Anda di halaman 1dari 71

Ruang Lingkup Studi

BAB II
RUANG LINGKUP STUDI
2.1. Deskripsi Umum Rencana Kegiatan
2.1.1.

Status dan Lingkup Rencana Kegiatan

A. Status Studi AMDAL


Studi AMDAL rencana kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam di
Kabupaten Jayapura Provinsi Papua merupakan bagian dari studi kelayakan,
yakni kelayakan rencana kegiatan pemanfaatan sagu alam ditinjau dari sisi
lingkungan hidup. Aspek-aspek yang perlu ditelaah penyebab dampak
proyek adalah kegiatan yang mempunyai kriteria sebagai berikut :
a. Kegiatan yang mempunyai potensi menimbulkan dampak penting.
Kegiatan tersebut ditentukan dari uraian pada deskripsi kegiatan yang
memberikan sumbangan atau andil timbulnya perubahan lingkungan.
b. Kegiatan yang mempunyai resiko bahaya tinggi. Kegiatan tersebut pada
saat dilakukan studi tidak atau memberikan potensi menyebabkan
dampak terhadap lingkungan namun memiliki resiko yang besar untuk
menjadi dampak penting.
c. Kegiatan yang tidak termasuk kedalam kedua kategori diatas, namun
secara umum dalam kajian analogi dengan kasus serupa dapat
menimbulkan potensi perubahan lingkungan hanya saja belum tersedia
informasi yang cukup.
Sejauh ini PT. Nusantara Sago Prima (PT. NuSP) belum memiliki atau
melakukan kajian lingkungan terkait dengan pemanfaatan hutan sagu di
Sentani dan Kaureh.

B. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam di Kabupaten
Jayapura Provinsi Papua dikelompokkan menjadi: 1) Pemanfaatan dan
pemeliharaan kerapatan sagu alam, 2) Pengangkutan empulur sagu; 3)
Pembangunan pabrik pengolahan tepung sagu dan fasilitas penunjangnya;
serta 4) Pengangkutan kemasan tepung sagu.
Peta lokasi rencana kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam di
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua oleh PT. NuSP disajikan pada Gambar
2.1, 2.2, dan 2.3.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi II-1
Papua

Ruang Lingkup Studi

Gambar 2.1. Lokasi Rencana Kegiatan


KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-2

Ruang Lingkup Studi

Gambar 2.2. Lokasi Rencana Kegiatan Unit Sentani

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-3

Ruang Lingkup Studi

Gambar 2.3. Lokasi Rencana Kegiatan Unit Kaureh

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-4

Ruang Lingkup Studi

C. Uraian Rencana Kegiatan dan Telaahan Penyebab Dampak

Tahap Pra-Konstruksi
1) Studi Kelayakan
Studi Kelayakan telah disusun oleh PT. Nusantara Sago Prima (NuSP). Studi
kelayakan ini merupakan penyusunan perencanaan yang meliputi
pengkajian pembangunan proyek, survei potensi sagu alam dan keadaan
lapang, pengkajian kelayakan teknis, ekonomi, dan sosial budaya
pembangunan pabrik sagu PT. NuSP di Kecamatan Sentani dan Kaureh.

2) Perijinan dan Sosialisasi


Perizinan yang diperoleh PT. NuSP dalam rangka usaha pemanfaatan hasil
sagu alam di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua sebagai berikut:
IUPHHBK No. 45 Tahun 2011 dengan luasan 10.660 Ha
IUPHHBK No. 231 Tahun 2010 dengan luasan 51.000 Ha
Akta Notaris Pendirian Perusahaan Nomor 04, tanggal 10 Maret 2009 oleh
Notaris Nanda Fauz Iwan, SH, M.Kn yang berkedudukan di Jl. Prof. Dr.
Soepomo, SH No.178A, Jakarta Selatan.
Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat
tentang rencana kegiatan, prakiraan dampak yang akan terjadi terhadap
lingkungan, dan menangkap apresiasi masyarakat, dengan cara
menampung segala masukan, pertanyaan dan saran dari masyarakat.
Kegiatan sosialisasi ini melibatkan instansi pemerintahan terkait, seperti
Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Perkebunan
dan sebagainya.
Sebagai wujud dari kegiatan sosialisasi PT. NuSP telah melakukan ketuk
pintu yaitu upacara adat agar PT. NuSP dibolehkan memulai kegiatan
proyek pemanfaatan hasil sagu di Kecamatan Kaureh.
Selanjutnya akan dilakukan konsultasi publik dalam bentuk pengumuman
rencana kegiatan dan rencana studi AMDAL pada media massa, dan
pembuatan pamflet. Pamflet tersebut akan dipasang pada lokasi berikut :
BLH, Kantor Distrik, dan Kantor Kepala Desa.

3) Pemetaan Kepemilikan dan Pembebasan Lahan


Untuk menjamin kepastian kawasan pemanfaatan hutan sagu alam dengan melibatkan pihak-pihak terkait - dilakukan pemetaan kepemilikan
lahan di areal lahan masyarakat yang termasuk dalam areal kerja atau
konsesi PT. Nusantara Sago Prima baik di Kaureh maupun Sentani.
Areal yang harus dibebaskan untuk pabrik pengolahan sagu PT. Nusantara
Sago Prima beserta fasilitas penunjang sebesar .Ha, dimana Ha adalah
areal khusus untuk pabrik, sedangkan sisanya (.... Ha) adalah areal untuk
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-5
Papua

Ruang Lingkup Studi

sarana prasarana dan fasilitas penunjang lainnya. Area lain yang harus
dibebaskan seluas Ha adalah untuk pembangunan base camp di dekat
areal hutan sagu yang dimanfaatkan PT. NuSP di Kaureh.
Gambaran umum kegiatan penting lainnya di sekitar rencana lokasi pabrik
sagu di Kaureh adalah PT. Perkebunan Sinarmas II, HPH PT. Risana Indah
Forest dan PT. Siklop Raya.

4) Penyusunan Rencana Pemanfaatan Sagu


Tanaman sagu memerlukan waktu 15-20 tahun untuk dapat siap ditebang
(jika dibiarkan begitu saja tanpa pemeliharaan), dan memerlukan waktu 1012 tahun (jika tumbuh di tanah yang baik dan dilakukan pemeliharaan).
Tanaman sagu di Sentani merupakan tanaman hutan (alam), diperkirakan
terdiri atas beberapa jenis, dan memiliki produktivitas pati yang berbeda,
serta umur masak tebang juga berbeda. Oleh karena itu dalam menyusun
rencana pemanfaatan sagu dipergunakan asumsi umur masak tebang
(rotasi tebang) sekitar 10 tahun, karena selama ijin pemanfaatan akan
dilakukan kegiatan pemeliharaan.
Rencana pemanfaatan sagu meliputi rencana jangka panjang (10 tahun atau
Rencana Karya Pemanfaatan 10 tahun/RKPS) dan jangka pendek ( 1 tahun
atau Rencana Karya Tahunan/RKT).

5) Corporate Social Responsibility (CSR)


Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) akhir-akhir ini menjadi
perhatian dari berbagai kalangan, seperti pemerintah, politisi, akademisi
dan masyarakat. Dari sudut pemerintah, CSR dapat dilihat sebagai bagian
dari partisipasi swasta dalam sumber pembiayaan pembangunan daerah.
Dari sudut politik, merupakan sarana swasta untuk memperoleh dukungan
dari pemerintah dan masyarakat. Dari kalangan masyarakat, merupakan
hak warga sekitar untuk memperoleh manfaat dari kehadiran perusahaan
terhadap peningkatan kesejahteraan mereka.
Dari sudut perusahaan, CSR merupakan proses internalisasi faktor-faktor
eksternal (the internalization of externalities) yang merujuk kepada Triple
Bottom Line (3P), yakni People, Planet, dan Profit. Perusahaan yang baik
tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula
memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).
Beranjak dari sudut perusahaan di atas, PT. NuSP mendefinisikan CSR-nya
sebagai aktivitas pembangunan berkelanjutan dan upaya untuk
berkontribusi terhadap pencapaian Millennium Development Goals (MDGs).
Kedua bentuk aktivitas ini, kemudian diterjemahkan ke dalam programprogram community development sebagai media relasi antara PT. NuSP
dengan masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan. Tujuan umum dari
kegiatan CSR ini adalah untuk membantu upaya pemerintah dalam
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-6
Papua

Ruang Lingkup Studi

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kepedulian


terhadap kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan.
Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) direncanakan akan
dilaksanakan disejumlah Kampung/Desa yang termasuk ke dalam wilayah
studi. Kegiatan CSR ini terintegrasi secara utuh ke dalam rencana kegiatan
pemanfaatan sagu alam di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Dalam
implementasinya, CSR ini berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan,
partisipasi dan transparansi. Kegiatan CSR ini tidak hanya berlangsung pada
tahap pra-konstruksi, melainkan akan dilakukan secara berkelanjutan pada
tahap konstruksi dan operasi.

Tahap Konstruksi
6) Pemanfaatan Tenaga Kerja Tahap Kontruksi
Pendekatan perekrutan tenaga kerja pada kegiatan konstruksi antara lain:
Kebutuhan tenaga kerja secara langsung yang sesuai dengan kualifikasi
yang diperlukan untuk setiap pekerjaan disampaikan kepada Dinas
Tenaga Kerja setempat, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kesempatan kerja terbuka bagi seluruh masyarakat, sesuai dengan
jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan.
Tenaga kerja yang bersifat tidak langsung disalurkan melalui kontraktor
mitra kerja dengan mencantumkan persyaratan atau himbauan untuk
semaksimal mungkin menggunakan tenaga kerja masyarakat lokal sesuai
kualifikasi dan kebutuhan.
Tenaga kerja lokal yang diterima sebagai tenaga kerja tetap maupun kontrak
ditempatkan sesuai dengan kualifikasi/keahliannya. Masyarakat di sekitar
lokasi kegiatan mempunyai peluang untuk bekerja sepanjang memenuhi
persyataran. Tenaga kerja yang terlibat pada umumnya berpendidikan dari
tingkat SLTA hingga sarjana.
Secara umum, spesifikasi dan kualifikasi kebutuhan tenaga kerja mengacu
pada Peraturan Daerah Propinsi Papua.. tentang Pedoman Penempatan
Tenaga Kerja Lokal, dan Peraturan Daerah .. tentang Penempatan
Tenaga Kerja Lokal. Komposisi rencana penggunaan tenaga kerja adalah
lokal (%) dan Angkatan Kerja Antar Daerah (AKAD) (..%) apabila
memungkinkan, dan pada dasarnya komposisi diatas tidak baku.
Untuk tahap selanjutnya komposisi tenaga kerja lokal dapat berubah sejalan
dengan peningkatan tingkat kesiapan dan ketrampilannya. Diperkirakan
kebutuhan tenaga kerja untuk pabrik sagu kapasitas 100 ton/hari adalah 74
orang/line.
Rencana Kebutuhan Tenaga Kerja Pabrik Sagu PT. Nusantara Sago Prima
(NuSP) disajikan pada Tabel 2.1.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-7
Papua

Ruang Lingkup Studi

Tabel 2.1. Rencana Kebutuhan Tenaga Kerja Pabrik Sagu PT. Nusantara
Sago Prima
No

Kebutuhan Tengaga Kerja Tahun Ke

Uraian

Tahun I

Tahun II

Tahun III

General Manager
Deputy GM

1
1

1
1

1
1

Mill Manager
Manager Umum

1
1

1
1

1
1

Ka. Bagian Keuangan

Ka. Bagian Tata Usaha

Ka. Bagian Personalia & Umum

Ka. Bagian Logistik dan Gudang

Ka. Bagian Tehnik Mesin

Ka. Bagian Teknik Sipil


Ka. Bagian Laboratorium
IPAL
Jumlah A

11

12

12

Top Managemen

1
2
3

10
11

dan

Tenaga Kerja Pabrik Sagu

Bagian Kuangan dan Akunting


a. Ka. Seksi Keuangan
b. Ka. Seksi Accounting

1
1

1
1

1
1

c. Staf
Bagian Tata Usaha dan Admimistrasi :

a. Ka. Seksi TU dan Adm


b. Staff

1
2

1
5

1
5

b. Ka. Seksi Umum dan GA

1
1

1
1

1
1

c.

a. Ka. Seksi Logistik

b. Ka. Seksi Gudang

c.

a. Ka. Seksi Repair

b. Ka. Seksi Design

c. Staf

Bagian Tehnik Sipil :


a. Ka. Seksi

b. Staff
Bagian Laboratorium dan IPAL

1
-

3
3

3
3

1
15

2
39

2
39

10
34

15
75

15
150

Bagian Personalia dan Umum :


a. Ka. Seksi Personalia

Staff

Bagian Logistik dan Gudang

Staff

Bagian Tehnik Mesin/R & D :

8
Mantri Kesehatan
Jumlah B
C

Tenaga Harian

Keamanan
Buruh Pabrik
Driver (Jeep, Dump Truck, Locco)

2
3

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-8
Papua

Ruang Lingkup Studi

No
Jumlah C

Uraian

Kebutuhan Tengaga Kerja Tahun Ke


49

Jumlah A+B+C
74
Sumber : Project Definition PT. Nusantara Sago Prima, 2010

97

172

148

223

7) Mobilisasi Peralatan dan Bahan


Pada tahap awal pembangunan fisik proyek, akan dilaksanakan kegiatan
berupa mobilisasi alat-alat berat. Untuk kepentingan proyek (Pabrik,
Perkantoran dan Perumahan) jenis alat berat dan kendaraan yang
digunakan mencakup kendaraan operasional (jeep, sepeda motor, pick up,
truk, speed boat) dan alat-alat berat (buldozer, excavator, motor grader,
traktor dan wheel loader.
Jumlah dan Jenis-jenis Alat Berat dan Kendaraan yang digunakan PT. Nusp
Disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jumlah dan Jenis-jenis Alat Berat dan Kendaraan yang
Digunakan.
No.
A

Jenis Alat Berat dan Kendaraan

Jumlah (Unit)

Alat Berat
Buldozer
Grader
B.H Loader
Compektor
TRB
Excavator
Kendaraan Pabrik
Jeep Taft
Sepeda Motor
Locco Pengangkut Tepung Sagu
Speed Boat
Alat/kendaraan Pengendalian Kebakaran
Kendaraan Pemadam Kebakaran
Truck
Motor
Handy Talky
Teropong/Binokular

2
4
1
1
1
2
1
8
2
1
1
1
1
3
1

Sumber : Data Alat Berat dan Kendaraan PT. Nusantara Sago Prima
Tahun 2010

8) Penyiapan Prasarana Penebangan dan Penyiapan Lahan


Penebangan pohon sagu akan dilakukan oleh masyarakat. Mengingat kondisi
lingkungan tempat tumbuh tanaman sagu berupa lahan basah (rawa), maka
rencana penebangan pohon sagu akan menggunakan jalan ongkak, Tempat
Pengumpulan (TPn) batang sagu, Pengangkutan batang sagu melalui jalan

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-9
Papua

Ruang Lingkup Studi

air dan jalan darat, dan Tempat Penimbunan Batang (TPB) sagu di dekat
pabrik pengolahan sagu.
Jalan Ongkak
Jalan ongkak dibangun pada setiap blok tebang (Blok RKT) untuk
mengeluarkan pohon sagu dari dalam hutan menuju Tempat Pengumpulan
(TPn) di tepi sungai/anak sungai atau di tepi jalan. Lebar jalan ongkak 2-3
meter, dengan panjang maksimum 1 km. Setelah batang sagu ditebang,
dipotong-potong menjadi ukuran 2 meter dan diangkut dengan kudakuda/ongkak dan ditarik dengan tenaga manusia menuju TPn.
Jarak antar jalan ongkak sekitar 2 km, sehingga diperkirakan luas hutan
yang dibuka untuk jalan ongkak sekitar...... ha/blok RKT.
Tempat Pengumpulan (TPn)
Tempat pengumpulan batang sagu berada dipinggir sungai atau anak
sungai, dan sebagian dipinggir jalan (khusus di Sentani). Luas TPn sekitar
0,05 ha dan diperkirakan terdapat 20 TPn tiap Blok RKT.
Tempat Penimbunan Batang (TPB)
Tempat penimbunan (pengumpulan akhir) batang sagu berada di dekat
pabrik Pengolahan Sagu (PPS), dengan luas sekitar 2 ha/unit.
Penyiapan Lahan untuk Pabrik dan Fasilitas Penunjang
Dalam proses penyiapan lahan, akan dilakukan penebangan vegetasi pada
calon lokasi pabrik dan fasilitas penunjang. Lahan akan diratakan dengan
cara cut and fill. Setelah itu dilakukan pemadatan dan pengerasan lahan
agar siap digunakan sebagai lahan pabrik dan fasiltas penunjang.

9) Pembangunan Pabrik Sagu


Pabrik pengolahan sagu akan dibangun di dua tempat yaitu di Kecamatan
Sentani dengan kapasitas. (MPTD) atau produksi ton/tahun dan
Kecamatan Kaureh dengan kapasitas . (MPTD) atau produksi ton/tahun.
Rangkaian kegiatan pabrikasi pengolahan tepung sagu terdiri dari kegiatan
in put sago log, pemasukan bahan, penggilingan, penyaringan, pengadukan
bahan, pemisahan, penyulingan, pengeringan, sampai ke tahap
penimbangan, pengemasan, dan penyimpanan. Rangkaian kegiatan dari
pabrik tersebut dilanjutkan dengan kegiatan penanganan limbah berupa
pengoperasian instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Pembangunan Pabrik
Syarat-syarat yang diperlukan untuk pembangunan pabrik pengolahan sagu
adalah :

Tersedianya sumber air yang cukup merupakan salah satu faktor


terpenting yang harus diperhatikan dalam menentukan letak lokasi
suatu pabrik. Disamping itu, faktor-faktor lainnya seperti jarak angkut

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-10
Papua

Ruang Lingkup Studi

produksi dari hutan ke pabrik diusahakan sependek mungkin guna


menekan biaya pengangkutan dan lain sebagainya.

Pemilihan lokasi pabrik dilakukan dengan memperhitungkan


kedekatan lokasi dengan sumber air (sungai) dan debit, sehingga
pasokan air dari sungai untuk keperluan pabrik dapat berlangsung
terus-menerus.

