Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETEPATAN

WAKTU TANGGAP PENANGANAN KASUS PADA RESPONSE TIME I DI


INSTALASI GAWAT DARURAT BEDAH DAN NON-BEDAH RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO

FACTORS RELATED TO THE ACCURACY OF RESPONSE TIME IN CASE


HANDLING AT THE 1st RESPONSE TIME IN SURGERY AND NONSURGERY EMERGENCY ROOM OF DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
GENERAL HOSPITAL

Wa Ode Nur Isnah Sabriyati1, Andi Asadul Islam2, Syafruddin Gaus3


1

Mahasiswa Emergency and Disaster Management, Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas
Hasanuddin
2
Bagian Ilmu Bedah , Sub Bagian Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
3
Bagian Ilmu Anestesi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:
Wa Ode Nur Isnah Sabriyati
Jl. Damai No. 3 Kompleks Unhas
Tamalanrea, Makassar
HP: 085341265805
Email: nurisnah_nurse05@yahoo.com

Abstrak
Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting berdasarkan kaidah time saving is
life saving. Mekanisme Response Time, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga
dapat mengurangi beban pembiayaan. Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus pada Response Time I di Ruang IGD Bedah dan Non-Bedah RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, (2) faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus pada
response Time I, (3) faktor yang paling berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus pada
Response Time I. Penelitian menggunakan metode observasi dengan design cross sectional. Pengambilan
sampel dengan cara accidental sampling berjumlah 28 sampel penanganan kasus di IGD Bedah dan 28
sampel penanganan kasus di IGD Non-Bedah. Data dianalisis dengan distribusi frekuensi, chi-square dan
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah
yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat. Pada IGD non-Bedah yaitu 82,1% tepat dan 17,9% tidak
tepat. Faktor yang berhubungan erat dengan ketepatan waktu tanggap di IGD Bedah yaitu ketersediaan
stretcher (p = 0,006; PR = 9,217) dan ketersediaan petugas triase (p = 0,006, PR = 2,97), dengan kekuatan
hubungan ketersediaan petugas triase (PR = 3,555) dan ketersediaan stretcher (PR = 3,555). Pada IGD NonBedah, faktor yang berhubungan yaitu ketersediaan stretcher (p = 0,026; PR = 1,995), dengan kekuatan
hubungan ketersediaan stretcher (PR = 1,239). Sebagai kesimpulan, faktor yang berhubungan dengan waktu
tanggap penanganan kasus di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher serta
petugas triase, dan IGD Non-Bedah yaitu ketersediaan stretcher.
Kata kunci: Faktor-faktor yang berhubungan, waktu tanggap, penanganan kasus di IGD
Abstract

Emergency patient care plays a very important based on the rules of time saving is life saving. Mechanism
Response Time, in addition to determining the breadth of damage to internal organs, also can reduce the
burden of financing. This study aims to find out: (1) the accuracy of response time in case handling at the 1st
response time in surgery and non-surgery emergency room of Dr. Wahidin Sudirohusodo General Hospital;
(2) factors related to the accuracy of response time; and (3) factors that are mostly related to the accuracy of
response time. The research used observational methods with cross sectional design. The samples were
selected by using the accidental sampling. There were 28 samples of case handling in surgery emergency
room and 28 samples of case handling in non-surgery emergency room. The data were analyzed by using the
frequency distributions, chi-square and logistic regression. The results reveals that the response time in case
handling in surgery emergency room was accurate in 67.9% of the cases, but not accurate in 32.1% o the
cases. In the non-surgery emergency room, 82.1% of the cases had accurate response time, while 17.9% had
inaccurate. The factors that are closely related to the accuracy of response time in surgery emergency room
are: availability of stretcher (p = 0.006; PR = 9.217) and availability of triage physician and nurse (p =
0.026, PR = 1.995). The relationship significancy values of the availability of stretcher; and availability of
triage physician and nurse are PR = 3.555 and PR = 3.555 respectively. The factors related to the accuracy
of response time in non-surgery emergency room is availability of stretcher (p = 0.026; PR = 1.995) with a
relationship significancy of PR = 1.239. In conclusion, the factors related to response time handling cases in
surgery ER Dr. Wahidin Sudirohusodo the availability stretcher and triage officers and Non-Surgery ie
availability stretcher.
Keywords: related factors, response time, case handling

PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang
harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat
bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan sehingga pelaksanaannya
tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004).
Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di seluruh
Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU) dengan jumlah
kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033
Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian
memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan
Menteri Kesehatan, 2009)
Instalasi Rawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah
sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telah
membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien
selain penderita penyakit jantung. Mekanisme response time, disamping menentukan keluasan
rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan
pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar
(Kepmenkes, 2009)
Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang memengaruhi
keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf,
ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan,
strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam
menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit.
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Daerah harus menyusun
perencanaan di bidang kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah.
Sebagai acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di Instalasi
Gawat Darurat RS, Menteri kesehatan pada tahun 2009 telah menetapkan salah satu prinsip
3

umumnya tentang penanganan pasien gawat darurat yang harus ditangani paling lama 5 (lima)
menit setelah sampai di IGD (Kepmenkes, 2009).
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai salah satu rumah sakit terbesar dan menjadi pusat
rujukan di Indonesia timur memiliki daya tarik tersendiri sebagai obyek kajian ilmiah dalam
implementasi teori-teori dan pengembangan hasil-hasil riset pelayanan dan pengelolaan serta
manajerial penanganan kegawatdaruratan. Observasi awal yang dilakukan di Instalasi Gawat
Darurat RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo didapatkan bahwa jumlah pasien yang masuk tahun 2009,
2010 dan 2011 yaitu 22.651, 22.551, dan 23.476 pasien dengan rata-rata, kunjungan pasien per hari
pada tahun 2011 mencapai 64 pasien. Data Response Time yang diperoleh dari Bagian Perencanaan
dan Evaluasi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu 8 menit 20 detik. Response Time RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo yang lebih tinggi dari prinsip umum standar penanganan pasien di IGD
dianggap perlu untuk melakukan penelitian untuk terkait waktu tanggap. Tujuan penelitian ini
adalah diketahuainya rata-rata waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah dan Non-Bedah RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo dan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah Dr. Wahidin
Sudirohusodo pada bulan Mei 2012 dengan menggunakan desain cross sectional study (Dempsey,
2002).
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan
Non-Bedah Dr. Wahidin Sudirohusodo pada bulan Mei 2012. Sampel (Responden) dalam penelitian
ini adalah penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah Dr. Wahidin
Sudirohusodo pada tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara sampling insidental yakni
teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu kejadian gawat darurat yang secara
kebetulan/accidental ditemukan oleh peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel. Penentuan
besaran sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus rule of thumb yaitu 5 10 kali jumlah
variabel bebas yang diteliti (Dahlan, 2010a). Besar sampel pada penelitian ini yaitu 7 x 4 = 28
sampel untuk IGD Bedah dan 7 x 4 = 28 sampel untuk IGD Non-Bedah.

Metode pengumpulan data


Data primer diperoleh dari secara langsung di lapangan/lokasi penelitian mencakup datadata antara lain sebagai berikut: Waktu tanggap, Penempatan staf, Ketersediaan stretcher,
ketersediaan petugas kesehatan, waktu tiba pasien. Kriteria inklusi yaitu semua penanganan kasus di
IGD Bedah dan Non Bedah pada bulan Mei 2012. Kriteria eksklusi yaitu penanganan kasus dengan
kategori tidak gawat tidak darurat (false emergency, non urgent)
Analisa data
Data diolah dengan menggunakan bantuan SPSS. Data dianalisa dengan mencari distribusi
frekuensi, bivariat dan multivariat dari variabel yang diteliti.

