Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEDOMAN DIAGNOSIS
&
PENATALAKSANAAN
DI INDONESIA
1. PENDAHULUAN
2. PATOGENESIS
3. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
4. DIAGNOSIS
5. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
6. RESISTEN GANDA / MULTI DRUG
RESISTANCE (MDR)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
EPIDEMIOLOGI
(Ribu)
penduduk
Sputum
Semua
akibat TB
(termasuk kematian TB
Sputum
Pembagian
Semua
daerah WHO
(Ribu)
000
Afrika
Amerika
Mediteranian
350
43
124
149
19
55
556
53
143
penduduk
83
6
28
timur
Eropa
Asia Tenggara
Pasifik Barat
Global
472 (5)
211
2890 (33) 1294
2090 (24) 939
8797 (100) 2887
54
182
122
141
24
81
55
63
73
625
373
1823
8
39
22
29
C.
BIOMOLEKULER M.Tuberculosis
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1
4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan
asam
alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens
dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan
sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang
menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan
yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil
yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan
guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih
dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen
yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA
target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein,
sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya
protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen
katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein
ribosomal
S12
sedangkan
gen
rpoB
menyandi
RNA
polimerase.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada
dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like
element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip
dari 11).
BAB II
PATOGENESIS
A.
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
1.
integrum)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
2.
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3.
Menyebar dengan cara :
a
Perkontinuitatum,
menyebar
ke
sekitarnya
.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar
sehingga
menimbulkan
obstruksi
pada
saluran
napas
c
.
pada
anak
setelah
mendapat
ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
B.
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai
nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized
dengan
membungkus
diri
dan
akhirnya
mengecil.
BAB III
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A.
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.
1.
2.
M. tuberculosis
Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b
.
Adalah
pasien
tuberkulosis
yang
sebelumnya
pernah
mendapat
positif
atau
biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d
.
Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
e
.
Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
f.
Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung
BAB IV
DIAGNOSIS
A.
GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1.
Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
2.
3.
badan menurun
Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya
terdapat cairan.
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess
Gambar
3.
Paru
apeks
lobus
superior
dan
apeks
lobus
inferior
a.
Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi
untuk
menemukan
kuman
tuberkulosis
cerebrospinal,
bilasan
bronkus,
bilasan
lambung,
kurasan
pemeriksaan/spesimen
yang
berbentuk
cairan
(difiksasi)
sebelum
dikirim
ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl
0,9%
3-5
ml
sebelum
dikirim
ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan
laboratorium.
bagian
tengahnya
kertas
saring
sebanyak
ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung
yang
tidak
mengandung
bahan
dahak
misal
di
dalam
dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik
kecil
laboratorium.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor
cerebrospinal,
bilasan
bronkus,
bilasan
lambung,
kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens:
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).
ditemukan
cara
Agar
base
media
Middle
brook
dapat
memberi
gambaran
bermacam-macam
bentuk
dan
segmen
superior
lobus
bawah
atau
-
Bayangan
nodular
bercak
milier
inaktif
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kaviti
- Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih
baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
(dikutip
dari
13)
standar
internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai
sebagai
pegangan
untuk
diagnosis
TB
dalam
waktu
yang
cukup
lama.
ICT
membran.
c.
Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
dapat
dideteksi
dengan
mudah
Uji
kadar
serologi
antibodi
yang
baru
yang
/
terdeteksi.
IgG
TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis.
Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan
16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan
spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB
Interpretasi
hasil
analisis
yang
mendukung
diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis
TB.
Pemeriksaan
yang
dilakukan
ialah
pemeriksaan
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan
Veen
Silverman)
Otopsi
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Gambar
4.
Skema
alur
diagnosis
TB
paru
pada
orang
dewasa
BAB V
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A.
INH
Rifampisin
2.
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Kemasan
Kapreomisin
Sikloserino
- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Oba Dosis
t
Dosis yg dianjurkan
(Mg/Kg
BB/Har
Haria
Intermitten
i)
(mg/Kg/BB/ka
(mg/
li)
DosisMa
ks (mg)
badan (kg)
< 40 40-
>60
60
kgBB
R
H
8-12
4-6
/ hari)
10
10
5
10
20-30
25
35
750
15-20
15
30
750
15-18
15
15
600
300
1000
300
150
Sesu
ai BB
450
300
100
600
450
150
0
100
0
150
0
100
750
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti
utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi
dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis
kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan
kombinasi dosis tetap antara lain:
1.
2.
dan standar
4.
5.
penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensif
Harian
RHZE
2 bulan
Harian
RHZ
3x/minggu
RHZ
Fase lanjutan
4 bulan
Harian 3x/minggu
RH
RH
150/75/400/27
150/75/40
150/150/50
150/7
150/150
30-
5
2
0
2
0
2
5
2
37
38-
54
BB
5570
>71
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
B.
mampu menanganinya.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH
atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau
2 RHZE/ 4R3H3
TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5 bulan.
TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 36 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan
ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal
dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
-
optimal
-
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama
b.
Kasus
- TB paru BTA
diajurkan
2 RHZE / 4 RH atau
+,
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
BTA - , lesi
luas
Keterangan
II
- Kambuh
Bila
- Gagal
streptomisin
pengobatan
alergi, dapat
diganti
kanamisin
18 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
II
- TB paru putus
1RHZE / 5RHE
Sesuai lama pengobatan
berobat
III
IV
5R3H3E3
2 RHZE / 4 RH atau
neg. lesi
6 RHE atau
minimal
*2RHZE /4 R3H3
- Kronik
- MDR TB
bulan)
Sesuai uji resistensi + OAT
lini 2 atau H seumur
C.
hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB
EFEK SAMPING OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
Isoniazid (INH)
Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak
perlu khawatir.
3.
Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4.
Etambutol
Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Efek samping
Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor
OAT diteruskan
Rifampisin
Obat diminum
malam sebelum
Nyeri sendi
Pyrazinamid
tidur
Beri aspirin
INH
/allopurinol
Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x
Rifampisin
100 mg perhari
Beri penjelasan,
tidak perlu diberi
Mayor
apa-apa
Hentikan obat
Beri antihistamin
kulit
dan dievaluasi
Tuli
Streptomisin
ketat
Streptomisin
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
dihentikan
Streptomisin
dihentikan
Hentikan semua
OAT sampai
disingkirkan)
ikterik
menghilang dan
boleh diberikan
(suspected drug-induced
pre-icteric hepatitis)
Gangguan penglihatan
Kelainan sistemik,
hepatoprotektor
Hentikan semua
OAT dan lakukan
Etambutol
Rifampisin
etambutol
Hentikan
rifampisin
purpura
D.
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat
D.
TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
b.
Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c.
2. lndikasi relatif
a.
b.
c.
setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
-
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
-
Sebelum pengobatan
BAB VI
RESISTEN GANDA (Multi Drug Resistance/ MDR)
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH
dengan atau tanpa OAT lainnya
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB
- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.
Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada
pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% 90% dalam waktu hanya 4
sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50
juta orang telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti
tuberkulosis. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
- Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
- Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan,
misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap
kedua obat tersebut sudah cukup tinggi
- Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali
selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya
- Fenomena addition syndrome (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat
hanya akan menambah panjang daftar obat yang resisten
- Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga
mengganggu bioavailabiliti obat
- Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan
- Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan kejemuan
- Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
- Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru
Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)
Klasifikasi OAT untuk MDR
Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:
1.
2.
3.
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin) dapat
digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.
Resistensi silang
Pada pengobataPada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih jenis
OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang
berpotensi terjadi resistensi silang.
- Tionamid dan tiosetason
Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya resistensi silang
dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan resistensi silang antara
tionamid dengan tioasetason, galur yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya
masih sensitif terhadap etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid
dan proteonamid biasanya juga resisten juga terhadap tioasetason pada lebih dari 70%
kasus.
- Aminoglikosid
Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin dan
amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten silang
terhadap amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga menimbulkan
resisten terhadap streptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin,
amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin.
. Resisten terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin
. Resisten terhadap kanamisin atau amikasin gunakan kapreomisin
- Fluorokuinolon
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua
fluorokuninolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa
kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan
ofloksasin di masa datang.
- Sikloserin dan terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang dengan
obat golongan lain.
- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB.
Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi
dengan menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif
- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon, aminoglikosida,
etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat
- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1
ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau
ofloksasin 600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)
- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang
lama yaitu minimal 18 bulan
- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien
non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat
pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah
satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.