Topografi yang ideal untuk pabrik dipilih yang datar. Namun demikian
untuk kegiatan tertentu dibutuhkan tempat yang lebih tinggi dari unit
rebusan sehingga perlu dilakukan penimbunan.

Lokasi yang dipilih harus memiliki daya dukung tanah yang cukup
baik, karena tanah harus mampu menopang semua bangunan dan
peralatan pabrik yang dibangun diatasnya. Disamping itu lokasi
pabrik harus bebas banjir dan memiliki drainase yang baik. Untuk
kepastian letak pabrik, perlu dilakukan penelitian tanah (sounding
and drilling) sebelum pembangunan pabrik sagu dimulai.

Pertimbangan lain yang diperhatikan adalah arah angin yang sering


terjadi di lokasi, sedapat mungkin asap dari cerobong pabrik tidak
mencemari udara di lingkungan komplek pemukiman karyawan atau
penduduk disekitarnya, termasuk tingkat getaran dan kebisingannya.

Fasilitas pendukung pabrik sagu PT. Nusantara Sago Prima yang akan
dibangun sebagai berikut :
Fasilitas Proses (Process Facilities) :
- Material Bahan Pemeliharaan (Raw Material Handling)
- Penanganan Pabrik (Pretreatment)
- Proses Pembasahan (Wet Processing)
- Pengeringan dan Pengepakan (Drying dan Packing)

10)

Pembangunan Fasilitas Penunjang

Bangunan Perusahaan dan Perumahan


Bangunan
perusahaan
meliputi
perumahan
karyawan,
kompleks
perkantoran, dan mess. Bangunan-bangunan tersebut dilengkapi dengan
fasilitas yang antara lain berupa Tempat Tenaga Pembangkit (Power
Generation), Penanganan Air (Raw Water Treatment), Tempat Penanganan
Air Limbah (Waste Water Treatment Plant), Fasilitas Penyimpanan
Produk/gudang (warehouse dan Harbor), Sistem Penanganan Api/Kebakaran
(Fire Fighting System), dan Sistem Komunikasi (Communication System).
Bangunan perumahan karyawan dirancang akan memiliki kondisi yang
memadai. Kompleks perumahan dilengkapi dengan bangunan fasilitas
umum seperti sekolah, tempat ibadah dan balai kesehatan.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-11
Papua

Ruang Lingkup Studi

Luas lahan yang digunakan untuk pembangunan kompleks perumahan


dipilih dengan memperhatikan persyaratan lingkungan antara lain sebagai
berikut : Lahan harus sesuai peruntukannya; Lingkungan yang sehat dan
nyaman bagi para penghuni; Fasilitas air bersih cukup tersedia; Sanitasi
yang baik dan mudah diterapkan; dan Tidak terkena pencemaran dari
pabrik.
Pembangunan Jalan
Rencana pembuatan jalan dilakukan sebelum pembangunan pabrik
dilaksanakan. Jalan-jalan tersebut berfungsi sebagai penghubung antara
areal pabrik dengan lokasi bangunan office area, dan employee house.
Untuk kelancaran pelaksanaan proyek jalan penghubung dibuat pertama
kali pada saat proyek dibuka. Menurut lay out (DED Sago Starch Plant PT.
NuSP, 2010) panjang jalan yang menghubungkan pabrik dengan bangunan
office area dan employee house berjarak 200 m. Sedangkan total panjang di
lokasi office area dan employee house sendiri 650 m.
Selain itu juga akan dibangun jalan akses yaitu jalan yang sesuai dengan
kelasnya dari hutan sagu atas ijin usaha yang diperoleh PT. NuSP menuju
lokasi pabrik tepung sagu di Kecamatan Kaureh. Disamping itu juga
dilakukan peningkatan kapasitas jalan yang ada saat ini dari pabrik
pengolahan sagu ke jalan Provinsi/Negara.
Penanganan Air (Raw Water Treatment)
Kebutuhan air dalam proses pengolahan sagu 62,5m/ hari. Sementara itu
kebutuhan untuk perumahan diperkirakan berkisar 60 m/hari sehingga total
supply air yang dibutuhkan adalah berkisar 2.220 m. Kebutuhan air untuk
pabrik tersebut akan dipenuhi dari sungai terdekat sedangkan untuk
perumahan menggunakan air sumur/pompa.
Demikian juga dengan kebutuhan air untuk pemanfaatan lain, dirancang
akan dipasok dari sungai dengan cara dipompa ke bak-bak penjernihan
untuk selanjutnya dialirkan. Air sungai akan dipompa ke instalasi air (water
treatment) dan akan didistribusikan untuk keperluan pabrik. Instalasi air
yang akan dibangun adalah: sistim penjernihan air untuk fasilitas produksi
dan utilitas serta sistim penjernihan air umpan boiler.
Fasilitas Pendukung (Supporting Facilities) :
- Tenaga Pembangkit (Power Generation).
- Penanganan Air (Raw Water Treatment).
- Perencanaan Penanganan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant).
- Fasilitas Penyimpanan Produk/gudang (Warehouse dan Harbor).
- Sistem Penanganan Api/Kebakaran (Fire Fighting System).
- Sistem Komunikasi (Communication System).
- Perkantoran, dan Mess.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-12
Papua

Ruang Lingkup Studi

Pembangunan IPAL
Pembangunan kolam Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) bertujuan untuk
mengelola limbah cair dari operasional pabrik. Lokasi IPAL akan berdekatan
dengan pabrik dan rencana pembangunan IPAL bersamaan dengan
pembangunan pabrik sagu.
Lay out pabrik sagu PT. Nusantara Sago Prima secara lengkap disajikan pada
Gambar

Tahap Operasi
11)

Pemanfaatan Tenaga Kerja Tahap Operasi

Pelaksanakan proses produksi membutuhkan beberapa tenaga kerja dengan


keahlian khusus (skill) dan tanpa keahlian khusus (unskill).
Kebutuhan tenaga kerja tanpa keahlian khusus diperkirakan sejumlah 14
orang. Kebutuhan tenaga kerja dengan keahlian khusus diperkirakan sekitar
63 orang (Tabel 2.2).
Pemanfaatan tenaga kerja pada tahap operasi yang terserap lebih sedikit
dibandingkan dengan pada tahap konstruksi. Penyerapan tenaga kerja juga
dilakukan melalui kontraktor. Pengoperasian fasilitas produksi diperlukan
tenaga kerja dengan keahlian khusus. Pada umumnya tenaga kerja yang
dibutuhkan memerlukan kualifikasi dan keahlian khusus, sehingga terbatas
untuk tenaga kerja lokal.
Secara umum, spesifikasi dan kualifikasi kebutuhan tenaga kerja mengacu
pada Peraturan Daerah Propinsi Papua..tentang Pedoman Penempatan
Tenaga Kerja Lokal, dan Peraturan Daerah ..Tentang Penempatan
Tenaga Kerja Lokal.

12)

Proses Pemanenan Sagu

Pemanenan Sagu Alam


Kriteria atau ciri-ciri sagu yang telah siap untuk dipanen ditandai dengan
perubahan pada daun, duri, pucuk dan batang. Pada umumnya sagu
dipanen menjelang munculnya bunga (primordia bunga) tetapi belum
mekar. Pada kondisi ini, daun yang tumbuh pelepahnya mulai memendek
dengan lebih tegak, helaian daun mulai mengecil dan warna daun lebih
hijau. Ciri lain yaitu jumlah duri semakin sedikit dan pelepah daun mulai
licin dan bersih.
Pada umumnya di Papua, pemanenan sagu masih menggunakan cara dan
alat tradisional, seperti kapak untuk menebang dan membelah pohon.
Namun di beberapa tempat sudah menggunakan alat/mesin untuk
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-13
Papua

Ruang Lingkup Studi

memanen sagu, seperti chain saw untuk menebang dan membelah pohon
sagu.
Panen diawali dengan pemilihan pohon yang sudah siap dipanen (8 10
tahun) untuk ditebang, kemudian pembuatan jalan menuju rumpun sagu
yang akan dipanen. Setelah itu dilakukan pembersihan rumpun dan pohon
sagu yang akan dipanen, selanjutnya pohon sagu ditebang.
Pemanenan pohon sagu alam dilakukan oleh masyarakat. Pohon sagu
tersebut kemudian dijual ke PT. NuSP untuk diolah menjadi tepung sagu.
Penanaman Kembali
Pada daerah-daerah yang kerapatan pohon sagunya sudah rendah dilakukan
penanaman kembali pohon sagu bekerjasama dengan masyarakat, sesuai
dengan teknik budidaya pohon sagu.

13)

Pemeliharaan Hutan Sagu

Pemeliharaan hutan sagu diperlukan agar hutan sagu tersebut dapat


dipanen secara berkesinambungan.
Pohon sagu dikelilingi oleh anakan sagu sehingga membentuk rumpun.
Anakan sagu yang terlalu banyak akan mengakibatkan pertumbuhan sagu
menjadi lambat. Perlu adanya perlakuan tertentu untuk mengendalikan
anakan sagu agar pertumbuhan sagu lebih baik. Pengurangan anakan sagu
akan berdampak negatif, karena dapat mengundang hama dan penyakit
yang akan berbahaya bagi rumpun sagu secara keseluruhan. Pengurangan
anakan sagu secara seksama dapat mengurangi dampak negatif tersebut.
Rumpun sagu memerlukan banyak air, namun keadaan air yang berlebihan
akan menyulitkan pengawasan dan pemanenan. Pembuangan air yang
berlebihan berpotensi terjadinya subsiden (penurunan permukaan tanah).
Pemanenan dalam jumlah kecil menyebabkan unsur hara yang dibawa
keluar juga dalam jumlah kecil sehingga pemberian pupuk tidak
memberikan hasil yang nyata, namun demikian apabila suatu saat
pemanenan dalam jumlah yang besar, pengurasan unsur hara akan
berlangsung, sehingga pemupukan menjadi suatu keharusan.
Dalam keadaan alami hama, penyakit dan gulma tidak menjadi masalah,
namun saat hutan sagu dikelola secara komersial, tidak mustahil
permasalahan hama, penyakit dan gulma akan muncul yang perlu
dikendalikan dengan baik.
Perubahaan pengelolaan hutan sagu dari secara alami menjadi komersial
perlu adanya pengetahuan tambahan bagi masyarakat yang bermukim
disekitar hutan sagu.

14)

Proses Pengolahan Sagu

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-14
Papua

Ruang Lingkup Studi

Dalam proses pengolahan sagu dibutuhkan air dengan kualitas yang bagus
dan volume yang mencukupi. Sistem penjernihan air yang akan diterapkan
untuk pengolahan sagu adalah :

Sistem Penjernihan Air

Air dialirkan dari sungai melalui pipa diameter 6 inchi ditampung dalam
kolam penampungan (Clarifier tank). Air yang masuk ke dalam kolam diberi
bahan kimia sebagai koagulan seperti soda Ash dan Tawas dengan dosis 50
125 ppm, sedangkan dosis untuk soda Ash adalah setengah dosis Tawas.
Pemberian ini tergantung pada keadaan air yang diambil dari sungai, makin
rendah kualitas air yang diambil, makin besar dosis bahan kimia yang
ditambahkan.
Pemberian
koagulan
ini
dilakukan
dengan
cara
menginjeksikan koagulan melalui pipa sebelum air sampai di Clarifier tank.
Air yang berada didalam Clarifier tank mengalami pengadukan sehingga
bahan koagulan dan air akan bercampur rata. Larutan kemudian diteruskan
ke dalam bak yang disebut bak lammel, berfungsi sebagai
tempat
memisahkan antara kotoran dan air. Kemudian larutan diteruskan ke dalam
bak penampungan yang disebut water basin yang berfungsi sebagai tempat
cadangan air serta tempat memisahkan antara kotoran dan air.
Water basin berbentuk empat persegi dengan kapasitas 500 m. Bak ini
akan dibersihkan 3 kali sehari untuk membuang kotoran yang mengendap,
setelah itu air diteruskan ke dalam suatu saringan yang disebut sand filter,
yaitu suatu jenis saringan yang berbentuk silinder.
Sebagai media penyaring digunakan pasir kwarsa yang berfungsi menahan
kotoran sehingga didapatkan air bersih yang layak untuk dikonsumsi, tetapi
belum dapat digunakan sebagai air untuk umpan boiler, karena air yang
dihasilkan disini masih mengandung ion-ion sehingga perlu dilakukan suatu
proses untuk mendapatkan air bebas ion.
Air yang baru melewati sand filter disimpan dalam suatu menara air yang
disebut water tower dan berfungsi sebagai umpan boiler.

Sistem Penjernihan Air Umpan Boiler

Air yang digunakan untuk boiler haruslah air yang murni dan bebas ion
sehingga nantinya tidak akan merusak boiler dan mesin, untuk itu perlu
dilakukan pemurnian air sehingga sesuai dengan standar.
Proses pengolahan air untuk boiler adalah dengan proses demineralisasi dan
deaerasi. Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan
mineral air dengan jalan substitusi ion anion dan kation. Dalam proses ini
kation yang digunakan resin dengan prinsip kerja mengikat ion kation
maupun anion yang terdapat dalam air sehingga tidak dapat mengikat ion
positif atau negatif lagi dan harus segera dilakukan proses regenerasi.
Peristiwa deaerasi adalah suatu proses untuk melepaskan gas-gas yang
terlarut di dalam air seperti gas O dan gas CO. Proses ini biasanya
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-15
Papua

Ruang Lingkup Studi

menggunakan suatu alat yang disebut deaerator yang berupa silinder


mendatar yang dilengkapi dengan pipa injeksi steam yang mengarah ke
atas. Prinsip kerja air yang masuk harus berlawanan dengan steam yang
masuk sehingga udara yang terlarut di dalam air akan keluar sempurna.
Suhu air di dalam aerator sekitar 105C.
Pengangkutan Batang (Tual) Sagu
Jumlah dan kualitas hasil tepung sagu yang diperoleh sangat dipengaruhi
oleh kondisi batang sagu yang diolah dalam pabrik. Proses pengolahan
dalam pabrik hanya berfungsi untuk menekan kehilangan didalam
pengolahannya, sehingga kualitas hasil olahan tidak semata-mata
tergantung dari sago log yang masuk ke dalam pabrik.
Setelah dipanen, selanjutnya tual sagu yang sudah dipotong dikeluarkan
dari hutan dengan cara diangkut hingga sampai ke sungai atau pinggir
jalan. Selanjutnya, di sungai tual sagu dirakit dan ditarik dengan
menggunakan kapal tarik (tugboat) atau langsung dinaikan ke truk jika
pengangkutan tual sagu melalui jalan darat.
Pengulitan (Debarking)
Pada proses ini dihasilkan pautan empulur batang sagu yang selanjutnya
akan diproses menjadi tepung. Batang sagu dikupas untuk membuang kulit
luar (bark) yang keras. Proses pengulitan batang sagu dilakukan secara
mekanis dengan menggunakan mesin pengupas (bark scrapper) ukuran 52
x 28 x 3 m, yang bekerja secara mekanis memutar seksi batang sagu,
batang sagu yang telah dikupas kulitnya diparut halus menjadi bubur sagu.
Mesin pengupas (bark scrapper) terdiri dari; sistem pemutaran kulit sagu
(rotary debarker system) berkapasitas 4 - 5 logs/min, alat pengangkut sari
sagu (sago pith conveyer), dan alat pengangkut/pembuangan kulit sagu
(waste bark conveyer) dengan kapasitas 20 ton/jam. Limbah kulit sagu
terkumpul pada bagian bawah mesin dan selanjutnya digerakkan oleh belt
conveyor ke tempat pengeringan untuk penjemuran. Limbah kulit sagu
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di bagian pengeringan. Empulur
sagu kemudian dipindahkan ke sagu serak dengan menggunakan conveyor
belt.
Penggilingan (Milling)
Pada tahapan ini empulur batang diparut menggunakan pemarut mekanis
(nail rasper) yang berfungsi mencacah empulur dengan kecepatan tinggi.
Empulur sagu biasanya memiliki kandungan padatan kering 43%, selama
proses pemarutan berlangsung penambahan air dilakukan sedemikian rupa
yakni 1 bagian air ditambahkan ke 1 bagian empulur. Hasil proses ini sangat
menentukan efisiensi pada proses selanjutnya. Setelah proses ini, bubur
sagu mentah dikumpulkan dalam tangki (slurry tank).

