Anda di halaman 1dari 14

Nur Ilmi Sofiah

0411181419061
Alpha 2014
LEARNING ISSUE:
CTEV (Congenital Talipes Equino-Varus)
Sumber:
Ismiarto, Yoyos Dias. (2015). Congenital Talipes Equinovarus (Club Foot). Bandung:
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki yang
terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara sempurna walaupun oleh
seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah : equinus pada tumit,
seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi. Derajat kelainan
mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari rigiditasnya atau resistensinya, dan dari
penampilannya. Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana
Golden Period untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari
tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi.
INSIDENSI
Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada Caucasian frekwensinya
1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2 : 1. Stewart, pada tahun
1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada Hawaiians 4,9/1000 kelahiran.
Tingginya angka pada hawaiians ini didukung oleh Ching yang melaporkan insidensi CTEV
6,81/1000 kelahiran. Angka kejadian yang tinggi pada Maori (grup Polynesia) juga
dilaporkan oleh Elliot, Alldred, dan Veale. Beals melaporkan pada Maori frekwensinya 6,5
7 per seribu kelahiran. Di Cina 0,39/1000, Jepang 0,53/1000, Malaysia 0,68/1000, Filipina
0,76/1000, Caucasians 1,12/1000, Puerto Rican 1,36/1000, Indian 1,51/1000, Afrika Selatan
(hitam) 3,50/1000, dan Pilynesia 6,81/1000 kelahiran. Kejadian terkena bilateral sekitar 50%
dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih banyak dari kiri.
FAKTOR GENETIK
Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan kejadian yang
pertama kali didalam keluarga. Secara umum dapat dikatakan bahwa CTEV terjadi kurang
1

berat pada kasus yang sporadis bila dibandingkan dengan ada faktor familial, dan makin
banyak kejadian CTEV dalam keluarga makin besar kemungkinannya punya anak dengan
CTEV yang rigid . Selain faktor keturunan, faktor lingkungan sangat memegang peranan
penting. Gambaran ini dibuktikan oleh Idelberger, yang membandingkan insidensi CTEV
pada kembar monozygot dan dizygot. Pada monozygote 13 dari 40 (32,5%) kembarannya
menderita yang sama, dan pada dizygot hanya 4 dari 134 (2,9%). Dari data ini dapat
menyokong adanya kedua faktor pengaruh tersebut. Pada kelurga Caucasians dapat dikatakan
bila orang tua normal akan mendapat kemungkinan anak laki-laki dengan CTEV 2%, bila
perempuan 5%. Bila salah satu orang tua terkena dan sudah mempunyai anak yang terkena
juga maka kemungkinan punya anak lagi dengan CTEV 10% - 25%. Pada orang Maori, bila
orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan CTEV laki-laki atau
perempuan sebanyak 9%. Bila orang tua terkena maka kemungkinan anaknya akan terkena
30%.
ETIOLOGI
Teori etiologi CTEV sudah lama dikenal sejak zaman Hippocrates. Menurut teori ini
penyebab CTEV adalah adanya kekuatan mekanik dari luar yang mengakibatkan
terganggunya kecepatan tumbuh tulang, ligamen dan otot. Tapi teori ini sekarang sudah tidak
bisa diterima lagi oleh karena kejadian CTEV tidak bertambah pada kasus dengan hamil
kembar, bayi yang berat, primiparous uterus, hydramnion dan oligohydramnion. Menurut
White, 1929, penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus oleh tekanan di dalam
uterus. Menurut Midelton, 1934, oleh karena tidak adanya otot yang seimbang karena
dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan Mossman, 1950, disebabkan oleh pemendekan
relatif dari serabut otot yang mengalami degenerasi di dalam uterus.
DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
Gambaran klinik clubfoot sangat karakteristik, kaki dan tungkai bawah seperti tongkat
(clublike). Terdapat lekukan yang dalam pada bagian posterior sendi ankle, kaki bagian
tengah dan kaki bagian depan terjadi aduksi, inversi dan aquinus. Dengan adanya inversi dan
aduksi dari kaki bagian depan akan menyebabkan terabanya benjolan tulang pada subkutis
dorsum pedis sisi lateral. Kulit pada sisi cembung (dorsum pedis), tipis, teregang, dan tidak
ada lekukan kulit, malleolus lateralis lebih menonjol dibanding yang medial. Kulit sisi
cekung (daerah medial dan plantar) terdapat cekungan yang dalam. Tulang naviculare
berdekatan langsung dengan malleolus medialis, sehingga pada palpalsi jarak antara kedua
tulang tersebut tidak terdapat sela. Kaki bagian depan dalam posisi equinus dan jaringan
lunak sisi plantar kaki sangat kontraktur. Dapat diraba ligamentum dan kapsul sendi sisi
2