Tingkatan
Obat
Aminoglikosid
Dosis
harian
15 mg/kg
Aktiviti antibakteri
Bakterisid
a. Streptomisin
menghambat
20-30
b. Kanamisin atau
organisme yang
5-7.5
amikasin
multiplikasi aktif
c. Kapreomisin
10-15
Thiomides
10-20
Bakterisid
4-8
(Etionamid
mg/kg
20-30
Bakterisid pada pH
7.5-10
mg/kg
asam
7.5-15
Bakterisid
mg/kg
mingguan
15-20
Bakteriostatik
2-3
Bakteriostatik
2-4
Bakteriostatik
100
protionamid)
Pirazinamid
Ofloksasin
Etambutol
2.5-5
mg/kg
Sikloserin
10-20
mg/kg
PAS asam
10-12 g
BAB VII
PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A TB MILIER
Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan
evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
-
Sesak napas
Demam tinggi
- Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan
sampai 9 bulan
- Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata;
sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
- Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat
oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
- Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol /
mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
D. TB PARU DENGAN HIV / AIDS
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan
untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah
dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi
pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan
HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja
yang memerlukan uji HIV, misalnya:
a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB / TB kronik
Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru
adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan
pemeriksaan CD4. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Gambaran TB-HIV
Sputum mikroskopis
TB ekstra pulmonal
Mikobakterimia
Tuberkulin
Foto toraks
Infeksi dini
Infeksi lanjut
(CD4>200/mm3)
Sering positif
Jarang
Tidak ada
Positif
Reaktivasi TB, kaviti di
(CD4<200/mm3)
Sering negatif
Umum/ banyak
Ada
Negatif
Tipikal primer TB milier /
puncak
interstisial
Adenopati
Ada
Tidak ada
Ada
mediastinum
Efusi pleura
Pengobatan
OAT
pada
TB-HIV:
cukup
dan
dosis
serta
jangka
waktu
yang
tepa
efek
toksik
berat
pada
kulit
- Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang
steril.
- Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan
toksik
yang
serius
pada
hati
Keterangan
Dianjurkan ART:
Mulai ART segera setelah EFV merupakan kontra indikasi untuk ibu hamil atau perempua
terapi TB dapat ditoleransi subur tanpa kontrasepsi efektif.
(antara 2 minggu hingga 2 EFV dapat diganti dengan:
bulan)
Paduan yang mengandung
EFVb,c.d
- SQV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
- SQV/ r 1600/200 4 kali
Mulai terapi TB
Mulai terapi TB
CD4 tidak mungkin Mulai terapi TB
Keterangan:
a. Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan
adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TB ekstraparu, ART harus diberikan
secepatnya
setelah
terapi
TB
dapat
ditoleransi,
tanpa
memandang
CD4
b. Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari atau cgc
1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan ABC (300 mg 2 kali
sehari)
c. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari) sebagai
pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung NVP adalah
d4T/3TC/NVP
atau
ZDV/3TC/NVP
d. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC / EFV
e. Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai
f. Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan perbaikan
setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB diselesaikan
Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan
saat
ini
belum
ada
peningkatan
dosis
nevirapin
yang
direkomendasikan
Jenis ART
Tabel 9. Obat ART
Golongan Obat
Nukleosida RTI (NsRTI)
Dosis
Abakavir (ABC)
Didanosin (ddl)
Lamivudin (3TC)
Stavudin (d4T)
Zidovudin (ZDV)
Nukleotida RTI
300 mg 2x/hari
TDF
Non nukleosid RTI (NNRTI)
300 mg 1x/hari
Efavirenz (EFV)
600 mg 1x/hari
Nevirapine (NVP)
Indinavir/ritonavir (IDV/r)
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Nelfinavir (NFV)
1250 mg 2x/hari
Saquinavir/ritonavir (SQV/r)
Ritonavir (RTV/r)
1x/hari
kreatinin)
Rujuk ke ahli Paru
G. TB PARU DENGAN KELAINAN HATI
Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
-
pengobatan
Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan
Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau
2 SHE/10 HE
Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru
H. HEPATITIS IMBAS OBAT
Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug
-
induced hepatitis)
Penatalaksanaan
. Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
. Bila
gejal
klinis
(-),
Laboratorium
terdapat
kelainan:
Bilirubin
SGOT,
>
SGPT
2
>
kali
OAT
:
OAT
Stop
stop
2RHZE
7-10
RH.
BAB VIII
KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau
dalam
masa
pengobatan
maupun
Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura
setelah
selesai
pengobatan.
BAB IX
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan
program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS,
yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS
merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1.
2.
3.
Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan
5.
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh
WHO:
1. Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus dan
penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien terutama
pasien tidak mampu
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti gabungan
TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang relevan
3. Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program kesehatan
yang lain dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah
dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix (PPM) untuk mematuhi
International Standards of TB Care
5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk berkontribusi
pada pemeliharaan kesehatan yang efektif
6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru, alat
diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan
program
A. Tujuan :
Mencegah resistensi
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang
secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah
PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
1.
Petugas kesehatan
2.
3.
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas rumah
sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien
diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut
hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
D. Persyaratan PMO
PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien
E. Tugas PMO
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat
TB
F. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat
dilakukan secara :
Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
ALUR DIAGNOSIS P2TB
LAMPIRAN II
.INTERNATIONAL STANDARD FOR TUBERCULOSIS CARE
Pada pasien denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.
6.
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak
dengan BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan
terdapat riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay
positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan
biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi
sputum.
7.
Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi
kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai
tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan
kasus-kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan
melakukan hal tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan
selesai.
8.
Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus
diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri
dari INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan.
Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4
bulan. Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan
alternatif untuk fase lanjutan pada kasus yan keteraturannya tidak dapat
dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi
dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada
pasien HIV. Dosis obat antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi
internasional. Fixed dose combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan
rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan
yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol
sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung saat
menelan obat.
9.
Untuk menjaga dan menilai kepatuhan
DAFTAR PUSTAKA
1.
WHO
Tuberculosis
2.
3.
Fact
Sheet
no.
104.
Available
at:
4.
5.
eds
9.
Jakarta,
7.
8.
9.
1994;285-301.
Edward C, Kirkpatrick CH. The imunology of mycobacterial disease. Am
10.
11.
Preess, 1994;307-32.
Rosilawati ML. Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan reaksi berantai
Polimerasa / Polymerase Chain Reaction (PCR). Tesis Akhir Bidang Ilmu
Kesehatan Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
12.
Jakarta, 1998.
Netter FH. Respiratory system. In: Divertie MB, Brass A. The Ciba colletion
13.
14.
15.
16.
China, 1997;1-9.
Cole RA, Lu HM, Shi YZ, Wang J, De Hua T, Zhun AT. Clinical evaluation
of a rapid immunochromatographic assay based on the 38 kDa antigen of
17.
18.
19.
20.
21.
22.
2003.
Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3rd ed.
23.
24.
treatment
shortcourse.
Simposium
Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta, 1998. 12. Netter FH. Respiratory system. In: Divertie
MB, Brass A. The Ciba colletion of medical illustrations. CIBA Pharmaceuticals Company,
1979:189. 13. Winariani. Pedoman penanganan tuberkulosis paru dengan resistensi multi obat
(MDR-TB). Kumpulan naskah ilmiah tuberkulosis. Pertemuan Ilmiah Nasional Tuberkulosis
PDPI, Palembang 1997.
tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med, 1997;155:1804-14. 15. ICT Diagnostic. Performance
characteristics of the ICT tuberculosis test in China, 1997;1-9. 16. Cole RA, Lu HM, Shi YZ,
Wang J, De Hua T, Zhun AT. Clinical evaluation of a rapid immunochromatographic assay based
on the 38 kDa antigen of Mycobacterium tuberculosis in China. Tubercle Lung Dis 1996;77:3638.
17. Mycodot test kit untuk mendeteksi antibodi terhadap Mycobacterium spp sebagai alat
Bantu dalam mendiagnosis TB aktif. Mycodot diagnosa cepat tuberculosis. PT. Enseval Putera
Megatrading.
18. Kelompok Kerja TB-HIV Tingkat Pusat. Prosedur tetap pencegahan dan
pengobatan tuberkulosis pada orang dengan HIV / AIDS. Jakarta, Departemen Kesehatan RI,
2003.
19. Soepandi PZ. Stop mutation with fixed dose combinantion. Departemen of
terintegrasi. Kegiatan dies natalis Universitas Indonesia ke-49. FKUI, Jakarta 1998.
Strategic
directions.
The
global
plan
to
stop
TB
2006
2015.
25.
Available