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-16
Papua

Ruang Lingkup Studi

Dalam proses ini, bubur sagu (sago pulp) dalam tangki diaduk agar seluruh
campuran terlepas dari serat-seratnya.
Campuran yang masih terdiri dari serat-serat, butiran tepung dan air
dialirkan ke saringan silinder berputar. Selama proses ini ditambahkan air
untuk pengenceran.
Penyaringan Bahan Kasar (Coarse Sieving)
Presentase pati sagu yang dihasilkan sangat ditentukan oleh proses ini,
sehingga diperlukan mesin yang sangat efisien. Penyaringan suspensi pati
dilakukan untuk menghilangkan serat dan untuk menghindari penyumbatan
dalam area proses basah. Bubur sagu disaring dengan kain saring, sehingga
pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain
saring.
Unit pulp-dewatering terdiri dari satu sistem tekan sabuk yang dilengkapi
dengan konveyor sekrup dan pompa untuk pembuangan cairan. Setelah air
dikeluarkan dari serat semi halus dengan kadar air sekitar 50 - 60 %, serat
semi halus dikirim ke daerah laydown untuk selanjutnya ke tahap
pengeringan matahari. Kemudian bubur sagu dipindahkan ke bagian
degritting pertama menggunakan pompa sentrifugal.
Pengadukan (Extraction)
Pengadukan bertujuan agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel batang.
Proses ini dilakukan dengan melarutkan Natrium bisulfit secara terusmenerus sampai mencapai bubur encer (38%). Hal ini dilakukan untuk
menjaga mikrobiologi dalam kondisi stabil dan mengurangi pengaruh
oksigen (perubahan warna pati). Sejumlah NaHS0-serbuk dicampur dengan
air dalam tangki kemudian diaduk.
Pemisahan (Separator)
Proses pengendapan tepung dilakukan dengan menggunakan alat
centrifuge atau spinner. Pada tahap ini dilakukan tiga proses ekstraksi dan
satu kali penyaringan. Prinsip kerjanya adalah kombinasi dari pencucian dan
gaya sentrifugal. Proses pencucian dijalankan oleh sistem penyemprotan
yang dirancang khusus. Setiap saringan sentrifugal dilengkapi dengan
pompa khusus yang dirancang untuk pencucian pati. Penyaring dilengkapi
dengan saringan kasa multi-layer (63 m) dan secara teratur dibersihkan
oleh tekanan depan dan penyiraman.
Penyulingan (Refining)
Proses penyulingan dilakukan sebagai pengganti proses pengendapan. Pada
pengolahan secara semi mekanis suspensi pati dibiarkan mengendap di
dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai
pasta, cairan diatas endapan dibuang. Dengan penyulingan, komponen
penyusun bubur pati dipisahkan dari air.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-17
Papua

Ruang Lingkup Studi

Pengeringan (Dryer)
Pengeringan dilakukan dengan sistem pengeringan buatan. Udara masuk
akan dipanaskan dengan cara pertukaran tidak langsung dengan panas dari
boiler. Dengan sistem ini proses pengeringan dilakukan dengan efisien dan
kadar air seragam.
Pengeringan sagu dengan menggunakan sinar matahari, prosesnya
sederhana sekali. Sagu di jemur ditempat terbuka dibawah panas sinar
matahari, biasanya lama penjemuran sampai sagu kering 48 jam atau 2
hari. Kelemahan dari pengeringan alami ini adalah jika terjadi hujan, proses
penjemuran tidak bisa dilakukan.
Pengeringan dengan menggunakan steam (uap). Sistem ini semi moderen,
karena sudah menggunakan sedikit sentuhan teknologi, Steam (uap)
diperoleh dari proses pembakaran kulit sagu (uyung) uap panasnya
digunakan untuk proses penjemuran sagu. Proses pengeringan ini akan
berlangsung terus menerus tanpa kendala hujan ataupun udara lembab.
Tempat penjemuran terbuat dari cor batu-bata yang berukuran 20 x 8 meter.
Pengemasan (Packing)
Proses pengemasan dilakukan secara mekanis. Mesin pengemas didesain
untuk mengepak 50-120 kemasan per-jam dengan kapasitas 50 kg. Sagu
yang berupa tepung dimasukkan pada karung dengan berat bersih 50 kg.
Mutu dan kondisi tepung sagu sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
kadar air. Spesifikasi produk tepung sagu PT. Nusantara Sago Prima disajikan
dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Spesifikasi Produk Tepung Sagu PT. Nusantara Sago Prima.
No
1

Property
Daya Muat Kanji

Satuan
% w/w

Persyaratan
85*

Total Abu (Dalam


Pemanasan)

% w/w

0.2

Serabut Mentah

% w/w

0.1

Kekentalan

600

pH Sari Ekstrak Air

4.5 6.5

Sulphur Dioxide Max

ppm

30

Warna Minimum

L value

90

Ukuran Partikel

% passing
125

99

Rasa

Normal

10

Bau

Normal (bebas dari bau


asing)

11

Bentuk

Serbuk Halus

12

Kadar Air (Daya muat


kelembaban)

% (b/b)

Maksimum 13

13

Kadar Abu

% (b/b)

Maksimum 0,5

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-18
Papua

Ruang Lingkup Studi


No

Property

14

Kehalusan (lolos ayakan


100 mesh)

15

Benda Asing

Satuan

Persyaratan

% (b/b)

Minimum 95

Tidak boleh ada

Sumber : FS PT. NSP, 2010

15)

Penyimpanan Tepung Sagu

Setelah tepung sagu di kemas dalam karung 50 kg, proses selanjutnya


adalah penyimpanan kemasan tepung sagu tersebut dalam gudang
disekitar pabrik. Gudang tersebut harus memenuhi persyaratan teknis agar
tepung sagu tidak rusak sebelum diangkut keluar pabrik.

16)

Pengangkutan Tepung Sagu

Setelah mencapai dalam jumlah tertentu tepung sagu dalam kemasan


karung 50 kg yang layak untuk diangkut kepelabuhan maka disiapkan truk
untuk mengangkut kemasan sagu tersebut dari pabrik di Kecamatan Kaureh
ke Pelabuhan Laut di Jayapura sejauh 7 jam perjalanan darat. Tepung sagu
selanjutnya di pasarkan baik domestik maupun internasional.
Selain pengangkutan tepung sagu seperti diuraikan diatas, kegiatan lain di
pabrik adalah pembongkaran atau penurunan bahan kimia dan bahan
lainnya sebagai bahan untuk proses pengolahan empulur menjadi tepung
sagu. Bahan yang didatangkan dari Kota Jayapura tersebut disimpan di
gudang terpisah dari gudang penyimpanan tepung sagu.

17)

Perlindungan Hutan Sagu dan Penanganan Limbah Sagu

Perlindungan Hutan Sagu


Kegiatan perlindungan hutan sagu dimaksudkan untuk mencegah dan
mengendalikan gangguan yang berupa : kebakaran, penebangan tanpa
kendali, perburuan satwa dilindungi, pencemaran dan sebagainya. Kegiatan
yang dilakukan berupa sosialisasi kepada masyarakat sekitar dan karyawan,
pemasangan papan nama dan papan himbauan, pemasangan tanda batas
lebar sempadan sungai/danau, pembuatan poster dan leaflet.

Penanganan Limbah Sagu


Limbah Padat
Limbah padat berupa hasil pengupasan kulit sagu bagian luar (sago bark)
dan berupa serat yang dihasilkan dalam proses pengolahan tepung. Limbah
padat akan dikeringkan, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar.
Ampas sagu (repu) dapat dijadikan media pembudidayaan jamur tiram yang
mempunyai nilai ekonomis. Uyung sagu atau kulit sagu bisa dijadikan bahan
pelapis jalan, dan juga bisa dibuat aneka kerajinan tangan (craft).
Sementara itu, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
II-19
Papua

Ruang Lingkup Studi

ternak. Pemanfaatan ampas sagu kering sebagai pakan ternak akan


mengurangi pencemaran lingkungan di sekitar tempat pengolahan sagu.
Limbah Gas
Limbah gas berasal dari pembakaran solar dari generating set dan
pembakaran limbah padat di incenerator. Pada umumnya limbah debu dari
abu pembakaran kulit sagu (sago bark) sebelum dibuang bebas ke udara
dikendalikan dengan pemasangan dust collector, untuk menangkap debu
ikatan dalam sisa gas pembakaran, kemudian dialirkan melalui cerobong
asap.
Limbah gas juga berasal dari bau yang muncul dari pembusukan dari limbah
padat dan limbah cair pada proses pengolahan sagu.

Limbah Cair
Pengolahan limbah cair dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dilakukan dengan menggunakan lagoon system. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi tingkat polutan sampai dibawah baku mutu lingkungan.
Pada proses pengolahan limbah cair dengan sistem IPAL akan menghasilkan
biogas. Biogas yang dihasilkan ditampung untuk dimanfaatkan sebagai
bahan bakar boiler.
Setelah kualitas air limbah memenuhi standar baku mutu yang telah
ditetapkan, barulah dapat dialirkan ke parit pembuangan ataupun ke badan
penerima limbah. Seperti diketahui setiap industri selalu menghasilkan air
buangan atau limbah pabrik. Hal ini dapat menjadi permasalahan dengan
penduduk yang bertempat tinggal di daerah aliran sungai terdekat. Skema
pengolahan limbah sagu disajikan pada Gambar 2.4.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-20
Papua

Ruang Lingkup Studi

Gambar 2.4. Skema Pengolahan Limbah Sagu

Tahap Pasca Operasi


18)

Penutupan Pabrik

Lokasi bekas pabrik dan fasilitas lain yang telah dibongkar selanjutnya
diratakan dan dibersihkan. kemudian dilakukan revegetasi dengan
penanaman berbagai vegetasi setempat yang cepat tumbuh.

19)

Demobilisasi Peralatan

Jalur yang digunakan untuk kegiatan demobilisasi peralatan pada prinsipnya


sama pada saat mobilisasi yaitu menggunakan jalan negara dan jalan akses
yang dikelola oleh PT. NuSP.
Selama demobilisasi, PT. NuSP akan berkoordinasi dengan instansi terkait
(DLLAJ dan polisi), agar dalam pelaksanaannya dapat lancar dan tidak
mengganggu aktivitas lain di sekitarnya.
Demobilisasi dilakukan dengan menggunakan kendaraan angkutan berat
(low bed trailer), truk pengangkut barang medium dan angkutan ringan.
Kecepatan kendaraan akan diatur untuk menghindari timbulnya kebisingan
dan bahaya kecelakaan lalu lintas.

20)

Pelepasan Tenaga Kerja

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-21
Papua

Ruang Lingkup Studi

Setelah masa operasi selesai, maka seluruh tenaga kerja yang digunakan
dan pemasok kebutuhan akan dilepas termasuk tenaga kerja setempat dari
masyarakat sekitar lokasi kegiatan.
Sebelum dilakukan pelepasan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja,
pihak manajemen akan melakukan pemberitahuan kepada seluruh tenaga
kerja beberapa bulan sebelum pelaksanaan, dan dilakukan secara bertahap.
Pemberitahuan dilakukan baik secara informal maupun formal (dalam
bentuk surat) sesuai perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

2.1.2.

Rencana Jadwal Kegiatan

Jadwal rencana kegiatan pada tahap pra-konstruksi, konstruksi, operasi, dan


pasca operasi disampaikan pada Tabel 2.4.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi


II-22
Papua

Ruang Lingkup Studi

Tabel 2.4. Jadwal Rencana Kegiatan


Tahun
2012

Deskripsi Kegiatan
K
1

K2

K3

2014
K4

K1

K2

K3

2015
K4

K1

K2

K3

2016
K4

K1

K2

K3

20182023

2017
K4

K1

K2

K3

2024

K4

A. Pra Konstruksi
1. Studi Kelayakan
2. Perijinan dan Sosialisai
3. Pemetaan Kepemilikan
dan Pembebasan Lahan
4. Penyusunan Rencana
Pemanfaatan Sagu
5. Pemberdayaan
Masyarakat (CSR)

B. Konstruksi
6. Pemanfaatan Tenaga
Kerja Tahap Konstruksi

7. Mobilisasi Peralatan dan


Bahan
8.
Penyiapan
Prasarana penebangan

9. Pembangunan Pabrik
Sagu

10. Pembangunan
Fasilitas Penunjang

C. Operasi
11.
Pemanfaatan
Tenaga Kerja Operasi
12. Proses Pemanenan
Sagu
13.Pemeliharaan Hutan
Sagu

14. Pengolahan Tepung


Sagu

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-23

Ruang Lingkup Studi

15. Penyimpanan Tepung


Sagu
16.
Pengangkutan
Tepung Sagu

17. Perlindungan Hutan


Sagu dan Penanganan
Limbah Sagu

D. Pasca Operasi
18. Penutupan Pabrik
19.
Demobilisasi
Peralatan
20.
Pelepasan Tenaga
Kerja

A,B,C
A,B,C
A,B,C

Sumber: PT. NuSP ; K = Kuartal

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-24

Ruang Lingkup Studi

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-25

Ruang Lingkup Studi

2.1.3. Keterkaitan Rencana Usaha dengan Kegiatan


Sekitar
Kegiatan lain yang terkait dan bersinggungan langsung dengan kegiatan
pabrik sagu dan areal IUPHHBK Sagu PT. Nusantara Sago Prima dan
berpotensi menimbulkan dampak terhadap perubahan komponen
lingkungan adalah Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan
Sinarmas II, HPH PT. Risana Indah Forest dan PT. Siklop Raya. Lokasi
kegiatan sekitar disajikan pada Gambar 2.5

2.2. Deskripsi Rona Lingkungan Awal


Berdasarkan data hasil laporan PT. Kurnia Consultindo (2009) tentang
Identifikasi Lokasi Sagu dan Penentuan Lokasi Pabrik Pengolahan Sagu Di
Distrik Kaureh, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua deskripsi rona
lingkungan awal wilayah studi di uraikan sebagai berikut.

2.2.1. Komponen Fisik-Kimia


A. Iklim
Parameter iklim di daerah studi meliputi temperatur udara rata-rata
bulanan, kelembaban relatif udara, curah hujan bulanan, arah angin
dominan, kecepatan angin, serta lama penyinaran matahari dan kelas iklim.
Curah hujan rata-rata bulanan (128-681 mm/bulan) di daerah studi disajikan
dalam Tabel 2.5. Tabulasi singkat parameter iklim yang lain disajikan dalam
Tabel 2.6.
Tabel 2.5.

No.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Daerah Studi

Bulan

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

2002
Curah
Hari
Hujan
Huja
(mm)
n
335
30
296
22
274
26
267
22
259
18
331
25
173
16
174
16
165
16
158
11
91
17
298
21

Komponen Iklim
2005
Curah
Hari
Hujan
Huja
(mm)
n
193
22
128
21
121
19
86
15
108
15
113
13
76
9
88
10
55
18
154
59

16
15

2007
Curah
Hujan
(mm)
402
681
569
242
233
98
159
107
85
178
345
287

Hari
Huja
n
28
21
22
20
13
9
13
12
14
12
23
16

Sumber : Papua Dalam Angka 2002, Kabupaten Jayapura Dalam Angka 2005 dan 2008

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-26


Papua

Ruang Lingkup Studi

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-27


Papua

Ruang Lingkup Studi

Gambar 2.5. Peta Lokasi Kegiatan Lain


KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-28

Ruang Lingkup Studi


Tabel 2.6.
No
1.
2.
3.
4.
5.

Ringkasan Parameter Iklim di Daerah Studi

Parameter iklim
Temperatur udara bulanan rata-rata
Kelembaban relatif udara
Durasi penyinaran matahari
Kecepatan angin rata-rata
Tekanan udara rata-rata

Nilai
27
82
60
1,3
1008

Satuan
o
C
%
%
m/s
mb

Sumber: Papua Dalam Angka, 2009

B. Kualitas Udara dan Kebisingan


Kualitas udara
yang diperhatikan adalah kandungan debu, karena dapat
mengganggu kesehatan masyarakat sekitar terutama penyakit mata dan
pernafasan. Sedangkan parameter lainnya adalah SOx, NOx, bau dan
kebisingan. Pada saat ini diperkirakan kualitas udara cukup baik dan dengan
adanya kegiatan pabrik diharapkan tidak akan mencemari lingkungan udara
hingga melampui batas yang diperkenankan. Oleh karena itu, maka
parameter kualitas udara dan kebisingan dikaji khusus untuk memastikan
bahwa keadaan berbagai parameter memang cukup baik.

C. Geologi
Topografi dan Kelas Lereng
Topografi wilayah studi berdasarkan hasil analisa peta SRTM Indonesia
(2003) secara umum merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng
antara 0 8 %, dan ketinggaan berkisar antara 100 500 m.
Tabel 2.7. Luas Kelas Kelerengan Lahan pada masing-masing Distrik di
Kabupaten Jayapura
Luas Berdasarkan Kelas Lereng
No.

Distrik

1
2

Demta
Depapre

Kaureh

Kemtuk
Kemtuk
Gresi
Nimbokrang
Nimboran
Sentani
Sentani
Barat
Sentani
Timur
Unurum
Guay
Waibu
Ebungfauw

5
6
7
8
9
10
11
12
13

Total
(km2)

8 - 15
%
47,1
27,0

15 - 25
%
116,4
100,3

25 - 40
%
85,0
89,2

> 40
%
36,8
129,3

311,4

604,2

450,4

107,9

4.357,9

47,8

38,6

18,5

1,0

258,3

73,7

36,2

47,5

19,1

5,9

182,4

595,6
431,3
125,6

52,7
115,2
14,5

86,5
119,0
11,2

33,9
38,3
15,3

6,1
6,3
59,4

774,8
710,2
225,9

64,5

10,5

17,8

27,7

8,8

129,2

230,2

57,1

69,2

78,1

49,7

484,3

1.706,7

415,1

659,2

300,7

49,6

3.131,3

133,1
249,9

27,4
72,8

46,0
44,2

30,6
17,1

21,1
3,5

258,3
387,4

0-8%
212,2
58,6
2.884,
0
152,4

497,5
404,3

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-29


Papua

Ruang Lingkup Studi

Luas Berdasarkan Kelas Lereng


No.

Distrik

14
15
16
17
18

Namblong
Yapsi
Airu
Yokari
Raveni Rara
Gresi
Selatan

19

Total (km2)
Persentase (%)

Total
(km2)

89,9
706,6
1.992,1
181,3
42,6

8 - 15
%
35,1
210,0
214,4
99,7
10,2

15 - 25
%
54,7
228,4
394,9
93,5
36,3

25 - 40
%
14,0
119,1
398,6
76,6
137,5

> 40
%
0,0
27,2
99,2
68,5
240,9

63,5

20,9

33,0

20,4

6,1

143,9

9.993,
6
57,05

1.825,
0
10,42

2.800,8

1.970,0

927,3

17.516,6

15,99

11,25

5,29

100

0-8%

193,7
1.291,3
3.099,0
519,5
467,4

Sumber : Hasil Analisis Peta SRTM Indonesia, 2003

Tabel 2.8.
Jayapura

Luas Ketinggian pada Masing-masing Distrik di Kabupaten

No.

