Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Konsep pengetahuan


Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003)
membagi pengetahuan manusia dalam 3 Tingkatan. Ketiga Tingkatan tesebut
adalah sebagai berikut:
2.1.1 Pengetahuan (kognitif).
Pengetahuan merupakan suatu hasil tahu dan ini terjadi setelah
seseorang

melakukan

pengindraan

terhadap

suatu

obyek

tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni penciuman,


penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo 2003, Pengetahuan tercakup dalam domain
Kognitif mempunyai 6 tingkatan : yaitu
a. Tahu, diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan masyarakat dalam mengingat

kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima
b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mempraktekkan materi
tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan terhadap obyek yang dipelajari.
c. Analisis, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.
d. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
e. Sintesis, menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau obyek.
2.1.2 Sikap (Afektif)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian antara reaksi terhadap stimulus tertentu
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
derajat sosial. Necomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan


atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatau perilaku, sikap
masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu obyek (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap terdiri dari berbagai tindakan yaitu:


a. Menerima, diartikan bahwa seseorang atau subyek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan obyek.
b. Merespon, diartikan memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indiksi dari sikap.
c. Menghargai, diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
e. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanya bagaimana pendapat atau pertanyaan respon
terhadap suatu obyek. Secara langsung dapat dilakukan dengan
pertanyaan-pertanyaan

hipotesis,

kemudian

ditanyakan

pendapat

responden (Notoatmodjo, 2003).


2.1.3. Tindakan (Psikomotor)
Suatu sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah

10

fasilitas. Selain faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak
lain (Notatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) praktik mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
a. Persepsi, diartikan dapat mengenal dan memilih berbagai obyek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan
praktik tingkat I.
b.

Respon terpimpin, diartikan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan


urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator
praktik tingkat II.

c. Mekanisme, diartikan apabila seseorang telah dapat melaksanakan sesuatu


dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan,
maka ia telah mencapai praktik tingkat III.
d. Adopsi, merupakan suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2 Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Rheumatoid Arthritis
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Rheumatoid Arthritis memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk
itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi lansia dengan Rheumatoid

11

Arthritis terutama dalam keluarga. Kedudukan dan peranan orang lansia


dalam keluarga dianggap sebagai orang yang harus dihormati dan dihargai
apalagi dianggap memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat menjadikan
secara psikologis lebih sehat secara mental. Perasaan diterima oleh orang lain
akan mempengaruhi tanggapan mereka dalam memasuki hai tua, dan
berpengaruh pula kepada derajat kesehatan lansia (Fitriani, 2009).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya,
semakin baik pengetahuan seseorang maka perilakunyapun akan semakin
baik dan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi tingkat pendidikan, sumber
informasi dan pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil dari penggunaan
panca indera yang didasarkan atas institusi, kebetulan, otoritas, kewibawaan,
tradisi dan pendapat umum (Efendy, 2006).
2.3 Konsep Dasar Ibu Rumah Tangga
2.3.1 Pengertian Ibu Rumah Tangga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan
Nasional, 2003), Ibu berarti wanita yang telah melahirkan seorang anak.
Wanita atau ibu adalah : pengurus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat
diperlukan. Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-sosial-cultural dan
spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacammacam sesuai dengan tingkat perkembangannya.

12

Ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur
penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan
pengetian lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya
mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor).

2.3.2 Peran Ibu Rumah Tangga


Menurut Effendy (2004) peran ibu rumah tangga meliputi :
1. Mengurus rumah tangga.Dalam hal ini di dalam keluarga ibu sebagai
pengurus rumah tangga. Kegiatan yang biasa ibu lakukan seperti
memasak, menyapu, mencuci, dll
2. Sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya dan sebagai salah satu
kelompok dari peranan sosial.
3. Karena secara khusus kebutuhan efektif dan sosial tidak dipenuhi oleh
ayah. Maka berkembang suatu hubungan persahabatan antara ibu dan
anak-anak. Ibu jauh lebih bersifat tradisional terhadap pengasuh anak
(misalnya dengan suatu penekanan yang lebih besar pada kehormatan,
kepatuhan, kebersihan dan disiplin).
4. Sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di dalam masyarakat ibu
bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya dalam rangka mewujudkan
hubungan yang harmonis melalui acara kegitan-kegiatan seperti arisan,
PKK dan pengajian.

13

2.4 Konsep Rheumathoid Arthritis


2.4.1 Pengertian
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga

terjadi

pembengkakan,

nyeri

dan

seringkali

akhirnya

menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).


Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun
(penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan
tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama
pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai
banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. (Aru
W.Sudoyo, 2009)
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari,
pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut
akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah.
Namun kadang kala si penderita tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan
kasus Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18 tahun dan

14

berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.


(Aru W.Sudoyo, 2009)
2.4.2

Etiologi
Penyebab pasti reumatoid arthritis tidak diketahui. Biasanya

merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan


faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Aru W.Sudoyo, 2009).
Namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan
penyakit ini, antara lain :
1.

Usia lebih dari 40 tahun


Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor
penuaan adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa
osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan
sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.

2. Jenis kelamin wanita lebih sering


Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan
laki-laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan
dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi
psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita,
tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause) frekuensi
osteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Suku bangsa

15

Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing


suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola
hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan tulang.
4. Genetik
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada
sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan
osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu
disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya
beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang
berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.
Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan
dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7.

Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya oateoartritis paha pada usia muda.

8.

Kepadatan tulang

16

Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko


timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang
lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban
yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek.

2.4.3 Tanda dan Gejala


Rheumatoid Arthritis (RA) biasanya ditandai dengan gejala
umum nyeri pada sendi dan disertai dengan bengkak. Pada umumnya
gejala awal yang dirasakan adalah penderita merasa kaku dan nyeri sendi
pada pagi hari selama 60 menit.

Nyeri dan kekakuan tersebut

berlangsung setiap hari dan sering pula disertai kemerahan pada sendi
yang nyeri tersebut. Biasanya pasien menyadari hal ini pertama kalinya
pada jari-jari tangannya. Pada tahap awal biasanya jarang terjadi
pembengkakan sendi, dan pembengkakan ini baru terlihat beberapa bulan
setelah timbul rasa nyeri dan kaku (Aru W.Sudoyo, 2009)
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi
yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara
perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang
berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi,
kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya jalan. Lebih
lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi (Aru W.Sudoyo,
2009)

17

Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul


belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri
tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan,
antara lain;
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih
dibandingkan gerakan yang lain.
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi,
seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
5. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau
tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar.
6. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut
atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan
gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien yang umumnya tua (Aru W.Sudoyo, 2009)
2.4.4 Patofisiologi

18

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,


kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus,
atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuer (Smeltzer C Suzzanne, 2002).
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan
sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi
lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.
Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
(Smeltzer C Suzzanne, 2002).
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai
dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak
terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid
(seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang
progresif (Smeltzer C Suzzanne, 2002).
2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.4.5.1 Pemeriksaan Laboratorium

19

Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang


membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji
untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif
dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti
lupus

eritematosus

sistemik,

sklerosis

sistemik

progresif,

dan

dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor


reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan
bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60
tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah (Aru
W.Sudoyo, 2009)
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang
bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah
dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat
menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya
pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan
anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali
juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat
untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons
terhadap pemberian besi (Aru W.Sudoyo, 2009)
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna
kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis
reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel

20

darah putih meningkat mencapai 15.000 20.000/ mm3. Hal ini


membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat
membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA
(Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test (Mansjoer,2001).
2.3.5.2 Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi
mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi
karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara
radiologik

didapati

adanya

tanda-tanda

dekalsifikasi

(sekurang-

kurangnya) pada sendi yang terkena (Mansjoer,2001).


2.3.6 Penatalaksanaan
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya
dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik
antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang
merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu
yang lama (Mansjoer,2001).
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal
Anti-Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam
dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti

21

inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk


menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten
dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi
tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid
arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium
penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan
perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama
awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas seharihari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air
hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati,
kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan
olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga
asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama
banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan,
terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang
sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur (Smeltzer &
Bare, 2002).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, salsilat atau NSAID ( Non

22

Steriodal

Anti-Inflammatory

Drug)

untuk

mengurangi

inflamasi,

pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi


dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu
dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus
diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang
terdapat dalam minyak ikan.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai
tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk
menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk
mengganti sendi. (Smeltzer & Bare, 2002).

23

2.5 Konsep Lanjut Usia


2.5.1 Pengertian Lanjut usia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh
setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik
sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai memutih,
kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang
usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangankehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
2.5.2 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000)
yaitu :
a. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
1. Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih
besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan
berkurangnya intraseluler.
2. Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20

24

3. Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran


pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata
4. Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga
menjadi katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan.
5. Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta
menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun.
b. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori
cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih
cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau
penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan
keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap
lumrah dan biasa oleh lansia
c. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya
dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang
pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan financial, status,
teman dan pekerjaan.
d. Perubahan psikologis

25

Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai
sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara
lain

penurunan

badaniah

atau

dalam

kebingungan

untuk

memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di sebut


disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat
dan diri pribadinya satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai