02pancasila Sebagai Sistem Filsafat
02pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Oleh :
Ade Kartika
Diolia Boangmanalu
I Wayan Indra Isnawan
1411021028
1411021033
1411021025
Miftahul Risky
1411021034
1411021018
1411021032
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
PRAKATA ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
2.1 Pengertian Filsafat ................................................................................ 3
2.2 Manfaat Mempelajari Filsafat................................................................ 4
2.3 Pengertian Filsafat Pancasila ................................................................ 4
2.4 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ......................................................... 5
2.5 Hakikat Sila-Sila Pancasila ................................................................... 12
BAB II PENUTUP .............................................................................................. 19
3.1 Simpulan ............................................................................................... 19
3.2 Saran ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
ii
PRAKATA
Puji Syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya
sehingga kami mendapat kesempatan menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Pendidikan Pancasila dengan judul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat dan
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini ada beberapa kesulitan diantaranya adalah
kurangnya pengetahuan kami mengenai materi sehingga kami harus mencari
referensi dari berbagai sumber guna penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar
dan terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila
yang telah memberi tugas kepada kami yaitu Bapak Kadek Yudiana, S.Pd.,M.Pd.
Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman dan seluruh
pihak yang turut membantu dan mendukung kinerja kelompok kami, kami sadar
sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran tentunya penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk
pembelajaran yang lebih baik di masa mendatang.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya.
Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Tuhan dan ternyata
merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya,
baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat
pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk
kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan
pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan
Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga,
Persatuan
Indonesia.
Empat,
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
dalam
melakukan
penulisan
dan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
perbendaharaan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
11
12
13
b.
manusia.
Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur
c.
perasaan manusia.
Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur
d.
kehendak manusia.
Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau
keyakinan manusia.
14
berketuhanan,
yang
berkemanusiaan,
yang
berpersatuan,
yang
Indonesia,
menjiwai
mendasari
serta
membimbing
perwujudan
kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah
membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh, bersipat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan:
15
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain atas berkat rahmat Allah
yang maha kuasa.
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Inti sila ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat
Negara dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat.
Maka dalam segala aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan
hakikat nila-nilai yang berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan
di muka bahwa pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah
manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk
berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara
manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk
manusia adalah merupakan ciptaan tuhan (Notonagoro)
Hubungan manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang
berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam
nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan,
untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai
kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disis lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga
kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh
manusia untuk manusia, bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan
manusia sebagai warganya. Maka Negara berkewajiban untuk merealisasikan
kebaikan, kebenaran, kesejahteraan, keadilan perdamaian untuk seluruh warganya.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari
manusia, karena Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri
atas manusia-manusia, adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi
hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab
akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia
16
dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan
bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila
ketuhanan yang maha esa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak
langsung. Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai
agama , nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang
mempunyai potensi , rasa, karsa, dan cipta karena potensi inilah manusia
menduduki martabat yang tinggi dengan akal budinya manusia menjadi
berkebudayaan, dengan budi nuraninya manusia meyadari nilai-nilai dan normanorma. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan
atas norma-norma yang obyektif tidak subyektif apalagi sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti
bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya,
terutama norma sosial dan kesusilaan. Adab mengandung pengertian tata
kesopanan kesusilaan atau moral. Jadi: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya
baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan. Di
dalam sila kedua kemanusiaan yang adil yang beradab telah tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat
mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa
kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya. Hakekat
pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alenia yang pertama dan
pasal-pasal 27,28,29,30 UUD 1945.
Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia.
Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain
hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara
17
dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat
dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga
masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk
memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka
segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat
manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih
sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis
yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai
dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis
yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass
yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti
bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan .
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik
sifat kodrat individu maupun makhluk social secara serasi, harmonis dan
seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekan
kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi rohani nya
saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja
jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam praktek
pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah
persatuan berarti bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan. Indonesia mengandung dua makna yaitu makna geograpis dan makna
bangsa dalam arti politis. Jadi persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu
karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah Negara
yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis
dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum
18
19
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan
kebudayaan.
Sila Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya,
merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah
tata masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila. Hakekat pengertian itu sesuai
dengan pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31 dan
34 UUD 1945.
Inti sila kelima yaitu keadilan yang mengandung makna sifat-sifat dan
keadaan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak
dan wajib pada kodrat manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup
manusia , yaitu hubungan keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam
hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia
dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna yang
terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini
terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang
telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah memenuhi
hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan
social ini mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat
manusia monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk
social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara
Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara
Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional)
Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi
(keadilan segitiga) yaitu:
1. Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib
membagi-bagikan terhadap warganya apa yang telah menjadi haknya.
2. Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap
Negara. Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib
memenuhi keadilan terhadap negaranya.
20
3. Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang
lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh
unsur manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya
hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang
ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari
orang lain, semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia
lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain
untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.
3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada
pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari
tentang filsafat, filsafat pancasila, dan pancasila sebagai sistem filsafat.
Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro. 1975. Pancasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III
K.Wantjik, Saleh. 1978. Kitab Kumpulan Peraturan Perundang RI, Jakarta: PT.
Gramedia.
Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung.
Alumni.
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Gramedia.
Driyarkara, SJN., 1978, Percikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan.
Frondizi, Risieri. 1963. What Is Value?. New York: Open Court Publising
Company.
Kaelan. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa. Yogyakarta:
Paradigma.
Kodhi, S.A., dan Soejadi, R. 1994. Filsafat, Ideologi,dan Wawasan Bangsa
Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Nasution, Harun. 1970. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang 137.
Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Cetakan Ke-4,
Pantjuran Tudjuh.
Poespowardoyo, Soenaryo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia
Sumargono, Suyono, Tanpa Tahun. Ideologi Pancasila sebagai penjelmaan
Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa
Ini, Makalah Seminar di Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.
Rowland. (2012). Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. (Online). Tersedia: https://
rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2012/10/bab-03-pancasila-sebagai-sist
em-filsafat.pdf (9 November 2014).
22