Distrik

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Demta
Depapre
Kaureh
Kemtuk
Kemtuk Gresi
Nimbokrang
Nimboran
Sentani
Sentani
Barat
Sentani
Timur
Unurum
Guay
Waibu
Ebungfauw
Namblong
Yapsi
Airu
Yokari
Raveni Rara
Gresi Selatan

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Jumlah (km2)
Persentase (%)

Luas Kelas Masing-masing Ketinggian


< 100 m

100 500
m

500 1000
m

1000 2000
m

19,5
156,3
1.208,8
141,8
93,6
487,0
312,9
110,0

413,3
99,7
1.908,5
112,7
88,8
282,1
375,3
52,8

128,4
1.152,1
22,0
28,6

64,7
19,8
88,5
3,8
5,7
34,5

497,5
404,3
4.357,9
258,3
182,4
774,8
710,2
225,9

49,2

79,4

0,6

129,2

289,8

77,8

61,4

55,2

484,3

1.266,3

1.743,5

97,9

23,5

3.131,3

147,7
258,6
65,2
147,0
1.162,5
158,1
76,9
4,3
6.155,4
7
35,14

87,2
128,8
116,4
1089,5
1.470,4
234,0
100,0
120,1

14,3
0,0
12,2
54,8
466,1
0,0
236,1
19,5

9,1
127,4
54,3
-

8.580,46

2.293,39

487,27

48,98

13,09

2,78

258,3
387,4
193,7
1291,3
3.099,0
519,5
467,4
143,9
17.516,
60
100

Total

Sumber : Kabupaten Jayapura dalam Angka, 2008

D.

Tanah

Secara garis besar jenis tanah di Kabupaten Jayapura dapat digolongkan


menjadi lima yaitu : Podsolik Coklat Kelabu, Podsolik Merah Kuning,
Mediteran, Organosol/Aluvial, dan Latosol.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-30
Papua

Ruang Lingkup Studi


Podsolik Coklat Kelabu
Tanah ini berkembang pada iklim dengan curah hujan diatas 1.500 mm/thn,
tanpa bulan kering, terletak pada topografi datar, bergelombang, landai dan
bukit pada elevasi 10 2.000 m dpl, kehitaman, coklat tua hingga
kekuningan. Reaksi tanah masam hingga netral (pH 5,0 - 7,0) luasnya
mencapai 375,68 km (26%) tersebar di 19 distrik. Yang terbesar terdapat di
Distrik Urunum Guay seluas 208,7 km.

Podsolik Merah Kuning


Jenis tanah ini terbentuk pada tipe iklim basah dengan curah hujan 2.500
3.500 m/h tanpa bulan kering, terletak pada topografi bergelombang sampai
berbukit pada elevasi 20 100 m dpl, solumnya agak tebal (1 2 m) dengan
warna merah hingga kuning. Reaksi tanah sangat masam hingga masam
(pH 3,4 5,0) dan sangat peka terhadap erosi serta mempunyai tingkat
kesuburan rendah. Tanah ini penyebarannya paling luas yaitu mencapai
897,20 km, dan hampir setiap distrik mempunyai jenis tanah ini. Paling luas
terdapat di Distrik Kaureh seluas 627,60 km. Jenis tanah ini cocok untuk
persawahan, perladangan dan perkebunan karet, kopi dan kelapa sawit
dengan perlakuan tambahan.
Mediteran
Tanah ini terbentuk pada iklim dengan curah hujan 800 2.500 mm/thn
tersebar pada elevasi 0 400 m dpl. Solumnya agak tebal (1 2 m), reaksi
tanah agak masam sampai netral (pH 6,0 7,5), kepekaan terhadap erosi
sedang hingga besar. Jenis tanah ini cocok untuk persawahan, perumputan,
tegalan dan buah-buahan. Penyebaran tanah jenis ini paling luas di Distrik
Demta seluas 46,8 km.
Organosol/Aluvial
Pembentukan jenis tanah ini tidak dipengaruhi iklim, terletak pada topografi
datar bergelombang di daerah rendah. Warna tanah kelabu tua atau hitam.
Reaksi tanah sangat masam (pH 3,5 5). Cocok untuk persawahan ladang,
palawija, tambak dan kebun kelapa. Jenis tanah ini paling banyak dijumpai
di Distrik Nimboran yaitu seluas 75,90 km.
Latosol
Tanah ini terbentuk pada iklim basah dengan curah hujan 2.000 7.000
mm/thn, dengan bulan kering kurang dari 3 bulan, terletak pada topografi
bergelombang, berbukit dan bergunung pada elevasi 10 13 m dpl.
Solumnya dalam (1,5 10 m) dengan warna coklat hingga kuning. Reaksi
tanah masam sampai agak masam (pH 4,5 6,5) dan kepekaan terhadap
erosi kecil. Jenis tanah ini cocok untuk tanaman sayur-sayuran, buahKA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-31
Papua

Ruang Lingkup Studi


buahan, karet, lada dan tegalan. Jenis tanah ini hanya terdapat di Distrik
Depapre seluas 8,88 km. Berdasarkan formasi geologi dan stratigrafi dari
peta geologi Regional Jayapura, batuan induk telah melapuk lanjut dan
tanah di wilayah studi telah berkembang lanjut dan mempunyai sifat kimia
yang buruk atau miskin hara kemampuan meretensi hara yang rendah.
Berdasarkan uraian tersebut dan peta satuan lahan Puslitanak (1990), tanah
di wilayah studi diklasifikasikan kedalam Ordo Ultisol dan Oxisol yaitu tanah
yang telah berkembang sangat lanjut telah mengalami pencucian hara
(kation dan anion) tinggi, atau dijumpai juga sebagian kecil Inceptisol.
Dalam klasifikasi Indonesia tanah tersebut diklasifikan sebagai Podsolik dan
Kambisol.

E. Hidrologi
Secara hidrologi lokasi kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu di Kabupaten
Jayapura, terdiri dari rawa-rawa, danau, sungai besar dan kecil. Sebaran
rawa yang paling luas di Kabupaten Jayapura berada di Distrik Kaureh
7.500 Ha dan Distrik Nimboran 625 Ha.
Danau Sentani merupakan danau yang berada di lokasi kegiatan dengan
luas 9.630 Ha, Danau ini termasuk ke dalam wilayah Distrik Sentani
Timur, Distrik Sentani Barat, Distrik Sentani, Distrik Waibu dan Distrik
Ebungfauw.
Sungai Besar yang berada di Kabupaten Jayapura terdiri dari Sungai Grime,
Sungai Sermo, Sungai Sokoata, Sungai Toarim, Sungai Berian, Sungai Wiru,
Sungai Idenburg, dan Sungai Puveh. Anak sungai terdiri dari Sungai Mara,
Sungai Nimbu, Sungai Samir, Sungai Fuan, Sungai Nano, Sungai Owot,
Sungai Rewo, Sungai Nawa, Sungai Waruta, Sungai Wiru Betekna, Sungai
Sifo. Nama-nama sungai di setiap Distrik di Kabupaten Jayapura disajikan
pada Tabel 2.9 dan Peta jaringan sungai di sajikan pada Lampiran 2.
Tabel 2.9. Nama-nama Sungai di setiap Distrik Kabupaten Jayapura
No.
1.

2.

Distrik
Unurum
Guay

Kaureh

Nama Sungai

Keterangan

S.
S.
S.
S.
S.
S.

S. Nawa (S.
Waruta)

S. Wanda
S. Idenburg

S. Waruta
(S. Nawa)

Wiru
Sifo
Berian
Busoof
Dju
Pewo

Bercabangan dengan S. Sifo


Bercabangan dengan S. Busoof dan S.
Berian
Menuju daerah Bonggo
Sebelah selatan Beneik
Sebelah utara Santosa
Sebelah barat S. Nano, sebelah selatan
Guryad menuju daerah Bonggo
Melewati daerah Kaureh dan U. Guay
(sebelah selatan Santosa)
Berasal dari daerah Senggi
Bersambungan dengan sungai
Mamberamo (daerah hulu atas) dan
bercabangan dengan sungai Waruta
di Aurina
Melewati Unurum Guay dan Daerah

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-32


Papua

Ruang Lingkup Studi

No.

Distrik

Nama Sungai

Keterangan
Keerom

3.

Nimboran /
Nimbokrang

S. Samir
S. Damar

Merupakan anak sungai Damar (Oyengsi)


Bercabangan dengan S. Boarim melewati
Singgriway dan Yenggu menuju ke utara

S. Moaif

Melewati Benyom Jaya II menuju daerah


Demta

S. Nanggulu

Melewati Kuipons, Benyom Jaya I menuju


Demta (Yakore), dan bercabangan dengan
S. Grime di sebelah Timur

S. Grime

Melewati U. Guay, Kemtuk, S. Pale sampai


daerah Sekori, Hamonggrang, Betaf dan
bercabangan dengan S. Nanggulu

S. Fuan

Daerah Sermai
Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

Sebagian wilayah Kabupaten Jayapura berada di pesisir pantai utara yang


bermuara ke Laut Pasifik, sehingga membuat wilayah ini dengan letaknya
yang menonjol dikenal dengan nama tanjung dan teluk yang sering dilalui
oleh masyarakat. Berikut ini beberapa nama tanjung dan teluk yang ada di
Kabupaten Jayapura (Tabel 2.10).
Tabel 2.10.
N
o.
1.

Distri
k
Demta

Nama-nama Tanjung dan Teluk di Pantai Utara Kabupaten


Jayapura

2.

Depap
re

Nama
Tanjung/Teluk
Tanjung
Kamdare
Tanjung
Karangwooh
Tanjung Drakesi
Tanjung
Hadinoko
Tanjung Wanyo
Teluk
Tanahmerah
Tanjung
Tanahmerah
Tanjung
Ensaweh
Tanjung Torare
Tanjung Ormu

Keterangan

Kampung Kamdera (terdapat Muara


Sungai Humbe)
Kampung Yaugapsa, dan Muris Kecil

Kampung
Kampung
Kampung
Hadinoko)
Kampung
Tablasupa
Kampung

Maruwai
Endokisi
Endokisi (sebelah barat Tanjung
Entiyebo, Buseryo, Waiya, dan
Kepase pada Teluk Tanahmerah

Kampung Yongsu Sapari


Kampung Newa
Kampung Naekaepi (berbatasan dengan
Kota Jayapura)

Sumber : BPS Kabupaten Jayapura, 2008

F. Kualitas Air
Pengkajian kualitas air sungai dimaksudkan untuk mengamati kondisi air
permukaan yang ada di lokasi pabrik sagu dan sekitarnya. Sungai-sungai
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-33
Papua

Ruang Lingkup Studi


yang ada di sekitar lokasi pabrik akan menerima dampak akibat buangan
limbah dari pabrik sagu ataupun limbah domestik. Sementara itu, air sungai
tersebut pada dasarnya dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi
kebutuhan air minum dan kebutuhan lainnya.

2.2.2. Komponen Biologi


Dalam aspek biotik, hal yang dikaji adalah flora dan fauna perairan serta
flora dan fauna daratan. Pengkajian tentang flora-fauna perairan ditujukan
untuk mengetahui karakteristik badan air penerima. Biasanya dengan
mengetahui keragaman dan populasi flora dan fauna perairan akan
diketahui kondisi atau kualitas perairan tersebut.
Kajian ini sangat
mendukung informasi dari hasil pengamatan kualitas air.
Selain flora dan fauna perairan juga diamati flora dan fauna daratan, hal ini
terutama untuk menyimak apakah dalam areal yang akan dialokasikan
sebagai pabrik dan fasilitas penunjang lainnya terdapat flora dan fauna
langka atau dilindungi.

2.2.3. Komponen Sosial Ekonomi Budaya


A. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Jayapura Tahun 2008 adalah 117.942 jiwa,
terdiri dari laki-laki 62.979 jiwa dan perempuan 54.963 jiwa. Perkembangan
jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Jayapura disajikan
pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Jayapura
No.

Tahun

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

1
2
3
4

2004
2005
2006
2007

57.334
59.158
61.038
62.979

50.034
51.628
53.269
54.963

107.368
110.786
114.307
117.942

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

Berdasarkan Tabel 2.12 komposisi umur terlihat bahwa 57,26 % penduduk


Kabupaten Jayapura berusia produktif (15 - 64 tahun) dan sisanya 42,74 %
berusia tidak produktif (0 - 14 dan 65 tahun lebih).
Tabel 2.12. Penduduk Kabupaten Jayapura Menurut Golongan Umur Tahun
2007
No.

Kelompok Umur

Laki-Laki

Perempuan

1
2
3

04
59
10 14

7.858
7.502
7.538

7.025
6.905
6.477

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-34


Papua

Ruang Lingkup Studi

No.
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kelompok Umur

Laki-Laki

15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75+
Jumlah

6.416
6.004
5.558
5.351
4.944
3.988
2.850
1.995
1.260
773
519
237
7.858
68.086

Perempuan
5.492
5.626
5.223
4.973
4.155
3.312
2.119
1.475
887
618
361
187
128
54.963

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

Wilayah yang paling padat di Kabupaten Jayapura adalah Distrik Sentani


yaitu 169,96 jiwa/km2. Sedangkan yang paling jarang adalah Distrik Airu
yaitu 0,46 jiwa/km2. Kepadatan penduduk pada Distrik Kaureh tergolong
sangat rendah bila dibandingkan luas wilayahnya yaitu 2,37 jiwa/km2 (Tabel
2.13).
Tabel 2.13. Sebaran Penduduk Menurut
Kepadatan Tahun 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Distrik
Kaureh
Airu
Yapsi
Kemtuk
Kemtuk Gresi
Gresi Selatan
Nimboran
Namblong
Nimbokrang
Unurum Guay
Demta
Yokari
Depapre
Raveni Rara
Sentani Barat
Waibu
Sentani
Ebungfau
Sentani Timur
Jumlah

Luas Wilayah
(km2)
4.357,9
3.009,0
1.219,3
258,3
182,4
143,9
710,2
193,7
774,8
3.131,3
497,5
519,5
404,3
467,4
129,2
258,3
225,9
387,4
484,3
17.516,6

Distrik,

Luas

Jumlah Penduduk
Jiwa
10.336
1.389
3.848
3.567
3.832
1.329
4.752
3.613
8.206
1.984
5.384
1.806
4.595
1.704
5.242
3.653
38.394
4.432
9.876
117.942

Wilayah

dan

Kepadatan
Jiwa/km2
2,37
0,46
3,16
13,81
21,01
9,24
6,69
18,65
10,59
0,63
10,82
3,48
11,36
3,64
40,57
14,14
169,96
11,44
20,39
6,73

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

B. Tingkat Pendidikan

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-35


Papua

Ruang Lingkup Studi


Tingat pendidikan di Kabupaten Jayapura masih tergolong rendah dan belum
merata, hanya terpusat di Distrik Sentani. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya jumlah sekolah, guru, dan murid di distrik tersebut. Distrik
Kaureh hanya memiliki sekolah untuk tingkat SD yaitu sebanyak 12 buah
sekolah dan 1 buah SLTP. Sedangkan kondisi Distrik Gresi Selatan dan
Distrik Raveni Rara cukup menyedihkan karena belum ada satu sekolahpun
yang dibangun disana (Tabel 2.14 dan Tabel 2.15).
Tabel 2.14. Banyaknya Sekolah Dirinci Menurut Jenisnya di Kabupaten
Jayapura Tahun 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Distrik
Kaureh
Airu
Yapsi
Kemtuk
Kemtuk Gresi
Gresi Selatan
Nimboran
Namblong
Nimbokrang
Unurum Guay
Demta
Yokari
Depapre
Raveni Rara
Sentani Barat
Waibu
Sentani
Ebungfau
Sentani Timur
Jumlah

SD

SLTP

SMU

SMK

PT

12
1
3
5
5
2
6
7
4
9
3
11
5
6
25
3
6
113

1
2
1
1
2
3
2
1
1
1
10
1
1
27

2
1
2
7
2
1
15

1
1
1
2
5

Sumber : Kab. Jayapura Dalam Angka, 2008

Tabel 2.15. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Menurut Jenisnya


Kabupaten Jayapura Tahun 2007
No.
1
2
3
4
5

Jenis Sekolah
Taman Kanak-kanak
Sekolah Dasar
SLTP
SMU
SMK
Jumlah

Sekolah
40
118
32
18
5
213

Ruang
Belajar
70
716
223
116
40
1.165

di

Guru

Murid

136
1.152
543
365
125
2.321

1.774
17.056
6.442
4.412
1.169
30.853

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

C. Perekonomian
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-36
Papua

Ruang Lingkup Studi


Pada Tabel 2.16 dapat dilihat bahwa volume ekspor per komoditi di
Kabupaten Jayapura mencapai 1.490,38 ton dengan nilai ekspor US$
797.454,46 lebih. Kontribusi terbesar didapat dari sub sektor/komoditi hasil
laut (udang laut) yang mencapai US$ 592.367,09 disusul sub
sektor/komoditi perkebunan (sawit) dan hasil industri (barang campuran).
Tabel 2.16. Realisasi Ekspor Per Komoditi di Kabupaten
2005
No.

Sub Sektor / Komoditi

1
2
3

Perkebunan (CPO, Sawit)


Hasil Laut (Udang)
Hasil Industri (Barang campuran)
Jumlah

Volume (Ton)
1.333,30
122,34
34,74
1.490,38

Jayapura Tahun

Nilai (US$)
191.066,67
592.367,09
14.020,70
797.454,46

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

Total pendapatan Kabupaten Jayapura pada APBD Tahun Anggaran 2007


mencapai Rp. 680.517.175.463 dan total belanja mencapai Rp.
411.057.191.572 (Tabel 2.17).
Tabel 2.17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jayapura
Tahun Anggaran 2007
No.
1

Uraian
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Total Pendapatan

Belanja
Belanja operasi
Belanja Modal
Belanja tidak Terduga
Transfer
Total Belanja

Jumlah
16.483.820.531
549.719.213.569
17.082.618.738
680.517.175.463
411.507.191.572
249.811.177.773
4.504.682.100
411.057.191.572

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

D. Mata Pencaharian Masyarakat


Berdasarkan Data BPS Kabupaten Jayapura tahun 2008, sebagian besar
masyarakat di Kabupaten Jayapura bekerja di sektor jasa kemasyarakatan
dan sosial. Diikuti sektor pertanian, jasa-jasa dan industri (Tabel 2.18).
Tabel 2.18. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Jayapura Tahun 2007

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-37


Papua

Ruang Lingkup Studi

N
o.

