur mengalami peningkatan
dalam hal rata-rata pemanfaatan tempat tidur. Pada tahun 2010 rata-rata nilai Bed
Occupancy Rate (BOR)58,19%, tahun 2011 rata-rata nilai Bed Occupancy Rate (BOR)
Jawa Timur adalah sebesar 64%, tahun 2012 rata-rata BOR Jawa Timur sebesar 70,27%,
dan 2013 mengalami sedikit penurunan menjadi 64,65%. Sedangkan pada tahun 2014
mengalami penurunan menjadi 54.6%, angka tersebut tidak memenuhi standar yang
ditetapkan Kementerian Kesehatan RI antara 60-85%. Selain itu, untuk rata-rata lama
hari perawatan/Length of Stay (LOS) Jawa Timur pada tahun 2011 adalah 3,9 hari, tahun
2012 mengalami peningkatan menjadi adalah 4 hari, tahun 2013 menjadi 5,20 hari, dan
tahun 2014 menjadi 4,08 hari. Berikut ini adalah nilai indikator pemakaian tempat tidur
dari rumah sakit di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4.2 Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit


di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 2014

Indikator

2012

2013

2014

Standar
Kementerian Kesehatan
RI

BOR

70,27%

64,65%

54.6%

60-85%

BTO

48 kali

58,01 kali

47.9 kali

40-50 kali

TOI

3,6 hari

3,45 hari

3,5 hari

1-3 hari

ALOS

4 hari

5,20 hari

4,08 hari

6-9 hari

NDR

21

23,25

24,6

kurang dari 25/1000


penderita keluar

GDR

39,7

38,99

50,2

tidak lebih dari 45/1000


penderita keluar

Sumber :
Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Angka pemanfaatan tempat tidur seperti di atas adalah salah satu indikator yang
mudah untuk memantau bagaimana mutu sebuah pelayanan rumah sakit. Secara umum
mutu pelayanan rumah sakit di Jawa Timur mengalami penurunan pada tahun 2014 jika
dibandingkan tahun 2013.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

44

IV.3 KETERSEDIAAN OBAT

Capaian Kinerja Dari Indikator Persentase Ketersediaan Obat Dan Vaksin Tersebut
Berkat Upaya Yang Dilakukan, Dicapai Melalui Pengelolaan Obat Yang Baik Mulai Dari
Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi Dan Penggunaan Yang Tertuang
Dalam Kegiatan Pengadaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Yaitu Pengadaan Obat
Dan Alkes Habis Pakai Yang Terdiri Dari:
1. Pengadaan obat untuk pengobatan masal dan bakti sosial dan poli sebanyak 39
jenis.
2. Pengadaan obat untuk buffer tingkat Provinsi sebanyak 89 jenis.
3. Pengadaan obat untuk KLB dan penanggulangan bencana 6 jenis.
Tabel 4.3 Persentase Ketersediaan Obat per Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

NO.

KABUPATEN/KOTA

KETERSEDIAAN OBAT (%)

Kabupaten Pacitan

173%

Kabupaten Ponorogo

86%

Kabupaten Trenggalek

174%

Kabupaten Tulungagung

142%

Kabupaten Blitar

211%

Kabupaten Kediri

940%

Kabupaten Malang

143%

Kabupaten Lumajang

323%

Kabupaten Jember

130%

10

Kabupaten Banyuwangi

164%

11

Kabupaten Bondowoso

162%

12

Kabupaten Situbondo

337%

13

Kabupaten Probolinggo

115%

14

Kabupaten Pasuruan

144%

15

Kabupaten Sidoarjo

248%

16

Kabupaten Mojokerto

97%

17

Kabupaten Jombang

146%

18

Kabupaten Nganjuk

266%

19

Kabupaten Madiun

292%

20

Kabupaten Magetan

92%

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

45

NO.

KABUPATEN/KOTA

KETERSEDIAAN OBAT (%)