medial kaki dan sisi posterior sendi ankle memendek dan menebal. Terdapat juga atrofi dari
otot betis dan pemendekan dari kaki. Keadaan equinus ini kaku dan bila dilakukan manipulasi
pasif hanya terkoreksi sedikit. Bila keadaan ini datang terlambat untuk dikoreksi, maka
keadaan kontraktur akan lebih parah dan akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki
lateral dan pada malleolus lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit dan
terbentuk bursa dengan cepat.
TERAPI
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah:
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor dan plantar
flexor 5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu pertama merupakan
golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur. 1 Therapi Non
Operative/Konsevatif Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan
melakukan elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan
dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu. Dari
6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown. Setelah penderita
waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis Brown dan siang hari memakai
sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah
tahap pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi
pasif. Elongasi dari m. triceps surae, capsul posterior, dan ligamentum ankle dan subtalar
Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari II, ditarik ke distal dan didorong ke medial
menjauhi mallelous lateralis, tangan satunya mendorong daerah calcaneocuboid ke dorsiflexi,
seluruh kaki tetap dalam posisi inversi. Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi daerah
kaki bagian depan, hai ini akan menyebabkan kaki melengkung. (roker-bottom).
Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare
Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal, dengan tangan
yang lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare dan kaki bagian tengah ditarik ke
distal ke daerah ibu jari kaki dan abduksi.
Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak plantar pedis
Teknik : Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang lain memegang
kaki bagian tengah ke arah dorsifleksi. Setiap tahapan di atas dilakukan sekitar 20 sampai 30
kali dan setiap gerakan dipertahankan selama 10 hitungan.
3

Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonaviculare Tahapan ini
dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil.
Teknik : Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas corpus talus (di
atas sinus tarsi), dekat anterior dan distal malleolus lateralis, ibu jari pada anterior malleolus
medialis. Tangan satunya memegang kaki bagian tengah dan depan di antara ibu jari dan jari
kedua, dengan menggunakan traksi ke arah longitudinal, kaki dalam posisi equinus dan
inversi. Selanjutnya melakukan abduksi kaki bagian tengah, mendorong naviculare ke lateral
dan talus bagian anterior ke medial dengan ibu jari. Secara klinis reduksi berhasil dengan
terbentuknya kontur eksterna normal pada posisi istirahat. Setelah reduksi, dilakukan
pemeriksaan radiologi, sisi AP dan lateral. Dianggap berhasil bila pada gambaran AP sudut
talocalcaneal lebih dari 20 derajat dan T-MT1 kurang dari 15 derajat, pada gambaran lateral
sudut talicalcaneal harus antara 30-45 derajat. Keadaan terreduksi ini dipertahankan dengan
gips yang diganti setiap seminggu sekali.

