Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh
darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya
yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark (Guyton, 2007).
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu
usia, jenis sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara
lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan
diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori (Santoso, 2005).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid
(Sudoyo, 2010).
Tahun 2013, 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit
Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari
presentasi Infark Miokard (Depkes, 2013).
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan
menjadi Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada

EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI): oklusi sebagian dari
arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak
ada elevasi segmen ST pada EKG (Sudoyo, 2010).
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2
mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm
pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T
yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit
dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo,
2010).
Infark miokard akut merupakan suatu peristiwa besar kardiovaskuler
yang dapat mengakibatkan besarnya morbiditas dan angka kematian (Tabriz et
al., 2012). Laju mortalitas awal (30 hari) pada penderita infark miokard akut
mencapai 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum penderita
infark miokard mencapai rumah sakit (Alwi, 2009).
Penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat pada tahun 2005,
mengakibatkan 864.500 kematian atau 35,3% dari seluruh kematian pada tahun
itu, dan 151.000 kematian akibat infark miokard. Sebanyak 715.000 orang di
Amerika Serikat diperkirakan menderita infark miokard pada tahun 2012 (Li
Yulong et al., 2014).
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 pada
usia 15 tahun berdasar wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5 % dan yang
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Di Jawa Tengah
mencapai 0,5 % berdasar wawancara terdiagnosis dokter dan 1,4% diagnosis
dokter atau gejala (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penyusun merasa perlu
membuat asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan STEMI.
B. Tujuan
1

Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah supaya mahasiswa/I
mengerti tentang kosep dasar penyakit STEMI dan konsep asuhan

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan STEMI serta asuhan


keperawatan gawat darurat pada klien dengan STEMI di ruang ICU RSUD
2

Kota Salatiga.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Mampu menjelaskan pengertian STEMI


Mampu menjelaskan etiologi STEMI
Mampu menjelaskan manifestasi klinis STEMI
Mampu menjelaskan patofisiologi STEMI
Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang STEMI
Mampu menjelaskan penatalaksanaan STEMI
Mampu menjelaskan pengkajian STEMI
Mampu menjelaskan diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul
Mampu menjelaskan intervensi keperawatan dari diagnosa keperawatan

yang diangkat.
j. Mampu menjelaskan implementasi keperawatan pada kasus klien dengan
STEMI
k. Mampu menjelaskan evaluasi keperawatan pada kasus klien dengan
STEMI
C. Manfaat
1.

Bagi Instansi Rumah Sakit


Makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan khususnya dalam hal proses
asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI.

2.

Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk penulis
menerapkan teori dan konsep yang berkaitan dengan STEMI.

3.

Bagi pasien
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk melakukan
pencegahan dini terhadap penyakit jantung khususnya STEMI.

Anda mungkin juga menyukai