21

Kabupaten Ngawi

218%

22

Kabupaten Bojonegoro

106%

23

Kabupaten Tuban

176%

24

Kabupaten Lamongan

110%

25

Kabupaten Gresik

127%

26

Kabupaten Bangkalan

1572%

27

Kabupaten Sampang

108%

28

Kabupaten Pamekasan

196%

29

Kabupaten Sumenep

69%

30

Kota Kediri

225%

31

Kota Blitar

280%

32

Kota Malang

184%

33

Kota Probolinggo

237%

34

Kota Pasuruan

80%

35

Kota Mojokerto

152%

36

Kota Madiun

645%

37

Kota Surabaya

669%

38

Kota Batu

186%

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dan gambar 4.15 di bawah ini dapat dikatakan hampir
seluruh wilayah di Provinsi Jawa Timur telah memenuhi ketersediaan obat yang di
butuhkan. Namun masih ada 5 (lima) kabupaten/kota yang persentase ketersediaan
obatnya masih dibawah 100% yaitu Kabupaten Ponorogo dengan 86 %, Kabupaten
Magetan dengan 92%, Kabupaten Mojokerto dengan 97%, Kota Pasuruan dengan 80%,
dan Kabupaten Sumenep dengan 69%.
Perhitungan persentase ketersediaan dihitung dari jumlah item obat yang terpenuhi
selama 12 bulan atau lebih dibandingkan total item yang dihitung (144 item). Apabila
dilihat dari penyediaan obat yang menggunakan perhitungan 18 bulan yang terdiri dari
perhitungan kebutuhan obat dalam 1 tahun (12 bulan) ditambah penyangga (6 bulan)
seharusnya semua kabupaten/kota mempunyai tingkat kecukupan 100%, akan tetapi
beberapa kabupaten masih sekitar 80 %dan sebagian besar 90-99,9% kemungkinan
karena adanya perhitungan perencanaan yang cenderung besar sehingga dalam
menghitung ketersediaan yaitu jumlah obat yang tersedia (yang merupakan jumlah sisa
stok dan total penggunaan) dibandingkan dengan kebutuhan (dalam perencanaan)

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

46

menjadi lebih kecil atau kemungkinan karena kondisi fluktuasi penyakit, geografis dan
pola kebiasaan sehari-hari penduduk.
Beberapa hal lain yang dapat menyebabkan persentase obat belum mencapai target
100% antara lain karena ketersediaan obat dipasaran kosong dikarenakan proses
pengadaan di daerah hampir dilaksanakan bersamaan waktunya, serta terjadinya
kejadian bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tidak bisa terprediksi sebelumnya.
Gambar 4.15 Pemetaaan Ketersediaan Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Laporan
Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.4 PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Masyarakat di Jawa Timur dan di Indonesia pada umumnya masih dihadapkan pada
masalah gizi ganda, yaitu masalah Gizi Kurang dalam bentuk : Kurang Energi Protein
(KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB) dan
Kurang Vitamin A (KVA), serta masalah Gizi Lebih yang erat kaitannya dengan penyakitpenyakit degeneratif. Berbagai upaya perbaikan gizi telah dilakukan di Jawa Timur dalam
upaya menanggulangi masalah gizi kurang tersebut, sedangkan untuk masalah gizi lebih,
masih dilakukan secara individu.
IV.4.1 PENCAPAIAN PENIMBANGAN BALITA (D/S)

Partisipasi masyarakat dalam perbaikan gizi bagi balita dapat ditunjukkan dari
indikator jumlah balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran balita (D/S). Tahun 2014, di

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

47

Jawa Timur angka D/S tercatat sebesar 77,75% (Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel
47). Pencapaian ini lebih tinggi dibanding dengan pencapaian tahun 2013 sebesar
74,87%. Peningkatan angka D/S ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan kinerja
petugas kesehatan yang bersinergi dengan stakeholder yang ada di masyarakat,
terutama peran Tim Penggerak PKK.
Berdasarkan data pada Lampiran Profil Kesehatan Tabel 47, bahwa pencapaian D/S
di Jawa Timur hampir semua kabupaten/kota pencapaiannya di atas 60%, kecuali Kota
Probolinggo. Kota Probolinggo termasuk wilayah yang penduduknya banyak yang
bergerak di bidang industri, sehingga orang tua sibuk mencari nafkah dan kurang
memperhatikan anaknya termasuk dalam penimbangan di Posyandu. Selain itu di daerah
ini juga berkembang sangat pesat program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang
belum terintegrasi dengan kegiatan Posyandu.
Dibandingkan tahun sebelumnya, pencapaian angka D/S meningkat sebesar 2,88%.
Keadaan ini cukup menggembirakan, akan tetapi jika dibandingkan dengan target tahun
2014 (85 %), maka pencapaian ini belum memenuhi target, yakni masih kurang 7,25 %.
Hal ini harus menjadi perhatian bagi para pengelola gizi karena target pada tahun 2015
ditetapkan sebesar 85%. Jika tidak ada kegiatan-kegiatan terobosan yang memberi daya
tarik tersendiri kepada ibu dan balita, maka dikhawatirkan kegiatan ini akan berjalan di
tempat dan pada tahun 2015 tidak akan memenuhi target yang ditetapkan. Untuk itu perlu
dilakukan kegiatan terobosan, seperti meningkatkan integrasi dengan PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini). Selain itu, pada tahun 2013 dan dilanjutkan tahun 2014 dan 2015 di
Jawa Timur sedang diupayakan terbentuknya sekitar 10.000 Taman Posyandu, yaitu
Posyandu dengan memberikan tambahan kegiatan berupa Bina Keluarga Balita (BKB)
dan Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang (SDIDTK). Untuk itu para
petugas gizi di lapangan perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk mengungkit
pencapaian angka D/S, sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai target yang sudah
ditetapkan.
IV.4.2 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GAKY