ANALISIS MASALAH
1.1 Bagaimana hubungan usia dengan jenis kelamin terkait
kasus? 2 11
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Orthopedi Prof.
DR. Soearso Surakarta, antara periode bulan Mei 2009 sampai
September 2009, dilakukan pengambilan data klinis dan radiologis
pada 37 pasien dengan 53 kaki dengan idiopathic clubfoot.
Distribusi Menurut Usia
Dari 37 pasien tersebut, didapatkan usia pasien antara 1
bulan sampai 2 tahun, dengan pasien terbanyak pada usia
satu bulan yaitu 8 pasien, dimana

pasien dengan usia

dibawah 6 bulan ada 22 pasien dan usia diatas 6 bulan 15


pasien. Grafik usia pasien pada penelitian sebagaimana yang

tergambar pada grafik 1.


Distribusi Menurut Jenis Kelamin
Persebaran jenis kelamin pasien pada penelitian ini,
didapatkan 14 pasien berjenis kelamin perempuan, yang
merupakan 38% dari total, dan berjenis kelamin laki-laki pada
62% kasus atau pada 23 pasien, seperti yang terlihat pada
diagram 2.

Namun,

memang

telah

dibuktikan

bahwa

secara

universal

perbandingan jumlah kasus CTEV pada laki-laki dan perempuan

adalah 2:1.

Sumber:
Ariffudin, Muhammad. (2010). Evaluasi Radiologis pada Pasien
Idiopathic Clubfoot
yang Diterapi dengan Metode Ponseti di RSO Prof. DR. R.
Soeharso Surakarta. Surakarta: FK UNS/RSUD Dr. Moewardi/RSO
Prof. DR. R. Soeharso
1.2

Apa makna riwayat kehamilan ibu normal? 4 2


Hubungan penyakit dan obat-obatan pada saat kehamilan yang menyebabkan CTEV
Dikutip dari marchofdimes.org salah satu penyebab dari CTEV atau club foot adalah
infeksi pada saat kehamilan, merokok, dan peenggunaan obat-obatan terutama obatobatan yang dijual bebas, meski tidak disebutkan jenis infeksi dan jenis obat-obatan
yang dapat menyebabkan hal tersebut.
Dikutip dari heperian.org bahwa infeksi virus pada saat kehamilan dapat menyebabkan
arthrohryposis yang salah satu manifestasi klinisnya adalah club foot.
Hubungan penyakit lainnya dengan CTEV
Walaupun clubfoot dapat hanya berupa kelainan yang berdiri sendiri, umumnya
clubfoot berkaitan dengan sindroma yang dikarakterisasi dengan multipel anomali
kongenital. Sebuah laporan oleh Yamamoto et al, menemukan 10,3% insiden (clubfoot)
dengan malformasi terkait lainnya, misalnya seperti:
10

1.
Cleft lip and palate
2.
Micrognathia
3.
Congenital heart disease
4.
Hip dislocation dan
5.
Inguinal hernia.
Club foot juga dapat menjadi bagian dari gangguan musculoskeletal sistemik, sindroma

1.
2.
3.
4.
5.
6.

genetik, atau berkaitan dengan abnormalitas tuba neural.


Sindroma muskuloskletal yang termasuk clubfoot sebagai gejala didalamnya adalah
Arthrogryposis
nail-patella syndrome
congenital constrictive bands
muscular dystrophies
diastrophic dwarfism
lead poisoning.
Masalah neurologic yang terkait dengan clubfoot adalah:
1. spina bifida/meningomyelocele, dan
2. hydrocephalus
Sindroma yang diturunkan secara genetik dengan pola Mendelian yang berkaitan
dengan club foot adalah:
1.
2.