HASIL
Gambaran Lokasi Penelitian
IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan KM 11,
Makassar, Sulawesi Selatan. Pada bagian depan instalasi terdapat fasilitas bel yang berfungsi untuk
memberikan tanda adanya pasien yang sampai di depan pintu IGD yang membutuhkan pelayanan
gawat darurat. Bagian depan IGD juga disediakan area yang dikhususkan untuk menyimpan
stretcher. Terdapat 60 stretcher yang tersedia di IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Bagian
dalam instalasi terdapat meja triase dan ruangan luas sebagai tempat pasien menunggu dan
mendapatkan pelayanan gawat darurat. Instalasi terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis
kasus yang masuk setelah melalui proses triase, yaitu bagian Bedah, Non-Bedah, Anak dan Luka
Bakar dalam ruangan yang terpisah.
Jumlah dokter triase IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang bertugas di Instalasi
berdasarkan daftar jaga pada saat penelitian, sebanyak 23 dokter dengan pembagian setiap shift 3
dokter.
Jumlah perawat IGD berdasarkan daftar jaga sebanyak 64 perawat yang tersebar pada
bagian bedah, non-Bedah, anak dan luka bakar. Distribusi penyebaran setiap shift, 25 perawat pada
shift pagi, 14 perawat pada shift sore, dan 16 perawat pada shift malam.
Waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo
(Tabel 1) menunjukkan hasil penelitian tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD
Bedah dan Non-Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Tabel tersebut menunjukkan, waktu
tanggap penanganan kasus IGD bedah yang tepat sebanyak 67,9% dan tidak tepat 32,1%. Pola
penempatan staf yang baik sebanyak 67,9% dan terganggu sebanyak 32,1%. Tersedianya stretcher
5

di depan pintu IGD pada saat tibanya pasien sebanyak 85,7% penanganan kasus dan 14,3% tidak
tersedia. Petugas triase yang berada di meja triase pada saat kedatangan pasien sebanyak 85,7%
sementara petugas triase tidak berada di tempat pada saat kedatangan pasien sebnyak 14,3%
penanganan kasus. Ketibaan pasien pada waktu sibuk sebanyak 63,9% penanganan kasus dan
32,1% pada waktu tidak sibuk.
(Tabel 2) menunjukkan waktu tanggap penanganan kasus di IGD Non-Bedah yang tepat
sebanyak 82,1% dan tidak tepat 17,9%. Pola penempatan staf yang baik sebanyak 60,7% dan
mengalami gangguan sebanyak 39,3%. Tersedianya stretcher di depan pintu IGD pada saat tibanya
pasien sebanyak 92,9% penanganan kasus dan 7,1% tidak tersedia. Adanya petugas triase di meja
triase pada saat kedatangan pasien sebanyak 82,1% dan tidak berada di tempat sebanyak 18,9%
penanganan kasus. Ketibaan pasien pada waktu sibuk sebanyak 85,7% penanganan kasus dan
14,3% pada waktu tidak sibuk.
Hubungan penempatan staf, ketersediaan stretcher, ketersediaan petugas kesehatan dan waktu
tiba pasien dengan ketepatan penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan NonBedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
(Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola penempatan staf dengan
ketepatan waktu tanggap (p = 0,67), dan waktu tiba pasien dengan ketepatan waktu tanggap (p =
0,407). Terdapat hubungan ketersediaan stretcher dengan ketepatan waktu tanggap (p = 0,006) dan
ketersediaan petugas triase dengan ketepatan waktu tanggap (p = 0,006). Nilai PR ketersediaan
stretcher dan ketersediaan petugas triase yaitu 9,217 dan 2,97. Hal ini menunjukkan bahwa besar
kekuatan hubungan ketersediaan stretcher yang tersedia dengan ketepatan waktu tanggap adalah
9,217 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak tersedia, besar kekuatan hubungan
ketersediaan petugas kesehatan yang berada di tempat dengan ketepatan waktu tanggap adalah 2,97
kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak berada di tempat.
(Tabel 4) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola penempatan staf dengan
ketepatan waktu tanggap (p = 0,062), ketersediaan petugas triase dengan ketepatan waktu tanggap
(p = 0,207) dan waktu tiba pasien dengan ketepatan waktu tanggap (p = 1,000). Terdapat hubungan
ketersediaan stretcher dengan ketepatan waktu tanggap (p = 0,026). Nilai PR ketersediaan stretcher
yaitu 1,995 yang berarti bahwa besar kekuatan hubungan ketersediaan stretcher yang tersedia
dengan ketepatan waktu tanggap adalah 1,995 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
tersedia.