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Jawa Timur masih


merupakan masalah gizi yang perlu mendapatkan penanganan secara serius mengingat
dampaknya terhadap kualitas sumberdaya manusia. Kekurangan Yodium dapat
menyebabkan masalah Gondok dan Kretinisme serta mengakibatkan penurunan
kecerdasan.
Upaya penanggulangan GAKY di Jawa Timur dilaksanakan melalui optimalisasi
pemanfaatan garam ber-Yodium serta penyuluhan tentang bahan makanan alami sumber

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

48

Yodium. Berdasarkan hasil monitoring garam di desa dapat ditentukan kategori suatu
desa dikatakan desa baik apabila dari 26 sampel yang diperiksa, maksimal hanya 2
sampel yang tidak mengandung Yodium. Pada tahun 2011 dan 2012, di Jawa Timur tidak
dilakukan monitoring garam ber-Yodium. Hal ini disebabkan karena alokasi yang terbatas
dan difokuskan untuk kegiatan prioritas yang lain. Sedangkan pada tahun 2013 mulai
dilaksanakan lagi kegiatan tersebut dan masih terus dilanjutan hingga tahun 2014. Hasil
dari kegiatan tersebut, persentase masyarakat yang mengkonsumsi garam ber-Yodium
mengalami peningkatan, yaitu dari 85,3 % pada tahun 2010 menjadi 86,9 % pada tahun
2014. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2013 maka tidak ada perubahan
presentase masyarakat yang mengkonsumsi garam ber-Yodium pada tahun 2014.

IV.4.3 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI

Upaya pencegahan dan penanggulangan Anemia Gizi Besi dilaksanakan melalui


pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang diprioritaskan pada ibu hamil, karena
prevalensi Anemia pada kelompok ini cukup tinggi. Di samping itu, kelompok ibu hamil
merupakan kelompok rawan yang sangat berpotensi memberi kontribusi terhadap
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI).
Gambar 4.16 Perkembangan Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3 pada Ibu Hamil
Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 2014

Sumber : Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Untuk mencegah Anemia Gizi pada ibu hamil dilakukan suplementasi TTD dengan
dosis pemberian sehari sebanyak 1 (satu) tablet (60 mg Elemental Iron dan 0,25 mg
Asam Folat) berturut-turut minimal 90 hari selama masa kehamilan. Pada tahun 2014,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

49

persentase cakupan ibu hamil di Jawa Timur yang mendapatkan TTD sebanyak 30 tablet
sebesar 92,66 % dan yang mendapat 90 tablet sebesar 85,80 % (Lampiran Data Profil
Kesehatan Tabel 32).
Jika dibandingkan dengan target 2014, pencapaiannya belum memenuhi target, yaitu
sebesar 93 %. Gambaran perbandingan pencapaian tahun 2011 sampai dengan tahun
2014 dapat dilihat pada gambar 4.16 di atas.
Khusus untuk pencapaian cakupan pemberian Fe3, target yang ditetapkan MDGs
sebesar 95 % pada tahun 2014. Hal ini berarti masih ada kesenjangan sebesar 9,2 %.
Sebenarnya rendahnya cakupan Fe ini lebih disebabkan karena adanya under-reporting
saja, sebab cakupan K1 yang mensyaratkan harus sudah diberi tablet Fe1 dan cakupan
K4 yang mensyaratkan harus sudah diberi Fe3, sudah cukup tinggi.
IV.4.4 PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BAYI DAN BALITA

Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Jawa Timur tahun 2014 pada bayi sebesar
99,91 %, anak balita sebesar 91.09% dan pada balita sebesar 96,36 % (Lampiran Data
Profil Kesehatan Tabel 44). Cakupan tersebut telah memenuhi target tahun 2014 sebesar
85%. Gambaran cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita selama 4
(empat) tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 4.23 di bawah ini.
Gambar 4.17 Perkembangan Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita
Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 2014

