Asuhan Keperawatan Pada Klien Epilepsi-1
Asuhan Keperawatan Pada Klien Epilepsi-1
Disusun Oleh :
1 .ABDUL MUNTOLIB
1607002
2. MM.SUSANTI DIANA
1607031
1607026
1607028
1607041
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu
ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat
dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonimik, atau psikis yang abnormal.
Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang
berulang ( satyanegara,2010).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (Baiquni, 2010).
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval
waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan gangguan
yang berat misalnya malformasi kongenital,
penyakit degeneratif dan pasca trauma otak ( Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos, 2005
).
Epilepsi adalah gejala komplek dari gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan
oleh kejang berulang. Sehingga epilepsi buka penyakit tetapi suatu gejala.( Brunner
&Sudarth)
Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau simtomik : ( Sylvia A. price)
1. Pada Epilepsi idiopetik atau essensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral
2. Pada epilepsi simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak menyebabkan, timbulnya
respon kejang. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan epilepsi sekunder adalah cedera
kepala,gangguan metabolisme dan gizi (hipoglikemia,feniketonuria,defisiensi vitamin
B6), factor toksis (uremia,intoksikasi alcohol, putus obatnarkotik), ensefalitis, stroke,
hipoksia atau neoplasmaotak, dan ganggua elektrolit, terutama hiponatremia dan
hipokalsemia.
Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses
patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat
dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi
adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang
(lebih
dari
satu
episode). International
League
Against
Epilepsy (ILAE)
dan International Bureau for Epilepsy (IBE) atau epilepsi adalah Suatu serangan berulang
secara periodik dengan dan tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan kelebihan neuron
kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur dengan
elektro enselofogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan kontraksi otot polos yang
tidak terkendali (ISO FARMAKOTERAPI)
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala
yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang
terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE
dan IBE yaitu:
1.
2.
selanjutnya
3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.(Octaviana, 2008).
B. ETIOLOGI
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik disritmia) pada sel saraf pada salah
satu
bagian
otak,
yang
menyebabkan
sel
ini
mengeluarkan
muatan
listrik
angiomatosis ensefalotrigeminal,fenilketonuria
Factor genetic; pada kejang demam dan breath holding
Kelainan congenital otak ; atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
Gangguan metabolic; hipernatremia,hiponatremia,hipokalsemia, hipoglikemia
Infeksi ; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosis
7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid,hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan; timbale (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11. Lain-lain; penyakit darah gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral, dll
Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari
adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa
sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir
atau pada masa perkembangan anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir
ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. (Anonim, 2009).
C. MANIFESTASI KLINIS
menendang-menendang.
9. Gigi geliginya terkancing.
10. Hitam bola matanya berputar-putar.
11. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan di ikuti dengan buang air kecil
D. PATOFIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini
aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain
dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke
dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi
di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut ;
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamaaminobutirat (GABA).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami
deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan;
kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada
faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme
kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
E. PATHWAY
Idiopatik, herediter,
trauma kelahiran, infeksi
perinatal, meningitis, dll
System Saraf
Hilang
tonus otot
Pengobatan,
Perubahan
proses
keperawatan,
Isolasi
Social
HDR Definisi
Gangguan
Neorologis
keluarga
Gangguan
perkembangan
Risiko
Cidera
Penyakit
Kronik
Jatuh
keterbatasan
Petitmal
Pengetahuan
Epilepsy
Ketidak
mampuan
Ketidak
mampuan
Kosentrasi
tidak sadar
keluarga mengambil
koping
keluarga
yang
mendadak
Aktifitas
kejang
Mylonik
tindakan
yang
tepat
Hilang
Grandmal
kesadaran
F. MANIFESTASI KLINIS
Pemeriksaan penunjang
1. Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi
simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT
scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas
tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik
yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
o mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
o menilai fungsi hati dan ginjal
o menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya
infeksi).
o Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
2. Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
3. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tibatiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
4. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
B. ANALISA DATA
No
DATA FOKUS
1.