Larsen syndrome secara autosomal resesif


Gordon syndrome (camptodactyly, cleft palate, clubfoot) dan distal

arthrogryposis secara autosomal dominan


3.
Pierre Robin syndrome secara X-linked resesif
Sumber:
Callen, Peter W. (2016). Ob-Gyn Ultrasound Online, an Interactive Text and Journal:
Clubfoot. www.fetalsono.com. Diakses pada 22 November 2016.
1.3

Apa saja faktor resiko dari diagnosis kerja? 2 11


Faktor Resiko
1. Jenis kelamin
Club foot lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki berbanding
perempuan adalah 2:1.
2. Riwayat Keluarga
Anak dengan satu atau kedua orangtua menderita CTEV memiliki kecenderungan
untuk menderita CTEV
3. Kondisi kongenital
Pada beberapa kasus, clubfoot dapat berhubungan dengan abnormalitas lain seperti
spina bifida.
4. Lingkungan
11

Apabila wanita dengan riwayat keluarga clubfoot merokok selama kehamilan, risiko
bayinya menderita clubfootnlebih besar dari nonperokok. Infeksi dan obat-obatan
selama kehamilan juga meningkatkan risiko clubfoot
5. Cairan amnion yang tidak cukup selama kehamilan
Cairan amnion yang terlalu sedikit di sekitar bayi dalam rahim dapat meningkatkan
risiko clubfoot
Sumber:
Mayo Clinic Staff. 2016. Clubfoot Sections: Symptoms and causes. http://www.mayoclinic.org.
Diakses pada 21 November 2016.

Faktor Predisposisi (genetik)


Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan kejadian
yang pertama kali didalam keluarga. Secara umum dapat dikatakan bahwa CTEV
terjadi kurang berat pada kasus yang sporadis bila dibandingkan dengan ada faktor
familial, dan makin banyak kejadian CTEV dalam keluarga makin besar
kemungkinannya punya anak dengan CTEV yang rigid . Selain faktor keturunan, faktor
lingkungan sangat memegang peranan penting. Gambaran ini dibuktikan oleh
Idelberger, yang membandingkan insidensi CTEV pada kembar monozygot dan
dizygot. Pada monozygote 13 dari 40 (32,5%) kembarannya menderita yang sama, dan
pada dizygot hanya 4 dari 134 (2,9%). Dari data ini dapat menyokong adanya kedua
faktor pengaruh tersebut. Pada kelurga Caucasians dapat dikatakan bila orang tua
normal akan mendapat kemungkinan anak laki-laki dengan CTEV 2%, bila perempuan
5%. Bila salah satu orang tua terkena dan sudah mempunyai anak yang terkena juga
maka kemungkinan punya anak lagi dengan CTEV 10% - 25%. Pada orang Maori, bila
orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan CTEV laki-laki atau
perempuan sebanyak 9%. Bila orang tua terkena maka kemungkinan anaknya akan
terkena 30%.
1.4 Bagaimana manifestasi klinis dari diagnosis kerja? 5 2
Pertama-tama cari terlebih dahulu riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler
dalam keluarga. Lakukan pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada
tidaknya kelainan lain. Periksa kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga
dapat terlihat bagian plantar. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk
mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus.
12

Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan arthrogryposis.


Gambaran klinis yang dapat ditemui pada CTEV, adalah sebagai berikut:
1. Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi
supinasi (varus) serta adduksi.
2. Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial.
3. Terjadi kontraktur pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang
kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya
mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian
posteriornya.
4. Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti
pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada
perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu).
5. Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah
teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan
talus.
6. Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada
navikular.
7. Jarak yang normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang.
8. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.

Sumber:
Cahyono, Bayu Chandra. (2012). Congenital Talipes Equinovarus (CTEV). Jawa
Timur: Fakultas Kedokteran Universitas Jember/RSD dr. Soebandi

13

Gejala yang dapat ditemukan:


Bagian atas kaki terpuntir ke bawah dan ke dalam
Kaki dapat terpuntir berlebihan sehingga terlihat seperti terbalik
Otot betis dari tungkai yang terkena, biasanya tidak berkembang
Kaki yang terkena terlihat 1/2 inch (+- 1 cm) lebih pendek dari kaki lainnya
Sumber:
Mayo Clinic Staff. 2016. Clubfoot Sections: Symptoms and causes.
http://www.mayoclinic.org. Diakses pada 21 November 2016.

14

Anda mungkin juga menyukai