Sumber : Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

50

IV.4.5 CAKUPAN ASI EKSKLUSIF

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai
bayi berusia 6 bulan, kemudian pemberian ASI harus tetap dilanjutkan sampai bayi
berusia 2 (dua) tahun walaupun bayi sudah makan.
Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota diketahui bahwa cakupan bayi yang
mendapat ASI Eksklusif di Jawa Timur tahun 2014 sebesar 72,89 % (Lampiran Data Profil
Kesehatan Tabel 39). Cakupan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2013 (68,48 %). Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor pemahaman atau Definisi
Operasional (DO) yang berubah pada awal tahun 2010. Sampai awal tahun 2010
pemahaman ASIEksklusif oleh pelaksana gizi di lapangan adalah murni bayi yang berusia
6 bulan yang hanya mendapat ASI saja. Sedangkan pengertian ASIEksklusif menurut
Kementerian Kesehatan RI maupun World Health Organization (WHO), adalah bayi yang
berusia 0-6 bulan yang masih diberi ASI saja pada saat didata. Artinya, bila ada bayi yang
berumur 0 bulan atau 1 bulan dan seterusnya sampai 5 bulan masih diberi ASI saja, maka
pada saat itu dia dicatat sebagai bayi 0-6 bulan yang eksklusif, sehingga angkanya jelas
jauh lebih tinggi dibanding dengan yang murni 6 bulan eksklusif.

IV.5 PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan
derajat kesehatan adalah perilaku, karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas
pelayanan kesehatan maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh
perilaku. Banyak penyakit yang muncul juga disebabkan karena perilaku yang tidak sehat.
Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan, namun mutlak diperlukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu, upaya promosi kesehatan harus
terus dilakukan agar masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat. Penerapan perilaku
hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu rumah tangga.

IV.5.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Persentase rumah tangga yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS)


didapatkan dari jumlah rumah tangga yang melaksanakan 10 indikator PHBS dibagi
dengan rumah tangga yang dipantau. Sepuluh indikator tersebut adalah :
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
2. Bayi diberi ASI Eksklusif,

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

51

3. Balita ditimbang setiap bulan,


4. Menggunakan air bersih,
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
6. Menggunakan jamban sehat,
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,
8. Makan sayur dan buah setiap hari,
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari,
10. Tidak merokok di dalam rumah.
Hasil kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui hasil
survey PHBS tatanan Rumah Tangga tahun 2014 menunjukkan bahwa Rumah Tangga
yang ber PHBS 50,6%. Hal tersebut bila dibanding tahun 2013 sebesar 49,05%
mengalami kenaikan sebesar 1,55 %. Dari hasil kegiatan survei PHBS prioritas
masalahnya adalah merokok dalam rumah dan ASI eksklusif.
IV.6 PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

IV.6.1 JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PRA BAYAR

Tahun 2014 merupakan awal tahun pelaksanaan program Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN) yang telah berlangsung sejak tanggal 1 januari 2014. Meskipun
Jamkesmas sudah berakhir, Namun berakhirnya program Jamkesmas bukan berarti
jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu berakhir karena kesadaran
akan pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang baik di kalangan
masyarakat maupun pemerintah. Sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34
ayat 2, yang menyatakan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Disamping itu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) pada tahun 2011, maka direncanakan tepat pada 1 Januari 2014 BPJS kesehatan
yang merupakan transformasi dari PT, ASKES (Persero) secara resmi menjadi lembaga
yang mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada tahap awal
kepesertaan JKN mencakup peserta Jamkesmas 2013 (PPLS 2011), Askes PNS,
TNI/Polri, peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan peserta mandiri yang
diharapkan pada tahun 2019 Indonesia dapat mencapai Universal Coverage Insurance
(UCI).
Fakta di lapangan menggambarkan bahwa pola pembiayaan pelayanan kesehatan
fee for service dimana masyarakat membayar kepada penyediapelayanan kesehatan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

52

setiap selesai mendapatkan pelayanan kesehatan saat ini masih menjadi pilihan utama
masyarakat. Padahal pola pembiayaan fee for service jelas akan membebani masyarakat
dikarenakan kejadian sakit demikian pula besar dana yang harus disediakan ketika
berada dalam kondisi sakitmerupakan suatu hal yang tidak dapat diprediksi dari awal.
Memperhatikan hal tersebut maka sudah seharusnya pola pembiayaan kesehatan dari
feefor service harus dialihkan ke arahprospective payment atau pola pembiayaan
kesehatan prabayar.
Sampai dengan akhir tahun 2014 dari berbagai sumber data yang berhasil dihimpun,
diperoleh data status kepemilikan masyarakat Provinsi Jawa Timur dalam program
jaminan kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan sebanyak 19.614.605 jiwa
(50.84%), PBI Pusat (1.85%), PNS (3,48%), Badan Usaha (3.33%), TNI/Polri (0,98%),
Peserta mandiri (1,9%), Jamkesda (1,83%) Pejabat Negara Non PNS (0,01 %), Bukan
Pekerja (2,13%) Jamkesda Integrasi JKN (0,88%). Kondisi tersebut dapat dilihat dalam
bentuk gambar diagram di bawah ini :
Gambar 4.18 Cakupan Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Juml Pddk : 38.581.964 Jiwa


Tercover Jamkes : 19.614.605
(50,84%)

CAKUPAN KEPEMILIKAN
JAMINAN KESEHATAN
PROV. JAWA TIMUR 2014
PBI Pusat
36,29%

Belum Tercover
49,16%
TNI/POLRI
0,98%
PNS
3,48%
Jamkesda
Integrasi JKN
0,88%

Badan Usaha
3,33%
Pejabat
Peserta Mandiri
Negara/Peg. Jamkesda
1,9%
Bukan Pekerja Pemr Non PNS
1,83%
2,13%
0,01%

Sumber : Seksi Pembiayaan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

53

Dari diagram di atas dapat diperoleh gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun
2014 masyarakat Jawa timur yang telah tercover dalam program jaminan kesehatan
sebanyak 50.84% sedang masyarakat yang masih belum tercover dalam jaminan
kesehatan sebesar 49.16%. Padahal kepesertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan
secara prospectif payment merupakan salah satu indikator penting untuk kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan dan merupakan indikator keberhasilan dalam
mewujudkan pembangunan kesehatan yang

merata dan berkeadilan bagi seluruh

masyarakat.

IV.7 PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR

Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan sebagai


akibat dari lingkungan yang kurang sehat, telah dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas lingkungan. Beberapa indikator yang menggambarkan kondisi
lingkungan antara lain rumah sehat, TUPM, air bersih dan sarana sanitasi dasar seperti
pembuangan air limbah, tempat sampah dan kepemilikan jamban serta sarana
pengolahan limbah di sarana pelayanan kesehatan.
Dalam upaya peningkatan kondisi penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Jawa
Timur telah berjalan kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang terdiri dari
5 pilar, yaitu :
1. Peningkatan akses jamban,
2. Cuci tangan pakai sabun,
3. Pengolahan air minum dan makanan skala rumah tangga,
4. Pengolahan limbah skala rumah tangga,
5. Pengolahan sampah skala rumah tangga.
IV.7.1 RUMAH SEHAT

Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan
yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah
tidak dari tanah.
Pada tahun 2014 telah dilakukan pembinaan rumah sehat pada 2.583.959 rumah
atau 15,93% dari jumlah rumah yang ada di Jawa Timur, dari pembinaan tersebut tercatat
1.510.523 rumah dinyatakan sehat atau 58,5% dari jumlah yang di bina. Sehingga tahun
2014 terdapat 5.774.140 atau 35,6 % dari seluruh rumah yang ada di Jawa Timur telah

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

54

menjadi rumah yang memnuhi syarat atau rumah sehat. Cakupan tertinggi rumah sehat
adalah Kabupaten Jember dengan cakupan 95,39%. Sedangkan cakupan terendah
ditempati oleh Kabupaten Sumenep dengan cakupan 4,2 %. Namun secara keseluruhan
masing-masing Kabupaten/Kota mengalami peningkatan.
Untuk meningkatakan cakupan rumah sehat di Jawa Timur, telah dilakukan
pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode partisipatory. Metode tersebut
menggantikan pemberian stimulan yang tahun kemarin masih diberikan kepada warga
kurang mampu dan resiko tinggi penyakit berbasis lingkungan. Hal ini membuktikan
bahwasanya masyarakat sudah mulai mengetahui bahwa rumah/hunian yang sehat tidak
harus mewah.

Gambar 4.19 Cakupan Sanitasi Rumah Sehat


di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

55

BAB 5
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu pendukung di segala level pelayanan
kesehatan. Dan dengan terpenuhinya sumber daya kesehatan, diharapkan juga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat
akan terjaga. Pada bab ini, situasi sumber daya kesehatan akan menyajikan gambaran
sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan anggaran kesehatan.
V.1 SARANA KESEHATAN

Penyediaan sarana kesehatan melalui Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas


Pembantu, Posyandu, Polindes, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan Klinik dan sarana
kesehatan lainnya diharapkan dapat menjangkau masyarakat terutama masyarakat di
pedesaan agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah dan bermutu. Adapun
kondisi sarana kesehatan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 dapat digambarkan
berikut ini.
V.1.1 PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan sampai ditingkat


Kecamatan. Sampai dengan tahun 2014, jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Timur
masih sama dengan tahun 2013, yakni sebanyak 960 unit. Adapun jumlah Penduduk
Jawa Timur berdasarkan proyeksi penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 38.610.202 jiwa. Dengan demikian. rasio
Puskesmas terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 40.219, dengan pengertian bahwa 1
(satu) Puskemas melayani 40.219 penduduk. Kondisi tersebut menunjukan bahwa jumlah
Puskesmas di Provinsi Jawa Timur masih kurang dari target nasional, yakni 1:30.000.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