Analisis multivariat regresi logistik dari variabel penempatan staf, ketersediaan stretcher,
ketersediaan petugas kesehatan dan waktu tiba pasien IGD Bedah dan Non-Bedah RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.
Hasil analisis multivariat regresi logistik dari variabel penempatan staf, ketersediaan
stretcher, ketersediaan petugas kesehatan dan waktu tiba pasien di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo menunjukkan bahwa kekuatan hubungan dari yang terbesar sampai yang terkecil
adalah Ketersediaan petugas triase (PR = 3,555) dan ketersediaan stretcher (PR = 3,555). Hasil uji
Hosmer and Lameshow menunjukkan akan p = 1,000 yang berarti memiliki kalibrasi persamaan
yang baik. Nilai AUC = 0,833 yang secara statistik interpretasinya adalah kuat untuk parameter
diskriminasi (Dahlan, 2010b).
Hasil analisis multivariat regresi logistik dari variabel penempatan staf, ketersediaan
stretcher, ketersediaan petugas kesehatan dan waktu tiba pasien di IGD non-Bedah RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo menunjukkan bahwa yang paling berhubungan dengan ketepatan waktu
tanggap adalah Ketersediaan stretcher (PR = 1,239). Hasil uji Hosmer and Lameshow menunjukkan
akan p = 1,000 yang berarti memiliki kalibrasi persamaan yang baik. Nilai AUC = 0,700 yang
secara statistik interpretasinya adalah sedang untuk parameter diskriminasi (Dahlan, 2010b).

PEMBAHASAN
Waktu tanggap penanganan kasus sebagai indikator mutu pelayanan seyogyanya menjadi
perhatian penting bagi pengelola rumah sakit. Masih terdapatnya kejadian gawat darurat yang
mengalami keterlambatan penanganan pada Response Time I di IGD Bedah (tepat = 67,9% dan
tidak tepat = 32,1%) dan IGD Non-Bedah (tepat = 82,1% dan tidak tepat = 17,9%) memperlihatkan
perlunya upaya peningkatan waktu tanggap berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus pada respose time I yang telah
dilakukan pada penelitian ini.
Ketersediaan stretcher dengan waktu tanggap memiliki hubungan yang erat berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, baik di IGD Bedah(p = 0,006; PR = 9,217) dan Non-Bedah (p =
0,026; PR = 1,995). Jumlah stretcher yang ada di IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo jika
dibandingkan dengan rata-rata kunjungan pada dasarnya cukup memadai dimana terdapat 60
stretcher yang tersedia dengan rata-rata pasien per hari semenjak 2009 hingga 2011 berkisar 61
sampai 63 pasien.

Canadian of Association Emergency Physician (2012) menuliskan bahwa

kejadian kurangnya stretcher untuk penanganan kasus yang akut berdampak serius terhadap
kedatangan pasien baru yang mungkin saja dalam kondisi yang sangat kritis.
7

Tidak tersedianya stretcher untuk beberapa kejadian gawat darurat yang terjadi di IGD pada
penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan permintaan pelayanan yang melebihi kapasitas
dan terjadinya kepadatan IGD pada waktu tersebut. Data hasil penelitian yang dapat mendukung
penyebab tersebut adalah waktu tiba pasien yang kebanyakan datang ke IGD untuk mendapatkan
pelayanan pada waktu sibuk (IGD Bedah = 63,9% dan IGD Non-Bedah = 85,7%), dimana pada
waktu-waktu inilah menurut literatur hasil penelitian merupakan waktu-waktu dimana terjadi
peningkatan permintaan pelayanan. Data lain yang mendukung adalah pola penempatan staf yang
terganggu karena adanya ketidakhadiran staf IGD tanpa pengganti (IGD Bedah = 32,1% dan IGD
Non-Bedah = 39,3%), walaupun baik waktu tiba pasien maupun pola penempatan staf tidak secara
langsung berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap.
Hubungan ketersediaan petugas triase dengan waktu tanggap di IGD Bedah terlihat dari
hasil analisis data yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,006 dengan PR = 2,97 yang bermakna
bahwa keberadaan dokter dan perawat triase di meja triase untuk menerima pasien baru 2,97 kali
lebih meningkatkan ketepatan waktu tanggap. Uji univariat menunjukkan tidak terdapatnya
kejadian gawat darurat Bedah dimana dokter dan perawat triase tidak berada di meja triase pada
saat pasien tiba di depan pintu IGD. Dominannya hubungan antara ketersediaan petugas triase dan
ketersediaan stretcher dengan waktu tanggap dibandingkan variabel yang lain (PR = 3,555)
dibandingkan variabel ketersediaan stretcher untuk penanganan kasus di IGD Bedah menunjukkan
pentingnya keberadaan dokter dan perawat triase secara bergantian berada di meja triase yang siap
menerima kedatangan pasien baru. American College of Emergency Physician (2008) menuliskan
bahwa pada IGD yang mengalami permasalahan berlimpahnya jumlah pasien yang ingin
mendapatkan pelayanan, menempatkan seorang dokter di wilayah triase dapat mempercepat proses
pemulangan pasien atau discharge untuk pasien minor dan membantu memulai penanganan bagi
pasien yang kondisinya lebih sakit.
Hal yang berbeda terjadi pada IGD Non-Bedah, dimana tidak terdapat hubungan antara
ketersediaan petugas triase di meja triase dengan ketepatan waktu tanggap (p = 0,207). Hasil uji
univariat menunjukkan adanya penanganan kasus dimana petugas triase berada di tempat tetapi
penanganan kasus tetap terlambat. Ada 2 faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini yang
kemungkinan berhubungan atau bahkan menjadi penyebab fenomena ini yaitu faktor tingkat
karakteristik pasien termasuk tingkat keparahan pasien yang dapat menyulitkan proses peindahan
pasien juga pemberian penanganan dan faktor pengetahuan, keterampilan dan pengalaman petugas
kesehatan yang menangani kejadian gawat darurat.

Tidak adanya hubungan antara pola penempatan staf dengan waktu tanggap penanganan
kasus baik IGD Bedah maupun Non-Bedah menunjukkan kenyataan yang bertentangan berdasarkan
teori yang diungkap pada saat peneliti menyusun hipotesis. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Green dkk (2006) yang mengemukakan bahwa bahkan pada
perubahan yang sangat kecil dan sederhana dalam penempatan staf sangat berdampak pada
keterlambatan penanganan di IGD. Hal ini dapat terjadi karena pada IGD Bedah, terdapat tambahan
staf residen bedah umum dan pada IGD Non-Bedah, penanganan awal sepenuhnya dilakukan oleh
dokter dan perawat triase.
Hasil uji univariat menunjukkan tingginya kedatangan pasien antara pukul 12:00 sampai
13:00. Waktu tiba pasien dengan waktu tanggap tidak memiliki hubungan berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan baik di IGD Bedah (p = 0,407) maupun IGD Non-Bedah (p = 1,000). Hal ini
didukung oleh laporan dari Canadian Institute for Health Information (CIHI) pada tahun 2005 yang
menunjukkan bahwa tidak semua faktor-faktor seperti keberagaman lama rawat di IGD terkait
waktu-waktu tertentu pada hari yang sama, demikian juga jumlah kunjungan IGD dan tingkat
keparahan kondisi pasien, memiliki peranan dalam memperpanjang waktu tunggu pasien terhadap
dokter yang menanganinya pada saat registrasi dan triase.
Tidak adanya hubungan antara waktu tiba pasien dengan ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dapat diperkirakan karena pola penempatan
staf yang telah mengikuti pola kedatangan pasien dimana shift yang dibuat untuk jumlah perawat
pagi 25 perawat, siang 14 perawat dan malam 16 perawat, dimana pada shift pagi pada umumnya
mendapat kunjungan yang terbanyak, disusul dengan shift malam. Kunjungan lebih sedikit
pengunjung pada shift siang dibandingkan dengan shift yang lain.
Keterbatasan penelitian ini yaitu bahwa penelitian ini menggunakan design cross sectional
sehingga hanya dapat menentukan prevalensi relative dan tidak menggambarkan faktor resiko yang
paling berpengaruh. Keterbatasan yang lain yaitu masih terdapat variabel karakteristik pasien dan
pengetahuan, keterampilan serta pengalaman petugas kesehatan yang belum diteliti terkait waktu
tanggap penanganan kasus.