DS:
1. Keluarga mengatakan klien
kejang-kejang disertai mulut
berbusa
2. Keluarga mengatakan klien kejang
seluruh badan selama 1 menit lalu
PROBLEM
Gangguan persepsi
sensorik
ETIOLOGI
Lepasan muatan listrik
dalam garis tengah otak
DS:
1. Klien mengatakan sesak nafas
DO:
1. TTV:
RR : 26x/ menit
TD : 150/90 mmHg
N : 100x/menit
3.
DS:
1. Klien mengeluh sakit kepala
Obstruksi
trakeobronkial
Nyeri akut
DS:
1. Keluarga klien mengatakan timbul
kejang secara mendadak
2. Keluarga mengatakan klien jatuh
Serangan kejang,
gerakan tidak terkontrol
di rumah
DO:
1. Pasien mengalami kejang (kaki
menendang- nendang, ekstrimitas
atas fleksi), gigi geligi terkunci,
lidah menjulur
5.
DS:
1. Klien mengeluh nyeri otot
DO:
1. Klien tampak lemas
2. Klien
mengalami gangguankesadaran
6.
DS:
1. Keluarga mengatakan panic dan
langsung membawa klien ke
Rumah Sakit
DO:
1. Keluarga klien terlihat cemas
2. Keluarga klien tampak gelisah
7.
DS:
1. Keluarga mengatakan tidak tahu
penyebab dari kejang klien
DO:
1. Keluarga klien tampak bingung
ketika diberikan pertanyaan
2. Klien tidak bisa menjawab ketika
diberikan pertanyaan
Imobilitas fisik
Kerusakan
neuromaskular
Ansietas
Stigma epilepsy
Kurang pengetahuan
Kurangnya informasi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan lepasan muatan listrik dalam garis
tengah otak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obtruksi trakeobronkial
3. Nyeri akut berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respon pasca kejang
4. Resiko tinggi cedera berhubungan degan serangan jantung, gerakan tidak terkontrol
5. Imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromaskular
6. Ansietas berhubungan dengan stigma epilepsi
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
D. INTERVENSI
NO
DX.
1
TUJUAN dan
INTERVENSI
RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan
Mandiri:
Mandiri:
asuhan keperawatan1 1. Tentukan ketajaman
1. Bila bilateral, tiap mata dapat
klien
penglihatan, catat apakah
berlanjut pada laju yang
diharapkan dapat
satau atau kedua mata
berbeda , tetapi biasanya
mempertahankan
terlibat
hanya satu mata diperbaiki
lapang ketajaman
2. Pertahankan tempat tidur
per prosedur.
penglihatan dengan
sampai benar-benar
2. Menurunkan resiko jatuh bila
KH:
sembuh dari anastesi
pasien bingung/tak kenal
Organ sensori dapat 3. Pertahankan tentang
ukuran tempat tidur.
menerima stimulus
suram/penglihatan kabur 3. Gangguan penglihatan/iritasi
dan
dan iritasi mata
dapat berakhir 1-2 jam stelah
menginterpretasikan Kolaborasi:
tetesan mata tetapi secara
dengan normal
bertahap menurun dengan
Kolaborasi dengan dokter
penggunaan.
untuk pemberian obat
Kolaborasi:
fenitoin
- Untuk menghentikan kejang
sesegera mungkin
Setelah dilakukan
Mandiri:
Mandiri:
asuhan keperawatan 1. Anjurkan
1. menurunkan resiko aspirasi
klien diharapkan
klienmengosongkan
atau masuknya benda asing
dapat
mulut daribenda/zat
ke faring
mempertahankan
tertentu/gigi palsu atau
2. meningkatkan aliran drainase
pola pernafasan
alan yang lain.
secret, mencegah lidah jatuh,
efektif dengan KH:
2. letakkan pasien dalam
dan menyumbat jalan nafas.