Lapangan
Usaha

Lakilaki
15.281

Jumlah
Perempu
an
7.918

23.199

Lakilaki
66,18

L+P

Persentase
Perempu
an
69,94

L+P

Pertanian

Industri

2.503

177

2.68

10,84

1,56

7,79

Jasa-jasa

5.307

3.226

8.533

28,50

Jumlah

23.091

11.321

34.412

22,98
100,0
0

24,80
100,0
0

100,00

67,42

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

E. Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan data BPS Kabupaten Jayapura tahun 2008, dapat dilihat
bahwa tingkat kesehatan masyarakat di Kabupaten Jayapura semakin
membaik dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan jumlah sarana dan prasarana kesehatan, tenaga medis serta
paramedis antara tahun 2003 2007 (Tabel 2.19 dan Tabel 2.20).
Tabel 2.19. Perkembangan Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten
Jayapura Tahun 2005 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis Sarana dan Prasarana


Rumah Sakit
Puskesmas
Pustu
Polindes
Praktek dokter
Pusling Air
Pusling Darat
Posyandu
Gudang Farmasi
Toko Obat
Apotek
Industri Obat Tradisional
Industri Kecil Obat Tradisional

2005
11
41
37
2
2
11
160
-

2006
12
41
37
2
3
13
5
8
1
2

2007
1
15
36
32
2
3
17
182
1
5
8
1
2

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

Tabel 2.20. Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Kabupaten Jayapura


Tahun 2003 2007
No.
1
2
3

Tenaga Medis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat Umum

2003
10
3
123

2004
18
5
104

2005
21
10
118

2006
21
5
98

2007
25
4
110

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-38


Papua

Ruang Lingkup Studi

No.
4

Tenaga Medis
Bidan
Jumlah

2003

2004

100
236

98
225

2005
109
258

2006
92
216

2007
91
230

Sumber : Kabupaten Jayapura Dalam Angka, 2008

2.3. Pelingkupan
2.3.1.

Proses Pelingkupan

Pelingkupan atau penapisan (scooping) merupakan proses awal studi AMDAL


untuk menentukan lingkup permasalahan dan tingkat kedalaman studi.
Pelingkupan bertujuan untuk menentukan 1) Dampak penting hipotetik, 2)
Batas wilayah studi, 3) Lama dampak berlangsung, dan 4) Metode prakiraan
dampak. Pelingkupan AMDAL mengacu kepada panduan yang dikeluarkan
oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2007.
Beberapa komponen yang menjadi bahan pertimbangan dalam pelingkupan
adalah: 1) Deskripsi kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam di
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, yang dikelompokkan menjadi tahap
pra-konstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi; 2) Rona lingkungan
hidup, yang dikelompokkan menjadi komponen geo-fisik-kimia, komponen
biologi,
komponen
sosial-ekonomi-budaya,
komponen
kesehatan
masyarakat; 3) Kegiatan lain di sekitarnya; serta 4) Saran dan tanggapan
masyarakat terhadap adanya rencana kegiatan pada saat konsultasi publik.
Keharusan pelibatan masyarakat mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal
No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam AMDAL. Pengumuman rencana kegiatan telah dilakukan di
Harian .. (Koran lokal) pada . 2011.
Konsultasi publik rencana kegiatan dan studi AMDAL Usaha Pemanfaatan
Hasil Sagu di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua PT. NuSP dilakukan pada
November 2011 bertempat di Badan lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura,
dengan mengundang Instansi terkait di Kabupaten Jayapura, Kecamatan
Sentani dan Kecamatan Kaureh disamping konsultasi publik dilakukan
langsung dilapangan.
Pemasangan pamflet yang berisi pengumuman rencana kegiatan dan
rencana studi Amdal juga telah dilakukan di Kantor PT. NuSP Jakarta, BLH
Kabupaten Jayapura, Instansi terkait di Kabupaten Jayapura, Kecamatan
Sentani, dan Kecamatan Kaureh, serta Balai Desa setempat.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-39


Papua

Ruang Lingkup Studi

A. Identifikasi Dampak Potensial


Identifikasi dampak bertujuan untuk mengetahui semua dampak yang
mungkin ditimbulkan oleh rencana kegiatan terhadap komponen lingkungan
di wilayah studi. Identifikasi dampak dilakukan dengan membangun matrik
dampak potensial, yang merupakan kombinasi antara rincian komponen
deskripsi kegiatan yang telah dikelompokkan menjadi tahap pra-konstruksi,
tahap konstruksi, tahap operasi, dan tahap pasca operasi; dengan rona
lingkungan hidup berupa komponen lingkungan geo-fisik-kimia, biologi,
sosial ekonomi budaya, dan kesehatan masyarakat.
Pada tahapan ini hanya dilakukan inventarisasi dampak potensial yang
mungkin akan timbul tanpa mempertimbangkan besar-kecilnya dampak,
penting-tidak pentingnya dampak, serta positif atau negatifnya dampak.
Sebanyak 18 komponen lingkungan yang menjadi dampak potensial akibat
adanya rencana kegiatan disampaikan pada Tabel 2.21.
Tabel 2.21. Matrik Dampak Potensial
Rencana Kegiatan

Komponen
Lingkungan

A
1 2

B
4

7 8 9

C
1
0

1
1

1
2

1
3

1
4

D
1
5

1
6

1
7

1
8

1
9

2
0

GEO-FISIK-KIMIA
1. Penurunan Kualitas
Udara
2. Peningkatan
Kebisingan
3. Penurunan Kualitas Air
4. Timbulan Limbah
Padat Sagu
5. Perubahan Sifat Fisik
dan Kimia Tanah
6. Erosi Tanah
7. Genangan

v v v

v
v

v
v

Vegetasi Sagu
9. Terganggunya Satwa
liar
10.
Terganggunya
Biota Air

Kecemburuan Sosial
13. Terbukanya
Kesempatan Kerja dan
Berusaha
14.
Peningkatan
Pendapatan
Masyarakat
15.
Peningkatan
Perekonomian Wilayah

v v

BIOLOGI
8. Perubahan Tutupan

SOSIAL EKONOMI
BUDAYA
11. Perubahan Hak Ulayat
12. Perubahan dan

v v

v v

v
v

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-40


Papua

Ruang Lingkup Studi

Rencana Kegiatan

Komponen
Lingkungan

A
1 2

B
4

7 8 9

1
0

v v

1
1

1
2

1
3

1
4

D
1
5

1
6

1
7

1
8

1
9

2
0

16. Terbukanya
Aksesibilitas
Masyarakat
17.
Persepsi
Masyarakat

KESEHATAN
MASYARAKAT
18.
Penurunan
Kesehatan Masyarakat

Keterangan : v = Terkena Dampak

Pra-Konstruksi
(A)
1.

Studi Kelayakan

2.

Perijinan dan
Sosialisasi

3.

Pemetaan
Kepemilikan dan
Pembebasan Lahan

4.

Penyusunan
Rencana
Pemanfaatan Sagu

5.

CSR

Konstruksi (B)

Operasi (C)

Pasca Operasi
(D)

6. Pemanfaatan Tenaga
Kerja Kontruksi

11.Pemanfaatan Tenaga
Kerja Operasi

18. Penutupan
Pabrik

7. Mobilisasi Peralatan
dan Bahan

12.Proses Pemanenan Sagu

19. Demobilisasi
Peralatan

8. Penyiapan Prasarana
Penebangan
9. Pembangunan Pabrik
Sagu
10.Pembangunan Fasilitas
Penunjang

13.Pemeliharaan Hutan
Sagu
14.Proses Pengolahan Sagu

20. Pelepasan
Tenaga Kerja

15.Penyimpanan Tepung
Sagu
16.Pengangkutan Tepung
Sagu

17. Perlindungan Hutan


Sagu dan Penanganan
Limbah Sagu

B. Evaluasi Dampak Potensial


Evaluasi dampak potensial dimaksudkan untuk menghilangkan atau
mengeliminasi dampak potensial yang dianggap tidak relevan, sehingga
diperoleh daftar dampak penting hipotetik yang relevan untuk dikaji secara
mendalam dalam studi ANDAL.
Metode yang digunakan meliputi diskusi antar tim penyusun dengan
bantuan matriks identifikasi dampak, studi literatur, masukan dari proses
konsultasi publik, survei awal ke lapangan, dan pertimbangan kepakaran
(professional judgement).
Telaahan lebih intensif terhadap tahapan kegiatan dilakukan untuk
memastikan lagi adanya sumber dampak yang muncul terhadap komponen
lingkungan yang terkena dampak dan adanya penerima (receiver) dampak.
Kriteria yang dipakai dalam proses evaluasi dampak potensial ini adalah:
1. Apakah beban terhadap komponen lingkungan tertentu sudah tinggi ?
Hal ini dapat ditentukan berdasarkan analisis data sekunder dan hasil
kegiatan survei awal.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-41
Papua

Ruang Lingkup Studi


2. Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat (keterkaitan dengan sosial
ekonomi masyarakat) dan terhadap komponen lingkungan lainnya
(keterkaitan ekologis). Hal ini terlihat dari hasil survei awal.
3. Apakah ada kekhawatiran masyarakat yang tinggi terhadap komponen
lingkungan tersebut ? Hal ini bisa diidentifikasi dari hasil wawancara
(interview) singkat ketika survei awal dilakukan.
4. Apakah ada aturan atau kebijakan yang tidak ditaati oleh dampak
tersebut ? Hal ini dapat ditelaah dari adanya peraturan (baku mutu)
yang terkait dengan komponen lingkungan yang terkena dampak.
Setiap komponen lingkungan yang diidentifikasi sebagai dampak potensial
ditapis dengan keempat pertanyaan tersebut. Jika salah satu pertanyaan
dijawab ya, maka dampak potensial akan berlanjut menjadi dampak penting
hipotetik.
Penjelasan mengenai proses evaluasi dampak potensial hingga diperoleh
dampak penting hipotetik disajikan pada pembahasan berikut :

Tahap Pra-Konstruksi
Dampak potensial yang muncul pada tahap pra-konstruksi terhadap
komponen sosial ekonomi dan Budaya adalah: 1) Hak ulayat, 2) Perubahan
dan kecemburuan sosial, dan 3) Persepsi masyarakat.

Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya


1)

Perubahan Hak Ulayat

Kegiatan pemetaan kepemilikan dan pembebasan lahan pada tahap prakonstruksi berpotensi berpengaruh terhadap komponen lingkungan Hak
ulayat. Hal ini terutama disebabkan sistem kepemilikan lahan di Provinsi
Papua masih bersifat komunal dan berdasarkan pada hukum atau peraturan
adat. Mengingat bahwa lahan yang akan dimanfaatkan dalam kegiatan ini
tergolong cukup luas, maka dimungkinkan
terdapatnya lahan-lahan
masyarakat yang termasuk ke dalam areal kerja atau konsesi PT. Nusantara
Sago Prima (NuSP) baik di Kaureh maupun Sentani.
Sebagaimana lazimnya proses pemanfaatan dan/atau pembebasan lahan di
tanah-tanah milik komunal (tanah ulayat), maka perlu ada tata cara atau
prosesi perizinan yang mengikuti aturan adat seperti upacara adat Ketuk
Pintu atau Sirih Pinang. Pada dasarnya upacara tersebut merupakan
proses untuk membangun kesepakatan dalam memanfaatkan lahan yang
dimiliki oleh adat. Sehingga menjadi jelas tentang siapa dan mendapatkan
apa dari kesepakatan tersebut.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-42
Papua

Ruang Lingkup Studi


Mengingat bahwa pada tahap awal pohon sagu yang akan dimanfaatkan
adalah pohon sagu alam, maka sudah barang tentu pohon-pohon tersebut
selama ini sudah ada yang memiliki atau yang memanfaatkannya.
Sehingga tidak bisa dengan begitu saja pihak PT. NuSP dapat memanfaatkan
pohon-pohon sagu alam tersebut. Jika pihak PT. NuSP dalam kegiatan
pembebasan lahan ini tidak memahami dengan baik bagaimana sistem
penguasaan dan/atau kepemilikan lahan di areal yang akan dijadikan
sumber produksi pohon sagu, maka bisa jadi kegiatan ini tidak dapat
dilaksanakan karena tidak tercapainya kesepakatan dalam kegiatan
pembebasan lahan.
Terkait dengan uraian tersebut di atas, maka dampak potensial perubahan
hak ulayat berlanjut menjadi Dampak Penting Hipotetik.
2)

Perubahan dan Kecemburuan Sosial

Kegiatan pada tahap pra-konstruksi yang berdampak terhadap perubahan


dan kecemburuan sosial adalah perijinan dan sosialisasi.
Perijinan dan sosialisasi tentang adanya rencana kegiatan pemanfaatan
sagu alam kepada masyarakat diperlukan, sehingga masyarakat
mengetahui secara jelas adanya kegiatan ini. Perubahan sosial di
masyarakat terjadi karena adanya kegiatan proyek baru selain dari
perusahaanperusahaan yang ada sebelumnya seperti PT. Sinarmas II, HPH
Risana Indah Forest dan PT. Siklop Raya.
PT. NuSP telah melakukan sosialisasi sebelumnya bahkan sudah dilakukan
ketuk pintu pada bulan Agustus 2011. Oleh karena itu, dampak terhadap
perubahan dan kecemburuan sosial tidak menjadi dampak penting
hipotetik.
3) Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan usaha pemanfaatan hasil
sagu alam di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua PT. NuSP merupakan
dampak turunan dari kegiatan perijinan dan sosialisasi, serta pemetaan
kepemilikan lahan dan pembebasan lahan.
Sosialisasi tentang adanya rencana kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu
alam kepada masyarakat diperlukan, sehingga masyarakat mengetahui
adanya kegiatan ini. Proses pemetaan kepemilkikan lahan serta nilai
pembebasan lahan dan tanam tumbuh untuk lokasi pabrik dan fasilitas
penunjangnya akan berpengaruh pada terbentuknya persepsi positif atau
negatif masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Pengumuman rencana kegiatan di media massa surat kabar lokal telah
dilakukan. Demikian pula halnya dengan kegiatan sosialisasi rencana
kegiatan dan studi AMDAL usaha pemanfaatan hasil sagu alam di Kabupaten
Jayapura Provinsi Papua PT. NuSP di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Jayapura, dan Instansi terkait di Kabupaten Jayapura. Kegiatan sosilisasi
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-43
Papua

Ruang Lingkup Studi


yang telah dilakukan dengan baik diharapkan dapat membentuk persepsi
yang positif masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Namun demikian, dampak terhadap persepsi masyarakat ini terutama dapat
terjadi karena adanya proses pemetaan kepemilikan lahan dalam rangka
pengakuan hak ulayat masyarakat. Jika proses ini berjalan dengan baik,
maka akan tercipta persepsi positif masyarakat terhadap rencana kegiatan
proyek. Oleh karena itu, dampak terhadap persepsi masyarakat berlanjut
menjadi dampak penting hipotetik.

Tahap Konstruksi
Dampak potensial yang muncul pada tahap konstruksi terhadap komponen
geo-fisik-kimia adalah: 1) Penurunan kualitas udara, 2) Peningkatan
kebisingan, 3) Penurunan kualitas air, 4) Perubahan sifat fisik dan kimia
tanah, 5) Erosi tanah, dan 6) Genangan. Dampak potensial terhadap
komponen biologi adalah: 1) Perubahan tutupan vegetasi sagu, 2)
Terganggunya satwa liar, dan 3) Terganggunya Biota Air. Dampak potensial
terhadap komponen sosial ekonomi budaya adalah: 1) Perubahan dan
kecemburuan sosial, 2) Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha, 3)
Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Peningkatan perkonomian wilayah,
5) Terbukanya aksesibilitas masyarakat, dan 6) Persepsi masyarakat.
Dampak potensial terhadap komponen kesehatan masyarakat adalah: 1)
Penurunan kesehatan masyarakat.

Komponen Geo-Fisik-Kimia
1) Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan pada tahap konstruksi yang berdampak terhadap penurunan
kualitas udara adalah mobilisasi peralatan dan bahan, serta penyiapan
prasarana penebangan dan penyiapan lahan.
Mobilisasi peralatan dan bahan akan menghasilkan emisi gas buang dari
kendaraan. Namun demikian, kuantitas emisi gas buang ini biasanya sangat
kecil jumlahnya dibandingkan dengan volume ruang yang ada, yaitu udara
ambien. Penyiapan prasarana penebangan akan menghasilkan debu yang
beterbangan di sekitar lokasi pembukaan lahan, meskipun demikian jumlah
debu tidak akan meluas ke lokasi yang jauh mengingat kondisi lokasi
kegiatan jauh dari pemukiman.
Oleh karena itu, dampak kegiatan pada tahap konstruksi terhadap
penurunan kualitas udara tidak menjadi dampak penting hipotetik.
2) Peningkatan Kebisingan
Kegiatan pada tahap konstruksi yang berdampak terhadap peningkatan
kebisingan adalah mobilisasi peralatan dan bahan.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-44


Papua

Ruang Lingkup Studi


Lalu lalang kendaran berat yang membawa peralatan dan bahan menuju
pabrik dan fasilitas penunjang memang akan meningkatkan kebisingan.
Akan tetapi karena pabrik dan fasilitas penunjangnya dibangun jauh dari
pemukiman masyarakat
maka peningkatan kebisingan tidak nyata
mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu, dampak kegiatan pada tahap konstruksi terhadap
peningkatan kebisingan tidak menjadi dampak penting hipotetik.
3)

Penurunan Kualitas Air

Kegiatan pada tahap konstruksi yang berdampak terhadap penurunan


kualitas air adalah penyiapan prasarana penebangan, pembangunan pabrik
sagu, dan pembangunan fasilitas penunjang.
Ketiga kegiatan diatas akan menyebabkan peningkatan run of yang
membawa kikisan tanah, selanjutnya masuk ke sungai, sehingga
meningkatkan kekeruhan badan air (sungai). Peningkatan kekeruhan (TSS)
air sungai/anak sungai hanya terjadi ketika pembukaan lahan,
pembangunan pabrik sagu, serta pembangunan fasilitas penunjang telah
dilakukan, namun belum dilakukan perkerasan, dan terutama apabila pada
saat tersebut turun hujan.
Dampak ini akan berlangsung singkat dan tidak semua tanah yang tererosi
masuk ke badan air (sungai) karena areal calon pembangunan pabrik sagu
dan fasilitas penunjang (perkantoran perumahan dan fasilitas lainnya) relatif
datar dan tidak luas.
Berdasarkan uraian tersebut, dampak kegiatan pada tahap kontruksi
terhadap penurunan kualitas air tidak menjadi dampak penting
hipotetik.
4)

Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial


terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah adalah mobilisasi peralatan
dan bahan, penyiapan prasarana penebangan, pembangunan pabrik sagu,
dan pembangunan fasilitas penunjang.
Kegiatan mobilisasi peralatan dan bahan akan memadatkan tanah pada
jalur lintasan kendaraan angkutannya, sedangkan ketiga kegiatan lainnya
akan membongkar dan mengupas lapisan atas tanah yang kemudian
ditimbun ditempat yang lebih rendah dan diratakan sehingga akan terjadi
penurunan kandungan bahan organik tanah dan kandungan unsur-unsur
hara lainnya. Bobot isi tanah cenderung meningkat karena penurunan
kandungan bahan organik oleh proses pemadatan dan pematangan lahan
termasuk cut and fill.
Walaupun dampak hanya akan berlangsung singkat dan pada daerah seluas
ha saat tahap konstruksi berlangsung tetapi intensitas atau besaran
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-45
Papua

Ruang Lingkup Studi


dampak nyata muncul atau terlihat jelas dibandingkan sifat-sifat tanah
asalnya atau tanah asli terutama kandungan bahan organiknya.
Oleh karena itu dampak terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah
berlanjut menjadi dampak penting hipotetik dengan sumber
dampaknya yaitu penyiapan prasarana penebangan, pembangunan pabrik
sagu, dan pembangunan fasilitas penunjang.
5) Erosi Tanah
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap erosi tanah adalah penyiapan prasarana penebangan dan
penyiapan lahan.
Dampak kegiatan penyiapan prasarana penebangan dan penyiapan lahan
terhadap sifat fisik dan kimia tanah sebagai faktor erodisibilitas tanah
secara tidak langsung akan meningkatkan erosi tanah, namun lahan yang
relatif datar dan sedikit dilakukan kegiatan cut and fill atau pematangan
lahan untuk lokasi pabrik dan sarana penunjangnya, sehingga erosi yang
terjadi tidak nyata juga.
Oleh karena itu dampak terhadap perubahan erosi tanah tidak menjadi
dampak penting hipotetik.
6) Genangan
Kejadian genangan sementara (temporary flood) merupakan dampak
potensial yang diidentifikasi akan timbul sebagai akibat kegiatan penyiapan
prasarana penebangan dan penyiapan lahan.
Genangan terjadi setelah hujan turun pada areal yang relatif datar dan
resapan air hujan (infiltrasi) yang rendah karena tidak tertutup vegetasi
(terbuka), namun dalam waktu yang singkat karena dilakukan pengaturan
drainase pada tahap kontruksi.
Berdasarkan uraian tersebut, kegiatan penyiapan prasarana penebangan
dan penyiapan lahan tidak menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap
genangan sehingga tidak menjadi dampak penting hipotetik.