KESIMPULAN DAN SARAN


Waktu tanggap penanganan kasus IGD bedah yang tepat sebanyak 67,9% dan tidak tepat
32,1%. Waktu tanggap penanganan kasus IGD Non-Bedah yang tepat sebanyak 82,1% dan tidak
tepat 17,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola penempatan staf dengan
ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di IGD Bedah (p = 0,67) dan Non-Bedah (p = 0,062).
9

Terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan stretcher dengan ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus IGD Bedah ((p = 0,006; PR = 9,217) dan Non-Bedah (p = 0,026; PR = 1,995).
Terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan petugas triase dengan ketepatan waktu
tanggap penanganan kasus IGD Bedah (p = 0,006; PR = 2,97), namun tidak terdapat hubungan yang
bermakna di IGD Non-Bedah (p = 0,207). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu
tiba pasien dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah (p = 0,407) dan NonBedah (p = 1,000). Faktor yang lebih dominan berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap IGD
Bedah yaitu ketersediaan petugas triase (PR = 3,555) dan ketersediaan stretcher (PR = 3,555). Pada
IGD Non-Bedah, faktor yang dominan yaitu ketersediaan stretcher (PR = 1,239). Saran dari
penelitian ini, Dengan adanya waktu tanggap penanganan kasus yang belum tepat, disarankan
kepada pihak institusi RS untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketepatan waktu tanggap. Variabel karakteristik pasien dan variable pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman petugas kesehatan diperlukan untuk diteliti lebih lanjut. Pada penelitian ini
menggunakan desain cross sectional yang hanya memiliki kemapuan memprediksi prevalensi.
Disarankan untuk menggunakan desain yang lain untuk mengetahui faktor dominan yang
mempengaruhi ketepatan waktu tanggap.

10

DAFTAR PUSTAKA
American College of Emergency Physician. (2008). Emergency Department Crowding: HighImpact Solutions. (On Line), (http://ebookbrowse.com/emergency-department-crowdinghigh-impact-solutions-acep-task-force-on-boarding-april-2008-pdf-d319291546,
diakses
tanggal 19 Juli 2012)
Canadian Institute for Health Information. (2005). Understanding Emergency Department Wait
Times: Who Is Using Emergency Departments and How Long Are They Waiting?. Ottawa:
Canadian Institute for Health Information
Canadian
Association
emergency
Physician.(2012).overcrowding.
(On
Line),
(http://www.caep.ca/advocacy/overcrowding. diakses tanggal 16 juli 2012)
Dahlan, M. S. (2010). Besar Sampel dan cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika
Dahlan, M. S.(2010). Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika
Dempsey P. A., Dempsey A.D. 2002. Riset Keperawatan. Jakarta: EGC
Green L.V., Soares J., Giglio J.F., Green R.A.,.(2006). Using Queueing Theory to Increase the
Effectiveness
of
Emergency
Department
Provider
Staffing,(On
Line),
(http://www.hbs.edu/units/tom/seminars/2007/docs/lgreen3.pdf, diakses tanggal 20 Juli
2012)
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Wilde, E. T.(2009). Do Emergency Medical System Response Times Matter for Health Outcomes?.
New York: Columbia University
Yoon, P., Steiner, I., Reinhardt, G.(2003). Analysis of factos influencing length of stay in the
emergency departments, (Online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17472779,
diakses 12 Maret 2012)