56

Untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas dan pendekatan akses pelayanan


kesehatan kepada masyarakat, pemerintahan Provinsi Jawa Timur melakukan terobosan
(program ICON) yaitu :
1. Puskesmas PLUS (Penyedia Layanan Unggulan Spesialis).
Puskesmas PLUS diprioritaskan untuk Puskesmas PONED dengan tambah
jadwal kunjungan dokter spesialis kandungan dan spesilais anak, 2 (dua) kali
seminggu yaitu sekali kunjungan untuk dokter spesialis kandungan dan sekali untuk
kunjungan dokter spesialis anak. Hal ini merupakan hasil kerjasama antara Rumah
Sakit Umum (RSU) Kabupaten/Kota atau dokter spesialis yang praktek mandiri
(swasta) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Program Puskesmas PLUS
bertujuan mendekatkan pelayanan spesialis ke masyarakat, diharapkan dapat
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa
Timur
2. Puskesmas Pembantu yang melayani Gawat Darurat dan Observasi (Pustu
Gadarsi).
Adalah Puskesmas Pembantu (Pustu) yang dilengkapi oleh alat kesehatan
sesuai dengan kebutuhan Gadar dan Observasi. Tenaga kesehatan yang berada di
Pustu tersebut mendapatkan pembekalan ketrampilan tentang Gawat Darurat.
Dengan adanya Pustu Gadarsi diharapkan dapat menurunkan angka kematian
akibat kecelakaan maupun penyakit lain.
3. Pengembangan Fungsi Polindes menjadi Ponkesdes.
Merupakan perluasan fungsi pelayanan Pondok Bersalin Desa (Polindes)
menjadi Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) yang memberikan pelayanan
kesehatan dasar dengan menempatkan tenaga perawat. Tenaga kesehatan yang
berada di Ponkesdes terdiri dari 1 (satu) orang Bidan yang sudah ada sebelumnya
dan 1 (satu) orang perawat. Keberadaan Ponkesdes ini, diharapkan pelayanan
kesehatan dasar yang ada di desa menjadi optimal dengan adanya pembagian
tugas dan fungsi antara Bidan dan Perawat.

V.1.2 RUMAH SAKIT

Jumlah rumah sakit di Jawa Timur mengalami peningkatan setiap tahun, dengan
harapan, dengan bertambahnya jumlah rumah sakit maka juga diiringi dengan
peningkatan jumlah Tempat Tidur (TT) dan bisa menampung serta memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa Timur untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

57

salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan telah mengalami banyak kemajuan, di


mana salah satunya dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang semakin bertambah.
Jumlah rumah sakit di Jawa Timur cenderung meningkat, pada tahun 2012 terdapat 344
rumah sakit, pada tahun 2013 terjadi penambahan jumlah rumah sakit yaitu sebanyak
355 rumah sakit dan pada tahun 2014 menjadi 371 rumah sakit.
Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

No.

Jenis Kepemilikan

2014

1.

Rumah Sakit Umum Pemerintah

56

2.

Rumah Sakit Khusus Pemerintah

14

3.

Rumah Sakit Umum Swasta

160

4.

Rumah Sakit Khusus Swasta

99

5.

Rumah Sakit TNI/Polri

27

6.

Rumah Sakit BUMN

15

Total

371

Sumber :
Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

V.1.3 UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM)

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) adalah suatu upaya


kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan bersama masyarakat, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar.
V.1.3.1 POSYANDU

Jumlah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Jawa Timur tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 menunjukkan kenaikan, akan tetapi tidak menunjukkan perubahan
yang signifikan. Pada akhir tahun 2014 jumlah balita sebanyak 3.009.546 jiwa, sedangkan
jumlah Posyandu yang ada sebanyak 46.179 pos. Jadi rasio jumlah Posyandu dengan
jumlah balita adalah 1:67. Jika dibandingkan dengan standar Posyandu, untuk 1
Posyandu melayani 68 Balita, berarti angka tersebut sudah memenuhi standar yang
ditetapkan. Sehingga jumlah Posyandu di Jawa Timur untuk tahun-tahun mendatang
dimungkinkan tidak terjadi lonjakan yang besar.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

58

Gambar 5.1 Perkembangan Persentase Strata Posyandu


Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Sumber : Seksi Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Secara kualitas, berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu PURI (PurnamaMandiri) dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan khususnya dalam lima tahun
terakhir mulai dari 50,29 %; 54,07 %; 60,28 %; 62,37 %; dan 66,12% pada tahun 2014,
sehingga terdapat kenaikan 3,75 % dari tahun 2013 ke 2014. Peningkatan kualitas
Posyandu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain meningkatnya kinerja
Tim Pokjanal Posyandu dari tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai dengan kecamatan.
Selain itu, kinerja aktivitas dan peran serta kader Posyandu sebagai pelaksana kegiatan
juga semakin meningkat. Di Jawa Timur, peningkatan kualitas Posyandu dituangkan
dalam peningkatan layanan Holistik Integratif dengan inovasi yang disebut Taman
Posyandu yaitu Posyandu berstrata Purnama atau Mandiri dengan tambahan layanan
stimulasi pendidikan oleh PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan parenting edukasi oleh
BKB (Bina Keluarga Balita).

V.1.3.2 DESA/KELURAHAN SIAGA AKTIF

Suatu Desa dan Kelurahan Siaga bisa menjadi Desa dan Kelurahan Siaga Aktif jika
memenuhi 8 (delapan) kriteria berdasarkan Pedoman Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1519/Menkes/SK/X/2010.
Tahapan Desa Siaga Aktif di Jawa Timur tahun 2014 yaitu Strata Pratama sejumlah
4.584 (55,94 %), Madya 2.717 (33,16 %), Purnama 793 (9,68 %) dan Mandiri 100 (1,22
%). Dibandingkan dengan data tahun 2013, Strata Pratama mengalami penurunan,
sedangkan Strata Madya, Purnama dan Mandiri mengalami kenaikan persentase.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

59

V.1.4 SARANA FARMASI DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Dalam rangka meningkatkan cakupan sarana pelayanan kesehatan terutama terkait


ketersediaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan,
salah satu cara adalah dengan melihat jumlah sarana distribusi bidang kefarmasian dan
alat kesehatan.
Sarana Farmasi dan perbekalan kesehatan tergolong menjadi 3 (tiga) kategori antara
lain:
a. Sarana produksi, meliputi: Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT),
Industri Ektrak Bahan Alam (IEBA), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Industri
Kosmetika, Industri Alat Kesehatan, Industri Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT), Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT).
b. Sarana distribusi, meliputi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), penyalur alat
Kesehatan (PAK), cabang penyalur alat kesehatan (cabang PAK), sub penyalur
alat kesehatan (sub PAK).
c. Sarana pelayanan kefarmasian, meliputi: apotek dan toko obat.
Sarana Farmasi dan Perbekalan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 sampai dengan
tahun 2014 seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2 Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 2014

Jumlah Sarana
No.

Jenis Sarana
2010

2011

2012

2013

2014

1.

Pedagang Besar Farmasi (PBF)

492

503

348

373

385

2.

Industri Farmasi

45

45

46

47

46

3.

Penyalur Alat Kesehatan (PAK)

51

86

167

252

298

4.

IOT

15

15

15

17

5.

Apotek

2.676

3.047

3.085

3.339

3.583

6.

Toko Obat

342

374

433

442

Sumber :
Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

60

V.2 TENAGA KESEHATAN

Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian penting dari upaya peningkatan
pembangunan kesehatan bangsa. Pada pelaksanaannya, pemerintah memegang
peranan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32
Tahun 1996, Tenaga Kesehatan yang merupakan bagian dari SDM Kesehatan terdiri dari
tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis. Bahasan dalam profil
ini hanya pada tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum dan dokter
gigi termasuk dokter gigi spesialis dan tenaga keperawatan yang terdiri dari bidan dan
perawat. Jumlah tenaga medis dan paramedis digambarkan seperti pada table 5.3 di
bawah ini.
Tabel 5.3 Jumlah dan Rasio Tenaga Medis, Paramedis dan Tenaga Kesehatan Lainnya
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

No.

Jenis Tenaga Kesehatan

Jumlah

1.

Dokter Spesialis

4.761

2.

Dokter Umum

6.032

3.

Dokter Gigi

2.232

4.

Bidan

16.652

5.

Perawat

31.830

6.

Apoteker

1.685

7.

Tenaga Teknis Kefarmasian

4.646

8.

Kesehatan Masyarakat

1.448

Sumber :
Seksi P3SDMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

61

V.3 ANGGARAN KESEHATAN

Pembiayaan program dan kegiatan bidang kesehatan di Jawa Timur diperoleh dari
berbagai

sumber,

diantaranya

APBD

yaitu

APBD

Provinsi

maupun

APBD

Kabupaten/Kota; APBN yaitu dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), serta Bantuan Luar Negeri (BLN). Untuk dana jaminan
kesehatan masyarakat (baik jamkesmas dasar maupun rujukan) dan jaminan persalinan
pada tahun 2014 ini tercatat dalam APBD masing-masing kabupaten/kota.
Anggaran kesehatan di Provinsi Jawa Timur yang tercatat oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan BLN
pada tahun 2014 adalah sebesar Rp. 12.478.133.483.832,-. Adapun proporsi anggaran
kesehatan yang bersumber dari dana APBD kabupaten/kota sebesar 75,33%, APBD
Provinsi 21,42%, APBN 3,08% dan Bantuan Luar Negeri (BLN) 0,16%.
Anggaran kesehatan bersumber APBD kabupaten/kota dan APBD Provinsi Jawa
Timur pada tahun 2014 adalah sebesar Rp.12.072.926.904.359,- atau 96.75% dari
anggaran kesehatan secara keseluruhan. Persentase ini meningkat cukup besar
dibandingkan dengan alokasi pada sumber anggaran yang sama di tahun 2013. Baik
anggaran kesehatan bersumber APBD Kabupaten/Kota maupun APBD Provinsi
keduanya menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengalokasikan minimal 10% APBD untuk
belanja langsung kesehatan atau belanja program. Masing-masing kabupaten/kota
bervariasi dalam mewujudkan amanat Undang-Undang ini. Secara rata-rata, persentase
anggaran kesehatan kabupaten/kota terhadap total APBD kabupaten/kota adalah 9 %.
Meskipun rata-rata persentase terhadap APBD di bawah 10 %, namun anggaran
kesehatan di beberapa kabupaten/kota sudah melebihi 10%, seperti Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Lumajang,

Kabupaten

Nganjuk,

Kabupaten

Pasuruan,

Kabupaten

Probolinggo,

Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Situbondo, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota
Probolinggo dan Kota Surabaya. Di tingkat provinsi, besar anggaran APBD kesehatan
Provinsi Jawa Timur terhadap total APBD Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah
Rp 2.672.903.043.325,- (14,22%), dengan persentase belanja langsungnya adalah
11,84% dari APBD Provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur
(baik Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, RS Provinsi Jawa Timur dan UPT yang ada
dilingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur) telah mengalokasikan minimal 10%
APBD provinsi untuk belanja langsung kesehatan atau belanja program sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun demikian

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

62

apabila dilihat detil kegiatan, maka anggaran kesehatan di Provinsi Jawa Timur lebih
banyak digunakan untuk kegiatan pelayanan rujukan kuratif dan rehabilitatif.
Anggaran

kesehatan

bersumber

APBN

tahun

2014

adalah

sebesar

Rp.384.735.155.000,- menurun 31,38% dibandingkan alokasi tahun 2013 sebesar Rp.


560.675.684.000,-. Hal ini dikarenakan adanya efisiensi penganggaran dari Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Alokasi APBN ini digunakan untuk kegiatan Program Bina
Gizi dan KIA, Program Pembinaan Upaya Kesehatan, Program Penyehatan penyakit dan
Penyehatan

Lingkungan,

Program

Kefarmasian

dan

Alat

Kesehatan,

Program

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, dan Program


Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan
Data anggaran kesehatan dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 81.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

63

BAB 6
PENUTUP

Penyediaan data dan informasi di bidang kesehatan yang berkualitas sangat


diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan
pemerintahan, organisasi profesi, akademisi, swasta dan pihak terkait lainnya. Di bidang
kesehatan, data dan informasi juga merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan
organisasi dalam penyelengaraan Sistem Informasi Kesehatan (SIK).
Namun, sangat disadari bahwa saat ini Sistem Informasi Kesehatan masih belum
optimal dalam pemenuhan kebutuhan data dan informasi. Terlebih dalam masa
desentralisasi (atau otonomi daerah) ini dimana proses pengumpulan data dan informasi
dari kabupaten/kota atau lintas sektor relatif lebih sulit. Hal ini berimplikasi pada kualitas
data dan informasi yang disajikan dalam Buku Profil Kesehatan ini masih belum sesuai
dengan harapan. Walaupun demikian, Buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat
memberikan gambaran keadaan kesehatan masyarakat Jawa Timur dan capaian kinerja
pelayanan kesehatan yang telah dilakukan beserta aspek-aspek pendukung lainnya.
Buku Profil Kesehatan sering kali belum mendapatkan apresiasi yang layak, karena
belum dapat menyajikan data dan informasi kesehatan sesuai yang diharapkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dan yang membutuhkan. Oleh karena itu, perlu adanya
terobosan dan ide-ide baru dalam mekanisme penyusunan, baik dimulai dari masa
pengumpulan data, proses validasi data serta dalam tahap analisa data, yang nantinya
akan menghasilkan suatu publikasi data dan informasi pembangunan kesehatan, serta
dapat membawa manfaat bagi dunia kesehatan di Jawa Timur dan Indonesia pada
umumnya.

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

64

Anda mungkin juga menyukai