Komponen Biologi
1) Penurunan Tutupan Vegetasi Sagu

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-46


Papua

Ruang Lingkup Studi


Kegiatan penyiapan prasarana penebangan, penyiapan lahan untuk
pembangunan pabrik sagu dan pembangunan fasilitas penunjang
(perkantoran, perumahan dan fasilitas lainnya) akan menurunkan tutupan
vegetasi non sagu. Kegiatan penyiapan lahan tersebut akan mengurangi
tutupan vegetasi non sagu yang persentasi luasannya tidak besar
dibandingkan tutupan lahan hutan disekitarnya, sementara itu tutupan
vegetasi pada hutan sagu belum terganggu pada tahap konstruksi.
Berdasarkan uraian tersebut, kegiatan penyiapan prasarana penebangan
dan penyiapan lahan tidak menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap
perubahan tutupan vegetasi sagu sehingga tidak menjadi dampak
penting hipotetik.
2) Terganggunya Satwa Liar
Sama halnya dengan penurunan tutupan vegetasi, kegiatan tahap
konstruksi yang menyebabkan dampak potensial terhadap parameter
terganggunya satwa liar adalah penyiapan prasarana penebangan dan
penyiapan lahan.
Luas lahan yang di buka untuk pembangunan pabrik sagu dan fasilitas
penunjang lainnya hanya sebesar . Ha sehingga tidak berpengaruh nyata
terhadap berkurangnya sumber pakan dan lintasan bagi satwa liar disekitar
lokasi pembangunan proyek.
Oleh karena itu dampak terhadap terganggunya satwa liar tidak menjadi
dampak penting hipotetik.
3) Tergangunya Biota Air
Terganggunya Biota
kualitas air, dimana
dampak yang nyata
penyiapan lahan,
penunjangnya.

air merupakan dampak turunan dari terganggunya


air sebagai media kehidupan biota air tidak terkena
oleh kegiatan penyiapan prasarana penebangan dan
serta pembangunan pabrik sagu, dan fasilitas

Peningkatan TSS dalam badan air tidak nyata mempengaruhi kehidupan


biota air sehingga dampak terhadap terganggunya biota air juga tidak
menjadi dampak penting hipotetik.

Komponen Sosial ekonomi dan budaya


1) Perubahan dan Kecemburuan Sosial
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap perubahan dan kecemburuan sosial adalah pemanfaatan tenaga
kerja.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-47


Papua

Ruang Lingkup Studi


Pembangunan pabrik dan pembangunan fasilitas penunjang (perkantoran,
perumahan dan fasilitas lainnya) menyebabkan sebagian kecil masyarakat
setempat
merubah mata pencahariannya dari memanen hasil bumi
berubah menjadi pegawai lepas (buruh harian) seperti tukang, satpam,
pedagang melalui proses pemanfaatan tenaga kerja. Selain itu, kegiatan
pembangunan pabrik dan pembangunan fasilitas penunjangnya hanya
melibatkan sebagian kecil masyarakat sehingga tidak akan secara nyata
menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang lainnya.
Dengan demikian dampak terhadap perubahan dan kecemburuan sosial
tidak menjadi dampak penting hipotetik.

2) Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha


Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap terbukanya kesempatan kerja dan berusaha adalah pemanfaatan
tenaga kerja.
Pemanfaatan tenaga kerja pada tahap konstruksi akan menimbulkan
dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja dan berusaha bagi
masyarakat sekitar. Tenaga kerja umumnya laki-laki usia antara 17 sampai
dengan 50 tahun yang diperkerjakan dalam tahap konstruksi yang dipasok
melalui kontraktor luar maupun lokal (level kecamatan atau kabupaten).
Dalam penerimaan tenaga kerja diusahakan mengutamakan penduduk
sekitar proyek atau wilayah studi selama memenuhi persyaratan/kualifikasi
yang ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan dan jumlah
yang dibutuhkan.
Pemenuhan kebutuhan pekerja dan kebutuhan konsumsi pekerja
diprakirakan berdampak pada peningkatan peluang berusaha. Pekerja akan
membutuhkan berbagai kebutuhan hidup. Kondisi ini membuka berbagai
peluang usaha baru bagi masyarakat. Terciptanya lapangan usaha baru di
sektor perdagangan (antara lain warung kebutuhan konsumsi) merupakan
peluang usaha masyarakat.
Peluang usaha baru sebagai matapencaharian baru/pokok yang
dikembangkan secara perorangan ataupun kelompok, diprakirakan akan
berkembang di sekitar lokasi kegiatan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
kegiatan konstruksi dapat berdampak positif tak langsung terhadap
terciptanya peluang usaha baru. Kegiatan pemanfaatan tenaga kerja tahap
konstruksi yang memungkinkan terbukanya kesempatan kerja dan peluang
berusaha. Oleh karena itu, dampak terhadap kemungkinan terbukanya
kesempatan kerja dan peluang berusaha menjadi dampak penting
hipotetik.
3) Peningkatan Pendapatan Masyarakat

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-48


Papua

Ruang Lingkup Studi


Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha masyarakat sekitar kegiatan
proyek pada tahap konstruksi akan menimbulkan dampak turunan terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan tenaga kerja yang
berasal dari gaji rutin diperoleh dari kontraktor pembangunan pabrik sagu
dan fasilitas penunjangnya, maupun pembukaan dan penyiapan lahan.
Peluang usaha baru sebagai matapencaharian baru atau mata pencaharian
pokok yang dikembangkan secara perorangan ataupun kelompok,
diprakirakan akan berkembang di sekitar lokasi kegiatan, sehingga akan
meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat menjadi dampak
penting hipotetik.
5) Peningkatan Perekonomian Wilayah
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap peningkatan perekonomian wilayah adalah pemanfaatan tenaga
kerja.
Mengingat relatif sedikitnya jumlah tenaga kerja yang dapat terserap dalam
kegiatan pada tahap konstruksi, maka dampak terhadap peningkatan
perekonomian wilayah tidak akan berpengaruh nyata.
Oleh karena itu, dampak terhadap peningkatan perekonomian wilayah tidak
menjadi dampak penting hipotetik.
6) Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap terbukanya aksesibilitas masyarakat adalah penyiapan prasarana
penebangan dan penyiapan lahan, pembangunan pabrik sagu, dan
pembangunan fasilitas penunjang.
Ketiga kegiatan tersebut menyebabkan terbukanya sarana perhubungan
(jalan, jembatan) dari wilayah sekitarnya menuju lokasi proyek, sehingga
aksesibilitas masyarakat menjadi lebih terbuka dan selanjutnya akan
memberikan peluang kerja dan berusaha masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, dampak terhadap terbukanya aksesibilitas masyarakat
tergolong dampak penting hipotetik.
7) Persepsi Masyarakat
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap persepsi masyarakat adalah pemanfaatan tenaga kerja.
Dalam penerimaan tenaga kerja diusahakan mengutamakan penduduk
sekitar proyek atau wilayah studi selama memenuhi persyaratan/kualifikasi
yang ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan dan jumlah
yang dibutuhkan.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-49
Papua

Ruang Lingkup Studi


Pemenuhan kebutuhan pekerja dan kebutuhan konsumsi pekerja
diprakirakan berdampak pada peningkatan peluang berusaha. Pekerja akan
membutuhkan berbagai kebutuhan hidup. Kondisi ini membuka berbagai
peluang usaha baru bagi masyarakat. Terciptanya lapangan usaha baru di
sektor perdagangan (antara lain warung kebutuhan konsumsi) merupakan
peluang usaha masyarakat, sehingga menimbulkan persepsi positif bagi
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dampak terhadap persepsi masyarakat pada
tahap konstruksi berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.

Komponen Kesehatan Masyarakat


1) Penurunan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan pada tahap konstruksi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap penurunan kesehatan masyarakat adalah mobilisasi peralatan
berat dan bahan.
Mobilisasi peralatan berat dan bahan pada tahap konstruksi akan
meningkatkan debu yang melayang di udara. Mengingat lokasi
pembangunan pabrik sagu dan fasilitas penunjang (perkantoran,
perumahan dan fasilitas lainnya) yang relatif jauh dari pemukiman dan tidak
padat penduduk maka penurunan kesehatan masyarakat tidak nyata.
Penurunan kualitas air yang tidak nyata pada tahap konstruksi tidak akan
menggangu kesehatan masyarakat sekitar proyek sekalipun mereka
memanfatkan untuk aktivitas sehari-hari.
Dampak potensial debu yang ditimbulkan oleh mobilisasi peralatan dan
bahan serta penurunan kualitas air tidak akan memberikan dampak turunan
terhadap penurunan kesehatan masyarakat, sehingga tidak menjadi
dampak penting hipotetik.

Tahap Operasi
Dampak potensial yang muncul pada tahap operasi pada komponen geofisik-kimia adalah: 1) Penurunan kualitas udara, 2) Peningkatan kebisingan,
3) Penurunan kulitas air, dan 4) Timbulan limbah padat sagu. Dampak
terhadap komponen biologi adalah: 1) Perubahan tutupan vegetasi sagu, 2)
Terganggunya satwa liar, dan 3) Terganggunya biota air. Dampak terhadap
komponen sosial eknomi dan budaya adalah: 1) Perubahan dan
kecemburuan sosial, 2) Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha, 3)
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-50
Papua

Ruang Lingkup Studi


Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Peningkatan perekonomian
wilayah, 5) Terbukanya aksesibilitas masyarakat, dan 6) Persepsi
masyarakat. Dampak terhadap komponen kesehatan masyarakat adalah : 1)
Penurunan kesehatan masyarakat.

Komponen Geo-Fisik-Kimia
1) Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan pada tahap operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap penurunan kualitas udara adalah proses pengolahan sagu, serta
perlindungan hutan sagu dan penanganan limbah sagu .
Proses pengolahan sagu di pabrik bisa
berupa pelepasan polutan utama udara
partikulat) sebagai sumber pencemar
ditimbulkan dalam penanganan limbah
kualitas udara.

menimbulkan dampak potensial


ambien (SO 2, NO2, CO, CO2, dan
udara. Bau tidak sedap yang
sagu
juga akan menurunkan

Dari sejumlah kegiatan yang ada, diprakirakan proses pengolahan sagu di


pabrik dan penanganan limbah sagu dalam masa operasi yang akan
menimbulkan dampak terhadap perubahan kualitas udara. Prakiraan ini
antara lain didasarkan pada lamanya dampak berlangsung selama tahap
operasi. Selain itu, dampak perubahan kualitas udara yang ditimbulkan bisa
tersebar secara meluas sesuai dengan kondisi atmosfer (kecepatan dan
arah angin) yang ada dalam ruang udara bebas (udara ambien).
Oleh karena itu, dampak potensial terhadap penurunan kualitas udara
berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.
2) Peningkatan Kebisingan
Kegiatan pada tahap operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap peningkatan kebisingan adalah proses pengolahan sagu,
pengangkutan tepung sagu, serta perlindungan hutan sagu dan
penanganan limbah sagu.
Ditinjau dari aspek kebisingan lingkungan, beroperasinya berbagai mesin
produksi di pabrik dan pengangkutan tepung sagu, akan menimbulkan
perubahan tingkat kebisingan beberapa decibel (dBA) lebih tinggi
dibandingkan tingkat kebisingan mula-mula. Konsekuensi logis ini akan
tetap berlangsung selama fasilitas produksi tersebut terus beroperasi.
Sementara itu kegiatan pengangkutan tepung sagu, serta perlindungan
hutan sagu dan penanganan limbah sagu tidak akan meningkatkan
kebisingan secara nyata. Kebisingan ini (proses pengolahan sagu) akan
diterima langsung dampaknya oleh karyawan pabrik dan penduduk yang
bermukim disekitarnya.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-51


Papua

Ruang Lingkup Studi


Oleh karena itu, dampak potensial terhadap peningkatan berlanjut menjadi
dampak penting hipotetik dengan sumber dampak adalah proses
pengolahan sagu.
3) Penurunan Kualitas Air
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap penurunan kualitas
air adalah proses pengolahan sagu, serta perlindungan hutan sagu dan
penanganan limbah sagu.
Pengolahan limbah cair dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dengan menggunakan lagoon system, biogas yang dihasilkan akan
ditampung untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler.
Limbah cair akan dialirkan dalam kolam yang secara alami akan
terdegradasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat polutan sampai
dibawah baku mutu lingkungan. Setelah kualitas air limbah memenuhi
standar baku mutu yang telah ditetapkan, barulah dapat dialirkan ke parit
pembuangan ataupun ke badan penerima limbah. Air buangan atau limbah
pabrik dapat menjadi permasalahan dengan penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar sungai atau badan air penerima limbah.
Berdasarkan uraian diatas, dampak potensial pada tahap operasi terhadap
penurunan kualitas air berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.
4) Timbulan Limbah Padat Sagu
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap timbulan limbah
padat sagu adalah proses pengolahan sagu, serta perlindungan hutan sagu
dan penanganan limbah sagu.
Salah satu produk sampingan dari hasil pengolahan sagu di pabrik adalah
munculnya limbah padat sagu yang diantaranya menyebabkan bau yang
tidak sedap di sekitar timbunan limbah tersebut. Walaupun lokasi pabrik
jauh dari pemukiman penduduk namun bau sangat mungkin terbawa oleh
hembusan angin dari berbagai arah sehingga kenyamanan penduduk
sekitar bisa terganggu. Limbah padat dan cair apabila terbawa aliran air
larian hujan dan masuk ke badan air seperti sungai akan mencemari air
tersebut dan menurunkan kualitas airnya.
Berdasarkan uraian diatas, dampak terhadap timbulan limbah padat pada
tahap operasi berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.

Komponen Biologi
1) Perubahan Tutupan Vegetasi Sagu

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-52


Papua

Ruang Lingkup Studi


Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap perubahan
perubahan tutupan vegetasi sagu adalah proses pemanenan sagu dan
pemeliharaan hutan sagu.
Proses Pemanenan sagu akan menurunkan tutupan vegetasi meskipun
dilaksanakan dengan melakukan penebangan pohon sagu secara bertahap
dan selektif. Sagu yang akan di panen adalah sagu yang berumur 8 10
tahun.
Untuk menjaga kerapatan pohon sagu maka perlu dilakukan pemeliharaan
anakan sagu dan pemupukan. Pemeliharaan menjadi penting karena akan
sangat menentukan populasi sagu yang siap dipanen.
Dengan demikian kegiatan pemanenan dan pemeliharaan hutan sagu akan
berdampak terhadap perubahan tutupan vegetasi sagu yang selanjutnya
menjadi dampak penting hipotetik.
2) Terganggunya Satwa Liar
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap terganggunya
satwa liar adalah proses pemanenan sagu, pemeliharaan hutan sagu, serta
perlindungan hutan sagu dan penanganan limbah sagu.
Terganggunya satwa liar merupakan dampak turunan dari perubahan
tutupan vegetasi sagu. Proses pemanenan, pemeliharaan dan perlindungan
hutan sagu secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap pergerakan dan habitat satwa liar. Selanjutnya gangguan terhadap
habitat satwaliar tersebut akan mengurangi potensi populasi satwaliar
bahkan pada tahap yang mengkhawatirkan akan dapat menurunkan kualitas
genetik akibat inbriding (silang dalam kawin atau satu keturunan). Jika hal
demikian terjadi maka kemungkinan berkurangnya populasi atau bahkan
punahnya satwa liar relatif tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, dampak terhadap terganggunya satwa liar pada
tahap operasi, berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.

3) Terganggunya Biota Air

Terganggunya Biota air merupakan dampak turunan dari terganggunya


kuailitas air dimana air sebagai media kehidupan biota air (seperti ikan hiu
gergaji di Danau Sentani, ikan endemik di perairan sungai di Kecamatan
Kaureh) terkena dampak yang nyata oleh limbah cair hasil pengolahan sagu
sekalipun setelah melalui IPAL, sehingga dampaknya menjadi dampak
penting hipotetik.

Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya


1) Perubahan dan Kecemburuan Sosial
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-53
Papua

Ruang Lingkup Studi


Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap perubahan dan
kecemburuan sosial adalah proses pemanfaatan tenaga kerja.
Dalam penerimaan tenaga kerja diusahakan mengutamakan penduduk
sekitar proyek atau wilayah studi selama memenuhi persyaratan/kualifikasi
yang ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Sama halnya dengan kegiatan pada tahap konstruksi, pada tahap operasi
para pekerja serta anggota keluarganya akan membutuhkan berbagai
kebutuhan
hidup.
Kebutuhan
tersebut
dapat
dipenuhi
dengan
membelanjakan sebagian pendapatannya. Kondisi ini membuka berbagai
peluang usaha baru bagi masyarakat. Terciptanya lapangan usaha baru di
sektor perdagangan (antara lain warung kebutuhan konsumsi) dan jasa
(transportasi, akomodasi) merupakan peluang usaha bagi masyarakat,
sehingga tidak akan secara nyata menimbulkan kecemburuan sosial
terhadap masyarakat yang lainnya
Oleh karena itu, dampak terhadap perubahan dan kecemburuan sosial
tidak menjadi dampak penting hipotetik.
2) Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha adalah proses pemanfaatan tenaga kerja
dan proses pemanenan sagu.
Pemanfaatan tenaga kerja dan pemanenan sagu akan menimbulkan
dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi
masyarakat sekitar kegiatan. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada tahap
operasi umumnya laki-laki usia antara 17 - 50 tahun. Dalam penerimaan
tenaga kerja diusahakan mengutamakan penduduk sekitar proyek atau
wilayah studi selama memenuhi persyaratan/kualifikasi yang ditetapkan
untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Selama tahap operasi, kesempatan membuka peluang usaha bagi
masyarakat setempat yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seharihari pekerja operasi, relatif kecil. Oleh karena itu kegiatan pada tahap
operasi hanya berpotensi menimbulkan dampak terhadap terbukanya
kesempatan kerja, sehingga menjadi dampak penting hipotetik.

3) Peningkatan Pendapatan Masyarakat


Terbukanya kesempatan kerja akibat kegiatan pemanfaatan tenaga kerja
pada tahap operasi akan menimbulkan dampak turunan terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat.
Pendapatan yang diterima oleh
tenaga kerja berasal dari gaji yang diperoleh secara rutin dari perusahaan.
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-54
Papua

Ruang Lingkup Studi


Disamping itu dalam jangka panjang akan menumbuhkan sektor usaha
ekonomi informal seperti logistik yang dibutuhkan pabrik dalam jumlah
kecil.
Oleh karena itu, pemanfaatan tenaga kerja pada tahap operasi yang
menimbulkan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.
4) Peningkatan perekonomian wilayah
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap peningkatan
perekonomian wilayah adalah proses pemanfaatan tenaga kerja, proses
pemanenan sagu, dan pengangkutan tepung sagu.
Seiring dengan beroperasinya pabrik dalam jangka panjang maka akan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian lokal yang
berupa Peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah (PAD).
Oleh karena itu, dampak terhadap peningkatan perekonomian wilayah
tergolong dampak penting hipotetik.
5) Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap terbukanya
aksesibilitas masyarakat adalah
proses pemanenan sagu dan
pengangkutan tepung sagu.
Pengangkutan sagu alam hasil panen, pengangkutan bahan-bahan untuk
pegolahan sagu dan Pengangkuatan hasil olahan sagu menyebabkan
terbukanya sarana perhubungan secara tidak langsung dari wilayah
sekitarnya menuju lokasi proyek karena masyarakat yang tidak terlibat
langsung dapat memanfaatkan aksesibilitas tersebut sehingga masyarakat
menjadi lebih terbuka.
Oleh karena itu, dampak terhadap terbukanya aksesibilitas masyarakat
tergolong dampak penting hipotetik.
6) Persepsi Masyarakat
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap persepsi
masyarakat adalah pemanfaatan tenaga kerja. Selain itu juga merupakan
dampak turunan dari peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air,
timbulan limbah padat sagu, dan penurunan kesehatan masyarakat.
Dalam penerimaan tenaga kerja diusahakan mengutamakan penduduk
sekitar proyek atau wilayah studi selama memenuhi persyaratan/kualifikasi
yang ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan dan jumlah
yang dibutuhkan.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-55


Papua

Ruang Lingkup Studi


Pemenuhan kebutuhan pekerja dan kebutuhan konsumsi pekerja
diprakirakan berdampak pada peningkatan peluang berusaha. Pekerja akan
membutuhkan berbagai kebutuhan hidup. Kondisi ini membuka berbagai
peluang usaha baru bagi masyarakat. Terciptanya lapangan usaha baru di
sektor perdagangan (antara lain warung kebutuhan konsumsi) merupakan
peluang usaha masyarakat, sehingga menimbulkan persepsi positif bagi
masyarakat.
Persepsi negatif masyarakat akan timbul apabila dampak turunan terhadap
terganggunya kesehatan masyarakat nyata dirasakan oleh masyarakat
sebagai akibat dari penurunan kualitas udara akibat peningkatan kebisingan
mesin pabrik. Kesehatan masyarakat juga akan terganggu secara nyata
karena penurunan kualitas air sebagai akibat timbulan limbah padat sagu.
Berdasarkan uraian di atas, dampak terhadap persepsi masyarakat pada
tahap operasi berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.

Komponen Kesehatan Masyarakat


1) Penurunan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan pada tahap operasi yang berdampak terhadap penurunan
kesehatan masyarakat adalah proses pengolahan sagu. Selain itu juga
merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan air.
Penurunan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari
penurunan kualitas udara dan air. Penurunan kualitas udara dan air
berlangsung lama sehingga para pekerja dan masyarakat disekitar pabrik
akan terganggu kesehatannya apabila tidak dilakukan pengelolaan limbah
yang baik dan benar.
Oleh karena itu dampak terhadap penurunan kesehatan masyarakat pada
tahap operasi berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.

Tahap Pasca Operasi


Dampak potensial yang muncul pada tahap pasca operasi pada komponen
geo-fisik-kimia adalah: 1) Penurunan kualitas udara, 2) Peningkatan
kebisingan, dan 3) Perubahan sifat fisik dan kimia tanah. Dampak terhadap
komponen sosial ekonomi dan budaya adalah: 1) Perubahan dan
kecemburuan sosial, 2) Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha, 3)
Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Peningkatan perekonomian
wilayah, dan 5) Persepsi masyarakat. Dampak terhadap komponen
kesehatan masyarakat adalah: 1) Penurunan kesehatan masyarakat.

Komponen Geo-Fisik-Kimia
1) Penurunan Kualitas Udara

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-56


Papua

Ruang Lingkup Studi


Sumber dampak yang bisa menimbulkan dampak potensial terhadap
perubahan kualitas udara pada tahap pasca operasi adalah penutupan
pabrik dan demobilisasi peralatan.
Penutupan dan pembongkaran pabrik serta diakhiri dengan penanaman
kembali areal tersebut akan memperbaiki kembali kualitas udara dan iklim
mikronya.
Demobilisasi peralatan dari kendaraan pengangkut menghasilkan emisi gas
buang. Emisi gas buang yang dihasilkan akan berpotensi mempengaruhi
kualitas udara ambien sehingga menjadi turun.
Namun demikian, kendaraan yang dipergunakan telah dilakukan perawatan
sehingga emisinya kecil dibandingkan dengan volume ruang yang ada, yaitu
udara ambien. Selain itu kegiatan demobilisasi tidak berlangsung lama.
Oleh karena itu, dampak kegiatan penutupan pabrik dan demobilisasi
peralatan terhadap penurunan kualitas udara tidak menjadi dampak
penting hipotetik.
2) Peningkatan Kebisingan
Kegiatan tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap peningkatan kebisingan adalah demobilisasi peralatan.
Lalu lalang kendaran berat dan penutupan pabrik sagu akan meningkatkan
kebisingan. Karena lokasi pabrik sagu jauh dari pemukiman masyarakat dan
demobilisasi peralatan berlangsung singkat maka peningkatan kebisingan
tidak nyata mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu, dampak kegiatan pasaca operasi terhadap peningkatan
kebisingan tidak menjadi dampak penting hipotetik.
3)

Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Kegiatan tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial


terhadap parameter sifat fisika kimia tanah adalah penutupan pabrik dan
demobilisasi peralatan.
Kegiatan penutupan pabrik serta demobilisasi peralatan akan dilakukan
setelah semua kegiatan operasi selesai. Kegiatan penutupan pabrik sagu
hanya pada lokasi tertentu dan dengan luasan yang kecil serta demobilisasi
peralatanhanya berlangsung singkat, sehingga tidak berpengaruh nyata
terhadap penurunan bobot isi tanah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dampak terhadap perubahan sifat fisik
dan kimia tanah adalah kecil sehingga tidak menjadi dampak penting
hipotetik.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-57


Papua

Ruang Lingkup Studi

Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya


1) Perubahan dan Kecemburuan Sosial
Kegiatan tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap perubahan dan kecemburuan sosial adalah pelepasan tenaga
kerja.
Penutupan pabrik sagu menyebabkan sebagian kecil masyarakat setempat
yang bekerja di pabrik sagu, terutama karyawan lepas (buruh, satpam) akan
kehilangan mata pencahariannya (menganggur). Tetapi dengan pembekalan
yang diberikan perusahaan kepada masyarakat (pelatihan, kursus)
diharapkan masyarakat dapat mandiri dan bisa membuka lapangan kerja
sendiri. Dengan demikian dampak terhadap perubahan dan kecemburuan
sosial tidak menjadi dampak penting hipotetik.
2) Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Pelepasan tenaga kerja pada tahap pasca operasi akan menimbulkan
dampak terhadap hilangnya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi
masyarakat.
Pelatihan, kursus atau pembekalan kegiatan pasca operasi yang diberikan
perusahaan kepada masyarakat bertujuan untuk membina masyarakat agar
hidup mandiri dan membuka lapangan kerja sendiri sehingga diharapkan
tidak ada pengangguran setelah kegiatan pasca operasi.
Oleh karena itu, terbukanya kesempatan kerja dan berusaha berlanjut
menjadi dampak penting hipotetik.
3) Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Kegiatan tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap penurunan pendapatan masyarakat adalah pelepasan tenaga
kerja.
Pelepasan tenaga kerja setelah berakhirnya proyek secara tidak langsung
akan menurunkan pendapatan masyarakat, contohnya biasanya menerima
gaji bulanan menjadi tidak menerima lagi. Kegiatan pelatihan, kursus atau
pembekalan kegiatan pasca operasi yang diberikan perusahaan kepada
masyarkat yang diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian tidak serta
merta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, karena tidak mudah
merubah paradigma orang gajian menjadi tidak gajian pengusaha.
Oleh karena itu, pelepasan tenaga kerja pada tahap pasca operasi yang
menimbulkan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
berlanjut menjadi dampak penting hipotetik.
4) Peningkatan Perekonomian Wilayah
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-58
Papua

Ruang Lingkup Studi


Kegiatan pada tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap parameter peningkatan perekonomian wilayah adalah pelepasan
tenaga kerja.
Pelepasan tenaga kerja tahap pasca operasi, akan menghilangkan
pendapatan para pekerja dan masyarakat disekitar pabrik disamping PAD
akan menurun, sehingga dampak peningkatan perekonomian wilayah
menjadi dampak penting hipotetik.
5) Persepsi Masyarakat
Kegiatan tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap parameter peningkatan perekonomian wilayah adalah pelepasan
tenaga kerja.
Persepsi masyarakat pada tahap pasca operasi merupakan akumulasi
dampak turunan dari aspek biofisik, sosial ekonomi dan budaya, serta
kesehatan masyarakat sehingga dampak persepsi masyarakat bisa bersifat
positif atau negatif sesuai dengan besaran masing-masing dampak.
Sejauh memberikan manfaat yang positif terhadap perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat di wilayah studi maka persepsi masyarakat akan
positif terhadap pemrakarsa. Pemberian pelatihan khusus, kepada
masyarakat dan karyawan, pasca operasi kegiatan akan berpengaruh nyata
(positif) terhadap persepsi masyarakat sehingga menjadi dampak
penting hipotetik.

Komponen Kesehatan Masyarakat


Kegiatan pada tahap pasca operasi yang menyebabkan dampak potensial
terhadap parameter penurunan kesehatan masyarakat adalah demobilisai
peralatan.
Demobilisasi peralatan berat pada tahap pasca operasi akan meningkatkan
debu yang melayang di udara. Mengingat lokasi pembangunan pabrik sagu
dan fasilitas penunjang (perkantoran, perumahan dan fasilitas lainnya) yang
relatif jauh dari pemukiman dan tidak padat penduduk maka penurunan
kesehatan masyarakat tidak nyata dan tidak menjadi dampak penting
hipotetik.
Berdasarkan telahaan evaluasi dampak potensial yang telah diuraikan
secara rinci tersebut di atas, maka diperoleh dampak penting hipotetik
sebagai berikut:
Dampak penting hipotetik pada tahap pra-konstruksi adalah: 1) Perubahan
hak ulayat, dan 2) Persepsi masyarakat.

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-59


Papua

Ruang Lingkup Studi


Dampak penting hipotetik pada tahap konstruksi adalah: 1) Perubahan sifat
fisik dan kimia tanah, 2) Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha, 3)
Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Peningkatan perekonomian
wilayah, 5) Terbukanya aksesibilitas masyarakat, dan 6) Persepsi
masyarakat.
Dampak penting hipotetik pada tahap operasi adalah: 1) Penurunan kualitas
udara, 2) Peningkatan kebisingan, 3) Penurunan kualitas air, 4) Timbulan
limbah padat, 5) Perubahan tutupan vegetasi sagu, 6) Terganggunya satwa
liar, 7) Terganggunya biota air, 8) Terbukanya kesempatan kerja dan
berusaha, 9) Peningkatan pendapatan masyarakat, 10) Peningkatan
perekonomian wilayah, 11) Terbukanya aksesibilatas masyarakat, 12)
Persepsi masyarakat, dan 13) Penurunan kesehatan masyarakat.
Dampak penting hipotetik pada tahap pasca operasi adalah: 1) Terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha, 2) Peningkatan pendapatan masyarakat, 3)
Peningkatan perekonomian wilayah, dan 4) Persepsi masyarakat.
Rekapitulasi dampak penting hipotetik yang merupakan hasil dari proses
evaluasi dampak potensial disajikan pada Tabel 2.22.

Tabel 2.22. Matrik Dampak Penting Hipotetik


Rencana Kegiatan

Komponen
Lingkungan

A
1 2

B
4

7 8

C
9

1
0

1
1

1
2

1
3

1
4

D
1
5

1
6

1
7

1
8

1
9

2
0

GEO-FISIK-KIMIA
1. Penurunan Kualitas
Udara
2. Peningkatan
Kebisingan
3. Penurunan Kualitas Air
4. Timbulan Limbah
Padat Sagu
5. Perubahan Sifat Fisik
dan Kimia Tanah
6. Erosi Tanah
7. Genangan

v
v

v v v

BIOLOGI
8. Perubahan Tutupan
Vegetasi Sagu
9. Terganggunya Satwa
liar
10.
Terganggunya
Biota Air

v
v

SOSIAL EKONOMI
BUDAYA
11. Perubahan Hak Ulayat

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-60


Papua

Ruang Lingkup Studi

Rencana Kegiatan

Komponen
Lingkungan

A
1 2

12.
Perubahan dan
Kecemburuan Sosial
13. Terbukanya
Kesempatan Kerja dan
Berusaha
14.
Peningkatan
Pendapatan
Masyarakat
15.
Peningkatan
Perekonomian Wilayah
16. Terbukanya
Aksesibilitas
Masyarakat
17.
Persepsi
Masyarakat

B
4

1
0

1
3

1
4

1
2

7 8

v
v

C
1
1

1
5

1
6

1
7

1
8

1
9

2
0

KESEHATAN
MASYARAKAT
18.
Penurunan
Kesehatan Masyarakat

Keterangan : v = Terkena Dampak

Pra Konstruksi
(A)
1. Studi Kelayakan
2. Perijinan dan
Sosialisasi
3. Pemetaan
Kepemilikan dan
Pembebasan Lahan
4. Penyusunan
Rencana
Pemanfaatan Sagu
5. CSR

Konstruksi (B)

Pasca Operasi
(D)

Operasi (C)

6. Pemanfaatan Tenaga
Kerja Kontruksi

11. Pemanfaatan Tenaga


Kerja Operasi

7. Mobilisasi Peralatan
dan Bahan

12. Proses Pemanenan Sagu

19. Demobilisasi
Peralatan

13. Pemeliharaan Hutan


Sagu

20. Pelepasan
Tenaga Kerja

8. Penyiapan Prasarana
Penebangan dan
Penyiapan Lahan

18. Penutupan Pabrik

14. Proses Pengolahan Sagu

9. Pembangunan Pabrik
Sagu

15. Penyimpanan Tepung


Sagu

10. Pembangunan Fasilitas


Penunjang

16. Pengangkutan Tepung


Sagu
17. Perlindungan Hutan
Sagu dan Penanganan
Limbah Sagu

C. Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting


Dampak penting hipotetik ditentukan prioritasnya dengan tujuan untuk
mengurutkan dampak penting berdasarkan prioritasnya. Pendekatan yang
dilakukan
dalam
menentukan
prioritas
dampak
adalah
dengan
menggunakan metode yang memprakirakan besarnya peluang terjadinya
dampak (probability) dan besarnya akibat atau konsekuensi (consequences)
(Tabel 2.23). Proses pemberian skala prioritas dampak pada tahap pra
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-61
Papua