11

Lampiran 1
Tabel 1. Tabel ketepatan waktu tanggap penanganan kasus, pola penempatan staf, ketersediaan
stretcher, ketersediaan petugas triase di meja triase, dan waktu tiba pasien IGD Bedah
Variabel
Ketepatan Waktu Tanggap
Tepat
Tidak Tepat
Pola penempatan Staf
Baik
Terganggu
Ketersediaan Stretcher
Tersedia
Tidak tersedia
Ketersediaan petugas triase di meja triase
Berada di tempat
Tidak berada di tempat
Waktu tiba pasien
Waktu tidak sibuk
Waktu sibuk
Total

19
9

67,9
32,1

19
9

67,9
32,1

24
4

85,7
14,3

24
4

85,7
14,3

9
19

32,1
67,9

28

100

Tabel 2. Tabel ketepatan waktu tanggap penanganan kasus, pola penempatan staf, ketersediaan
stretcher, ketersediaan petugas triase di meja triase, dan waktu tiba pasien IGD Non-Bedah
Variabel
Ketepatan Waktu Tanggap
Tepat
Tidak Tepat
Pola penempatan Staf
Baik
Terganggu
Ketersediaan Stretcher
Tersedia
Tidak tersedia
Ketersediaan petugas triase di meja triase
Berada di tempat
Tidak berada di tempat
Waktu tiba pasien
Waktu tidak sibuk
Waktu sibuk
Total

12

23
5

82,1
17,9

17
11

60,7
39,3

26
2

92,9
7,1

23
5

82,1
17,9

4
24
28

14,3
85,7
100

Tabel 3. Hubungan pola penempatan staf, ketersediaan stretcher, ketersediaan petugas triase dan waktu tiba pasien dengan ketepatan
penanganan kasus di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Waktu Tanggap
Waktu Tanggap
IK95%
Tepat
Tidak Tepat
p
PR
N
%
n
%
Min
Mak
Pola
Penempatan Baik
12
63,16
7
36,84
0,67
.500
0,177
69.339
Staf
Terganggu
7
77,78
2
22,22
Ref
Ketersediaan
Tersedia
19
79,17
5
20,83
0,006 9.217
0,000
stretcher
Tidak Tersedia
0
0
4
100
Ref
Ketersediaan Petugas Berada di tempat
19
79,17
5
20,33
0,006 2.97
0,000
Triase
Tidak berada di tempat
0
0
4
100
Ref
Waktu tiba pasien
Waktu tidak sibuk
5
55,56
4
44,44
0,407 4.616
0,019
12,898
Waktu sibuk
14
73,68
5
26,32
Total
23
75,0
13
25,0
Tabel 4. Hubungan pola penempatan staf, ketersediaan stretcher, ketersediaan petugas triase dan waktu tiba pasien dengan ketepatan
penanganan kasus di IGD Non-Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Pola
Penempatan
Staf
Ketersediaan
stretcher
Ketersediaan Petugas
Triase
Waktu tiba pasien
Total

Baik
Terganggu
Tersedia
Tidak Tersedia
Berada di tempat
Tidak berada di tempat
Waktu tidak sibuk
Waktu sibuk

Waktu Tanggap
Tepat
n
%
16
92,86
7
81,81
23
91,67
0
33,33
20
90,62
3
50
3
0
20
86,11
23
75,0

Waktu Tanggap
Tidak Tepat
N
%
1
7,14
4
18,18
3
8,33
2
66,67
3
9,38
2
50
1
100
4
13,89
13
25,0

IK95%
p

PR

0,062

3,500
Ref
1,995
Ref
0,000
Ref
0,500
Ref

0,026
0,207
1,000

Min
0,036

Mak
6,682

Anda mungkin juga menyukai