Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN

TIFOID PADA ANAK

OLEH:
IIS RAHAYU
1520312016
DOSEN:
dr. Rinang Mariko, SP.A (K)

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

TIFOID
1. PENGERTIAN
Tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,ditopang dengan bakteremia
tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
ke dalam sel fagosit mononuklear dari limpa,kelenjar limfe usus dan Peyers patch. Terjadinya
penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan / minuman yang tercemar oleh
kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan
tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).
Demam tifoid, atau typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi.Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh
dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.
Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah penyakit multisistemik fatal
terutama disebabkan oleh Salmonella typhi. Manifestasi protean demam tifoid membuat penyakit
ini menjadi tantangan diagnostik benar. Presentasi klasik mencakup demam, malaise, sakit perut
menyebar, dan sembelit. Tidak diobati, demam tifoid adalah penyakit melelahkan yang dapat
berkembang menjadi delirium, obtundation, perdarahan usus, perforasi usus, dan kematian dalam
waktu satu bulan onset. Korban dapat dibiarkan dengan komplikasi neuropsikiatri jangka
panjang atau permanen.

2. PATOGENESIS
Masa inkubasi penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari. Manifestasi klinik pada anak
umumnya bervariasi. Demam adalah gejala yang paling utama di antara semua gejala klinisnya.
Pada minggu pertama, tidak ada gejala khas dari penyakit ini. Bahkan, gejalanya menyerupai
penyakit infeksi akut lainnya. Gejala yang muncul antara lain demam, sering bengong atau tidur
melulu, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau justru sembelit
(sulit buang air besar) selama beberapa hari. Peningkatan suhu bertambah setiap hari. Setelah

minggu kedua, gejala bertambah jelas. Demam yang dialami semakin tinggi, lidah kotor, bibir
kering, kembung, penderita terlihat acuh tidak acuh, dan lain-lain.
3. MANISFESTASI KLINIK
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan
sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis
gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan
keluhan susunan saraf pusat.

Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi,
sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.

Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung,
hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.

Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.

Berbagai tanda dan gejala yang bisa timbul :

demam tinggi dari 39 sampai 40 C (103 sampai 104 F) yang meningkat secara
perlahan

tubuh menggigil

denyut jantung lemah (bradycardia)

badan lemah (weakness)

sakit kepala

nyeri otot myalgia

kehilangan nafsu makan

konstipasi

sakit perut

pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah muda (rose spots)

Diagnosa banding :

abdominal abscess
appendicitis
brucellosis
dengue fever
malaria
influenza
tuberculosis
bronchitis
sepsis
I.S.K
Gastroenteritis
Keganasan
Tuberculosa

4. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode
terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh

Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara yang cepat,
mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Hal ini penting untuk membantu usaha penatalaksanaan penderita secara menyeluruh
yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian terapi yang
sesuai secara dini akan dapat menurunkan ketidaknyamanan penderita, insidensi
terjadinya komplikasi yang berat dan kematian serta memungkinkan usaha kontrol
penyebaran penyakit melalui identifikasi karier.

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi


dalam empat kelompok, yaitu : pemeriksaan darah tepi; pemeriksaan bakteriologis
dengan isolasi dan biakan kuman; uji serologis; dan pemeriksaan kuman secara
molekuler.

5. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
a. Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstraintestinal
- Komplikasi kardiovaskuler
- Komplikasi darah
- Komplikasi paru
- Komplikasi hepar dan kandung kemih
- Komplikasi ginjal
- Komplikasi tulang
- Komplikasi neuropsikiatri

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 3%, sedangkan perdarahan usus
pada 1 10% kasus dema tifoid anak. Penyulit ini biasanya terjadi pada minggu ke-3
sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu pertama. Komplikasi di dahului
dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi
usus halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi
dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada
perabaan abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda
peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis
yang tidak jelas.

Komplikasi pada neuropsikiatri. Sebagian besar bermanifestasi gangguan kesadaran,


disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan
manifestasi klinis neuropsikiatri dengan prognosis buruk. Penyakit neurologi lain adalah
rombosis sereberal, afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal, neuritis perifer

maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre. Dari berbagai

penyakit neurologik yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).
Miokarditis. Dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T

pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.
Hepatitis tifosa asimtomatik juga dapat dijumpai pada kasus demam tifoid ditandai

peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok.


Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut
juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelah
mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena

pembawa kuman (karier).


Sistitis bahkan pielonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.
Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat
bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis

buruk.
Pneumonia sebagai komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat
ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali sebagai akibat infeksi

sekunder oleh kuman lain.


Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia, koagulasi intrvaskular
diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai
akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan
persendian.

6. PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara umum dan khusus/
imunisasi. Termasuk cara umum adalah peningkatan hygiene dan sanitasi, penyediaan air
bersih, pembuangan dan pengolaan sampah, menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa

yang masuk mulut (makan dan minum)


Vaksin tifoid sangat dianjurkan untuk pencegahan penyakit. Vaksin harus diperkuat setiap
3 tahun. Karena setelah kurun waktu itu, kekebalan terhadap penyakit tifus akan
berkurang. Umumnya sesuai divaksinasi, tubuh akan kebal, atau kalaupun terkena maka
penyakit yang menyerang tidak sampai membahayakan anak.

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid.


a. Vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi
b. Vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral

Vaksin tifoid yang diinaktivasi (perinjeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak
kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi oleh karena itu harus lah
diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum berpergian supaya memberikan waktu
pada vaksin untuk bekerja. Dosis ulang diperlukan setiap 2 tahun untuk orang-orang yang

memiliki resiko terjangkit.


Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang
dari 6 tahun. Emapt dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk
proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum
berpergian. Dosis ulang diperlukan 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki

resiko terjangkit.
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vakson tifoid atau harus menunggu.
a. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinvaksikan (perinjeksi) adalah
orang yang memiliki reaksi berbahaya saat diberi dosis vaksin yang sebelumnya
b. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (peroral) adalah
orang yang memiliki imunitas lemah

7. PENANGANAN
Pasien tanpa komplikasi dapat diobati secara rawat jalan. Mereka harus disarankan untuk
menggunakan teknik mencuci tangan yang ketat dan untuk menghindari menyiapkan
makanan untuk orang lain selama sakit. Rawat pasien harus ditempatkan di isolasi kontak
selama fase akut infeksi. Tinja dan urine harus dibuang secara aman.

Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif
melipu+ti istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang
terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih

selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu
nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung
keadaan umum pasien.

Pada penderita penyakit tifus yang berat, disarankan menjalani perawatan di rumah sakit.
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit tifus. Waktu penyembuhan bisa
makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.

Tifus dapat berakibat fatal. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprimsulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di
negara-negara

barat.

Obat-obat

pilihan

pertama

adalah

kloramfenikol,

ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi


III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra
pemberian kloramfenikol , diber ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi
dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2
kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus
yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin
dan fluoroquinolon.

Bila tak terawat, demam tifoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan.
Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk
demam tifoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke wilayah
penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).

Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB,
intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1
mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah
dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus

Pembedahan biasanya dilakukan dalam kasus perforasi usus. Kebanyakan ahli bedah
lebih suka sederhana penutupan perforasi dengan drainase peritoneum. Kecil usus reseksi
diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda.

Jika pengobatan antibiotik gagal untuk membasmi kereta hepatobiliary, kandung empedu
harus direseksi. Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam memberantas carrier karena
infeksi hati yang terus ada.

Anda mungkin juga menyukai