Ruang Lingkup Studi


konstruksi hingga operasi disajikan pada Tabel 2.24, Tabel 2.25, Tabel
2.26 dan Tabel 2.27.
Tabel 2.23. Prioritas Dampak Berdasarkan Probabilitas dan Konsekuensi
Besarnya Akibat (Konsekuensi)
Insidental
Kecil
Menengah
(1)
(2)
(3)

Peluang Kejadian/Akibat
Besarnya
Peluang
Kejadian

Tabel 2.24.
Konstruksi

Kemungkinan Sedang
(3)
Kemungkinan Kecil (2)
Jarang Sekali (1)

2
1

4
2

6
3

Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap Pra-

Dampak Penting
Hipotetik
Perubahan Hak Ulayat
Persepsi Masyarakat

Tabel 2.25.
Konstruksi

Skala Prioritas

Penilaian
2

Peluang
Konsekuensi
Total Skala = 6 (3x2)
Peluang
Konsekuensi
Total Skala = 2 (1x2)

Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap

Dampak Penting
Hipotetik
Perubahan Sifat Fisik-Kimia
Tanah
Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat
Terbukanya Aksesibilitas
Persepsi Masyarakat

Skala Prioritas
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =

Penilaian
2

4 (2x2)

6 (2x3)

6 (2x3)

4 (2x2)

2 (1x2)

Tabel 2.26. Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap Operasi
Dampak Penting
Hipotetik
Penurunan Kualitas Udara
Peningkatan Kebisingan
Penurunan Kualitas Air

Skala Prioritas

Penilaian
2

Peluang
Konsekuensi
Total Skala = 6 (3x2)
Peluang
Konsekuensi
Total Skala = 4 (2x2)
Peluang
Konsekuensi
Total Skala = 6 (2x3)

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-62


Papua

Ruang Lingkup Studi


Dampak Penting
Hipotetik
Timbulan Limbah Padat Sagu
Perubahan Tutupan Vegetasi
Sagu
Terganggunya Satwa Liar
Terganggunya Biota Air
Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat
Peningkatan Perekonomian
Wilayah
Terbukanya Aksesibilitas
Masyarakat
Persepsi Masyarakat
Penurunan Kesehatan
Masyarakat

Skala Prioritas
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =

Penilaian
2

9 (3x3)

6 (3x2)

4 (2x2)

4 (2x2)

6 (2x3)

6 (2x3)

6 (3x2)

4 (2x2)

9 (3x3)

4 (2x2)

Tabel 2.27. Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap Pasca
Operasi
Dampak Penting
Hipotetik
Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat
Peningkatan Perekonomian
Wilayah
Persepsi Masyarakat

Skala Prioritas
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =
Peluang
Konsekuensi
Total Skala =

Penilaian
2

4 (2x2)

4 (2x2)

2 (1x2)

2 (1x2)

Berdasarkan penentuan skala prioritas, maka diperoleh prioritas dampak


penting hipotetik berikut ini yang disusun berdasarkan tahapan kegiatan.
Tahap Pra-Konstruksi :
1. Perubahan Hak Ulayat
2. Persepsi Masyarakat
Tahap Konstruksi :
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-63
Papua

Ruang Lingkup Studi


1.
2.
3.
4.
5.

Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha


Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
Perubahan Sifat Fisik-Kimia Tanah
Persepsi Masyarakat

Tahap Operasi :
1.
Timbulan Limbah Padat Sagu
2.
Penurunan Kualitas Air
3.
Persepsi Masyarakat
4.
Penurunan Kualitas Air
5.
Penurunan Kualitas Udara
6.
Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
7.
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
8.
Peningkatan Perekonomian Wilayah
9.
Perubahan Tutupan Vegetasi Sagu
10. Peningkatan Kebisingan
11. Terganggunya Satwa Liar
12. Terganggunya Biota Air
13. Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
14. Penurunan Kesehatan Masyarakat
Tahap Pasca Operasi :
1. Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
2. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
3. Persepsi Masyarakat
4. Peningkatan Perekonomian Wilayah
Keluaran proses prioritas dampak penting disusun berdasarkan tahapan
kegiatan (Gambar 2.6).

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-64


Papua

Ruang Lingkup Studi

Dampak Potensial
1.

Kegiatan Lain di
Sekitar Lokasi
Rencana Kegiatan

Deskripsi
Rencana Kegiatan
Tahap
Tahap
Tahap
Tahap

Pra-Konstruksi
Konstruksi
Operasi
Pasca Operasi

2.

Identifika
si
Dampak
Potensial

3.

Rona Lingknungan
Komponen Geo-Fisik-Kimia
Komponen Biologi
Komponen Sosekbud dan
Kesmas

4.

Metode:
Saran, Masukan,
Tanggapan
Masyarakat

Diskusi Antar Pakar


Matrik

Prioritas Dampak Penting


Hipotetik

Komponen Geo-Fisik-Kimia
Penurunan Kualitas Udara
(14,17,18,19)
Peningkatan Kebisingan
(14,16,17,19)
Penurunan Kualitas Air
(8,9,10, 14,17)
Timbulan Limbah Padat
(14,17)
Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
(7,8,9,10,17,18,19)
Erosi Tanah (8)
Genangan (8)
Komponen Biologi
Perubahan Tutupan Vegetasi Sagu
(8,12,13)
Terganggunya Satwa Liar
(8,12,13,14,17)
Terganggunya Biota Air
(8,9,10,14,17)
Komponen Sosial Ekonomi Budaya
Hak Ulayat (3)
Perubahan dan Kecemburuan Sosial
(2,6,11,20)
Terbukanya Kesempatan Kerja dan
Berusaha
(6,11,12,20)
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
(6,11,12,20)
Peningkatan Perekonomian wilayah
(6,11,12,15,16,20)
Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
(8,9,10,12)
Persepsi Masyarakat
(2,3,6,11,12,14,20)
Komponen Kesehatan Masyarakat
Penurunan Kesehatan Masyarakat
(7,14,17,19)

Dampak Penting Hipotetik


1.

Komponen Geo-Fisik-Kimia
Penurunan Kualitas Udara (14,17)
Peningkatan Kebisingan (14)
Penurunan Kualitas Air (14,17)
Penurunan Kualitas Air (14,17)

2.

Komponen Biologi
Perubahan Tutupan Vegetasi Sagu
(12,13)
Terganggunya Satwa liar (12,13,14)
Terganggunya Biota Air (14,17)

3.

Komponen Sosial Ekonomi Budaya


Perubahan Hak Ulayat (3)
Terbukanya Kesempatan Kerja dan
Berusaha (6,11,12,20)
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
(6,11,12,20)
Peningkatan Perekonomian Wilayah
(11,12,16,20,)
Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
(9,10,12,16)
Persepsi Masyarakat
(2,3,6,11,20)

4.

Komponen Sosial Ekonomi Budaya


Penurunan Kesehatan Masyarakat
(14,17)

Evaluasi
Dampak
Potensial

Metode:

Diskusi Antar Pakar


Studi Literatur
Konsultasi Publik
Observasi Awal
Professional Judgement

Tahap Pra Konstruksi


1.
Perubahan Hak Ulayat
2.
Persepsi Masyarakat
Tahap Konstruksi
1.Terbukanya Kesempatan Kerja dan
Berusaha
2. Peningkatan Pendapatan
Masyarakat
3. Terbukanya Aksesibilitas
4. Perubahan Sifat Fisik-Kimia Tanah
5. Persepsi Masyarakat
Tahap Operasi
1. Timbulan Limbah Padat Sagu
2. Persepsi Masyarakat
3.
Penurunan Kualitas Air
4.
Penurunan Kualitas Udara
5.
Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha
6.
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat
7.
Peningkatan Perekonomian
Wilayah
8.
Perubahan Tutupan
Vegetasi Sagu
9.
Peningkatan Kebisingan
10. Terganggunya Satwa Liar
11. Terganggunya Biota Air
12. Terbukanya Aksesibilitas
Masyarakat
13. Penurunan Kesehatan Masyarakat
Tahap Pasca Operasi
1. Terbukanya Kesempatan Kerja dan
Berusaha

Prioritas Dampak

Gambar 2.6. Bagan Alir Proses Pelingkupan AMDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam di Kabupaten
Jayapura
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-65

Ruang Lingkup Studi


Keterangan:
Pra Konstruksi
(A)
1. Studi Kelayakan
2. Perijinan dan
Sosialisasi
3. Pemetaan
Kepemilikan dan
Pembebasan Lahan
4. Penyusunan
Rencana
Pemanfaatan Sagu
5. CSR

Konstruksi (B)

Operasi (C)

Pasca Operasi
(D)

6. Pemanfaatan Tenaga
Kerja Kontruksi

11. Pemanfaatan Tenaga


Kerja Operasi

18. Penutupan
Pabrik

7. Mobilisasi Peralatan
dan Bahan

12. Proses Pemanenan


Sagu

19. Demobilisasi
Peralatan

8.

13. Pemeliharaan Hutan


Sagu

20. Pelepasan
Tenaga Kerja

Penyiapan Prasarana
Penebangan dan
Penyiapan Lahan

9. Pembangunan Pabrik
Sagu
10.
Pembangunan
Fasilitas Penunjang

14. Proses Pengolahan


Sagu
15. Penyimpanan Tepung
Sagu
16. Pengangkutan Tepung
Sagu
17. Penanganan Limbah
Sagu

2.3.2.
A.

Hasil Proses Pelingkupan


Dampak Penting Hipotetik

Dari proses pelingkupan yang diuraikan di atas, maka dihasilkan beberapa


dampak penting hipotetik yaitu:
Komponen Geo-Fisik-Kimia
1. Penurunan Kualitas Udara
2. Peningkatan Kebisingan
3. Penurunan Kualitas Air
4. Timbulan Limbah Padat
5. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Komponen Biologi
6. Perubahan Tutupan Vegetasi Sagu
7. Terganggunya Satwa liar
8. Terganggunya Biota Air
Komponen Sosial Ekonomi Budaya dan Kesmas
9. Perubahan Hak Ulayat
10. Terbukanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
11. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
12. Peningkatan Perekonomian Wilayah
13. Terbukanya Aksesibilitas Masyarakat
14. Persepsi Masyarakat
Komponen Kesehatan Masyarakat
15. Penurunan Kesehatan Masyarakat
Diagram alir dampak penting hipotetik disampaikan pada Gambar 2.7.

II-66
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
Papua

II-66

Ruang Lingkup Studi

II-67
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi
Papua

II-67

Ruang Lingkup Studi


Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam

Pra-Konstruksi

Konstruksi

Pasca Operasi

Operasi
Terbukanya
Aksesibilitas

Sifat Fisik
dan Kimia
Tanah

Timbulan Limbah
Padat Sagu
Peningkatan
Kebisingan
Penurunan Kualitas
Air

Perubahan Hak
Ulayat

Kegiatan Lain di
Sekitar Lokasi

Terganggunya
Biota Air

Penurunan
Tutupan
Vegetasi

Penurunan Kualitas
Udara

Terganggunya
Satwa Liar
Penurunan
Kesehatan
Masyarakat

Terbukanya kesempatan
kerja dan berusaha

Peningkatan
pendapatan
masyarakat

Peningkatan
Perekonomian
Wilayah

Persepsi
Masyarakat
Gambar 2.7. Diagram Alir Dampak Penting Hipotetik
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

II-68

Ruang Lingkup Studi

B.Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian


Batas Proyek
Areal konsesi hutan sagu alam PT. NuSP Unit Kaureh dan Sentani berlokasi di
Kabupaten Jayapura. Unit Kaureh tercakup pada wilayah Kecamatan Kaureh.
Unit Sentani tercakup dalam Kecamatan Depapre, Sentani Barat, Waibu,
Sentani, Sentani Timur, dan Ebungfa uw. Lokasi proyek pada kedua unit
tersebut disajikan pada Gambar 2.2 dan 2.3. Hutan sagu Unit Kaureh
berada dalam satu hamparan areal yang tidak berpencar. Sementara itu,
hutan sagu alam Unit Sentani tersebar di empat lokasi di sekitar Danau
Sentani.
Batas Ekologi
Jaringan sungai yang berada di hutan sagu alam Unit Kaureh dan Sentani
mengikuti pola drainase daerah rawa. Batas ekologi ditentukan berdasarkan
media air terutama sebagai media transportasi limbah cair dari hasil olahan
sagu. Batas ekologi untuk Unit Sentani adalah Danau Sentani. Sedangkan
batas ekologis untuk Unit Kaureh adalah daerah aliran sungai yang mengalir
disekitar lokasi proyek Unit Kaureh (Sungai Nona).
Batas Sosial
Batas sosial ditentukan berdasarkan adanya interaksi sosial antara
masyarakat dengan kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam. Batas
sosial pada kedua lokasi unit proyek yaitu permukiman terdekat dengan
lokasi kegiatan. Pada lokasi Unit Sentani permukiman tersebar dan
berdekatan dengan lokasi sagu. Sedangkan pada lokasi Unit Kaureh,
permukiman relatif sedikit.
Batas Administrasi
Secara administrasi lokasi kegiatan terletak di Kabupaten Jayapura. Unit
Kaureh tercakup pada wilayah Kecamatan Kaureh. Unit Sentani tercakup
dalam Kecamatan Depapre, Sentani Barat, Waibu, Sentani, Sentani Timur,
dan Ebungfa uw. Namun demikian batas administrasi mengikuti batas sosial
mengingat terlalu luasnya administrasi kegiatan.
Batas Wilayah Studi
Batas wilayah studi ditentukan berdasarkan pertimbangan dari batas
proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas adminitrasi. Batas wilayah
studi AMDAL kegiatan usaha pemanfaatan hasil sagu alam di Kabupaten
Jayapura, Provinsi Papua disajikan pada Lampiran 2.
Batas Waktu Kajian
Batas waktu kajian merupakan penjelasan tentang kajian prakiraan dampak
bisa digunakan. Durasi lamanya dampak berlangsung tergantung pada
sumber dampaknya, apakah dampak tersebut muncul pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, atau pasca operasi. Dengan berbagai
KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-69
Papua

II-69

Ruang Lingkup Studi


keterbatasan dalam memprediksi batas waktu kajian, misalnya
perkembangan kondisi lingkungan sekitar, perkembangan teknologi, dan
perubahan perilaku (attitude) masyarakat, maka batas waktu kajian dari
setiap dampak penting hipotetik yang timbul menjadi berbeda durasinya.
Batas waktu kajian disajikan pada Tabel 2.28.

Tabel 2.28. Matrik Batas Waktu Kajian


(Tergantung pada jadwal waktu rencana kegiatan, asumsi kegiatan dimulai
tahun 2012)

Tahapan dan
Dampak Penting
Tahap Pra-Konstruksi

Perubahan Hak Ulayat

Persepsi Masyarakat

Tahap Konstruksi

Perubahan Sifat Fisik dan


Kimia Tanah

2013

Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha

2012-2013

Peningkatan Pendapatan
Masyarakat

2012-2013

Terbukanya Aksesibilitas
Masyarakat

2012-2013

Persepsi Masyarakat

2012-2013

Tahap Operasi

Penurunan Kualitas Udara

2014 + 40

Peningkatan Kebisingan

2014 + 40

Penurunan Kualitas Air

2014 + 40

Timbulan Limbah Padat

2014 + 40

Perubahan Tutupan
Vegetasi

2013 + 40

Terganggunya Satwa liar

2014 + 40

N
o

Tahun

2012
K1 s.d K4 2012

Batas Waktu Kajian


Keterangan
Dampak akan berlangsung selama
kegiatan pembebasan lahan dan
tanam tumbuh sampai tahun 2012
Perijinan
dan
sosialisasi
serta
pembebasan
lahan
dan
tanam
tumbuh akan selesai tahun 2012
Dampak akan berlangsung selama
kegiatan pembukaan dan penyiapan
lahan dilakukan sampai tahun 2013
Dampak akan berlangsung ketika
dilakukan perekrutan tenaga kerja
untuk kegiatan pembukaan dan
penyiapan lahan pada tahun 2013
Dampak akan berlangsung selama
kegiatan pembukaan dan penyiapan
lahan dilakukan sampai tahun 2013
Dampak akan berlangsung selama
kegiatan pembukaan dan penyiapan
lahan dilakukan sampai tahun 2013
Dampak akan berlangsung mulai dari
perekrutan
tenaga
kerja
untuk
pembukaan dan penyiapan lahan,
serta ketika dilakukan pembukaan
dan penyiapan lahan
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
pembukaan lahan sampai dengan
berakhirnya kegiatan
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-70


Papua

II-70

Ruang Lingkup Studi


N
o

Tahapan dan
Dampak Penting

Tahun

Terganggunya Biota Air

2014 + 40

Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha

2013

10

Peningkatan Pendapatan
Masyarakat

2014 + 40

11

Peningkatan Perekonomian
Wilayah

2014 + 40

12

Terbukanya Aksesibilitas
Masyarakat

2014 + 40

13

Persepsi Masyarakat

2014 + 40

14

Penurunan Kesehatan
Masyarakat

2014 + 40

Tahap
Operasi

Terbukanya Kesempatan
Kerja dan Berusaha

2052

Peningkatan Perekonomian
Wilayah

2052

Terbukanya Aksesibilitas
Masyarakat

2052

Batas Waktu Kajian


Keterangan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung ketika
dilakukan perekrutan tenaga kerja
untuk kegiatan operasi pabrik pada
tahun 2013
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Dampak akan berlangsung dari awal
beroperasinya pabrik sampai dengan
ditutupnya pabrik
Persepsi dapat muncul sejak mulai
tahap operasi dan dapat berubah
setiap saat, baik cepat maupun
lambat, dan merupakan akumulasi
dari berbagai kegiatan.
Masyarakat dan karyawan mulai
terbiasa dengan adanya pabrik yang
menimbulkan bahaya bagi kesehatan

Pasca
Dampak akan berlangsung ketika
berakhirnya kegiatan / penutupan
pabrik
Dampak akan berlangsung ketika
berakhirnya kegiatan / penutupan
pabrik
Dampak akan berlangsung ketika
berakhirnya kegiatan / penutupan
pabrik

KA-ANDAL Usaha Pemanfaatan Hasil Sagu Alam Di Kabupaten Jayapura, ProvinsiII-71


Papua

II-71

Anda mungkin juga menyukai