Sesak nafas (-)
posisi miring, permukaan 3. untuk mencegah tergigitnya
Frekuensi nafas 20
datar, miringkan kepala
lidah dan membantu
x/m
selama serangan kejang
melakukan peghisapan lender,
terjadi.
dan membantu membuka
3. Masukkan spatel lidah
jalan nafas.
kedalam mulut klien
Kolaborasi:
Kolaborasi:
o menurunkan resiko aspirasi
- Lakukan suction sesuai
atau asfiksia
indikasi
o dapat menurunkan hipoksia
- Kolaborasi dalam
serebral, akibat dari
pemberian tambahan
menurunnya oksigen akibat
oksigen
spasme vaskuler selama
kejang.
Setelah dilakukan
Mandiri :
Mandiri
tindakan
1. Berikan lingkungan yang
Memberi reaksi terhadap
keperawatan
aman dan tenang
rangsangan eksternal atau
diharapkan klien rasa
sensitivitas terhadap cahaya dan
2. Lakukan manajemen nyeri
nyeri klien berkurang
menganjurkan klien untuk
metode
distraksi
dan
dan rasa sakit dapat
beristirahat
relaksasi napas dalam
terkontrol dengan
Kriteria Hasil :
3. Lakukan latihan gerak aktif2.
1. Sakit kepala kilen (-) atau pasif sesuai kondisi
2. Klien sudah tidak
dengan lembut dan hati-hati
3.
pucat
Kolaborasi
1. Berikan analgetik sesuai
indikasi
Membantu menurunkan
stimulasi sensasi nyeri
Dapat membantu relaksasi otototot yang tegang dan dapat
menurunkan rasa sakit/ tidak
nyaman
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan1.
klien diharapkan
bebas dari cidera
yang disebabkan 2.
oleh kejang dan
penurunan kesadaran
dengan KH:
Klien tidak
mengalami cidera 3.
apabila terjadi kejang
berulang
1.
Mandiri:
Monitor kejang pada
1.
tangan, kaki, mulut, dan
otot-otot muka lainnya.
Persiapkan lingkungan yang
aman seperti batasan
ranjang, papan pengaman, 2.
dan alat suction selalu ada
didekat klien.
3.
Pertahankan bed rest total
selama fase akut.
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan dokter 1.
untuk pemberian terapi
Diazepam.
Setelah dilakukan
Mandiri:
asuhan keperawatan1. Kaji kemampuan klien
1.
klien
dalam melakukan aktifitas
diharapkandapat
melakukan aktivitas2. Ubah posisi minimal setiap
2 jam (telentang, miring) 2.
secara
minimum dengan
3. Ajarkan klienlatihan
KH:
rentang gerak aktif dan pasif
3.
Klien tidak terlihat
pada semua ekstremitas
lemas
4. Anjurkan pasien untuk
Klien dapat
membantu pergerakan dan 4.
mempertahankan
latihan dengan
posisi yang optimal
menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit
Klien dapat
meningkatkan
Kolaborasi:
kekuatan dan fungsi
1. Konsultasikan dengan ahli 1.
bagian tubuh yang
fisioterapi secara aktif,
terkena
latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Mandiri:
Gambaran pribalitas system
persarafan pusat memerlukan
evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Melindungi klien bila kejang
terjadi
Mengurangi resiko jatuh dari
terluka jika vertigo, sinkop, dan
ataxsia terjadi.
Kolaborasi:
untuk mencegah dan mengurangi
kejang
Mandiri:
Mengidentifikasi kelemahan/
kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
Menurunkan resiko terjadinya
trauma/ iskemia jaringan
Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur
Dapat berespons dengan baik
jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu
Kolaborasi:
Program khusus dapat
dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang
berarti/ menjaga kekurangan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
klien diharapkan
ansiesta klien
berkurang dengan
KH:
7.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan dapat
mengetahui tentang
kondisi, prognosis
dan kebutuhan
pengobatan. KH:
1. Menyatakan
pemahaman
proses penyakit,
termasuk gejala
klinis
2. Melakukan
perilaku yang
perlu atau
perubahan pola
hidup untuk
mencegah
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.volume II. Jakarta :
ECG
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika
Ariani, Tutu April.2012.Sistem Neurobihavior.Jakarta: Salemba Medika
Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2. Alih bahasa
Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta